Jumat, 21 Februari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 10 Bab 4: Kemukjizatan Al-Qur'an

Kemukjizatan Al-Qur'an

Perspektif Ulama, Tafsir Klasik, dan Kajian Ilmiah


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 10 (Sepuluh)


Abstrak

Al-Qur’an adalah kitab suci yang memiliki kemukjizatan yang tidak dapat ditandingi oleh manusia maupun jin. Kemukjizatan ini mencakup berbagai aspek, termasuk kebahasaan, ilmiah, hukum, sejarah, dan spiritual. Artikel ini membahas secara komprehensif tentang kemukjizatan Al-Qur’an berdasarkan perspektif ulama tafsir klasik dan kajian ilmiah modern. Pembahasan mencakup pengertian mukjizat, bentuk-bentuk kemukjizatan Al-Qur’an, analisis tafsir klasik terhadap ayat-ayat yang menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an, serta implikasinya dalam kehidupan umat Islam. Melalui kajian linguistik, ditemukan bahwa Al-Qur’an memiliki struktur bahasa yang tidak dapat ditiru, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Baqillani dan Al-Razi. Dalam aspek ilmiah, Al-Qur’an mengandung informasi yang selaras dengan temuan ilmiah modern, seperti perkembangan embrio dan ekspansi alam semesta, yang dikonfirmasi oleh ilmuwan seperti Keith Moore dan Maurice Bucaille. Selain itu, hukum dalam Al-Qur’an terbukti relevan sepanjang zaman, dengan prinsip keadilan yang ditegaskan dalam tafsir Ibnu Taimiyah dan As-Suyuthi. Dari sisi sejarah, penelitian arkeologi membuktikan kebenaran kisah Fir’aun dan kemenangan Romawi yang telah diprediksi dalam Al-Qur’an. Kemukjizatan ini tidak hanya memperkuat keimanan umat Islam, tetapi juga memberikan inspirasi dalam berbagai disiplin ilmu. Artikel ini merekomendasikan penguatan kajian Al-Qur’an melalui pendidikan, penelitian ilmiah berbasis wahyu, serta integrasi antara tafsir klasik dan metode ilmiah modern untuk memahami kandungan Al-Qur’an secara lebih mendalam.

Kata Kunci: Kemukjizatan Al-Qur’an, Tafsir Klasik, Kajian Ilmiah, Mukjizat Linguistik, Mukjizat Ilmiah, Mukjizat Hukum, Mukjizat Sejarah, Embriologi dalam Al-Qur’an, Ekspansi Alam Semesta, Keimanan dan Al-Qur’an.


PEMBAHASAN

Kemukjizatan Al-Qur'an


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 10 (Sepuluh)

Bab                      : Bab 4 - Kemukjizatan Al-Qur'an


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Salah satu aspek utama yang membedakan Al-Qur’an dengan kitab-kitab suci sebelumnya adalah sifatnya yang mukjizat, yaitu keistimewaan luar biasa yang tidak dapat ditiru oleh manusia dan menjadi bukti kebenaran kenabian Muhammad Saw. Mukjizat dalam Islam diartikan sebagai sesuatu yang luar biasa (khariq lil ‘adah), diberikan kepada nabi sebagai bukti kebenaran risalahnya, dan tidak dapat ditiru oleh manusia ataupun jin.1

Keistimewaan ini ditegaskan dalam berbagai ayat, di antaranya:

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Qs. Al-Baqarah [2] ayat 23).

Ayat ini merupakan tantangan terbuka bagi siapa pun yang meragukan Al-Qur’an untuk membuat satu surah yang sebanding dengannya. Tantangan ini bahkan diulang dalam beberapa ayat lain, seperti dalam Qs. Yunus [10] ayat 38 dan Qs. Al-Isra’ [17] ayat 88, menunjukkan bahwa tidak ada satu pun yang mampu menandinginya sejak pertama kali diturunkan hingga sekarang.

Para ulama sepakat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an tidak hanya terbatas pada keindahan bahasanya, tetapi juga meliputi aspek ilmiah, hukum, sosial, dan spiritual.2 Ulama tafsir klasik seperti Imam Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menegaskan bahwa keistimewaan Al-Qur'an terletak pada ketinggian maknanya, kefasihan bahasanya, serta kebenaran kandungannya yang sesuai dengan realitas ilmiah.3 Sementara itu, dalam studi ilmiah modern, berbagai penelitian membuktikan bahwa Al-Qur’an mengandung informasi ilmiah yang telah terbukti kebenarannya jauh setelah masa pewahyuan.4

Kajian tentang kemukjizatan Al-Qur’an menjadi penting untuk dikembangkan, terutama dalam konteks pendidikan Islam. Kompetensi Dasar dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam menuntut peserta didik untuk menganalisis kemukjizatan Al-Qur’an, sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif dalam memahami aspek kebahasaan, ilmiah, hukum, sosial, dan spiritual dalam Al-Qur’an.5

1.2.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan dalam artikel ini akan difokuskan pada beberapa pertanyaan mendasar berikut:

1)                  Apa yang dimaksud dengan kemukjizatan Al-Qur'an menurut para ulama dan tafsir klasik?

2)                  Apa saja bentuk-bentuk kemukjizatan yang terdapat dalam Al-Qur'an?

3)                  Bagaimana tafsir klasik dan kajian ilmiah modern menjelaskan kemukjizatan Al-Qur'an?

1.3.       Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1)                  Menjelaskan konsep kemukjizatan Al-Qur'an secara komprehensif berdasarkan perspektif ulama dan kajian ilmiah.

2)                  Menguraikan berbagai bentuk kemukjizatan Al-Qur'an dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an, hadits, serta tafsir klasik.

3)                  Menguatkan pemahaman tentang kemukjizatan Al-Qur'an melalui pendekatan ilmiah yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.


Footnotes

[1]                Muhammad Abu Zahrah, Mu’jizat Al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), 12.

[2]                Muhammad al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an, ed. Muhammad Abu Fadl Ibrahim (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), 33.

[3]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), 5:57.

[4]                Maurice Bucaille, The Bible, The Qur'an and Science (Indianapolis: American Trust Publications, 1979), 120.

[5]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Buku Pedoman Kurikulum Madrasah Aliyah: Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kemenag RI, 2019), 45.


2.           Konsep Kemukjizatan Al-Qur'an

2.1.       Definisi Mukjizat dalam Islam

Dalam kajian Islam, mukjizat (mu‘jizah) berasal dari kata ‘ajaza yang berarti “melemahkan” atau “menjadikan tidak mampu.” Secara terminologi, mukjizat didefinisikan sebagai sesuatu yang luar biasa yang diberikan kepada seorang nabi sebagai bukti kebenaran risalahnya, yang tidak dapat ditiru oleh manusia maupun jin.1 Mukjizat ini merupakan tantangan dari Allah kepada orang-orang yang meragukan kebenaran wahyu yang dibawa oleh para nabi dan rasul.

Imam Al-Baqillani (w. 403 H), dalam karyanya I‘jaz al-Qur’an, menjelaskan bahwa mukjizat harus memenuhi tiga syarat utama: (1) berasal dari Allah, (2) bersifat luar biasa dan di luar kemampuan manusia, dan (3) berfungsi untuk membuktikan kenabian.2 Pandangan ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Al-Jurjani dalam Kitab al-Ta‘rifat, yang menyatakan bahwa mukjizat adalah suatu perkara luar biasa yang terjadi pada seorang nabi, bertujuan untuk menguatkan dakwahnya, dan tidak bisa ditiru oleh siapa pun.3

Dalam Al-Qur’an, mukjizat disebut dengan istilah bayyinah (bukti nyata) atau ayah (tanda kebesaran Allah). Sebagaimana dalam firman Allah:

قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا ۚ

"Sungguh, telah datang kepadamu bukti-bukti nyata dari Tuhanmu, maka barang siapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri, dan barang siapa buta (terhadapnya), maka (kerugiannya) kembali kepadanya." (Qs. Al-An‘am [6] ayat 104).

2.2.       Pengertian Kemukjizatan Al-Qur'an

Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Kemukjizatan Al-Qur’an (i‘jaz al-Qur’an) diartikan sebagai ketidakmampuan manusia dan jin untuk membuat sesuatu yang serupa dengannya, baik dari segi kebahasaan, makna, maupun kandungannya.4

Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an menyebutkan bahwa Al-Qur’an mengandung mukjizat dalam berbagai aspek, seperti keindahan bahasanya, keakuratan informasi ilmiah, serta kesempurnaan hukum-hukumnya.5 Sementara itu, Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an menjelaskan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an dapat dikaji melalui beberapa pendekatan, yaitu aspek linguistik, hukum, sejarah, dan ilmu pengetahuan modern.6

Kemukjizatan Al-Qur’an juga ditegaskan dalam beberapa ayat yang menantang manusia untuk membuat kitab serupa:

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

"Dan jika kamu dalam keraguan terhadap Al-Qur'an yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Qs. Al-Baqarah [2] ayat 23).

Dalam sejarah, tidak ada satu pun individu atau kelompok yang mampu memenuhi tantangan tersebut. Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menekankan bahwa ketidakmampuan manusia untuk menandingi Al-Qur’an menjadi bukti nyata kemukjizatannya.7

2.3.       Dalil Kemukjizatan Al-Qur’an dalam Al-Qur’an dan Hadits

Kemukjizatan Al-Qur’an ditegaskan oleh Allah dalam berbagai ayat. Salah satunya adalah firman-Nya:

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

"Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain." (Qs. Al-Isra’ [17] ayat 88).

Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat menandingi keistimewaan Al-Qur’an, baik dalam aspek kebahasaan, hukum, maupun isi kandungannya.

Dalam hadits, Nabi Muhammad Saw juga menegaskan kemukjizatan Al-Qur’an, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

مَا مِنَ الأَنْبِيَاءِ نَبِيٌّ إِلَّا أُعْطِيَ مِنَ الآيَاتِ مَا مِثْلُهُ آمَنَ عَلَيْهِ البَشَرُ، وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُ وَحْيًا أَوْحَاهُ اللَّهُ إِلَيَّ، فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ القِيَامَةِ.

“Tidak ada seorang nabi pun kecuali diberikan kepadanya tanda-tanda (mukjizat) yang dengannya manusia beriman. Dan yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang Allah wahyukan kepadaku. Maka aku berharap menjadi nabi yang memiliki pengikut terbanyak pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).8

Hadits ini menunjukkan bahwa mukjizat Nabi Muhammad Saw yang paling utama adalah Al-Qur’an, yang keistimewaannya tetap berlaku sepanjang zaman.


Footnotes

[1]                Muhammad Abu Zahrah, Mu’jizat Al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), 12.

[2]                Al-Baqillani, I‘jaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1981), 47.

[3]                Al-Jurjani, Kitab al-Ta‘rifat (Cairo: Maktabah al-Mutanabbi, 2004), 55.

[4]                Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar (Cairo: Dar al-Maktabah, 1993), 1:29.

[5]                Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004), 318.

[6]                Muhammad al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, ed. Muhammad Abu Fadl Ibrahim (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), 33.

[7]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), 5:57.

[8]                Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 4981; Muslim, Shahih Muslim, no. 152.


3.           Bentuk-Bentuk Kemukjizatan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai wahyu Allah memiliki berbagai aspek kemukjizatan yang tidak bisa ditandingi oleh manusia dan jin. Para ulama dan mufasir klasik telah menguraikan berbagai bentuk kemukjizatan Al-Qur’an, termasuk dalam aspek bahasa, ilmu pengetahuan, hukum, sejarah, dan spiritualitas. Bentuk-bentuk kemukjizatan ini tidak hanya dijelaskan dalam tafsir-tafsir klasik, tetapi juga mendapat perhatian dalam kajian ilmiah modern.

3.1.       Kemukjizatan Bahasa dan Sastra

Salah satu aspek utama kemukjizatan Al-Qur’an adalah keindahan dan ketelitian struktur bahasanya. Para ulama seperti Al-Baqillani dalam I‘jaz al-Qur’an dan Al-Zamakhsyari dalam Al-Kashshaf menegaskan bahwa Al-Qur’an memiliki susunan bahasa yang unik, tidak bisa ditiru oleh manusia, serta memiliki kefasihan dan balaghah yang tiada tanding.1

Imam Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa setiap kata dalam Al-Qur’an memiliki posisi yang sempurna dan tidak dapat digantikan dengan sinonimnya tanpa mengurangi makna atau keindahannya.2 Sebagai contoh, tantangan Allah kepada manusia untuk membuat satu surat semisal dengan Al-Qur’an menunjukkan bahwa tidak ada yang mampu menandingi struktur linguistiknya:

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

"Dan jika kamu dalam keraguan terhadap Al-Qur'an yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Qs. Al-Baqarah [2] ayat 23).

Dalam kajian modern, penelitian linguistik menunjukkan bahwa Al-Qur’an memiliki ritme dan pola struktur kalimat yang konsisten serta berirama, sehingga menjadikannya mudah dihafal.3

3.2.       Kemukjizatan Ilmiah

Al-Qur’an juga mengandung berbagai informasi ilmiah yang baru dapat dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern, meskipun diturunkan lebih dari 1400 tahun yang lalu. Fenomena ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah, bukan dari pemikiran manusia. Beberapa contoh kemukjizatan ilmiah dalam Al-Qur’an antara lain:

1)                  Proses Penciptaan Manusia

Dalam Qs. Al-Mu’minun [23] ayat 12-14, Al-Qur’an menjelaskan proses perkembangan embrio manusia secara berurutan: dari air mani, menjadi segumpal darah (‘alaqah), lalu menjadi segumpal daging (mudhghah), kemudian terbentuk tulang dan daging yang menyelubunginya. Ilmuwan modern, seperti Prof. Keith Moore, seorang ahli embriologi, mengakui bahwa deskripsi ini sesuai dengan hasil penelitian medis mutakhir.4

2)                  Ekspansi Alam Semesta

Dalam Qs. Adz-Dzariyat [51] ayat 47, Allah berfirman:

وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ

"Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya."

Ayat ini menunjukkan bahwa alam semesta sedang mengembang, yang baru ditemukan dalam teori Big Bang oleh Edwin Hubble pada abad ke-20.5

3)                  Fungsi Gunung sebagai Pasak Bumi

Qs. An-Naba’ [78] ayat 6-7 menjelaskan bahwa gunung-gunung berfungsi sebagai pasak yang menstabilkan kerak bumi. Penelitian geologi modern membuktikan bahwa gunung memiliki akar yang dalam di bawah permukaan bumi yang membantu menstabilkan lempeng tektonik.6

3.3.       Kemukjizatan Hukum dan Syariat

Al-Qur’an juga memiliki kemukjizatan dalam sistem hukum dan syariatnya yang bersifat universal, adil, dan sesuai dengan fitrah manusia. Hukum Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an bersifat seimbang antara hak dan kewajiban, serta memiliki fleksibilitas dalam penerapannya.

Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an menyatakan bahwa hukum dalam Al-Qur’an memiliki keseimbangan yang sempurna antara keadilan dan kasih sayang, sehingga dapat diterapkan di berbagai zaman dan tempat.7

Sebagai contoh, dalam Qs. Al-Maidah [05] ayat 38, Allah menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri, yang bertujuan sebagai pencegahan terhadap kejahatan:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."

Hukum ini tidak hanya sebagai hukuman, tetapi juga sebagai bentuk pencegahan sosial agar masyarakat dapat hidup dalam ketertiban.

3.4.       Kemukjizatan Sosial dan Historis

Al-Qur’an juga mengandung berita-berita tentang peristiwa sejarah yang sesuai dengan fakta arkeologi dan sejarah. Beberapa di antaranya adalah:

1)                  Kisah Fir'aun yang Tenggelam tetapi Jasadnya Diawetkan

Dalam Qs. Yunus [10] ayat 92, Allah berfirman:

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ

"Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu (Fir‘aun) agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu. Tetapi kebanyakan manusia tidak memperhatikan tanda-tanda (kekuasaan Kami).”

Penemuan jasad Fir‘aun Ramses II yang diawetkan tanpa proses mumifikasi adalah bukti nyata dari kebenaran ayat ini.8

2)                  Kemenangan Romawi atas Persia

Dalam Qs. Ar-Rum [30] ayat 2-4, Al-Qur’an telah memprediksi kemenangan Romawi atas Persia dalam beberapa tahun, yang benar-benar terjadi setelah pertempuran tahun 627 M.

3.5.       Kemukjizatan Spiritual dan Psikologis

Al-Qur’an juga memiliki dampak spiritual yang luar biasa bagi manusia. Bacaan Al-Qur’an dapat memberikan ketenangan jiwa, sebagaimana disebutkan dalam Qs. Ar-Ra’d [13] ayat 28:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."

Penelitian psikologi modern menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an dapat menurunkan stres dan meningkatkan ketenangan batin.9


Footnotes

[1]                Al-Baqillani, I‘jaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1981), 47.

[2]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), 5:57.

[3]                Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar (Cairo: Dar al-Maktabah, 1993), 1:29.

[4]                Keith L. Moore, The Developing Human: Clinically Oriented Embryology (Philadelphia: Saunders, 1982), 8.

[5]                Maurice Bucaille, The Bible, The Qur'an and Science (Indianapolis: American Trust Publications, 1979), 120.

[6]                Frank Press, Earth (San Francisco: W.H. Freeman, 1993), 435.

[7]                Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004), 318.

[8]                Maurice Bucaille, Mummies of the Pharaohs: Modern Medical Investigations (New York: St. Martin’s Press, 1990), 240.

[9]                Muzammil H. Siddiqi, Effects of Qur’anic Recitation on the Human Mind (Journal of Islamic Studies, 2005), 14(3): 267-280.


4.           Analisis Kemukjizatan Al-Qur’an dalam Perspektif Tafsir Klasik dan Kajian Ilmiah

Kemukjizatan Al-Qur’an telah menjadi objek kajian utama dalam berbagai disiplin ilmu Islam, baik dalam tafsir klasik maupun dalam penelitian ilmiah modern. Para ulama tafsir telah menyoroti aspek-aspek linguistik, hukum, sejarah, dan ilmiah dari Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kitab ini tidak mungkin berasal dari manusia. Sementara itu, kajian ilmiah modern terus menemukan bukti-bukti baru yang memperkuat kebenaran kandungan Al-Qur’an.

4.1.       Pandangan Ulama Tafsir Klasik tentang Kemukjizatan Al-Qur’an

Para ulama tafsir klasik memiliki berbagai pendekatan dalam menjelaskan kemukjizatan Al-Qur’an. Mereka menguraikan aspek-aspek keunggulan Al-Qur’an yang tidak dapat ditiru oleh manusia dan jin, sebagaimana ditegaskan dalam Qs. Al-Isra’ [17] ayat 88:

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

"Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

4.1.1.    Imam Al-Baqillani dan Kemukjizatan Linguistik

Al-Baqillani (w. 403 H) dalam I‘jaz al-Qur’an menjelaskan bahwa keistimewaan utama Al-Qur’an terletak pada gaya bahasanya yang unik dan tidak dapat ditiru oleh siapa pun. Ia menyatakan bahwa struktur kalimat, pemilihan kata, dan keseimbangan makna dalam Al-Qur’an tidak mungkin berasal dari manusia biasa.1

4.1.2.    Imam Al-Razi dan Pendekatan Rasional

Fakhruddin Al-Razi (w. 606 H) dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an tidak hanya terletak pada bahasanya, tetapi juga pada makna yang dikandungnya. Ia menyebutkan bahwa Al-Qur’an memuat konsep-konsep yang selaras dengan akal manusia dan ilmu pengetahuan yang baru dapat dipahami pada masa berikutnya.2

4.1.3.    Ibnu Katsir dan Pendekatan Sejarah

Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim menekankan kemukjizatan historis dalam Al-Qur’an, di mana berbagai kisah para nabi dan umat terdahulu yang dikisahkan dalam Al-Qur’an ternyata sesuai dengan fakta sejarah yang ditemukan kemudian.3

4.2.       Pendekatan Ilmiah terhadap Kemukjizatan Al-Qur’an

Kemajuan ilmu pengetahuan modern telah membuka pemahaman baru terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang sebelumnya sulit dipahami. Beberapa kajian ilmiah mengonfirmasi kebenaran informasi yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang menunjukkan bahwa kitab ini bukan hasil karya manusia.

4.2.1.    Kemukjizatan dalam Embriologi

Dalam Qs. Al-Mu’minun [23] ayat 12-14, Al-Qur’an menjelaskan tahap perkembangan janin manusia secara detail. Kajian ilmiah oleh Prof. Keith Moore dalam The Developing Human membuktikan bahwa deskripsi ini sesuai dengan hasil penelitian embriologi modern.4

4.2.2.    Kemukjizatan dalam Kosmologi

Qs. Adz-Dzariyat [51] ayat 47 menyatakan bahwa alam semesta sedang mengembang. Teori ekspansi alam semesta ini baru ditemukan oleh Edwin Hubble pada abad ke-20, yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mengisyaratkannya lebih dari 1400 tahun yang lalu.5

4.2.3.    Kemukjizatan dalam Geologi

Qs. An-Naba’ [78] ayat 6-7 menyatakan bahwa gunung-gunung berfungsi sebagai pasak yang menstabilkan bumi. Penelitian oleh Frank Press dalam Earth membuktikan bahwa gunung memiliki akar yang dalam untuk menyeimbangkan pergerakan lempeng tektonik.6

4.3.       Kritik terhadap Klaim Kemukjizatan Ilmiah

Meskipun banyak penemuan ilmiah yang sesuai dengan Al-Qur’an, para ulama dan ilmuwan Islam mengingatkan agar tidak terlalu memaksakan tafsiran ilmiah pada ayat-ayat Al-Qur’an.

1)                  Pendekatan Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin menekankan bahwa Al-Qur’an adalah kitab hidayah, bukan buku ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan seharusnya menjadi sarana untuk memahami kebesaran Allah, bukan sekadar mencari pembenaran ilmiah atas ayat-ayat tertentu.7

2)                  Pendekatan Muhammad Abduh

Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar juga mengingatkan agar umat Islam tidak tergesa-gesa dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan teori ilmiah yang masih belum terbukti kebenarannya. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pendekatan tafsir klasik dan temuan ilmiah.8

4.4.       Pendekatan Integratif antara Tafsir Klasik dan Kajian Ilmiah

Pendekatan terbaik dalam memahami kemukjizatan Al-Qur’an adalah dengan mengombinasikan tafsir klasik dengan kajian ilmiah modern secara bijaksana. Hal ini memungkinkan kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang kebenaran Al-Qur’an.

1)                  Menggunakan Tafsir Klasik sebagai Dasar

Tafsir klasik tetap menjadi acuan utama dalam memahami kandungan Al-Qur’an karena bersumber dari pemahaman para ulama yang lebih dekat dengan masa pewahyuan.

2)                  Menggunakan Ilmu Pengetahuan sebagai Penguat

Kajian ilmiah dapat dijadikan sebagai pendukung, bukan pengganti, dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan fenomena alam.


Kesimpulan

·                     Tafsir klasik menegaskan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada aspek linguistik, hukum, sejarah, dan ketepatan informasinya.

·                     Kajian ilmiah modern membuktikan bahwa banyak informasi dalam Al-Qur’an sesuai dengan temuan ilmu pengetahuan mutakhir.

·                     Pendekatan integratif antara tafsir klasik dan kajian ilmiah diperlukan agar pemahaman terhadap kemukjizatan Al-Qur’an tetap seimbang dan tidak berlebihan.


Footnotes

[1]                Al-Baqillani, I‘jaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1981), 47.

[2]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), 5:57.

[3]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), 2:28.

[4]                Keith L. Moore, The Developing Human: Clinically Oriented Embryology (Philadelphia: Saunders, 1982), 8.

[5]                Maurice Bucaille, The Bible, The Qur'an and Science (Indianapolis: American Trust Publications, 1979), 120.

[6]                Frank Press, Earth (San Francisco: W.H. Freeman, 1993), 435.

[7]                Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin (Beirut: Dar al-Fikr, 2004), 4:92.

[8]                Muhammad Abduh, Tafsir Al-Manar (Cairo: Dar al-Maktabah, 1993), 1:29.


5.           Implikasi Kemukjizatan Al-Qur’an dalam Kehidupan Umat Islam

Kemukjizatan Al-Qur’an tidak hanya menjadi bukti kebenaran wahyu Allah, tetapi juga memiliki dampak besar terhadap kehidupan individu dan masyarakat Islam. Pemahaman terhadap kemukjizatan Al-Qur’an dapat memperkuat keimanan, meningkatkan komitmen terhadap syariat Islam, serta memberikan inspirasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Implikasi ini mencakup dimensi spiritual, sosial, hukum, dan intelektual yang dapat membentuk karakter umat Islam yang kokoh dan berorientasi pada kebaikan dunia serta akhirat.

5.1.       Penguatan Keimanan melalui Pemahaman Kemukjizatan Al-Qur’an

Pemahaman terhadap kemukjizatan Al-Qur’an berperan penting dalam memperkuat akidah seorang Muslim. Ketika seseorang memahami bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang tidak mungkin dibuat oleh manusia, ia akan semakin yakin bahwa Islam adalah agama yang benar. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambah (kuat) imannya, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal." (Qs. Al-Anfal [8] ayat 2).

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, pemahaman mendalam terhadap Al-Qur’an akan membawa seseorang kepada keyakinan yang lebih tinggi terhadap Allah dan ajaran-Nya.1 Ia menekankan bahwa mukjizat Al-Qur’an adalah alat yang diberikan oleh Allah untuk memperkuat keimanan, bukan sekadar fenomena intelektual belaka.

Dalam kajian psikologi Islam, penelitian menunjukkan bahwa orang yang menghafal dan memahami Al-Qur’an memiliki tingkat ketenangan jiwa yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak terbiasa membaca Al-Qur’an.2 Ini menunjukkan bahwa mukjizat Al-Qur’an juga memiliki dimensi spiritual yang mempengaruhi kondisi mental manusia.

5.2.       Pentingnya Mengkaji Al-Qur’an secara Mendalam untuk Menemukan Makna dan Hikmah

Salah satu implikasi dari kemukjizatan Al-Qur’an adalah dorongan bagi umat Islam untuk terus mempelajari dan mendalami isinya. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa menegaskan bahwa mempelajari Al-Qur’an bukan hanya sekadar membaca teksnya, tetapi juga memahami makna dan hikmahnya, karena Al-Qur’an adalah sumber utama hukum dan pedoman hidup.3

Kajian tafsir Al-Qur’an menjadi sangat penting dalam memahami kemukjizatan kitab ini. Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an menegaskan bahwa tafsir yang mendalam akan mengungkap hikmah di balik ayat-ayat Al-Qur’an, baik dalam aspek hukum, sejarah, maupun ilmu pengetahuan.4

Dalam dunia pendidikan, kajian Al-Qur’an harus menjadi bagian integral dalam kurikulum madrasah dan perguruan tinggi Islam. Pendidikan berbasis Al-Qur’an tidak hanya memberikan wawasan keagamaan, tetapi juga membentuk karakter umat Islam agar selalu berpegang teguh pada ajaran wahyu.

5.3.       Implementasi Kemukjizatan Al-Qur’an dalam Hukum Islam dan Masyarakat

Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an menunjukkan kemukjizatan dalam sistemnya yang adil, seimbang, dan relevan sepanjang zaman. Al-Qur’an tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga hubungan antar sesama manusia dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik.

1)                  Kemukjizatan Hukum Islam dalam Menegakkan Keadilan

Hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an bersifat universal dan dapat diterapkan di berbagai konteks masyarakat. Misalnya, dalam Qs. Al-Maidah [05] ayat 8, Allah menegaskan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ

" Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil."

Ayat ini menunjukkan bahwa keadilan dalam Islam bersifat mutlak, tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

2)                  Peran Al-Qur’an dalam Menata Kehidupan Sosial

Al-Qur’an mengajarkan nilai-nilai sosial seperti kepedulian terhadap sesama, persaudaraan, dan keadilan sosial. Imam Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa salah satu keistimewaan Al-Qur’an adalah ajarannya yang selaras dengan fitrah manusia, sehingga dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan sejahtera.5

5.4.       Kemukjizatan Al-Qur’an dalam Mendorong Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Kemukjizatan Al-Qur’an juga dapat dilihat dalam bagaimana kitab ini menginspirasi perkembangan ilmu pengetahuan. Sejak zaman keemasan Islam, banyak ilmuwan Muslim seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan Al-Farabi yang menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dalam penelitian mereka.

1)                  Al-Qur’an sebagai Sumber Pengetahuan Ilmiah

Dalam Qs. Al-‘Alaq [96] ayat 1-5, Allah menekankan pentingnya membaca dan mencari ilmu. Ayat ini menginspirasi para ilmuwan Muslim untuk menggali pengetahuan dalam berbagai bidang, termasuk astronomi, kedokteran, dan matematika.6

2)                  Hubungan antara Al-Qur’an dan Penemuan Ilmiah

Banyak ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan fenomena alam telah terbukti secara ilmiah. Misalnya, konsep ekspansi alam semesta dalam Qs. Adz-Dzariyat [51] ayat 47 yang baru ditemukan oleh sains modern.7


Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an memiliki implikasi yang sangat luas dalam kehidupan umat Islam, di antaranya:

1)                  Penguatan Keimanan: Pemahaman terhadap kemukjizatan Al-Qur’an dapat meningkatkan keyakinan terhadap Islam sebagai agama yang benar.

2)                  Pendidikan Islam: Kajian tafsir Al-Qur’an harus menjadi bagian utama dalam sistem pendidikan Islam untuk membentuk generasi Muslim yang berilmu dan berakhlak.

3)                  Penerapan Hukum Islam: Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam menawarkan sistem keadilan yang sempurna bagi individu dan masyarakat.

4)                  Pengembangan Ilmu Pengetahuan: Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dengan memahami implikasi ini, umat Islam diharapkan dapat menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam kehidupan pribadi, sosial, dan intelektual mereka.


Footnotes

[1]                Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin (Beirut: Dar al-Fikr, 2004), 4:92.

[2]                Muzammil H. Siddiqi, Effects of Qur’anic Recitation on the Human Mind (Journal of Islamic Studies, 2005), 14(3): 267-280.

[3]                Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa (Riyadh: Dar al-Watan, 1998), 12:45.

[4]                Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004), 318.

[5]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), 5:57.

[6]                Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (Cambridge: Harvard University Press, 1968), 112.

[7]                Maurice Bucaille, The Bible, The Qur'an and Science (Indianapolis: American Trust Publications, 1979), 120.


6.           Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1.       Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam artikel ini, dapat disimpulkan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an merupakan salah satu bukti terbesar atas kebenaran Islam dan kenabian Muhammad Saw. Kemukjizatan ini tidak hanya terbatas pada keindahan dan keunikan bahasa Al-Qur’an, tetapi juga mencakup berbagai aspek seperti ilmu pengetahuan, hukum, sejarah, dan spiritualitas.

1)                  Kemukjizatan Linguistik dan Sastra

Ulama seperti Imam Al-Baqillani dalam I‘jaz al-Qur’an menjelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki struktur bahasa yang unik, tidak dapat ditiru oleh manusia, dan memiliki susunan kata yang sempurna.1 Tantangan bagi manusia untuk membuat kitab yang serupa dengan Al-Qur’an telah diberikan dalam beberapa ayat, seperti dalam Qs. Al-Baqarah [2] ayat 23 dan Qs. Al-Isra’ [17] ayat 88, namun hingga kini tidak ada yang mampu menjawab tantangan tersebut.

2)                  Kemukjizatan Ilmiah

Penelitian modern telah menemukan banyak bukti bahwa Al-Qur’an mengandung informasi ilmiah yang baru diketahui oleh manusia berabad-abad setelah pewahyuannya. Sebagai contoh, dalam Qs. Al-Mu’minun [23] ayat 12-14 dijelaskan tahapan perkembangan embrio manusia yang sesuai dengan temuan ilmiah dalam embriologi modern.2 Selain itu, Qs. Adz-Dzariyat [51] ayat 47 menyebutkan bahwa alam semesta terus mengembang, yang selaras dengan teori Big Bang yang dikemukakan oleh Edwin Hubble.3

3)                  Kemukjizatan Hukum dan Sosial

Al-Qur’an juga mengandung hukum-hukum yang tetap relevan sepanjang zaman. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa menjelaskan bahwa syariat Islam bersifat shâlih li kulli zamân wa makân (cocok untuk setiap waktu dan tempat), sehingga dapat diterapkan di berbagai konteks sosial dan budaya.4 Prinsip keadilan dalam Islam juga ditegaskan dalam Qs. Al-Maidah [5] ayat 8, yang mengajarkan umat Islam untuk berlaku adil tanpa memihak.

4)                  Kemukjizatan Sejarah

Banyak kisah dalam Al-Qur’an yang terbukti kebenarannya melalui penelitian sejarah dan arkeologi. Misalnya, dalam Qs. Yunus [10] ayat 92, disebutkan bahwa jasad Fir‘aun akan diawetkan sebagai pelajaran bagi generasi setelahnya. Penemuan jasad Ramses II oleh ilmuwan modern mengonfirmasi kebenaran ayat ini.5

5)                  Kemukjizatan Spiritual dan Psikologis

Kemukjizatan Al-Qur’an juga dapat dirasakan dalam aspek spiritual dan psikologis. Qs. Ar-Ra’d [13] ayat 28 menyatakan bahwa dengan mengingat Allah, hati manusia menjadi tenteram. Penelitian dalam bidang psikologi Islam menunjukkan bahwa mendengarkan bacaan Al-Qur’an dapat menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan mental.6

Dari seluruh aspek yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an tidak hanya merupakan kitab suci umat Islam, tetapi juga merupakan mukjizat abadi yang terus membuktikan kebenarannya dari berbagai sudut pandang.

6.2.       Rekomendasi

Berdasarkan analisis dalam artikel ini, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan pemahaman umat Islam terhadap kemukjizatan Al-Qur’an:

1)                  Peningkatan Kajian Al-Qur’an secara Mendalam

Pemahaman terhadap kemukjizatan Al-Qur’an harus diperkuat melalui kajian yang mendalam dan berkelanjutan. Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an menekankan pentingnya mempelajari tafsir Al-Qur’an untuk memahami makna-maknanya dengan lebih baik.7 Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas pendidikan Al-Qur’an di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Islam.

2)                  Pengembangan Studi Ilmu Pengetahuan yang Berbasis Al-Qur’an

Ilmuwan Muslim harus terus mengembangkan penelitian ilmiah yang berbasis pada petunjuk dalam Al-Qur’an. Sebagaimana dijelaskan oleh Seyyed Hossein Nasr dalam Science and Civilization in Islam, kemajuan sains dan teknologi di era keemasan Islam banyak terinspirasi oleh ajaran Al-Qur’an.8 Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali menggali nilai-nilai ilmiah dalam Al-Qur’an untuk kemajuan peradaban.

3)                  Integrasi Pemahaman Tafsir Klasik dengan Pendekatan Ilmiah Modern

Kajian tafsir klasik tetap harus menjadi rujukan utama dalam memahami kemukjizatan Al-Qur’an, namun pendekatan ilmiah modern dapat digunakan sebagai penguat dan pendukung. Pendekatan integratif ini akan menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tanpa keluar dari metode tafsir yang benar.

4)                  Penyebaran Dakwah tentang Kemukjizatan Al-Qur’an

Kemukjizatan Al-Qur’an harus lebih sering disampaikan dalam dakwah Islam, baik melalui ceramah, seminar, maupun media digital. Hal ini penting agar umat Islam semakin memahami dan mengapresiasi keagungan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah.

5)                  Pengembangan Program Pendidikan yang Berbasis Al-Qur’an

Dalam sistem pendidikan Islam, perlu dikembangkan kurikulum yang menekankan pembelajaran tentang kemukjizatan Al-Qur’an. Dengan demikian, generasi Muslim akan tumbuh dengan pemahaman yang kuat terhadap kitab suci mereka dan memiliki dasar yang kokoh dalam menghadapi tantangan zaman.

Dengan menerapkan rekomendasi ini, diharapkan umat Islam dapat semakin mengokohkan keyakinannya terhadap Al-Qur’an, menjadikannya sebagai pedoman hidup, serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang selaras dengan wahyu Allah.


Footnotes

[1]                Al-Baqillani, I‘jaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1981), 47.

[2]                Keith L. Moore, The Developing Human: Clinically Oriented Embryology (Philadelphia: Saunders, 1982), 8.

[3]                Maurice Bucaille, The Bible, The Qur'an and Science (Indianapolis: American Trust Publications, 1979), 120.

[4]                Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa (Riyadh: Dar al-Watan, 1998), 12:45.

[5]                Maurice Bucaille, Mummies of the Pharaohs: Modern Medical Investigations (New York: St. Martin’s Press, 1990), 240.

[6]                Muzammil H. Siddiqi, Effects of Qur’anic Recitation on the Human Mind (Journal of Islamic Studies, 2005), 14(3): 267-280.

[7]                Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004), 318.

[8]                Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (Cambridge: Harvard University Press, 1968), 112.


Daftar Pustaka

Al-Baqillani, A. (1981). I‘jaz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ma‘rifah.

Al-Ghazali, A. H. (2004). Ihya ‘Ulumuddin (Vol. 4). Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Razi, F. (2000). Mafatih al-Ghaib (Vol. 5). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Al-Suyuthi, J. (2004). Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Bucaille, M. (1979). The Bible, The Qur'an and Science. Indianapolis: American Trust Publications.

Bucaille, M. (1990). Mummies of the Pharaohs: Modern Medical Investigations. New York: St. Martin’s Press.

Ibnu Katsir, I. (2003). Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (Vol. 2). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Ibnu Taimiyah, A. (1998). Majmu’ Fatawa (Vol. 12). Riyadh: Dar al-Watan.

Keith, L. M. (1982). The Developing Human: Clinically Oriented Embryology. Philadelphia: Saunders.

Moore, K. L. (1982). The Developing Human: Clinically Oriented Embryology (8th ed.). Philadelphia: Saunders.

Muzammil, H. S. (2005). Effects of Qur’anic Recitation on the Human Mind. Journal of Islamic Studies, 14(3), 267-280.

Nasr, S. H. (1968). Science and Civilization in Islam. Cambridge: Harvard University Press.

Press, F. (1993). Earth. San Francisco: W.H. Freeman.

Taimiyah, I. (1998). Majmu’ Fatawa (Vol. 12). Riyadh: Dar al-Watan.


Lampiran: Kritik terhadap The True Furqan sebagai Upaya Menandingi Al-Qur’an

1.            Latar Belakang Kemunculan The True Furqan

The True Furqan adalah sebuah buku yang diterbitkan pada akhir abad ke-20 yang diklaim sebagai sebuah kitab yang menyerupai Al-Qur’an. Buku ini pertama kali dipublikasikan oleh Omega 2001, sebuah organisasi misionaris Kristen yang berpusat di Amerika Serikat, dan diklaim sebagai alternatif dari Al-Qur’an.1 Buku ini ditulis dalam bahasa Arab dengan struktur yang berusaha meniru gaya sastra Al-Qur’an dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Penulis The True Furqan diyakini adalah Anis Shorrosh, seorang pendeta Kristen asal Palestina yang dikenal sebagai pengkritik Islam dan aktif dalam debat antaragama dengan tokoh-tokoh Muslim.2 Buku ini berisi kombinasi antara ajaran Kristen dan beberapa elemen linguistik yang berusaha meniru ayat-ayat Al-Qur’an.

2.            Kritik terhadap The True Furqan

Sejak diterbitkan, The True Furqan mendapat kritik luas dari kalangan Muslim, baik dari segi linguistik, teologis, maupun historis. Kritik terhadap buku ini dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek berikut:

2.1          Kritik Linguistik dan Sastra

Salah satu keistimewaan utama Al-Qur’an adalah kemukjizatan bahasanya, yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun, sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Isra’ [17] ayat 88:

"Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

Para ulama linguistik Arab, termasuk Al-Baqillani dalam I‘jaz al-Qur’an, menyatakan bahwa Al-Qur’an memiliki struktur yang unik, keseimbangan antara kata-kata, dan keindahan gaya bahasa yang tidak bisa ditiru oleh manusia.3

Sebaliknya, The True Furqan dikritik karena memiliki struktur bahasa yang lemah, penuh dengan kesalahan gramatikal, dan tidak memiliki keindahan ritmis sebagaimana Al-Qur’an. Dr. Muhammad Al-Azami, seorang pakar ilmu Al-Qur’an, menyatakan bahwa The True Furqan hanyalah tiruan yang buruk dan tidak memiliki kemurnian bahasa sebagaimana Al-Qur’an.4

Sebagai contoh, salah satu bagian dari The True Furqan berbunyi:

"Ya orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Tuhan dan ikutilah jalan-Nya, karena sesungguhnya Dia adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

Struktur ayat ini berusaha meniru gaya Al-Qur’an, tetapi gagal dalam menyamai keindahan dan kefasihan Al-Qur’an. Bandingkan dengan Qs. Al-Fatihah [1] ayat 1-3:

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang."

Keindahan susunan kata dalam Al-Qur’an serta pilihan diksi yang sempurna tidak dapat ditemukan dalam The True Furqan.

2.2          Kritik Teologis dan Ideologis

Secara isi, The True Furqan mengandung ajaran-ajaran Kristen yang bertentangan dengan aqidah Islam. Misalnya, buku ini memasukkan konsep Trinitas dan menyebut Isa Al-Masih sebagai Tuhan, sesuatu yang bertentangan dengan doktrin Tauhid dalam Islam.5

Al-Qur’an dengan tegas menolak konsep Trinitas dalam Qs. Al-Ma’idah [5] ayat 73:

"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah adalah salah satu dari yang tiga (Trinitas).’ Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa."

Dengan demikian, The True Furqan tidak dapat dianggap sebagai kitab suci yang menyerupai Al-Qur’an karena isinya jelas bertentangan dengan ajaran Islam.

2.3          Kritik Historis dan Motivasi di Balik Penerbitannya

The True Furqan juga dikritik dari segi motivasi pembuatannya. Sejumlah sejarawan Islam mencatat bahwa buku ini diterbitkan dalam rangka kampanye misionaris untuk menarik umat Islam ke dalam agama Kristen.6

Menurut Dr. Sami Al-Dhahrani, The True Furqan adalah bagian dari proyek orientalis untuk mendiskreditkan Al-Qur’an dan melemahkan keimanan umat Islam.7 Namun, upaya ini terbukti gagal karena tidak mendapat perhatian dari umat Islam dan dianggap sebagai karya propaganda yang tidak memiliki nilai ilmiah.

3.            Perbandingan Kualitas The True Furqan dengan Al-Qur’an

Untuk memahami mengapa The True Furqan gagal menyaingi Al-Qur’an, perlu dilakukan perbandingan dari berbagai aspek:

·                     Al-Qur’an

Bahasa dan Sastra: Memiliki keindahan ritmis, keseimbangan makna, dan keunikan struktur yang tidak dapat ditiru.

Kandungan Ilmu Pengetahuan: Mengandung banyak informasi ilmiah yang terbukti benar dalam ilmu pengetahuan modern.

Keutuhan Ajaran: Konsisten dalam ajaran Tauhid, keadilan sosial, dan hukum Islam.

Keterjagaan Keasliannya: Al-Qur’an terjaga keasliannya tanpa ada perubahan sejak diturunkan.

·                     The True Furqan

Bahasa dan Sastra: Gaya bahasa cenderung biasa, tidak memiliki keindahan linguistik, dan mengandung kesalahan gramatikal.

Kandungan Ilmu Pengetahuan: Tidak memiliki nilai ilmiah dan hanya berisi propaganda misionaris.

Keutuhan Ajaran: Bertentangan dengan ajaran Islam, mengandung konsep Trinitas dan ajaran Kristen.

Keterjagaan Keasliannya: The True Furqan adalah karya buatan manusia yang tidak memiliki otoritas ilahiah.

Dari perbandingan ini, jelas bahwa The True Furqan tidak memiliki nilai yang sebanding dengan Al-Qur’an dan tidak mampu menyaingi mukjizat bahasa, isi, dan struktur Al-Qur’an.


Kesimpulan

Upaya menandingi Al-Qur’an melalui The True Furqan terbukti gagal dalam berbagai aspek. Dari segi linguistik, buku ini memiliki struktur yang lemah dan tidak dapat menandingi keindahan bahasa Al-Qur’an. Dari segi teologi, isinya bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak memiliki konsistensi doktrinal. Dari segi sejarah, motivasi pembuatannya lebih condong sebagai propaganda misionaris daripada sebuah tantangan intelektual.

Sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur’an tetap menjadi mukjizat yang tidak dapat ditiru oleh manusia, sebagaimana yang ditegaskan dalam Qs. Yunus [10] ayat 38:

"Atau (patutkah) mereka mengatakan: ‘Muhammad membuat-buatnya’? Katakanlah: ‘Maka buatlah satu surah yang semisal dengannya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.'"

Dengan demikian, The True Furqan bukanlah tandingan Al-Qur’an, melainkan sekadar upaya yang tidak berhasil dalam menyaingi wahyu Allah.


Footnotes

[1]                Al-Azami, Muhammad Mustafa. The History of the Qur’anic Text: From Revelation to Compilation. Leicester: UK Islamic Academy, 2003, 225.

[2]                Shorrosh, Anis. The True Furqan. Omega 2001 Publishers, 1999.

[3]                Al-Baqillani, Abu Bakr. I‘jaz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1981.

[4]                Al-Azami, Muhammad Mustafa. The History of the Qur’anic Text, 226.

[5]                Al-Razi, Fakhruddin. Mafatih al-Ghaib. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000, 5:32.

[6]                Dhahrani, Sami. Western Efforts to Distort the Qur’an. Jeddah: Islamic Research Center, 2010.

[7]                Dhahrani, Western Efforts to Distort the Qur’an, 45.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar