Etiket di Sekolah (Madrasah)
Panduan Berdasarkan Regulasi dan Referensi Kredibel
Alihkan ke: Etiket,
Etika
dan Etiket.
Abstrak
Etiket di sekolah merupakan
aspek fundamental dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, disiplin,
dan bermartabat. Artikel ini membahas etiket dalam kehidupan sekolah
berdasarkan regulasi dan referensi yang kredibel. Dengan merujuk pada Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),
serta berbagai regulasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, artikel ini menguraikan konsep, prinsip, serta penerapan etiket di sekolah.
Pembahasan dimulai dengan
definisi dan prinsip dasar etiket, dilanjutkan dengan regulasi yang mengatur
tata krama siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Etiket dalam kegiatan akademik
dan ekstrakurikuler juga menjadi fokus utama, mencakup upacara sekolah, diskusi
kelas, serta organisasi siswa seperti Pramuka dan OSIS. Selain itu, tantangan
dalam penerapan etiket, seperti pengaruh media sosial dan kurangnya kesadaran
siswa, dianalisis secara kritis.
Untuk mengatasi tantangan
tersebut, artikel ini menawarkan solusi berbasis regulasi dan praktik terbaik,
termasuk integrasi etiket dalam kurikulum, penguatan peran guru dan orang tua,
serta pemanfaatan teknologi dalam edukasi etiket. Dengan implementasi strategi
yang tepat, diharapkan sekolah dapat membentuk budaya etiket yang kuat,
meningkatkan kesadaran siswa terhadap pentingnya sopan santun, serta
menciptakan lingkungan akademik yang lebih harmonis dan profesional.
Kata Kunci: Etiket sekolah, pendidikan karakter,
regulasi pendidikan, disiplin siswa, etika guru, Pramuka, OSIS, penguatan
karakter, tata krama, etika digital.
PEMBAHASAN
Panduan Penerapan Etiket di Sekolah
1.
Pendahuluan
1.1.
Definisi
Etiket di Lingkungan Sekolah
Etiket merupakan seperangkat
norma dan aturan tidak tertulis yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan
sosial, termasuk di lingkungan sekolah. Menurut Emily Post, etiket adalah “aturan
sosial yang membentuk kebiasaan dalam berinteraksi secara sopan dan beradab.”¹
Dalam konteks pendidikan, etiket mencakup sikap, perilaku, dan komunikasi yang
mencerminkan penghormatan terhadap nilai-nilai akademik, kedisiplinan, dan interaksi
sosial yang sehat.
Di lingkungan sekolah, etiket
tidak hanya berlaku bagi siswa, tetapi juga bagi guru, tenaga kependidikan, dan
seluruh warga sekolah. Etiket yang baik membantu menciptakan suasana belajar
yang kondusif serta memperkuat karakter peserta didik dalam membangun relasi
yang harmonis dengan sesama.²
1.2.
Pentingnya
Etiket dalam Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif
Penerapan etiket di sekolah
memiliki peran krusial dalam membangun lingkungan akademik yang mendukung
proses pembelajaran. Lingkungan yang disiplin, tertib, dan penuh rasa hormat
memungkinkan siswa dan guru untuk fokus pada tujuan pendidikan.³ UNESCO
menegaskan bahwa pendidikan yang berkualitas tidak hanya bergantung pada
kurikulum dan metode pengajaran, tetapi juga pada bagaimana interaksi sosial
dan budaya etiket diterapkan dalam sekolah.⁴
Selain itu, etiket juga
berkaitan dengan penguatan karakter siswa. Pemerintah Indonesia telah
mengadopsi konsep ini dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang
menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai etika dan norma sosial ke dalam
pembelajaran di sekolah.⁵ Dalam lingkup yang lebih luas, etiket membentuk
perilaku positif yang akan berguna bagi siswa dalam kehidupan bermasyarakat di
masa depan.
1.3.
Dasar
Hukum dan Regulasi Terkait Etiket di Sekolah
Dalam sistem pendidikan
nasional Indonesia, regulasi mengenai etiket di sekolah dapat ditemukan dalam
beberapa kebijakan dan peraturan pemerintah, antara lain:
1)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang
ini menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, dan bertanggung jawab.⁶ Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya
berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pembentukan karakter yang mencakup
etiket dalam kehidupan sekolah.
2)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82
Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan
Regulasi ini
mengatur etiket dalam berinteraksi, terutama dalam mencegah perundungan (bullying),
kekerasan verbal, dan perilaku tidak sopan yang dapat merusak suasana belajar.⁷
3)
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK)
Dalam regulasi
ini, pemerintah menekankan lima nilai utama dalam pendidikan karakter, yaitu
religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.⁸ Etiket
di sekolah menjadi bagian integral dari implementasi pendidikan karakter ini.
Tujuan Artikel
Artikel ini bertujuan untuk
memberikan panduan komprehensif mengenai etiket di sekolah dengan mengacu pada
regulasi yang berlaku serta sumber-sumber referensi kredibel. Dengan adanya
pembahasan ini, diharapkan sekolah, guru, dan siswa dapat memahami pentingnya
etiket serta cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Catatan Kaki
[1]
Emily Post, Etiquette in Society, in Business,
in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 5.
[2]
Jane Nelsen, Positive Discipline in the
Classroom (New York: Three Rivers Press, 2006), 12.
[3]
Daniel T. Willingham, Why Don't Students Like
School? (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 30.
[4]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education
Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 45.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter, ed. 2018 (Jakarta:
Kemendikbud, 2018), 7.
[6]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003),
Pasal 3.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Jakarta:
Kemendikbud, 2015), Pasal 2.
[8]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun
2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara,
2017), Bab II.
2.
Konsep dan Prinsip Etiket
di Sekolah
2.1.
Pengertian
Etiket dalam Konteks Pendidikan
Etiket merupakan seperangkat
aturan yang mengatur bagaimana individu berperilaku dengan baik dalam
lingkungan sosial. Secara etimologis, istilah etiket
berasal dari bahasa Prancis étiquette, yang berarti “tata
cara atau norma sosial yang harus diikuti.”¹ Dalam dunia pendidikan, etiket
mengacu pada standar perilaku yang mencerminkan kesopanan, disiplin, dan rasa
hormat terhadap sesama dalam lingkungan sekolah.²
Menurut Oxford
Handbook of Ethics in Education, etiket di sekolah dapat
didefinisikan sebagai “seperangkat nilai dan norma yang mengarahkan
interaksi siswa, guru, serta tenaga kependidikan agar tercipta suasana
pembelajaran yang harmonis.”³ Sementara itu, UNESCO menekankan bahwa
pendidikan etiket merupakan bagian integral dari Education for
Sustainable Development (ESD), yang bertujuan untuk menanamkan
nilai-nilai sosial dan moral dalam proses pembelajaran.⁴
Di Indonesia, konsep etiket
sejalan dengan kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek). Program ini menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai etiket
dalam membentuk karakter peserta didik yang berintegritas, sopan, dan
bertanggung jawab.⁵
2.2.
Prinsip-Prinsip
Dasar Etiket di Sekolah
Dalam praktiknya, etiket di
sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa prinsip utama yang membentuk
perilaku positif di lingkungan akademik:
2.2.1.
Prinsip Kesopanan
dan Rasa Hormat
Kesopanan merupakan aspek
utama dalam etiket sekolah. Prinsip ini mengajarkan siswa untuk berkomunikasi
dengan bahasa yang santun, bersikap hormat terhadap guru dan staf sekolah,
serta menghargai pendapat teman sebaya.⁶ Misalnya, dalam peraturan tata tertib
sekolah yang diatur dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa sekolah
harus menanamkan kebiasaan positif, seperti berbicara dengan sopan dan
berinteraksi secara etis.⁷
2.2.2.
Prinsip Disiplin dan
Tanggung Jawab
Disiplin adalah fondasi utama
dalam membentuk lingkungan belajar yang efektif. Siswa diharapkan datang tepat
waktu, mematuhi peraturan sekolah, serta menjaga kebersihan dan ketertiban
kelas.⁸ Menurut penelitian dari Journal of Educational Psychology,
tingkat kedisiplinan siswa berbanding lurus dengan prestasi akademik mereka,
karena lingkungan yang tertib meningkatkan fokus dalam belajar.⁹
2.2.3.
Prinsip Kejujuran
dan Integritas
Kejujuran dalam akademik,
seperti tidak menyontek saat ujian atau tidak memalsukan tugas, merupakan
bagian dari etiket yang harus diterapkan di sekolah. Dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi
Pekerti, ditegaskan bahwa kejujuran adalah salah satu nilai utama
yang harus ditanamkan dalam sistem pendidikan.¹⁰
2.2.4.
Prinsip Toleransi
dan Kerja Sama
Sekolah adalah tempat bagi
siswa dari berbagai latar belakang untuk belajar dan berkembang bersama. Oleh
karena itu, prinsip toleransi dalam perbedaan dan kerja sama dalam pembelajaran
sangat penting.¹¹ UNESCO dalam laporannya Learning: The Treasure
Within menyatakan bahwa “pendidikan harus menanamkan nilai-nilai
kebersamaan dan pemahaman antarkultural untuk menciptakan masyarakat yang lebih
inklusif.”¹²
2.2.5.
Prinsip Etiket
Digital
Dengan meningkatnya
penggunaan teknologi dalam pembelajaran, etiket digital menjadi bagian penting
dalam lingkungan sekolah. Siswa diharapkan dapat menggunakan internet dengan
bertanggung jawab, menghindari penyebaran hoaks, serta tidak melakukan
perundungan daring (cyberbullying).¹³ Regulasi
mengenai etiket digital ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang
menekankan pentingnya etika dalam berinteraksi di dunia maya.¹⁴
2.3.
Perbedaan
Etiket, Disiplin, dan Norma Sosial di Sekolah
Sering kali, etiket disamakan
dengan disiplin dan norma sosial, padahal ketiganya memiliki perbedaan
mendasar:
·
Etiket
Definisi: Aturan tidak tertulis yang
mengatur sopan santun dalam berinteraksi.
Contoh: Mengucapkan salam kepada guru dan
teman.
Konsekuensi: Sanksi sosial jika dilanggar
(misalnya dicap tidak sopan).
·
Disiplin
Definisi: Peraturan yang harus ditaati
dengan konsekuensi tertentu.
Contoh: Datang tepat waktu ke kelas.
Konsekuensi: Hukuman administratif dari
sekolah.
·
Norma Sosial
Definisi: Kebiasaan dan nilai yang dianut
oleh suatu komunitas atau masyarakat.
Contoh: Mengenakan seragam sekolah sesuai
ketentuan.
Konsekuensi: Sanksi sosial yang dapat
berkembang menjadi peraturan sekolah.
Dengan memahami perbedaan
ini, sekolah dapat merancang program pendidikan karakter yang mencakup semua
aspek ini secara seimbang.
Catatan Kaki
[1]
Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics,
and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 3.
[2]
Jane Nelsen, Positive Discipline in the Classroom
(New York: Three Rivers Press, 2006), 15.
[3]
Harvey Siegel, ed., The Oxford Handbook of Ethics in Education
(Oxford: Oxford University Press, 2018), 78.
[4]
UNESCO, Education for Sustainable Development Goals:
Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2017), 25.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter, ed. 2018 (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 10.
[6]
Daniel T. Willingham, Why Don't Students Like School?
(San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 45.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 21 Tahun 2017 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2017), Pasal 4.
[8]
William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural
Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 90.
[9]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens: Seminal Works in
Educational Psychology and What They Mean in Practice (New York:
Routledge, 2020), 112.
[10]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (Jakarta:
Kemendikbud, 2015), Pasal 5.
[11]
John Dewey, Democracy and Education (New York:
Macmillan, 1916), 220.
[12]
UNESCO, Learning: The Treasure Within
(Paris: UNESCO, 1996), 98.
[13]
Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats
(Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 130.
[14]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara,
2016), Bab VII.
3.
Regulasi dan Pedoman Etiket
di Sekolah
3.1.
Landasan
Hukum Etiket di Sekolah
Etiket di sekolah tidak hanya
berakar pada norma sosial dan budaya masyarakat, tetapi juga diatur dalam
berbagai regulasi yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang
tertib, aman, dan harmonis. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), telah
menerbitkan berbagai peraturan yang mengatur tentang tata tertib, disiplin, dan
etiket dalam kehidupan sekolah.¹
Secara umum, regulasi yang
mengatur etiket di sekolah dapat ditemukan dalam beberapa undang-undang dan
peraturan berikut:
1)
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam Pasal 3 UU ini disebutkan bahwa pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.² Dengan demikian,
pembentukan karakter siswa, termasuk dalam hal etiket, menjadi bagian penting
dalam sistem pendidikan nasional.
2)
Peraturan Presiden Nomor
87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
Regulasi ini menekankan pentingnya penguatan lima
nilai utama dalam pendidikan karakter, yaitu religiusitas, nasionalisme,
kemandirian, gotong royong, dan integritas.³ Etiket di sekolah berkaitan erat
dengan nilai-nilai ini, terutama dalam hal kesopanan, tanggung jawab, dan
disiplin.
3)
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
Regulasi ini mengatur bagaimana sekolah harus
menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai moral kepada siswa, termasuk dalam hal
berbicara dengan sopan, menghormati guru dan teman, serta menjaga kebersihan
lingkungan sekolah.⁴
4)
Permendikbud Nomor 82
Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan
Dalam peraturan ini, ditegaskan bahwa sekolah
harus mencegah segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan (bullying)
dan tindakan tidak sopan lainnya.⁵ Penerapan etiket yang baik merupakan bagian
dari upaya menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari tindakan
kekerasan.
5)
Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Dengan semakin berkembangnya teknologi dalam
dunia pendidikan, etiket digital menjadi aspek penting dalam interaksi sosial
siswa. Regulasi ini menekankan pentingnya etika dalam berkomunikasi di dunia
digital, termasuk dalam penggunaan media sosial dan platform pembelajaran daring.⁶
3.2.
Pedoman
Etiket di Sekolah Berdasarkan Regulasi
Berdasarkan regulasi yang
telah disebutkan, terdapat beberapa pedoman utama yang harus diterapkan dalam
kehidupan sekolah untuk memastikan bahwa setiap individu berperilaku sesuai
dengan norma yang berlaku:
3.2.1.
Etiket Berkomunikasi
di Sekolah
·
Siswa harus berbicara
dengan bahasa yang sopan kepada guru, tenaga kependidikan, dan sesama siswa.
·
Hindari penggunaan
kata-kata kasar, ejekan, dan perilaku verbal yang dapat menyakiti orang lain.
·
Dalam pembelajaran daring,
siswa harus menggunakan bahasa yang sesuai dan menghormati aturan dalam forum
diskusi.⁷
3.2.2.
Etiket dalam
Berpakaian dan Berpenampilan
·
Sesuai dengan regulasi tata
tertib sekolah, siswa diwajibkan mengenakan seragam dengan rapi dan sopan.
·
Guru dan tenaga
kependidikan juga diharapkan berpakaian secara profesional sesuai dengan norma
yang berlaku di lingkungan pendidikan.⁸
3.2.3.
Etiket dalam
Penggunaan Teknologi di Sekolah
·
Siswa diharapkan
menggunakan internet dan media sosial secara bijak dan tidak menyebarkan hoaks
atau ujaran kebencian.
·
Guru dan tenaga
kependidikan bertanggung jawab untuk membimbing siswa dalam etika penggunaan
perangkat digital di lingkungan sekolah.
·
Sesuai dengan UU ITE,
tindakan seperti perundungan daring (cyberbullying) dapat dikenai sanksi
hukum.⁹
3.2.4.
Etiket dalam Proses
Pembelajaran
·
Menghargai pendapat teman
dan guru dalam diskusi kelas.
·
Tidak melakukan plagiarisme
atau menyontek dalam ujian dan tugas akademik.
·
Mematuhi waktu masuk kelas
dan tidak mengganggu jalannya pembelajaran.¹⁰
3.3.
Studi
Kasus: Implementasi Etiket di Beberapa Sekolah Unggulan
Beberapa sekolah di Indonesia
telah berhasil menerapkan pedoman etiket dengan baik. Misalnya, SMA
Negeri 3 Bandung memiliki program “Sekolah Berkarakter” yang
mengintegrasikan nilai-nilai etiket dalam kehidupan sehari-hari siswa.¹¹
Sementara itu, SMA Taruna Nusantara dikenal dengan disiplin
ketatnya yang mendorong siswa untuk menjaga kesopanan dan etika dalam kehidupan
asrama maupun kegiatan akademik.¹²
Selain di dalam negeri,
negara-negara seperti Jepang juga menerapkan regulasi etiket yang ketat dalam
sistem pendidikan mereka. Salah satu prinsip utama dalam pendidikan Jepang
adalah gakko no kisoku atau peraturan sekolah yang mengajarkan siswa
tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan rasa hormat kepada orang lain.¹³
Kesimpulan
Regulasi yang mengatur etiket
di sekolah bertujuan untuk menciptakan lingkungan akademik yang harmonis,
tertib, dan kondusif bagi proses belajar-mengajar. Dengan adanya pedoman yang
jelas, siswa diharapkan dapat mengembangkan kebiasaan yang baik dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam interaksi langsung maupun di dunia digital.
Implementasi etiket yang efektif memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk
sekolah, guru, siswa, dan orang tua.
Catatan Kaki
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter, ed. 2018 (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 5.
[2]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003),
Pasal 3.
[3]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017),
Bab II.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (Jakarta:
Kemendikbud, 2015), Pasal 4.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 2.
[6]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara,
2016), Bab VII.
[7]
Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics,
and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 30.
[8]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today
and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 90.
[9]
Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats
(Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 132.
[10]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York:
Routledge, 2020), 112.
[11]
SMA Negeri 3 Bandung, Sekolah Berkarakter (Bandung: SMAN
3, 2019), 15.
[12]
SMA Taruna Nusantara, Kedisiplinan dan Kepemimpinan
(Magelang: SMA Taruna Nusantara, 2020), 25.
[13]
Roger Goodman, Japan’s International Youth
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 98.
4.
Etiket Siswa di Lingkungan
Sekolah
4.1.
Pengertian
dan Pentingnya Etiket bagi Siswa
Etiket siswa di lingkungan
sekolah mengacu pada norma dan aturan tidak tertulis yang mengatur bagaimana
siswa berperilaku dengan sopan, menghormati guru dan teman sebaya, serta
menjaga suasana belajar yang kondusif.¹ Etiket ini mencakup berbagai aspek
kehidupan siswa di sekolah, termasuk komunikasi, berpakaian, penggunaan
fasilitas sekolah, dan interaksi dalam lingkungan digital.
Pentingnya etiket siswa di
sekolah telah diakui dalam berbagai regulasi pendidikan. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
menekankan bahwa pembentukan karakter siswa, termasuk dalam aspek etiket, harus
menjadi bagian integral dari proses pembelajaran.² Selain itu, Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
menegaskan bahwa etiket merupakan bagian dari penguatan nilai-nilai religiusitas,
integritas, gotong royong, dan kemandirian dalam pendidikan.³
4.2.
Etiket
Siswa dalam Berkomunikasi
Komunikasi yang baik
merupakan salah satu aspek utama dalam etiket siswa di sekolah. Siswa harus
memahami bagaimana berkomunikasi dengan sopan kepada guru, tenaga kependidikan,
serta teman sebaya. Prinsip utama dalam etiket komunikasi meliputi:
1)
Berbicara dengan Sopan dan Jelas
(*) Siswa
diharapkan menggunakan bahasa yang santun dan tidak menggunakan kata-kata kasar
atau menghina.
(*) Dalam
komunikasi dengan guru, siswa sebaiknya menggunakan bahasa yang sesuai dan
menghormati posisi guru sebagai pendidik.⁴
2)
Mendengarkan dengan Baik
(*) Mendengarkan
guru saat mengajar dan tidak memotong pembicaraan orang lain saat berdiskusi.
(*) Menghargai
pendapat teman meskipun berbeda dalam diskusi kelas.⁵
3)
Menggunakan Media Digital Secara Etis
(*) Tidak
menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian melalui media sosial.
(*) Menggunakan
grup sekolah atau aplikasi pembelajaran untuk kepentingan akademik dan bukan
untuk hal-hal yang bersifat merugikan orang lain.⁶
4.3.
Etiket
dalam Berpakaian dan Berpenampilan
Pakaian dan penampilan siswa
di sekolah juga harus mencerminkan nilai-nilai etiket yang berlaku. Berdasarkan
Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Seragam Sekolah, siswa
diwajibkan mengenakan seragam sesuai dengan ketentuan sekolah.⁷ Prinsip dasar
dalam berpakaian meliputi:
1)
Mematuhi Aturan Seragam Sekolah
(*) Menggunakan
seragam lengkap sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh sekolah.
(*) Mengenakan
pakaian yang rapi, bersih, dan sesuai dengan norma kesopanan.
2)
Menjaga Kerapihan Diri
(*) Siswa
diharapkan menjaga kebersihan tubuh dan rambut agar tetap rapi.
(*) Tidak
memakai aksesori yang berlebihan atau bertentangan dengan peraturan sekolah.
3)
Memahami Makna Disiplin dalam Berpakaian
(*) Kedisiplinan
dalam berpakaian menunjukkan keseriusan siswa dalam menjalani pendidikan.
(*) Mematuhi
aturan berpakaian juga merupakan bentuk penghormatan terhadap lembaga
pendidikan.⁸
4.4.
Etiket
dalam Menggunakan Fasilitas Sekolah
Siswa memiliki tanggung jawab
untuk menjaga fasilitas sekolah agar tetap berfungsi dengan baik dan dapat
digunakan oleh semua pihak. Beberapa aspek etiket dalam penggunaan fasilitas
sekolah meliputi:
1)
Menjaga Kebersihan Kelas dan Sekolah
(*) Membuang
sampah pada tempatnya dan tidak mencoret-coret meja atau dinding sekolah.
(*) Mengikuti
jadwal piket kebersihan yang telah ditentukan.⁹
2)
Menggunakan Peralatan Sekolah dengan Bertanggung Jawab
(*) Tidak
merusak fasilitas seperti meja, kursi, papan tulis, dan komputer sekolah.
(*) Menggunakan
laboratorium, perpustakaan, dan ruang kelas sesuai dengan aturan yang
berlaku.¹⁰
3)
Menghargai Kepentingan Bersama
(*) Tidak
menggunakan fasilitas sekolah untuk kepentingan pribadi tanpa izin.
(*) Meminjam
buku di perpustakaan sesuai prosedur dan mengembalikannya tepat waktu.
4.5.
Etiket
dalam Lingkungan Digital dan Media Sosial
Perkembangan teknologi telah
mengubah cara siswa berinteraksi di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, etiket
dalam dunia digital menjadi semakin penting. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), setiap
individu harus menjaga etika dalam berkomunikasi secara digital.¹¹ Prinsip
utama dalam etiket digital di sekolah meliputi:
1)
Menggunakan Media Sosial dengan Bertanggung Jawab
(*) Tidak
menyebarkan informasi palsu atau hoaks yang dapat merugikan sekolah atau teman.
(*) Menghormati
privasi orang lain dengan tidak menyebarkan foto atau video tanpa izin.
2)
Tidak Melakukan Cyberbullying
(*) Menghindari
penggunaan media sosial untuk merundung (bullying) teman atau guru.
(*) Melaporkan
tindakan cyberbullying kepada pihak sekolah jika menemukannya.¹²
3)
Menggunakan Teknologi untuk Tujuan Positif
(*) Menggunakan
internet untuk mendukung pembelajaran dan mencari informasi yang bermanfaat.
(*) Tidak
menggunakan perangkat elektronik selama pelajaran tanpa izin dari guru.
Kesimpulan
Etiket siswa di sekolah
merupakan aspek penting yang harus diterapkan dalam kehidupan akademik. Dengan
memahami dan mematuhi etiket dalam berkomunikasi, berpakaian, menggunakan
fasilitas, serta dalam lingkungan digital, siswa dapat menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif dan saling menghormati. Regulasi yang telah ditetapkan
oleh pemerintah memberikan dasar yang kuat bagi penerapan etiket di sekolah,
sehingga diharapkan setiap siswa dapat menjadi individu yang disiplin,
bertanggung jawab, dan memiliki karakter yang baik.
Catatan Kaki
[1]
Emily Post, Etiquette in Society, in Business,
in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 20.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
(Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 5.
[3]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun
2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara,
2017), Bab II.
[4]
William Damon, The Moral Child: Nurturing
Children's Natural Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 45.
[5]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How
Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 90.
[6]
Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats
(Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 132.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Seragam Sekolah
(Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 3.
[8]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education
Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 55.
[9]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 200.
[10]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 22.
[11]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara,
2016), Bab VII.
[12]
Roger Goodman, Japan’s International Youth
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 115.
5.
Etiket Guru dan Tenaga
Kependidikan di Sekolah
5.1.
Pengertian
dan Peran Etiket bagi Guru dan Tenaga Kependidikan
Guru dan tenaga kependidikan
memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di
sekolah. Etiket bagi mereka mencerminkan profesionalisme, tanggung jawab moral,
serta komitmen terhadap pembentukan karakter siswa.¹ Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru bukan hanya
bertanggung jawab dalam mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam
membentuk kepribadian dan akhlak siswa.²
Selain itu, Kode Etik Guru
Indonesia yang ditetapkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
mengatur bahwa guru harus berperilaku profesional, bertanggung jawab dalam
pembelajaran, serta menjadi teladan bagi siswa.³ Guru yang menerapkan etiket dengan
baik akan menciptakan hubungan yang harmonis dengan siswa, sesama guru, dan
tenaga kependidikan lainnya.
5.2.
Etiket
Guru dalam Mengajar dan Berinteraksi dengan Siswa
Sebagai pendidik, guru harus
menunjukkan sikap profesionalisme dalam mengajar dan berinteraksi dengan siswa.
Beberapa prinsip etiket yang harus diterapkan oleh guru meliputi:
1)
Menggunakan Bahasa yang Sopan dan Mudah Dipahami
(*) Guru harus
menghindari penggunaan kata-kata kasar atau merendahkan siswa.⁴
(*) Dalam
komunikasi, guru sebaiknya memberikan instruksi dengan jelas dan menggunakan
bahasa yang membangun motivasi belajar siswa.
2)
Menjadi Teladan bagi Siswa
(*) Permendikbud
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti menegaskan bahwa guru
harus menunjukkan sikap disiplin, jujur, dan bertanggung jawab sebagai contoh
bagi siswa.⁵
(*) Sikap yang
baik dari guru akan membentuk karakter siswa dalam menghormati orang lain dan
bertindak dengan sopan.
3)
Menghormati Keberagaman dalam Kelas
(*) Guru harus
menghargai perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan agama siswa.⁶
(*) Menjaga
suasana belajar yang inklusif dan bebas dari diskriminasi.
4)
Menjalin Komunikasi Positif dengan Siswa
(*) Guru perlu
mendengarkan dan memahami kesulitan siswa dalam belajar.
(*) Tidak
mempermalukan siswa di depan umum, melainkan memberikan bimbingan dengan
pendekatan yang membangun.⁷
5.3.
Etiket
Guru dalam Memberikan Bimbingan dan Sanksi kepada Siswa
Dalam mendidik siswa, guru
sering kali harus memberikan bimbingan atau sanksi terhadap perilaku yang tidak
sesuai dengan norma sekolah. Penerapan etiket dalam memberikan sanksi mencakup:
1)
Mengutamakan Pendekatan Edukatif
(*) Guru harus
memberikan sanksi yang bersifat mendidik, bukan hukuman yang bersifat
merendahkan atau menyakiti siswa.
(*) Permendikbud
Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan menegaskan bahwa sanksi yang diberikan kepada
siswa harus menghindari unsur kekerasan dan harus bersifat konstruktif.⁸
2)
Menjelaskan Alasan Sanksi dengan Jelas
(*) Sebelum
memberikan sanksi, guru harus menjelaskan kepada siswa mengapa tindakan
tertentu dianggap tidak sesuai dengan aturan sekolah.⁹
3)
Melibatkan Orang Tua dan Pihak Sekolah dalam Keputusan Penting
(*) Untuk kasus
pelanggaran berat, guru perlu berkoordinasi dengan wali kelas, kepala sekolah,
dan orang tua siswa agar penanganan dilakukan secara proporsional.¹⁰
5.4.
Etiket
Guru dan Tenaga Kependidikan dalam Hubungan Profesional
Hubungan antara guru dan
tenaga kependidikan lainnya, seperti kepala sekolah, staf administrasi, dan
petugas kebersihan, juga harus dilandasi dengan etiket yang baik. Prinsip utama
dalam hubungan profesional ini meliputi:
1)
Menjaga Sopan Santun dalam Berkomunikasi
(*) Guru dan
tenaga kependidikan harus saling menghormati dalam berkomunikasi dan bekerja
sama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman.¹¹
2)
Menghargai Peran Masing-Masing dalam Sekolah
(*) Setiap
tenaga kependidikan memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan proses
pendidikan. Guru harus menghargai tugas staf administrasi, pustakawan, dan
petugas kebersihan.¹²
3)
Menjaga Etika dalam Diskusi dan Rapat Sekolah
(*) Dalam
pertemuan resmi, guru harus menyampaikan pendapat dengan cara yang profesional
dan konstruktif, menghindari perdebatan yang bersifat pribadi.
5.5.
Peran
Guru dalam Membentuk Budaya Etiket di Sekolah
Sebagai figur teladan, guru
memiliki peran strategis dalam membentuk budaya etiket di sekolah. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk menanamkan nilai-nilai etiket
kepada siswa meliputi:
1)
Mengintegrasikan Etiket dalam Pembelajaran
(*) Guru dapat
memberikan contoh etiket yang baik dalam kehidupan sehari-hari melalui metode
pembelajaran yang interaktif.¹³
(*) Dalam mata
pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, guru dapat
mengajarkan pentingnya sopan santun dan budi pekerti.
2)
Membangun Budaya Sekolah yang Berbasis Etiket
(*) Mengadakan
kegiatan sekolah yang mempromosikan etika dan disiplin, seperti program Character
Building dan kampanye anti-bullying.
(*) Bekerja
sama dengan orang tua dan masyarakat dalam membentuk kebiasaan positif bagi
siswa.¹⁴
Kesimpulan
Etiket bagi guru dan tenaga
kependidikan merupakan aspek fundamental dalam menciptakan lingkungan belajar
yang harmonis. Regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah memberikan pedoman
jelas mengenai bagaimana guru harus bersikap dalam mengajar, memberikan
bimbingan, dan berinteraksi dengan siswa serta tenaga kependidikan lainnya.
Dengan menerapkan etiket yang baik, guru tidak hanya meningkatkan efektivitas
pembelajaran, tetapi juga menjadi teladan dalam pembentukan karakter siswa.
Catatan Kaki
[1]
William Ayers, To Teach: The Journey of a
Teacher (New York: Teachers College Press, 2010), 35.
[2]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005), Pasal 4.
[3]
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode
Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2018), 10.
[4]
Emily Post, Etiquette in Society, in Business,
in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 50.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
(Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 6.
[6]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 210.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 15.
[8]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Jakarta:
Kemendikbud, 2015), Pasal 3.
[9]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How
Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 112.
[10]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education
Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 90.
[11]
Roger Goodman, Japan’s International Youth
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 98.
[12]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 18.
[13]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A
Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass,
1997), 75.
[14]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 22.
6.
Etiket dalam Kegiatan
Sekolah dan Ekstrakurikuler
6.1.
Pentingnya
Etiket dalam Kegiatan Sekolah dan Ekstrakurikuler
Kegiatan sekolah dan
ekstrakurikuler merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang bertujuan
untuk mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan tanggung jawab
siswa.¹ Selain itu, kegiatan ini juga menjadi sarana pembentukan karakter,
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menekankan pentingnya penerapan
nilai-nilai moral dan sosial dalam aktivitas di luar kelas.²
Etiket dalam kegiatan sekolah
dan ekstrakurikuler mencakup perilaku siswa dalam berpartisipasi secara aktif,
menghormati peraturan, dan menjaga interaksi yang positif dengan sesama.³
Dengan adanya etiket yang baik, kegiatan ini dapat berjalan dengan tertib dan
memberikan manfaat maksimal bagi seluruh peserta.
6.2.
Etiket
dalam Upacara dan Kegiatan Resmi Sekolah
Upacara bendera dan kegiatan
resmi sekolah merupakan momen penting untuk menanamkan rasa nasionalisme,
disiplin, dan tanggung jawab kepada siswa. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2018
tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah menegaskan bahwa siswa wajib
mengikuti upacara dengan penuh kesadaran dan sikap hormat.⁴ Etiket dalam
upacara bendera mencakup:
1)
Mengikuti Upacara dengan Sikap Khidmat
(*) Berdiri
tegak dan tidak berbicara selama upacara berlangsung.
(*) Menghormati
pembawa acara, pembina upacara, dan bendera Merah Putih saat dikibarkan.
2)
Mematuhi Tata Tertib Upacara
(*) Hadir tepat
waktu dan mengikuti seluruh rangkaian acara.
(*) Tidak
melakukan tindakan yang dapat mengganggu jalannya upacara, seperti bermain
ponsel atau bercanda.⁵
3)
Menghormati Lambang Negara dan Pemimpin Upacara
(*) Menyanyikan
lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan penuh penghormatan.
(*) Tidak
menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap prosesi upacara.⁶
6.3.
Etiket
dalam Kegiatan Belajar Kelompok dan Diskusi Kelas
Belajar kelompok dan diskusi
kelas merupakan bagian dari metode pembelajaran aktif yang membantu siswa dalam
memahami materi dengan lebih baik. Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang
Standar Proses Pembelajaran menekankan pentingnya interaksi yang konstruktif
dalam diskusi dan kerja sama dalam belajar.⁷ Beberapa etiket yang harus
diperhatikan dalam diskusi dan belajar kelompok meliputi:
1)
Menghormati Pendapat Teman
(*) Tidak
memotong pembicaraan orang lain saat sedang mengemukakan pendapat.
(*) Menerima
perbedaan pendapat dengan sikap terbuka dan tidak emosional.
2)
Berpartisipasi Secara Aktif
(*) Tidak hanya
bergantung pada teman lain dalam menyelesaikan tugas kelompok.
(*) Membantu
teman yang mengalami kesulitan memahami materi.
3)
Menjaga Fokus dan Ketertiban
(*) Tidak
melakukan aktivitas yang mengganggu, seperti bermain ponsel atau berbicara di
luar topik diskusi.⁸
(*) Menggunakan
bahasa yang sopan dan tidak merendahkan anggota kelompok lainnya.
6.4.
Etiket
dalam Kegiatan Pramuka, OSIS, dan Ekstrakurikuler Lainnya
Kegiatan ekstrakurikuler
seperti Pramuka, OSIS, dan klub lainnya merupakan wadah bagi siswa untuk
mengembangkan keterampilan kepemimpinan, kerja sama, dan disiplin. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka menegaskan bahwa kegiatan
Pramuka bertujuan untuk membentuk karakter yang mandiri, bertanggung jawab, dan
memiliki etiket sosial yang baik.⁹ Beberapa aspek etiket dalam kegiatan
ekstrakurikuler meliputi:
1)
Etiket dalam Pramuka
(*) Menghormati
pembina dan kakak pembina dalam setiap kegiatan.
(*) Mematuhi
kode kehormatan Pramuka, yaitu Dasa Dharma dan Tri Satya.
(*) Menjaga
solidaritas dan kerja sama dalam setiap kegiatan lapangan.
2)
Etiket dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
(*) Memimpin
dengan sikap demokratis dan tidak memaksakan kehendak kepada anggota lain.
(*) Menghormati
pendapat dan keputusan yang telah disepakati bersama.
(*) Menjalankan
tugas organisasi dengan penuh tanggung jawab dan transparansi.¹⁰
3)
Etiket dalam Klub dan Kegiatan Seni atau Olahraga
(*) Menjunjung
tinggi sportivitas dalam pertandingan atau perlombaan.
(*) Menghargai
kerja keras teman sekelompok dan memberikan dukungan positif.
(*) Tidak
melakukan tindakan yang merugikan kelompok lain, seperti kecurangan atau
sabotase.¹¹
6.5.
Etiket
dalam Kegiatan Studi Wisata dan Kompetisi Akademik
Kegiatan studi wisata dan
kompetisi akademik merupakan bagian dari program sekolah yang memperluas
wawasan siswa. Dalam kegiatan ini, siswa diharapkan untuk menjaga etiket dengan
baik, baik terhadap sesama peserta maupun pihak eksternal yang terlibat.
Beberapa aturan etiket yang perlu diperhatikan antara lain:
1)
Menghormati Pihak yang Dikunjungi
(*) Mengajukan
pertanyaan dengan sopan kepada narasumber.
(*) Tidak
membuat kegaduhan atau tindakan yang dapat mengganggu kegiatan institusi yang
dikunjungi.¹²
2)
Menjaga Sikap dalam Kompetisi Akademik
(*) Tidak
berlaku curang dalam ujian atau lomba.
(*) Menghormati
keputusan juri dan hasil yang diperoleh, baik menang maupun kalah.
(*) Memberikan
apresiasi terhadap peserta lain yang menunjukkan prestasi.¹³
Kesimpulan
Etiket dalam kegiatan sekolah
dan ekstrakurikuler berperan penting dalam membentuk karakter siswa yang
disiplin, bertanggung jawab, dan mampu bekerja sama dengan baik. Regulasi yang
telah ditetapkan pemerintah memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana
siswa harus berperilaku dalam berbagai aktivitas di sekolah. Dengan penerapan
etiket yang baik, setiap kegiatan sekolah dapat berjalan dengan tertib dan
memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak yang terlibat.
Catatan Kaki
[1]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 145.
[2]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun
2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara,
2017), Bab II.
[3]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education
Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 80.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Upacara Bendera
di Sekolah (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 3.
[5]
Roger Goodman, Japan’s International Youth
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 120.
[6]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A
Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass,
1997), 95.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses
Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 5.
[8]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How
Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 112.
[9]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010
tentang Gerakan Pramuka (Jakarta: Sekretariat Negara, 2010), Pasal 4.
[10]
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode
Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2018), 15.
[11]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud,
2018), 30.
[12]
UNESCO, Education for Sustainable Development
Goals (Paris: UNESCO, 2017), 100.
[13]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pedoman Etika dan Moral dalam Kompetisi Akademik (Jakarta:
Kemendikbud, 2019), 18.
7.
Strategi Meningkatkan
Kesadaran Etiket di Sekolah
7.1.
Pentingnya
Kesadaran Etiket dalam Pendidikan
Kesadaran etiket di sekolah
adalah aspek fundamental dalam menciptakan lingkungan belajar yang harmonis,
disiplin, dan produktif. Kesadaran ini tidak hanya mencakup pemahaman terhadap
aturan yang berlaku, tetapi juga penerapan nilai-nilai sopan santun, tanggung
jawab, dan saling menghormati di antara siswa, guru, dan tenaga kependidikan.¹
Menurut Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),
salah satu elemen utama dalam pembentukan karakter siswa adalah penanaman
nilai-nilai moral dan etiket yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.² Kesadaran etiket juga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang menekankan pentingnya pendidikan berbasis nilai
guna membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, dan bertanggung
jawab.³
Untuk meningkatkan kesadaran
etiket di sekolah, diperlukan strategi yang komprehensif, mulai dari peran
guru, orang tua, hingga kebijakan sekolah yang mendukung penerapan etiket
secara efektif.
7.2.
Peran
Orang Tua dalam Membangun Kesadaran Etiket Siswa
Orang tua memiliki peran
penting dalam membentuk etiket anak sejak dini. Proses pendidikan karakter yang
dimulai di rumah akan berdampak pada bagaimana anak bersikap dan berperilaku di
sekolah. Beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh orang tua dalam
meningkatkan kesadaran etiket siswa meliputi:
1)
Menjadi Teladan dalam
Kehidupan Sehari-hari
Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Oleh
karena itu, orang tua harus menjadi contoh dalam menggunakan bahasa yang sopan,
bersikap hormat, dan menunjukkan etika yang baik dalam berinteraksi dengan
orang lain.⁴
2)
Mengajarkan Etiket dalam
Lingkup Keluarga
Orang tua dapat membiasakan anak untuk
mengucapkan salam, mengucapkan terima kasih, meminta izin sebelum menggunakan
barang milik orang lain, dan menunjukkan sikap hormat kepada orang yang lebih
tua.
3)
Berkolaborasi dengan
Sekolah
Orang tua perlu berpartisipasi aktif dalam
kegiatan sekolah, seperti menghadiri pertemuan orang tua dan guru, mengikuti
seminar pendidikan karakter, serta mendukung program pembiasaan etiket di
sekolah.⁵
7.3.
Metode
Pengajaran Etiket di Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan
utama setelah rumah yang berperan dalam membentuk kesadaran etiket siswa. Ada
beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh sekolah untuk menanamkan etiket,
antara lain:
7.3.1.
Pembelajaran Formal
tentang Etiket
Pembelajaran tentang etiket dapat
diintegrasikan ke dalam kurikulum melalui berbagai mata pelajaran, seperti
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Bimbingan Konseling. Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran menekankan bahwa
aspek afektif, termasuk pembentukan karakter dan etiket, harus menjadi bagian
dari evaluasi pembelajaran.⁶
7.3.2.
Pendekatan Nonformal
melalui Kegiatan Sekolah
Selain dalam pembelajaran
akademik, kesadaran etiket juga dapat ditanamkan melalui berbagai kegiatan
sekolah, seperti:
·
Program
pembiasaan, seperti salam dan sapa setiap pagi sebelum masuk
kelas.
·
Penerapan
kode etik siswa, yang mengatur perilaku siswa dalam berbagai
aspek kehidupan sekolah.
·
Pelatihan
dan workshop etiket, yang dapat melibatkan tokoh pendidikan,
psikolog, atau praktisi etiket.⁷
7.3.3.
Penguatan melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler
seperti Pramuka, OSIS, dan Palang Merah Remaja (PMR) juga dapat menjadi sarana
efektif dalam membentuk kesadaran etiket siswa. Dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, disebutkan bahwa Pramuka berperan
dalam membentuk karakter peserta didik yang memiliki sikap sopan santun,
disiplin, dan bertanggung jawab.⁸
7.4.
Program
Pembiasaan dan Penguatan Karakter terkait Etiket
Sekolah dapat mengembangkan
berbagai program pembiasaan untuk memperkuat karakter dan etiket siswa, di
antaranya:
1)
Program “Salam, Senyum,
Sapa” (3S)
(*) Program ini bertujuan untuk
membangun kebiasaan siswa dalam menyapa dan menghormati guru, staf sekolah, dan
teman sebaya.
2)
Gerakan Disiplin Sekolah
(*) Melalui program ini, sekolah
menerapkan aturan yang jelas mengenai tata tertib siswa, seperti datang tepat
waktu, menjaga kebersihan lingkungan sekolah, serta berpakaian rapi dan sesuai
dengan ketentuan.⁹
3)
Penerapan Sanksi Edukatif
dan Penghargaan
(*) Pemberian sanksi terhadap
pelanggaran etiket harus bersifat mendidik, seperti tugas sosial atau refleksi
diri.
(*) Sebaliknya, siswa yang menunjukkan
perilaku etiket yang baik dapat diberikan penghargaan, seperti sertifikat
karakter atau apresiasi dalam upacara sekolah.¹⁰
7.5.
Peran
Teknologi dalam Meningkatkan Kesadaran Etiket
Di era digital, teknologi
dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran etiket di
sekolah. Beberapa cara pemanfaatan teknologi dalam pengajaran etiket meliputi:
1)
Penggunaan Modul Digital
dan Video Pembelajaran
Sekolah dapat membuat materi edukatif dalam
bentuk video atau modul interaktif tentang pentingnya etiket dalam kehidupan
sekolah dan masyarakat.
2)
Integrasi Etiket Digital
dalam Pembelajaran
Mengingat meningkatnya penggunaan media sosial
oleh siswa, sekolah perlu memberikan pemahaman tentang netiquette atau
etiket dalam dunia digital. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur pentingnya penggunaan
teknologi secara bertanggung jawab dan etis.¹¹
3)
Penerapan Aplikasi
Pengingat Etiket
Sekolah dapat mengembangkan aplikasi sederhana
yang mengingatkan siswa tentang tata krama sehari-hari dan pentingnya menjaga
etiket dalam lingkungan sekolah.
Kesimpulan
Meningkatkan kesadaran etiket
di sekolah memerlukan sinergi antara berbagai pihak, termasuk sekolah, guru,
siswa, orang tua, dan pemangku kebijakan. Dengan menerapkan strategi yang
mencakup pembelajaran formal, program pembiasaan, serta pemanfaatan teknologi,
sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter
siswa. Regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah memberikan dasar yang
kuat dalam menanamkan nilai-nilai etiket, sehingga diharapkan setiap individu
di lingkungan sekolah dapat menerapkan etiket dengan baik dalam kehidupan
sehari-hari.
Catatan Kaki
[1]
William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural
Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 25.
[2]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017),
Bab II.
[3]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003),
Pasal 3.
[4]
Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics,
and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 60.
[5]
John Dewey, Democracy and Education (New York:
Macmillan, 1916), 130.
[6]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta:
Kemendikbud, 2018), Pasal 5.
[7]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York:
Routledge, 2020), 95.
[8]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Gerakan Pramuka (Jakarta: Sekretariat Negara, 2010), Pasal 4.
[9]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today
and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 50.
[10]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn (San Francisco:
Jossey-Bass, 1997), 102.
[11]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara,
2016), Bab VII.
8.
Tantangan dan Solusi dalam
Penerapan Etiket di Sekolah
8.1.
Tantangan
dalam Penerapan Etiket di Sekolah
Penerapan etiket di sekolah
menghadapi berbagai tantangan yang berasal dari faktor internal maupun
eksternal. Meskipun regulasi yang mengatur etiket di sekolah telah ditetapkan
dalam berbagai kebijakan nasional, implementasi di lapangan masih menghadapi
kendala.¹
8.1.1.
Kurangnya Kesadaran
dan Pemahaman Siswa tentang Etiket
Salah satu tantangan utama
dalam penerapan etiket adalah kurangnya pemahaman siswa mengenai pentingnya
tata krama dan perilaku sopan. Beberapa siswa menganggap aturan etiket sebagai
sesuatu yang tidak relevan atau tidak memiliki dampak langsung dalam kehidupan
mereka.² Padahal, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai
kesopanan dan kedisiplinan dalam pembelajaran.³
8.1.2.
Pengaruh Media
Sosial dan Perubahan Gaya Hidup Digital
Di era digital, penggunaan
media sosial sering kali menjadi faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku
siswa. Beberapa siswa terbiasa menggunakan bahasa informal atau bahkan kasar
dalam komunikasi digital, yang kemudian terbawa ke dalam interaksi sehari-hari
di sekolah.⁴ Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) mengatur pentingnya etika dalam penggunaan
media digital, tetapi masih banyak siswa yang belum memahami konsekuensi hukum
dari perilaku mereka di dunia maya.⁵
8.1.3.
Kurangnya
Konsistensi dalam Penegakan Disiplin
Dalam beberapa kasus, guru
dan tenaga kependidikan tidak menerapkan standar etiket secara konsisten. Ada
sekolah yang memiliki peraturan ketat tentang etiket, tetapi tidak memiliki
mekanisme penegakan yang jelas.⁶ Hal ini dapat menyebabkan siswa tidak merasa
perlu untuk mematuhi aturan karena mereka melihat bahwa pelanggaran etiket
tidak selalu mendapatkan konsekuensi yang tegas.
8.1.4.
Tantangan dalam
Keterlibatan Orang Tua
Pendidikan etiket tidak hanya
menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga membutuhkan peran serta dari orang
tua. Namun, tidak semua orang tua memahami pentingnya etiket dalam pendidikan
anak-anak mereka, sehingga dukungan dalam pembentukan karakter siswa menjadi
kurang optimal.⁷
8.2.
Solusi
dalam Meningkatkan Penerapan Etiket di Sekolah
Untuk mengatasi berbagai
tantangan di atas, diperlukan pendekatan yang strategis dan menyeluruh. Solusi
berikut dapat diterapkan guna meningkatkan efektivitas penerapan etiket di
sekolah:
8.2.1.
Integrasi Etiket
dalam Kurikulum dan Pembelajaran
Salah satu langkah utama
dalam meningkatkan kesadaran siswa tentang etiket adalah dengan
mengintegrasikan nilai-nilai kesopanan dan tata krama dalam kurikulum sekolah. Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran menekankan bahwa
pendidikan karakter harus menjadi bagian dari kurikulum yang diajarkan di
setiap jenjang pendidikan.⁸ Strategi yang dapat diterapkan meliputi:
·
Memasukkan materi etiket
dalam pelajaran Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Bimbingan
Konseling.
·
Menggunakan metode
pembelajaran berbasis studi kasus untuk mengajarkan siswa tentang dampak dari
etiket yang baik dan buruk.
·
Mengadakan proyek sosial
yang melibatkan siswa dalam praktik langsung etiket, seperti kegiatan bakti
sosial atau program mentoring antar siswa.
8.2.2.
Penguatan Peran Guru
dan Tenaga Kependidikan dalam Membimbing Etiket
Guru dan tenaga kependidikan
harus diberikan pelatihan khusus tentang bagaimana menanamkan etiket secara
efektif kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan melalui:
·
Workshop tentang teknik
komunikasi yang efektif dalam mendidik etiket siswa.
·
Program mentoring bagi guru
dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penegakan disiplin dan etiket di
sekolah.⁹
·
Membentuk tim khusus di
sekolah yang bertanggung jawab dalam pemantauan dan pembinaan etiket siswa.
8.2.3.
Pemanfaatan
Teknologi untuk Edukasi Etiket
Dalam menghadapi pengaruh
media sosial, sekolah dapat menggunakan teknologi sebagai alat bantu untuk
mengajarkan etiket secara interaktif, seperti:
·
Penggunaan modul digital
yang mengajarkan etiket dalam interaksi sosial dan komunikasi online.
·
Pembuatan konten edukatif di
media sosial sekolah yang mengkampanyekan pentingnya etiket.
·
Penerapan sistem reward
berbasis aplikasi untuk siswa yang menunjukkan perilaku etiket yang baik.¹⁰
8.2.4.
Konsistensi dalam
Penerapan Aturan dan Sanksi
Agar penerapan etiket lebih
efektif, sekolah harus memiliki mekanisme yang jelas dalam memberikan apresiasi
kepada siswa yang berperilaku baik serta memberikan sanksi yang edukatif bagi
siswa yang melanggar aturan etiket. Hal ini dapat mencakup:
·
Penyusunan kode etik siswa
yang mudah dipahami dan disosialisasikan secara luas.
·
Penerapan sistem poin
penghargaan bagi siswa yang menunjukkan perilaku etiket yang baik.¹¹
·
Program refleksi bagi siswa
yang melanggar etiket, di mana mereka diminta menulis esai atau membuat proyek
yang berhubungan dengan kesopanan dan etiket.
8.2.5.
Meningkatkan
Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua memiliki peran yang
sangat penting dalam membentuk kebiasaan etiket siswa di rumah. Sekolah dapat
meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan etiket melalui:
·
Seminar parenting tentang
pentingnya pendidikan karakter dan etiket.
·
Program komunikasi antara
sekolah dan orang tua untuk memberikan laporan perkembangan karakter siswa.¹²
·
Kolaborasi antara sekolah
dan komunitas lokal dalam menciptakan budaya etiket yang lebih luas di
masyarakat.
Kesimpulan
Meskipun penerapan etiket di
sekolah menghadapi berbagai tantangan, solusi yang tepat dapat membantu
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan siswa terhadap norma sosial yang baik.
Regulasi yang telah ditetapkan pemerintah memberikan dasar yang kuat bagi sekolah
dalam menerapkan program pendidikan etiket. Dengan pendekatan yang melibatkan
kurikulum, teknologi, disiplin yang konsisten, serta kolaborasi dengan orang
tua dan masyarakat, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi
pertumbuhan karakter siswa.
Catatan Kaki
[1]
John Dewey, Democracy and Education (New York:
Macmillan, 1916), 130.
[2]
William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural
Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 50.
[3]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017),
Bab II.
[4]
Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats
(Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 90.
[5]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara,
2016), Bab VII.
[6]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York:
Routledge, 2020), 75.
[7]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn (San Francisco:
Jossey-Bass, 1997), 60.
[8]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta:
Kemendikbud, 2018), Pasal 5.
[9]
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta:
PGRI, 2018), 10.
[10]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today
and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 75.
[11]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 22.
[12]
Roger Goodman, Japan’s International Youth
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 95.
9.
Kesimpulan dan Rekomendasi
9.1.
Kesimpulan
Penerapan etiket di sekolah
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan yang bertujuan untuk
menciptakan lingkungan belajar yang harmonis, disiplin, dan bermartabat.¹
Etiket tidak hanya mencakup tata krama dalam berkomunikasi, berpakaian, dan
berperilaku di lingkungan sekolah, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral
dan sosial yang mendukung pembentukan karakter siswa.²
Berbagai regulasi telah
mengatur pentingnya penerapan etiket dalam sistem pendidikan nasional, termasuk
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang
beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab.³ Selain itu, Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
menggarisbawahi peran etiket dalam membangun karakter siswa yang berlandaskan
nilai-nilai religiusitas, nasionalisme, gotong royong, kemandirian, dan
integritas.⁴
Meskipun regulasi telah
memberikan pedoman yang jelas, penerapan etiket di sekolah masih menghadapi
berbagai tantangan. Pengaruh media sosial dan perubahan gaya hidup digital
sering kali menyebabkan kurangnya kesadaran siswa terhadap pentingnya etiket.⁵
Selain itu, kurangnya konsistensi dalam penegakan aturan, keterbatasan
keterlibatan orang tua, serta kurangnya pemahaman tentang konsep etiket di
kalangan siswa menjadi kendala dalam menciptakan budaya etiket yang baik di
lingkungan sekolah.⁶
Untuk mengatasi tantangan
tersebut, diperlukan strategi yang komprehensif, termasuk integrasi etiket
dalam kurikulum, penguatan peran guru dan tenaga kependidikan, pemanfaatan teknologi
sebagai sarana edukasi, serta peningkatan keterlibatan orang tua dan masyarakat
dalam menanamkan nilai-nilai etiket kepada siswa. Dengan demikian, penerapan
etiket di sekolah dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi
perkembangan karakter siswa.
9.2.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di
atas, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
penerapan etiket di sekolah:
9.2.1.
Integrasi Etiket
dalam Kurikulum Pendidikan
·
Sekolah perlu
mengintegrasikan pendidikan etiket dalam kurikulum melalui berbagai mata
pelajaran, seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Bimbingan
Konseling.⁷
·
Guru dapat menggunakan
metode pembelajaran berbasis studi kasus untuk mengajarkan pentingnya etiket
dalam kehidupan sehari-hari.
·
Pembelajaran berbasis
proyek (project-based learning) dapat diterapkan untuk membiasakan siswa
menerapkan etiket dalam berbagai situasi nyata di lingkungan sekolah.
9.2.2.
Penguatan Peran Guru
dan Tenaga Kependidikan
·
Guru dan tenaga
kependidikan harus diberikan pelatihan mengenai strategi efektif dalam
menanamkan etiket kepada siswa.⁸
·
Sekolah dapat membentuk tim
khusus yang bertanggung jawab dalam pemantauan dan pembinaan etiket siswa.
·
Guru harus menjadi teladan
dalam penerapan etiket dan berperan sebagai mentor dalam membimbing siswa agar
terbiasa dengan perilaku yang sopan dan beradab.
9.2.3.
Pemanfaatan
Teknologi dalam Edukasi Etiket
·
Sekolah dapat menggunakan
modul digital dan video pembelajaran untuk mengajarkan etiket secara
interaktif.
·
Penggunaan media sosial
sebagai alat kampanye edukatif tentang pentingnya etiket di lingkungan sekolah
dapat diperkuat.⁹
·
Implementasi aplikasi berbasis
teknologi untuk pemantauan perilaku siswa dan pemberian penghargaan bagi mereka
yang menunjukkan etiket yang baik.
9.2.4.
Konsistensi dalam
Penerapan Aturan dan Sanksi
·
Sekolah perlu memastikan
bahwa aturan tentang etiket diterapkan secara konsisten tanpa diskriminasi.¹⁰
·
Sanksi bagi pelanggar
etiket harus bersifat edukatif, seperti tugas sosial atau refleksi diri melalui
penulisan esai tentang pentingnya etiket.
·
Penerapan sistem
penghargaan bagi siswa yang menunjukkan etiket yang baik agar dapat memotivasi
mereka untuk mempertahankan sikap sopan dan disiplin.
9.2.5.
Peningkatan Peran
Orang Tua dan Masyarakat
·
Sekolah harus menjalin
komunikasi yang lebih erat dengan orang tua untuk memastikan bahwa pendidikan
etiket juga diterapkan di rumah.¹¹
·
Program parenting dan
seminar pendidikan karakter dapat diselenggarakan secara berkala untuk
meningkatkan pemahaman orang tua tentang pentingnya etiket bagi perkembangan
anak.
·
Kolaborasi dengan komunitas
lokal dalam kampanye sosial untuk membangun budaya etiket yang lebih luas di
masyarakat.
9.3.
Harapan
untuk Masa Depan
Dengan penerapan strategi
yang tepat, diharapkan etiket di sekolah dapat menjadi bagian tak terpisahkan
dari budaya akademik yang sehat. Sekolah sebagai institusi pendidikan harus
terus berinovasi dalam mengajarkan etiket dengan pendekatan yang relevan terhadap
perkembangan zaman. Dengan kerja sama yang baik antara guru, siswa, orang tua,
dan masyarakat, etiket dapat menjadi fondasi utama dalam menciptakan generasi
yang berkarakter, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan masa depan
dengan sikap yang santun dan bertanggung jawab.
Catatan Kaki
[1]
John Dewey, Democracy and Education (New York:
Macmillan, 1916), 145.
[2]
William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural
Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 35.
[3]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003),
Pasal 3.
[4]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017),
Bab II.
[5]
Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats
(Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 105.
[6]
Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York:
Routledge, 2020), 120.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta:
Kemendikbud, 2018), Pasal 5.
[8]
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta:
PGRI, 2018), 15.
[9]
UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today
and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 85.
[10]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 30.
[11]
Roger Goodman, Japan’s International Youth
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 105.
Daftar Pustaka
Buku:
Damon, W. (1988). The moral child: Nurturing
children's natural moral growth. Free Press.
Darling-Hammond, L. (1997). The right to learn:
A blueprint for creating schools that work. Jossey-Bass.
Dewey, J. (1916). Democracy and education.
Macmillan.
Goodman, R. (2012). Japan’s international youth:
The emergence of a new generation of cosmopolitan elites. Cambridge
University Press.
Kirschner, P. A., & Hendrick, C. (2020). How
learning happens: Seminal works in educational psychology and what they mean in
practice. Routledge.
Post, E. (1922). Etiquette in society, in
business, in politics, and at home. Funk & Wagnalls.
Siegel, H. (2018). The Oxford handbook of ethics
in education. Oxford University Press.
Willingham, D. T. (2009). Why don't students
like school? Jossey-Bass.
Willard, N. (2007). Cyberbullying and
cyberthreats. Center for Safe and Responsible Internet Use.
Regulasi Pemerintah Indonesia:
·
Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Sekretariat Negara.
·
Indonesia. (2010). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka. Sekretariat Negara.
·
Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Sekretariat Negara.
·
Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter. Sekretariat Negara.
·
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Permendikbud
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kemendikbud.
·
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Permendikbud
Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan. Kemendikbud.
·
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Permendikbud
Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah.
Kemendikbud.
·
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran. Kemendikbud.
·
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter. Kemendikbud.
·
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). (2018). Kode etik guru
Indonesia. PGRI.
Organisasi Internasional:
·
UNESCO. (1972). Learning to be: The world of education today and
tomorrow. UNESCO.
·
UNESCO. (1996). Learning: The treasure within. UNESCO.
·
UNESCO. (2017). Education for sustainable development goals: Learning
objectives. UNESCO.
Sumber Tambahan:
·
SMA Negeri 3 Bandung. (2019). Sekolah berkarakter. SMAN 3
Bandung.
·
SMA Taruna Nusantara. (2020). Kedisiplinan dan kepemimpinan. SMA
Taruna Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar