Jumat, 28 Februari 2025

Etiket di Sekolah: Panduan Berdasarkan Regulasi dan Referensi Kredibel

Etiket di Sekolah (Madrasah)

Panduan Berdasarkan Regulasi dan Referensi Kredibel


Alihkan ke: Etiket, Etika dan Etiket.


Abstrak

Etiket di sekolah merupakan aspek fundamental dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, disiplin, dan bermartabat. Artikel ini membahas etiket dalam kehidupan sekolah berdasarkan regulasi dan referensi yang kredibel. Dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), serta berbagai regulasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, artikel ini menguraikan konsep, prinsip, serta penerapan etiket di sekolah.

Pembahasan dimulai dengan definisi dan prinsip dasar etiket, dilanjutkan dengan regulasi yang mengatur tata krama siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Etiket dalam kegiatan akademik dan ekstrakurikuler juga menjadi fokus utama, mencakup upacara sekolah, diskusi kelas, serta organisasi siswa seperti Pramuka dan OSIS. Selain itu, tantangan dalam penerapan etiket, seperti pengaruh media sosial dan kurangnya kesadaran siswa, dianalisis secara kritis.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, artikel ini menawarkan solusi berbasis regulasi dan praktik terbaik, termasuk integrasi etiket dalam kurikulum, penguatan peran guru dan orang tua, serta pemanfaatan teknologi dalam edukasi etiket. Dengan implementasi strategi yang tepat, diharapkan sekolah dapat membentuk budaya etiket yang kuat, meningkatkan kesadaran siswa terhadap pentingnya sopan santun, serta menciptakan lingkungan akademik yang lebih harmonis dan profesional.

Kata Kunci: Etiket sekolah, pendidikan karakter, regulasi pendidikan, disiplin siswa, etika guru, Pramuka, OSIS, penguatan karakter, tata krama, etika digital.


PEMBAHASAN

Panduan Penerapan Etiket di Sekolah


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Etiket di Lingkungan Sekolah

Etiket merupakan seperangkat norma dan aturan tidak tertulis yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan sosial, termasuk di lingkungan sekolah. Menurut Emily Post, etiket adalah “aturan sosial yang membentuk kebiasaan dalam berinteraksi secara sopan dan beradab.”¹ Dalam konteks pendidikan, etiket mencakup sikap, perilaku, dan komunikasi yang mencerminkan penghormatan terhadap nilai-nilai akademik, kedisiplinan, dan interaksi sosial yang sehat.

Di lingkungan sekolah, etiket tidak hanya berlaku bagi siswa, tetapi juga bagi guru, tenaga kependidikan, dan seluruh warga sekolah. Etiket yang baik membantu menciptakan suasana belajar yang kondusif serta memperkuat karakter peserta didik dalam membangun relasi yang harmonis dengan sesama.²

1.2.       Pentingnya Etiket dalam Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif

Penerapan etiket di sekolah memiliki peran krusial dalam membangun lingkungan akademik yang mendukung proses pembelajaran. Lingkungan yang disiplin, tertib, dan penuh rasa hormat memungkinkan siswa dan guru untuk fokus pada tujuan pendidikan.³ UNESCO menegaskan bahwa pendidikan yang berkualitas tidak hanya bergantung pada kurikulum dan metode pengajaran, tetapi juga pada bagaimana interaksi sosial dan budaya etiket diterapkan dalam sekolah.⁴

Selain itu, etiket juga berkaitan dengan penguatan karakter siswa. Pemerintah Indonesia telah mengadopsi konsep ini dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai etika dan norma sosial ke dalam pembelajaran di sekolah.⁵ Dalam lingkup yang lebih luas, etiket membentuk perilaku positif yang akan berguna bagi siswa dalam kehidupan bermasyarakat di masa depan.

1.3.       Dasar Hukum dan Regulasi Terkait Etiket di Sekolah

Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, regulasi mengenai etiket di sekolah dapat ditemukan dalam beberapa kebijakan dan peraturan pemerintah, antara lain:

1)                  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang ini menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, dan bertanggung jawab.⁶ Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pembentukan karakter yang mencakup etiket dalam kehidupan sekolah.

2)                  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Regulasi ini mengatur etiket dalam berinteraksi, terutama dalam mencegah perundungan (bullying), kekerasan verbal, dan perilaku tidak sopan yang dapat merusak suasana belajar.⁷

3)                  Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Dalam regulasi ini, pemerintah menekankan lima nilai utama dalam pendidikan karakter, yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.⁸ Etiket di sekolah menjadi bagian integral dari implementasi pendidikan karakter ini.

Tujuan Artikel

Artikel ini bertujuan untuk memberikan panduan komprehensif mengenai etiket di sekolah dengan mengacu pada regulasi yang berlaku serta sumber-sumber referensi kredibel. Dengan adanya pembahasan ini, diharapkan sekolah, guru, dan siswa dapat memahami pentingnya etiket serta cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.


Catatan Kaki

[1]                Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 5.

[2]                Jane Nelsen, Positive Discipline in the Classroom (New York: Three Rivers Press, 2006), 12.

[3]                Daniel T. Willingham, Why Don't Students Like School? (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 30.

[4]                UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 45.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter, ed. 2018 (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 7.

[6]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 2.

[8]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.


2.           Konsep dan Prinsip Etiket di Sekolah

2.1.       Pengertian Etiket dalam Konteks Pendidikan

Etiket merupakan seperangkat aturan yang mengatur bagaimana individu berperilaku dengan baik dalam lingkungan sosial. Secara etimologis, istilah etiket berasal dari bahasa Prancis étiquette, yang berarti “tata cara atau norma sosial yang harus diikuti.”¹ Dalam dunia pendidikan, etiket mengacu pada standar perilaku yang mencerminkan kesopanan, disiplin, dan rasa hormat terhadap sesama dalam lingkungan sekolah.²

Menurut Oxford Handbook of Ethics in Education, etiket di sekolah dapat didefinisikan sebagai “seperangkat nilai dan norma yang mengarahkan interaksi siswa, guru, serta tenaga kependidikan agar tercipta suasana pembelajaran yang harmonis.”³ Sementara itu, UNESCO menekankan bahwa pendidikan etiket merupakan bagian integral dari Education for Sustainable Development (ESD), yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai sosial dan moral dalam proses pembelajaran.⁴

Di Indonesia, konsep etiket sejalan dengan kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai etiket dalam membentuk karakter peserta didik yang berintegritas, sopan, dan bertanggung jawab.⁵

2.2.       Prinsip-Prinsip Dasar Etiket di Sekolah

Dalam praktiknya, etiket di sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa prinsip utama yang membentuk perilaku positif di lingkungan akademik:

2.2.1.    Prinsip Kesopanan dan Rasa Hormat

Kesopanan merupakan aspek utama dalam etiket sekolah. Prinsip ini mengajarkan siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa yang santun, bersikap hormat terhadap guru dan staf sekolah, serta menghargai pendapat teman sebaya.⁶ Misalnya, dalam peraturan tata tertib sekolah yang diatur dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa sekolah harus menanamkan kebiasaan positif, seperti berbicara dengan sopan dan berinteraksi secara etis.⁷

2.2.2.    Prinsip Disiplin dan Tanggung Jawab

Disiplin adalah fondasi utama dalam membentuk lingkungan belajar yang efektif. Siswa diharapkan datang tepat waktu, mematuhi peraturan sekolah, serta menjaga kebersihan dan ketertiban kelas.⁸ Menurut penelitian dari Journal of Educational Psychology, tingkat kedisiplinan siswa berbanding lurus dengan prestasi akademik mereka, karena lingkungan yang tertib meningkatkan fokus dalam belajar.⁹

2.2.3.    Prinsip Kejujuran dan Integritas

Kejujuran dalam akademik, seperti tidak menyontek saat ujian atau tidak memalsukan tugas, merupakan bagian dari etiket yang harus diterapkan di sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, ditegaskan bahwa kejujuran adalah salah satu nilai utama yang harus ditanamkan dalam sistem pendidikan.¹⁰

2.2.4.    Prinsip Toleransi dan Kerja Sama

Sekolah adalah tempat bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk belajar dan berkembang bersama. Oleh karena itu, prinsip toleransi dalam perbedaan dan kerja sama dalam pembelajaran sangat penting.¹¹ UNESCO dalam laporannya Learning: The Treasure Within menyatakan bahwa “pendidikan harus menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan pemahaman antarkultural untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif.”¹²

2.2.5.    Prinsip Etiket Digital

Dengan meningkatnya penggunaan teknologi dalam pembelajaran, etiket digital menjadi bagian penting dalam lingkungan sekolah. Siswa diharapkan dapat menggunakan internet dengan bertanggung jawab, menghindari penyebaran hoaks, serta tidak melakukan perundungan daring (cyberbullying).¹³ Regulasi mengenai etiket digital ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menekankan pentingnya etika dalam berinteraksi di dunia maya.¹⁴

2.3.       Perbedaan Etiket, Disiplin, dan Norma Sosial di Sekolah

Sering kali, etiket disamakan dengan disiplin dan norma sosial, padahal ketiganya memiliki perbedaan mendasar:

·                     Etiket

Definisi: Aturan tidak tertulis yang mengatur sopan santun dalam berinteraksi.

Contoh: Mengucapkan salam kepada guru dan teman.

Konsekuensi: Sanksi sosial jika dilanggar (misalnya dicap tidak sopan).

·                     Disiplin

Definisi: Peraturan yang harus ditaati dengan konsekuensi tertentu.

Contoh: Datang tepat waktu ke kelas.

Konsekuensi: Hukuman administratif dari sekolah.

·                     Norma Sosial

Definisi: Kebiasaan dan nilai yang dianut oleh suatu komunitas atau masyarakat.

Contoh: Mengenakan seragam sekolah sesuai ketentuan.

Konsekuensi: Sanksi sosial yang dapat berkembang menjadi peraturan sekolah.

Dengan memahami perbedaan ini, sekolah dapat merancang program pendidikan karakter yang mencakup semua aspek ini secara seimbang.


Catatan Kaki

[1]                Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 3.

[2]                Jane Nelsen, Positive Discipline in the Classroom (New York: Three Rivers Press, 2006), 15.

[3]                Harvey Siegel, ed., The Oxford Handbook of Ethics in Education (Oxford: Oxford University Press, 2018), 78.

[4]                UNESCO, Education for Sustainable Development Goals: Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2017), 25.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter, ed. 2018 (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 10.

[6]                Daniel T. Willingham, Why Don't Students Like School? (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 45.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2017), Pasal 4.

[8]                William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 90.

[9]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens: Seminal Works in Educational Psychology and What They Mean in Practice (New York: Routledge, 2020), 112.

[10]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 5.

[11]             John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 220.

[12]             UNESCO, Learning: The Treasure Within (Paris: UNESCO, 1996), 98.

[13]             Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats (Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 130.

[14]             Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara, 2016), Bab VII.


3.           Regulasi dan Pedoman Etiket di Sekolah

3.1.       Landasan Hukum Etiket di Sekolah

Etiket di sekolah tidak hanya berakar pada norma sosial dan budaya masyarakat, tetapi juga diatur dalam berbagai regulasi yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang tertib, aman, dan harmonis. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), telah menerbitkan berbagai peraturan yang mengatur tentang tata tertib, disiplin, dan etiket dalam kehidupan sekolah.¹

Secara umum, regulasi yang mengatur etiket di sekolah dapat ditemukan dalam beberapa undang-undang dan peraturan berikut:

1)                  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Dalam Pasal 3 UU ini disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.² Dengan demikian, pembentukan karakter siswa, termasuk dalam hal etiket, menjadi bagian penting dalam sistem pendidikan nasional.

2)                  Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Regulasi ini menekankan pentingnya penguatan lima nilai utama dalam pendidikan karakter, yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.³ Etiket di sekolah berkaitan erat dengan nilai-nilai ini, terutama dalam hal kesopanan, tanggung jawab, dan disiplin.

3)                  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti

Regulasi ini mengatur bagaimana sekolah harus menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai moral kepada siswa, termasuk dalam hal berbicara dengan sopan, menghormati guru dan teman, serta menjaga kebersihan lingkungan sekolah.⁴

4)                  Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Dalam peraturan ini, ditegaskan bahwa sekolah harus mencegah segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan (bullying) dan tindakan tidak sopan lainnya.⁵ Penerapan etiket yang baik merupakan bagian dari upaya menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari tindakan kekerasan.

5)                  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Dengan semakin berkembangnya teknologi dalam dunia pendidikan, etiket digital menjadi aspek penting dalam interaksi sosial siswa. Regulasi ini menekankan pentingnya etika dalam berkomunikasi di dunia digital, termasuk dalam penggunaan media sosial dan platform pembelajaran daring.⁶

3.2.       Pedoman Etiket di Sekolah Berdasarkan Regulasi

Berdasarkan regulasi yang telah disebutkan, terdapat beberapa pedoman utama yang harus diterapkan dalam kehidupan sekolah untuk memastikan bahwa setiap individu berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku:

3.2.1.    Etiket Berkomunikasi di Sekolah

·                     Siswa harus berbicara dengan bahasa yang sopan kepada guru, tenaga kependidikan, dan sesama siswa.

·                     Hindari penggunaan kata-kata kasar, ejekan, dan perilaku verbal yang dapat menyakiti orang lain.

·                     Dalam pembelajaran daring, siswa harus menggunakan bahasa yang sesuai dan menghormati aturan dalam forum diskusi.⁷

3.2.2.    Etiket dalam Berpakaian dan Berpenampilan

·                     Sesuai dengan regulasi tata tertib sekolah, siswa diwajibkan mengenakan seragam dengan rapi dan sopan.

·                     Guru dan tenaga kependidikan juga diharapkan berpakaian secara profesional sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan pendidikan.⁸

3.2.3.    Etiket dalam Penggunaan Teknologi di Sekolah

·                     Siswa diharapkan menggunakan internet dan media sosial secara bijak dan tidak menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian.

·                     Guru dan tenaga kependidikan bertanggung jawab untuk membimbing siswa dalam etika penggunaan perangkat digital di lingkungan sekolah.

·                     Sesuai dengan UU ITE, tindakan seperti perundungan daring (cyberbullying) dapat dikenai sanksi hukum.⁹

3.2.4.    Etiket dalam Proses Pembelajaran

·                     Menghargai pendapat teman dan guru dalam diskusi kelas.

·                     Tidak melakukan plagiarisme atau menyontek dalam ujian dan tugas akademik.

·                     Mematuhi waktu masuk kelas dan tidak mengganggu jalannya pembelajaran.¹⁰

3.3.       Studi Kasus: Implementasi Etiket di Beberapa Sekolah Unggulan

Beberapa sekolah di Indonesia telah berhasil menerapkan pedoman etiket dengan baik. Misalnya, SMA Negeri 3 Bandung memiliki program “Sekolah Berkarakter” yang mengintegrasikan nilai-nilai etiket dalam kehidupan sehari-hari siswa.¹¹ Sementara itu, SMA Taruna Nusantara dikenal dengan disiplin ketatnya yang mendorong siswa untuk menjaga kesopanan dan etika dalam kehidupan asrama maupun kegiatan akademik.¹²

Selain di dalam negeri, negara-negara seperti Jepang juga menerapkan regulasi etiket yang ketat dalam sistem pendidikan mereka. Salah satu prinsip utama dalam pendidikan Jepang adalah gakko no kisoku atau peraturan sekolah yang mengajarkan siswa tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan rasa hormat kepada orang lain.¹³


Kesimpulan

Regulasi yang mengatur etiket di sekolah bertujuan untuk menciptakan lingkungan akademik yang harmonis, tertib, dan kondusif bagi proses belajar-mengajar. Dengan adanya pedoman yang jelas, siswa diharapkan dapat mengembangkan kebiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi langsung maupun di dunia digital. Implementasi etiket yang efektif memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk sekolah, guru, siswa, dan orang tua.


Catatan Kaki

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter, ed. 2018 (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 5.

[2]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.

[3]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 4.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 2.

[6]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara, 2016), Bab VII.

[7]                Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 30.

[8]                UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 90.

[9]                Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats (Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 132.

[10]             Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 112.

[11]             SMA Negeri 3 Bandung, Sekolah Berkarakter (Bandung: SMAN 3, 2019), 15.

[12]             SMA Taruna Nusantara, Kedisiplinan dan Kepemimpinan (Magelang: SMA Taruna Nusantara, 2020), 25.

[13]             Roger Goodman, Japan’s International Youth (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 98.


4.           Etiket Siswa di Lingkungan Sekolah

4.1.       Pengertian dan Pentingnya Etiket bagi Siswa

Etiket siswa di lingkungan sekolah mengacu pada norma dan aturan tidak tertulis yang mengatur bagaimana siswa berperilaku dengan sopan, menghormati guru dan teman sebaya, serta menjaga suasana belajar yang kondusif.¹ Etiket ini mencakup berbagai aspek kehidupan siswa di sekolah, termasuk komunikasi, berpakaian, penggunaan fasilitas sekolah, dan interaksi dalam lingkungan digital.

Pentingnya etiket siswa di sekolah telah diakui dalam berbagai regulasi pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti menekankan bahwa pembentukan karakter siswa, termasuk dalam aspek etiket, harus menjadi bagian integral dari proses pembelajaran.² Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menegaskan bahwa etiket merupakan bagian dari penguatan nilai-nilai religiusitas, integritas, gotong royong, dan kemandirian dalam pendidikan.³

4.2.       Etiket Siswa dalam Berkomunikasi

Komunikasi yang baik merupakan salah satu aspek utama dalam etiket siswa di sekolah. Siswa harus memahami bagaimana berkomunikasi dengan sopan kepada guru, tenaga kependidikan, serta teman sebaya. Prinsip utama dalam etiket komunikasi meliputi:

1)                  Berbicara dengan Sopan dan Jelas

(*) Siswa diharapkan menggunakan bahasa yang santun dan tidak menggunakan kata-kata kasar atau menghina.

(*) Dalam komunikasi dengan guru, siswa sebaiknya menggunakan bahasa yang sesuai dan menghormati posisi guru sebagai pendidik.⁴

2)                  Mendengarkan dengan Baik

(*) Mendengarkan guru saat mengajar dan tidak memotong pembicaraan orang lain saat berdiskusi.

(*) Menghargai pendapat teman meskipun berbeda dalam diskusi kelas.⁵

3)                  Menggunakan Media Digital Secara Etis

(*) Tidak menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian melalui media sosial.

(*) Menggunakan grup sekolah atau aplikasi pembelajaran untuk kepentingan akademik dan bukan untuk hal-hal yang bersifat merugikan orang lain.⁶

4.3.       Etiket dalam Berpakaian dan Berpenampilan

Pakaian dan penampilan siswa di sekolah juga harus mencerminkan nilai-nilai etiket yang berlaku. Berdasarkan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Seragam Sekolah, siswa diwajibkan mengenakan seragam sesuai dengan ketentuan sekolah.⁷ Prinsip dasar dalam berpakaian meliputi:

1)                  Mematuhi Aturan Seragam Sekolah

(*) Menggunakan seragam lengkap sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh sekolah.

(*) Mengenakan pakaian yang rapi, bersih, dan sesuai dengan norma kesopanan.

2)                  Menjaga Kerapihan Diri

(*) Siswa diharapkan menjaga kebersihan tubuh dan rambut agar tetap rapi.

(*) Tidak memakai aksesori yang berlebihan atau bertentangan dengan peraturan sekolah.

3)                  Memahami Makna Disiplin dalam Berpakaian

(*) Kedisiplinan dalam berpakaian menunjukkan keseriusan siswa dalam menjalani pendidikan.

(*) Mematuhi aturan berpakaian juga merupakan bentuk penghormatan terhadap lembaga pendidikan.⁸

4.4.       Etiket dalam Menggunakan Fasilitas Sekolah

Siswa memiliki tanggung jawab untuk menjaga fasilitas sekolah agar tetap berfungsi dengan baik dan dapat digunakan oleh semua pihak. Beberapa aspek etiket dalam penggunaan fasilitas sekolah meliputi:

1)                  Menjaga Kebersihan Kelas dan Sekolah

(*) Membuang sampah pada tempatnya dan tidak mencoret-coret meja atau dinding sekolah.

(*) Mengikuti jadwal piket kebersihan yang telah ditentukan.⁹

2)                  Menggunakan Peralatan Sekolah dengan Bertanggung Jawab

(*) Tidak merusak fasilitas seperti meja, kursi, papan tulis, dan komputer sekolah.

(*) Menggunakan laboratorium, perpustakaan, dan ruang kelas sesuai dengan aturan yang berlaku.¹⁰

3)                  Menghargai Kepentingan Bersama

(*) Tidak menggunakan fasilitas sekolah untuk kepentingan pribadi tanpa izin.

(*) Meminjam buku di perpustakaan sesuai prosedur dan mengembalikannya tepat waktu.

4.5.       Etiket dalam Lingkungan Digital dan Media Sosial

Perkembangan teknologi telah mengubah cara siswa berinteraksi di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, etiket dalam dunia digital menjadi semakin penting. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), setiap individu harus menjaga etika dalam berkomunikasi secara digital.¹¹ Prinsip utama dalam etiket digital di sekolah meliputi:

1)                  Menggunakan Media Sosial dengan Bertanggung Jawab

(*) Tidak menyebarkan informasi palsu atau hoaks yang dapat merugikan sekolah atau teman.

(*) Menghormati privasi orang lain dengan tidak menyebarkan foto atau video tanpa izin.

2)                  Tidak Melakukan Cyberbullying

(*) Menghindari penggunaan media sosial untuk merundung (bullying) teman atau guru.

(*) Melaporkan tindakan cyberbullying kepada pihak sekolah jika menemukannya.¹²

3)                  Menggunakan Teknologi untuk Tujuan Positif

(*) Menggunakan internet untuk mendukung pembelajaran dan mencari informasi yang bermanfaat.

(*) Tidak menggunakan perangkat elektronik selama pelajaran tanpa izin dari guru.


Kesimpulan

Etiket siswa di sekolah merupakan aspek penting yang harus diterapkan dalam kehidupan akademik. Dengan memahami dan mematuhi etiket dalam berkomunikasi, berpakaian, menggunakan fasilitas, serta dalam lingkungan digital, siswa dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan saling menghormati. Regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah memberikan dasar yang kuat bagi penerapan etiket di sekolah, sehingga diharapkan setiap siswa dapat menjadi individu yang disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki karakter yang baik.


Catatan Kaki

[1]                Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 20.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 5.

[3]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.

[4]                William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 45.

[5]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 90.

[6]                Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats (Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 132.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Seragam Sekolah (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 3.

[8]                UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 55.

[9]                John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 200.

[10]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 22.

[11]             Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara, 2016), Bab VII.

[12]             Roger Goodman, Japan’s International Youth (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 115.


5.           Etiket Guru dan Tenaga Kependidikan di Sekolah

5.1.       Pengertian dan Peran Etiket bagi Guru dan Tenaga Kependidikan

Guru dan tenaga kependidikan memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di sekolah. Etiket bagi mereka mencerminkan profesionalisme, tanggung jawab moral, serta komitmen terhadap pembentukan karakter siswa.¹ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru bukan hanya bertanggung jawab dalam mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam membentuk kepribadian dan akhlak siswa.²

Selain itu, Kode Etik Guru Indonesia yang ditetapkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatur bahwa guru harus berperilaku profesional, bertanggung jawab dalam pembelajaran, serta menjadi teladan bagi siswa.³ Guru yang menerapkan etiket dengan baik akan menciptakan hubungan yang harmonis dengan siswa, sesama guru, dan tenaga kependidikan lainnya.

5.2.       Etiket Guru dalam Mengajar dan Berinteraksi dengan Siswa

Sebagai pendidik, guru harus menunjukkan sikap profesionalisme dalam mengajar dan berinteraksi dengan siswa. Beberapa prinsip etiket yang harus diterapkan oleh guru meliputi:

1)                  Menggunakan Bahasa yang Sopan dan Mudah Dipahami

(*) Guru harus menghindari penggunaan kata-kata kasar atau merendahkan siswa.⁴

(*) Dalam komunikasi, guru sebaiknya memberikan instruksi dengan jelas dan menggunakan bahasa yang membangun motivasi belajar siswa.

2)                  Menjadi Teladan bagi Siswa

(*) Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti menegaskan bahwa guru harus menunjukkan sikap disiplin, jujur, dan bertanggung jawab sebagai contoh bagi siswa.⁵

(*) Sikap yang baik dari guru akan membentuk karakter siswa dalam menghormati orang lain dan bertindak dengan sopan.

3)                  Menghormati Keberagaman dalam Kelas

(*) Guru harus menghargai perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan agama siswa.⁶

(*) Menjaga suasana belajar yang inklusif dan bebas dari diskriminasi.

4)                  Menjalin Komunikasi Positif dengan Siswa

(*) Guru perlu mendengarkan dan memahami kesulitan siswa dalam belajar.

(*) Tidak mempermalukan siswa di depan umum, melainkan memberikan bimbingan dengan pendekatan yang membangun.⁷

5.3.       Etiket Guru dalam Memberikan Bimbingan dan Sanksi kepada Siswa

Dalam mendidik siswa, guru sering kali harus memberikan bimbingan atau sanksi terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma sekolah. Penerapan etiket dalam memberikan sanksi mencakup:

1)                  Mengutamakan Pendekatan Edukatif

(*) Guru harus memberikan sanksi yang bersifat mendidik, bukan hukuman yang bersifat merendahkan atau menyakiti siswa.

(*) Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan menegaskan bahwa sanksi yang diberikan kepada siswa harus menghindari unsur kekerasan dan harus bersifat konstruktif.⁸

2)                  Menjelaskan Alasan Sanksi dengan Jelas

(*) Sebelum memberikan sanksi, guru harus menjelaskan kepada siswa mengapa tindakan tertentu dianggap tidak sesuai dengan aturan sekolah.⁹

3)                  Melibatkan Orang Tua dan Pihak Sekolah dalam Keputusan Penting

(*) Untuk kasus pelanggaran berat, guru perlu berkoordinasi dengan wali kelas, kepala sekolah, dan orang tua siswa agar penanganan dilakukan secara proporsional.¹⁰

5.4.       Etiket Guru dan Tenaga Kependidikan dalam Hubungan Profesional

Hubungan antara guru dan tenaga kependidikan lainnya, seperti kepala sekolah, staf administrasi, dan petugas kebersihan, juga harus dilandasi dengan etiket yang baik. Prinsip utama dalam hubungan profesional ini meliputi:

1)                  Menjaga Sopan Santun dalam Berkomunikasi

(*) Guru dan tenaga kependidikan harus saling menghormati dalam berkomunikasi dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman.¹¹

2)                  Menghargai Peran Masing-Masing dalam Sekolah

(*) Setiap tenaga kependidikan memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan proses pendidikan. Guru harus menghargai tugas staf administrasi, pustakawan, dan petugas kebersihan.¹²

3)                  Menjaga Etika dalam Diskusi dan Rapat Sekolah

(*) Dalam pertemuan resmi, guru harus menyampaikan pendapat dengan cara yang profesional dan konstruktif, menghindari perdebatan yang bersifat pribadi.

5.5.       Peran Guru dalam Membentuk Budaya Etiket di Sekolah

Sebagai figur teladan, guru memiliki peran strategis dalam membentuk budaya etiket di sekolah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk menanamkan nilai-nilai etiket kepada siswa meliputi:

1)                  Mengintegrasikan Etiket dalam Pembelajaran

(*) Guru dapat memberikan contoh etiket yang baik dalam kehidupan sehari-hari melalui metode pembelajaran yang interaktif.¹³

(*) Dalam mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, guru dapat mengajarkan pentingnya sopan santun dan budi pekerti.

2)                  Membangun Budaya Sekolah yang Berbasis Etiket

(*) Mengadakan kegiatan sekolah yang mempromosikan etika dan disiplin, seperti program Character Building dan kampanye anti-bullying.

(*) Bekerja sama dengan orang tua dan masyarakat dalam membentuk kebiasaan positif bagi siswa.¹⁴


Kesimpulan

Etiket bagi guru dan tenaga kependidikan merupakan aspek fundamental dalam menciptakan lingkungan belajar yang harmonis. Regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah memberikan pedoman jelas mengenai bagaimana guru harus bersikap dalam mengajar, memberikan bimbingan, dan berinteraksi dengan siswa serta tenaga kependidikan lainnya. Dengan menerapkan etiket yang baik, guru tidak hanya meningkatkan efektivitas pembelajaran, tetapi juga menjadi teladan dalam pembentukan karakter siswa.


Catatan Kaki

[1]                William Ayers, To Teach: The Journey of a Teacher (New York: Teachers College Press, 2010), 35.

[2]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005), Pasal 4.

[3]                Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2018), 10.

[4]                Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 50.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 6.

[6]                John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 210.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 15.

[8]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2015), Pasal 3.

[9]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 112.

[10]             UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 90.

[11]             Roger Goodman, Japan’s International Youth (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 98.

[12]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 18.

[13]             Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 75.

[14]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 22.


6.           Etiket dalam Kegiatan Sekolah dan Ekstrakurikuler

6.1.       Pentingnya Etiket dalam Kegiatan Sekolah dan Ekstrakurikuler

Kegiatan sekolah dan ekstrakurikuler merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan tanggung jawab siswa.¹ Selain itu, kegiatan ini juga menjadi sarana pembentukan karakter, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menekankan pentingnya penerapan nilai-nilai moral dan sosial dalam aktivitas di luar kelas.²

Etiket dalam kegiatan sekolah dan ekstrakurikuler mencakup perilaku siswa dalam berpartisipasi secara aktif, menghormati peraturan, dan menjaga interaksi yang positif dengan sesama.³ Dengan adanya etiket yang baik, kegiatan ini dapat berjalan dengan tertib dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh peserta.

6.2.       Etiket dalam Upacara dan Kegiatan Resmi Sekolah

Upacara bendera dan kegiatan resmi sekolah merupakan momen penting untuk menanamkan rasa nasionalisme, disiplin, dan tanggung jawab kepada siswa. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah menegaskan bahwa siswa wajib mengikuti upacara dengan penuh kesadaran dan sikap hormat.⁴ Etiket dalam upacara bendera mencakup:

1)                  Mengikuti Upacara dengan Sikap Khidmat

(*) Berdiri tegak dan tidak berbicara selama upacara berlangsung.

(*) Menghormati pembawa acara, pembina upacara, dan bendera Merah Putih saat dikibarkan.

2)                  Mematuhi Tata Tertib Upacara

(*) Hadir tepat waktu dan mengikuti seluruh rangkaian acara.

(*) Tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu jalannya upacara, seperti bermain ponsel atau bercanda.⁵

3)                  Menghormati Lambang Negara dan Pemimpin Upacara

(*) Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan penuh penghormatan.

(*) Tidak menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap prosesi upacara.⁶

6.3.       Etiket dalam Kegiatan Belajar Kelompok dan Diskusi Kelas

Belajar kelompok dan diskusi kelas merupakan bagian dari metode pembelajaran aktif yang membantu siswa dalam memahami materi dengan lebih baik. Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran menekankan pentingnya interaksi yang konstruktif dalam diskusi dan kerja sama dalam belajar.⁷ Beberapa etiket yang harus diperhatikan dalam diskusi dan belajar kelompok meliputi:

1)                  Menghormati Pendapat Teman

(*) Tidak memotong pembicaraan orang lain saat sedang mengemukakan pendapat.

(*) Menerima perbedaan pendapat dengan sikap terbuka dan tidak emosional.

2)                  Berpartisipasi Secara Aktif

(*) Tidak hanya bergantung pada teman lain dalam menyelesaikan tugas kelompok.

(*) Membantu teman yang mengalami kesulitan memahami materi.

3)                  Menjaga Fokus dan Ketertiban

(*) Tidak melakukan aktivitas yang mengganggu, seperti bermain ponsel atau berbicara di luar topik diskusi.⁸

(*) Menggunakan bahasa yang sopan dan tidak merendahkan anggota kelompok lainnya.

6.4.       Etiket dalam Kegiatan Pramuka, OSIS, dan Ekstrakurikuler Lainnya

Kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, OSIS, dan klub lainnya merupakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, kerja sama, dan disiplin. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka menegaskan bahwa kegiatan Pramuka bertujuan untuk membentuk karakter yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki etiket sosial yang baik.⁹ Beberapa aspek etiket dalam kegiatan ekstrakurikuler meliputi:

1)                  Etiket dalam Pramuka

(*) Menghormati pembina dan kakak pembina dalam setiap kegiatan.

(*) Mematuhi kode kehormatan Pramuka, yaitu Dasa Dharma dan Tri Satya.

(*) Menjaga solidaritas dan kerja sama dalam setiap kegiatan lapangan.

2)                  Etiket dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)

(*) Memimpin dengan sikap demokratis dan tidak memaksakan kehendak kepada anggota lain.

(*) Menghormati pendapat dan keputusan yang telah disepakati bersama.

(*) Menjalankan tugas organisasi dengan penuh tanggung jawab dan transparansi.¹⁰

3)                  Etiket dalam Klub dan Kegiatan Seni atau Olahraga

(*) Menjunjung tinggi sportivitas dalam pertandingan atau perlombaan.

(*) Menghargai kerja keras teman sekelompok dan memberikan dukungan positif.

(*) Tidak melakukan tindakan yang merugikan kelompok lain, seperti kecurangan atau sabotase.¹¹

6.5.       Etiket dalam Kegiatan Studi Wisata dan Kompetisi Akademik

Kegiatan studi wisata dan kompetisi akademik merupakan bagian dari program sekolah yang memperluas wawasan siswa. Dalam kegiatan ini, siswa diharapkan untuk menjaga etiket dengan baik, baik terhadap sesama peserta maupun pihak eksternal yang terlibat. Beberapa aturan etiket yang perlu diperhatikan antara lain:

1)                  Menghormati Pihak yang Dikunjungi

(*) Mengajukan pertanyaan dengan sopan kepada narasumber.

(*) Tidak membuat kegaduhan atau tindakan yang dapat mengganggu kegiatan institusi yang dikunjungi.¹²

2)                  Menjaga Sikap dalam Kompetisi Akademik

(*) Tidak berlaku curang dalam ujian atau lomba.

(*) Menghormati keputusan juri dan hasil yang diperoleh, baik menang maupun kalah.

(*) Memberikan apresiasi terhadap peserta lain yang menunjukkan prestasi.¹³


Kesimpulan

Etiket dalam kegiatan sekolah dan ekstrakurikuler berperan penting dalam membentuk karakter siswa yang disiplin, bertanggung jawab, dan mampu bekerja sama dengan baik. Regulasi yang telah ditetapkan pemerintah memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana siswa harus berperilaku dalam berbagai aktivitas di sekolah. Dengan penerapan etiket yang baik, setiap kegiatan sekolah dapat berjalan dengan tertib dan memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak yang terlibat.


Catatan Kaki

[1]                John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 145.

[2]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.

[3]                UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 80.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 3.

[5]                Roger Goodman, Japan’s International Youth (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 120.

[6]                Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 95.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 5.

[8]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 112.

[9]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Jakarta: Sekretariat Negara, 2010), Pasal 4.

[10]             Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2018), 15.

[11]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 30.

[12]             UNESCO, Education for Sustainable Development Goals (Paris: UNESCO, 2017), 100.

[13]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Etika dan Moral dalam Kompetisi Akademik (Jakarta: Kemendikbud, 2019), 18.


7.           Strategi Meningkatkan Kesadaran Etiket di Sekolah

7.1.       Pentingnya Kesadaran Etiket dalam Pendidikan

Kesadaran etiket di sekolah adalah aspek fundamental dalam menciptakan lingkungan belajar yang harmonis, disiplin, dan produktif. Kesadaran ini tidak hanya mencakup pemahaman terhadap aturan yang berlaku, tetapi juga penerapan nilai-nilai sopan santun, tanggung jawab, dan saling menghormati di antara siswa, guru, dan tenaga kependidikan.¹

Menurut Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), salah satu elemen utama dalam pembentukan karakter siswa adalah penanaman nilai-nilai moral dan etiket yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.² Kesadaran etiket juga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menekankan pentingnya pendidikan berbasis nilai guna membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, dan bertanggung jawab.³

Untuk meningkatkan kesadaran etiket di sekolah, diperlukan strategi yang komprehensif, mulai dari peran guru, orang tua, hingga kebijakan sekolah yang mendukung penerapan etiket secara efektif.

7.2.       Peran Orang Tua dalam Membangun Kesadaran Etiket Siswa

Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk etiket anak sejak dini. Proses pendidikan karakter yang dimulai di rumah akan berdampak pada bagaimana anak bersikap dan berperilaku di sekolah. Beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh orang tua dalam meningkatkan kesadaran etiket siswa meliputi:

1)                  Menjadi Teladan dalam Kehidupan Sehari-hari

Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi contoh dalam menggunakan bahasa yang sopan, bersikap hormat, dan menunjukkan etika yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.⁴

2)                  Mengajarkan Etiket dalam Lingkup Keluarga

Orang tua dapat membiasakan anak untuk mengucapkan salam, mengucapkan terima kasih, meminta izin sebelum menggunakan barang milik orang lain, dan menunjukkan sikap hormat kepada orang yang lebih tua.

3)                  Berkolaborasi dengan Sekolah

Orang tua perlu berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah, seperti menghadiri pertemuan orang tua dan guru, mengikuti seminar pendidikan karakter, serta mendukung program pembiasaan etiket di sekolah.⁵

7.3.       Metode Pengajaran Etiket di Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan utama setelah rumah yang berperan dalam membentuk kesadaran etiket siswa. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh sekolah untuk menanamkan etiket, antara lain:

7.3.1.    Pembelajaran Formal tentang Etiket

Pembelajaran tentang etiket dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum melalui berbagai mata pelajaran, seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Bimbingan Konseling. Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran menekankan bahwa aspek afektif, termasuk pembentukan karakter dan etiket, harus menjadi bagian dari evaluasi pembelajaran.⁶

7.3.2.    Pendekatan Nonformal melalui Kegiatan Sekolah

Selain dalam pembelajaran akademik, kesadaran etiket juga dapat ditanamkan melalui berbagai kegiatan sekolah, seperti:

·                     Program pembiasaan, seperti salam dan sapa setiap pagi sebelum masuk kelas.

·                     Penerapan kode etik siswa, yang mengatur perilaku siswa dalam berbagai aspek kehidupan sekolah.

·                     Pelatihan dan workshop etiket, yang dapat melibatkan tokoh pendidikan, psikolog, atau praktisi etiket.⁷

7.3.3.    Penguatan melalui Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, OSIS, dan Palang Merah Remaja (PMR) juga dapat menjadi sarana efektif dalam membentuk kesadaran etiket siswa. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, disebutkan bahwa Pramuka berperan dalam membentuk karakter peserta didik yang memiliki sikap sopan santun, disiplin, dan bertanggung jawab.⁸

7.4.       Program Pembiasaan dan Penguatan Karakter terkait Etiket

Sekolah dapat mengembangkan berbagai program pembiasaan untuk memperkuat karakter dan etiket siswa, di antaranya:

1)                  Program “Salam, Senyum, Sapa” (3S)

(*) Program ini bertujuan untuk membangun kebiasaan siswa dalam menyapa dan menghormati guru, staf sekolah, dan teman sebaya.

2)                  Gerakan Disiplin Sekolah

(*) Melalui program ini, sekolah menerapkan aturan yang jelas mengenai tata tertib siswa, seperti datang tepat waktu, menjaga kebersihan lingkungan sekolah, serta berpakaian rapi dan sesuai dengan ketentuan.⁹

3)                  Penerapan Sanksi Edukatif dan Penghargaan

(*) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran etiket harus bersifat mendidik, seperti tugas sosial atau refleksi diri.

(*) Sebaliknya, siswa yang menunjukkan perilaku etiket yang baik dapat diberikan penghargaan, seperti sertifikat karakter atau apresiasi dalam upacara sekolah.¹⁰

7.5.       Peran Teknologi dalam Meningkatkan Kesadaran Etiket

Di era digital, teknologi dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran etiket di sekolah. Beberapa cara pemanfaatan teknologi dalam pengajaran etiket meliputi:

1)                  Penggunaan Modul Digital dan Video Pembelajaran

Sekolah dapat membuat materi edukatif dalam bentuk video atau modul interaktif tentang pentingnya etiket dalam kehidupan sekolah dan masyarakat.

2)                  Integrasi Etiket Digital dalam Pembelajaran

Mengingat meningkatnya penggunaan media sosial oleh siswa, sekolah perlu memberikan pemahaman tentang netiquette atau etiket dalam dunia digital. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur pentingnya penggunaan teknologi secara bertanggung jawab dan etis.¹¹

3)                  Penerapan Aplikasi Pengingat Etiket

Sekolah dapat mengembangkan aplikasi sederhana yang mengingatkan siswa tentang tata krama sehari-hari dan pentingnya menjaga etiket dalam lingkungan sekolah.


Kesimpulan

Meningkatkan kesadaran etiket di sekolah memerlukan sinergi antara berbagai pihak, termasuk sekolah, guru, siswa, orang tua, dan pemangku kebijakan. Dengan menerapkan strategi yang mencakup pembelajaran formal, program pembiasaan, serta pemanfaatan teknologi, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter siswa. Regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah memberikan dasar yang kuat dalam menanamkan nilai-nilai etiket, sehingga diharapkan setiap individu di lingkungan sekolah dapat menerapkan etiket dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.


Catatan Kaki

[1]                William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 25.

[2]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.

[3]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.

[4]                Emily Post, Etiquette in Society, in Business, in Politics, and at Home (New York: Funk & Wagnalls, 1922), 60.

[5]                John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 130.

[6]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 5.

[7]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 95.

[8]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Jakarta: Sekretariat Negara, 2010), Pasal 4.

[9]                UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 50.

[10]             Linda Darling-Hammond, The Right to Learn (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 102.

[11]             Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara, 2016), Bab VII.


8.           Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Etiket di Sekolah

8.1.       Tantangan dalam Penerapan Etiket di Sekolah

Penerapan etiket di sekolah menghadapi berbagai tantangan yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Meskipun regulasi yang mengatur etiket di sekolah telah ditetapkan dalam berbagai kebijakan nasional, implementasi di lapangan masih menghadapi kendala.¹

8.1.1.    Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman Siswa tentang Etiket

Salah satu tantangan utama dalam penerapan etiket adalah kurangnya pemahaman siswa mengenai pentingnya tata krama dan perilaku sopan. Beberapa siswa menganggap aturan etiket sebagai sesuatu yang tidak relevan atau tidak memiliki dampak langsung dalam kehidupan mereka.² Padahal, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai kesopanan dan kedisiplinan dalam pembelajaran.³

8.1.2.    Pengaruh Media Sosial dan Perubahan Gaya Hidup Digital

Di era digital, penggunaan media sosial sering kali menjadi faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku siswa. Beberapa siswa terbiasa menggunakan bahasa informal atau bahkan kasar dalam komunikasi digital, yang kemudian terbawa ke dalam interaksi sehari-hari di sekolah.⁴ Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur pentingnya etika dalam penggunaan media digital, tetapi masih banyak siswa yang belum memahami konsekuensi hukum dari perilaku mereka di dunia maya.⁵

8.1.3.    Kurangnya Konsistensi dalam Penegakan Disiplin

Dalam beberapa kasus, guru dan tenaga kependidikan tidak menerapkan standar etiket secara konsisten. Ada sekolah yang memiliki peraturan ketat tentang etiket, tetapi tidak memiliki mekanisme penegakan yang jelas.⁶ Hal ini dapat menyebabkan siswa tidak merasa perlu untuk mematuhi aturan karena mereka melihat bahwa pelanggaran etiket tidak selalu mendapatkan konsekuensi yang tegas.

8.1.4.    Tantangan dalam Keterlibatan Orang Tua

Pendidikan etiket tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga membutuhkan peran serta dari orang tua. Namun, tidak semua orang tua memahami pentingnya etiket dalam pendidikan anak-anak mereka, sehingga dukungan dalam pembentukan karakter siswa menjadi kurang optimal.⁷

8.2.       Solusi dalam Meningkatkan Penerapan Etiket di Sekolah

Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, diperlukan pendekatan yang strategis dan menyeluruh. Solusi berikut dapat diterapkan guna meningkatkan efektivitas penerapan etiket di sekolah:

8.2.1.    Integrasi Etiket dalam Kurikulum dan Pembelajaran

Salah satu langkah utama dalam meningkatkan kesadaran siswa tentang etiket adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai kesopanan dan tata krama dalam kurikulum sekolah. Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran menekankan bahwa pendidikan karakter harus menjadi bagian dari kurikulum yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan.⁸ Strategi yang dapat diterapkan meliputi:

·                     Memasukkan materi etiket dalam pelajaran Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Bimbingan Konseling.

·                     Menggunakan metode pembelajaran berbasis studi kasus untuk mengajarkan siswa tentang dampak dari etiket yang baik dan buruk.

·                     Mengadakan proyek sosial yang melibatkan siswa dalam praktik langsung etiket, seperti kegiatan bakti sosial atau program mentoring antar siswa.

8.2.2.    Penguatan Peran Guru dan Tenaga Kependidikan dalam Membimbing Etiket

Guru dan tenaga kependidikan harus diberikan pelatihan khusus tentang bagaimana menanamkan etiket secara efektif kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan melalui:

·                     Workshop tentang teknik komunikasi yang efektif dalam mendidik etiket siswa.

·                     Program mentoring bagi guru dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penegakan disiplin dan etiket di sekolah.⁹

·                     Membentuk tim khusus di sekolah yang bertanggung jawab dalam pemantauan dan pembinaan etiket siswa.

8.2.3.    Pemanfaatan Teknologi untuk Edukasi Etiket

Dalam menghadapi pengaruh media sosial, sekolah dapat menggunakan teknologi sebagai alat bantu untuk mengajarkan etiket secara interaktif, seperti:

·                     Penggunaan modul digital yang mengajarkan etiket dalam interaksi sosial dan komunikasi online.

·                     Pembuatan konten edukatif di media sosial sekolah yang mengkampanyekan pentingnya etiket.

·                     Penerapan sistem reward berbasis aplikasi untuk siswa yang menunjukkan perilaku etiket yang baik.¹⁰

8.2.4.    Konsistensi dalam Penerapan Aturan dan Sanksi

Agar penerapan etiket lebih efektif, sekolah harus memiliki mekanisme yang jelas dalam memberikan apresiasi kepada siswa yang berperilaku baik serta memberikan sanksi yang edukatif bagi siswa yang melanggar aturan etiket. Hal ini dapat mencakup:

·                     Penyusunan kode etik siswa yang mudah dipahami dan disosialisasikan secara luas.

·                     Penerapan sistem poin penghargaan bagi siswa yang menunjukkan perilaku etiket yang baik.¹¹

·                     Program refleksi bagi siswa yang melanggar etiket, di mana mereka diminta menulis esai atau membuat proyek yang berhubungan dengan kesopanan dan etiket.

8.2.5.    Meningkatkan Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat

Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kebiasaan etiket siswa di rumah. Sekolah dapat meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan etiket melalui:

·                     Seminar parenting tentang pentingnya pendidikan karakter dan etiket.

·                     Program komunikasi antara sekolah dan orang tua untuk memberikan laporan perkembangan karakter siswa.¹²

·                     Kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal dalam menciptakan budaya etiket yang lebih luas di masyarakat.


Kesimpulan

Meskipun penerapan etiket di sekolah menghadapi berbagai tantangan, solusi yang tepat dapat membantu meningkatkan kesadaran dan kepatuhan siswa terhadap norma sosial yang baik. Regulasi yang telah ditetapkan pemerintah memberikan dasar yang kuat bagi sekolah dalam menerapkan program pendidikan etiket. Dengan pendekatan yang melibatkan kurikulum, teknologi, disiplin yang konsisten, serta kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi pertumbuhan karakter siswa.


Catatan Kaki

[1]                John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 130.

[2]                William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 50.

[3]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.

[4]                Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats (Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 90.

[5]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: Sekretariat Negara, 2016), Bab VII.

[6]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 75.

[7]                Linda Darling-Hammond, The Right to Learn (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 60.

[8]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 5.

[9]                Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2018), 10.

[10]             UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 75.

[11]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 22.

[12]             Roger Goodman, Japan’s International Youth (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 95.


9.           Kesimpulan dan Rekomendasi

9.1.       Kesimpulan

Penerapan etiket di sekolah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang harmonis, disiplin, dan bermartabat.¹ Etiket tidak hanya mencakup tata krama dalam berkomunikasi, berpakaian, dan berperilaku di lingkungan sekolah, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral dan sosial yang mendukung pembentukan karakter siswa.²

Berbagai regulasi telah mengatur pentingnya penerapan etiket dalam sistem pendidikan nasional, termasuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab.³ Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menggarisbawahi peran etiket dalam membangun karakter siswa yang berlandaskan nilai-nilai religiusitas, nasionalisme, gotong royong, kemandirian, dan integritas.⁴

Meskipun regulasi telah memberikan pedoman yang jelas, penerapan etiket di sekolah masih menghadapi berbagai tantangan. Pengaruh media sosial dan perubahan gaya hidup digital sering kali menyebabkan kurangnya kesadaran siswa terhadap pentingnya etiket.⁵ Selain itu, kurangnya konsistensi dalam penegakan aturan, keterbatasan keterlibatan orang tua, serta kurangnya pemahaman tentang konsep etiket di kalangan siswa menjadi kendala dalam menciptakan budaya etiket yang baik di lingkungan sekolah.⁶

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi yang komprehensif, termasuk integrasi etiket dalam kurikulum, penguatan peran guru dan tenaga kependidikan, pemanfaatan teknologi sebagai sarana edukasi, serta peningkatan keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai etiket kepada siswa. Dengan demikian, penerapan etiket di sekolah dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi perkembangan karakter siswa.

9.2.       Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan penerapan etiket di sekolah:

9.2.1.    Integrasi Etiket dalam Kurikulum Pendidikan

·                     Sekolah perlu mengintegrasikan pendidikan etiket dalam kurikulum melalui berbagai mata pelajaran, seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Bimbingan Konseling.⁷

·                     Guru dapat menggunakan metode pembelajaran berbasis studi kasus untuk mengajarkan pentingnya etiket dalam kehidupan sehari-hari.

·                     Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dapat diterapkan untuk membiasakan siswa menerapkan etiket dalam berbagai situasi nyata di lingkungan sekolah.

9.2.2.    Penguatan Peran Guru dan Tenaga Kependidikan

·                     Guru dan tenaga kependidikan harus diberikan pelatihan mengenai strategi efektif dalam menanamkan etiket kepada siswa.⁸

·                     Sekolah dapat membentuk tim khusus yang bertanggung jawab dalam pemantauan dan pembinaan etiket siswa.

·                     Guru harus menjadi teladan dalam penerapan etiket dan berperan sebagai mentor dalam membimbing siswa agar terbiasa dengan perilaku yang sopan dan beradab.

9.2.3.    Pemanfaatan Teknologi dalam Edukasi Etiket

·                     Sekolah dapat menggunakan modul digital dan video pembelajaran untuk mengajarkan etiket secara interaktif.

·                     Penggunaan media sosial sebagai alat kampanye edukatif tentang pentingnya etiket di lingkungan sekolah dapat diperkuat.⁹

·                     Implementasi aplikasi berbasis teknologi untuk pemantauan perilaku siswa dan pemberian penghargaan bagi mereka yang menunjukkan etiket yang baik.

9.2.4.    Konsistensi dalam Penerapan Aturan dan Sanksi

·                     Sekolah perlu memastikan bahwa aturan tentang etiket diterapkan secara konsisten tanpa diskriminasi.¹⁰

·                     Sanksi bagi pelanggar etiket harus bersifat edukatif, seperti tugas sosial atau refleksi diri melalui penulisan esai tentang pentingnya etiket.

·                     Penerapan sistem penghargaan bagi siswa yang menunjukkan etiket yang baik agar dapat memotivasi mereka untuk mempertahankan sikap sopan dan disiplin.

9.2.5.    Peningkatan Peran Orang Tua dan Masyarakat

·                     Sekolah harus menjalin komunikasi yang lebih erat dengan orang tua untuk memastikan bahwa pendidikan etiket juga diterapkan di rumah.¹¹

·                     Program parenting dan seminar pendidikan karakter dapat diselenggarakan secara berkala untuk meningkatkan pemahaman orang tua tentang pentingnya etiket bagi perkembangan anak.

·                     Kolaborasi dengan komunitas lokal dalam kampanye sosial untuk membangun budaya etiket yang lebih luas di masyarakat.

9.3.       Harapan untuk Masa Depan

Dengan penerapan strategi yang tepat, diharapkan etiket di sekolah dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya akademik yang sehat. Sekolah sebagai institusi pendidikan harus terus berinovasi dalam mengajarkan etiket dengan pendekatan yang relevan terhadap perkembangan zaman. Dengan kerja sama yang baik antara guru, siswa, orang tua, dan masyarakat, etiket dapat menjadi fondasi utama dalam menciptakan generasi yang berkarakter, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan masa depan dengan sikap yang santun dan bertanggung jawab.


Catatan Kaki

[1]                John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916), 145.

[2]                William Damon, The Moral Child: Nurturing Children's Natural Moral Growth (New York: Free Press, 1988), 35.

[3]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.

[4]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Bab II.

[5]                Nancy Willard, Cyberbullying and Cyberthreats (Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use, 2007), 105.

[6]                Paul A. Kirschner and Carl Hendrick, How Learning Happens (New York: Routledge, 2020), 120.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2018), Pasal 5.

[8]                Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2018), 15.

[9]                UNESCO, Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow (Paris: UNESCO, 1972), 85.

[10]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 30.

[11]             Roger Goodman, Japan’s International Youth (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 105.


Daftar Pustaka

Buku:

Damon, W. (1988). The moral child: Nurturing children's natural moral growth. Free Press.

Darling-Hammond, L. (1997). The right to learn: A blueprint for creating schools that work. Jossey-Bass.

Dewey, J. (1916). Democracy and education. Macmillan.

Goodman, R. (2012). Japan’s international youth: The emergence of a new generation of cosmopolitan elites. Cambridge University Press.

Kirschner, P. A., & Hendrick, C. (2020). How learning happens: Seminal works in educational psychology and what they mean in practice. Routledge.

Post, E. (1922). Etiquette in society, in business, in politics, and at home. Funk & Wagnalls.

Siegel, H. (2018). The Oxford handbook of ethics in education. Oxford University Press.

Willingham, D. T. (2009). Why don't students like school? Jossey-Bass.

Willard, N. (2007). Cyberbullying and cyberthreats. Center for Safe and Responsible Internet Use.

Regulasi Pemerintah Indonesia:

·                    Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sekretariat Negara.

·                    Indonesia. (2010). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Sekretariat Negara.

·                    Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sekretariat Negara.

·                    Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Sekretariat Negara.

·                    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kemendikbud.

·                    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2015). Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Kemendikbud.

·                    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Permendikbud Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah. Kemendikbud.

·                    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Standar Proses Pembelajaran. Kemendikbud.

·                    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter. Kemendikbud.

·                    Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). (2018). Kode etik guru Indonesia. PGRI.

Organisasi Internasional:

·                    UNESCO. (1972). Learning to be: The world of education today and tomorrow. UNESCO.

·                    UNESCO. (1996). Learning: The treasure within. UNESCO.

·                    UNESCO. (2017). Education for sustainable development goals: Learning objectives. UNESCO.

Sumber Tambahan:

·                    SMA Negeri 3 Bandung. (2019). Sekolah berkarakter. SMAN 3 Bandung.

·                    SMA Taruna Nusantara. (2020). Kedisiplinan dan kepemimpinan. SMA Taruna Nusantara.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar