Kamis, 20 Februari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 10 Bab 1: Pengertian Al-Qur’an dan Wahyu

Pengertian Al-Qur’an dan Wahyu

Pengertian Al-Qur’an dan Wahyu dari Para Ulama’


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 10 (Sepuluh)


Abstrak

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diyakini sebagai kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril. Sebagai sumber utama ajaran Islam, pemahaman tentang pengertian Al-Qur’an dan wahyu menjadi aspek fundamental dalam studi Islam. Artikel ini mengkaji secara komprehensif pengertian Al-Qur’an secara etimologis dan terminologis, serta membandingkan definisi yang diberikan oleh para ulama seperti Syeikh Muhammad Khudari Beik, Subkhi As-Saleh, dan Muhammad Abduh. Selain itu, artikel ini membahas konsep wahyu dalam Islam, termasuk perbedaannya dengan ilham dan ta’lim, serta bagaimana wahyu berperan sebagai bentuk komunikasi Ilahi kepada para nabi.

Artikel ini juga menguraikan nama-nama Al-Qur’an, seperti Al-Qur’an, Al-Kitab, Adz-Dzikr, Al-Furqan, dan At-Tanzil, beserta dalil dan penjelasan tafsirnya. Selanjutnya, kajian mengenai sifat-sifat Al-Qur’an, seperti hudan (petunjuk), rahmat (kasih sayang), nur (cahaya), mubarak (diberkahi), dan aziz (mulia), memperkuat pemahaman mengenai karakteristik kitab suci ini.

Hasil penelitian ini menegaskan bahwa Al-Qur’an memiliki kedudukan yang agung dalam Islam, tidak hanya sebagai kitab suci, tetapi juga sebagai sumber hukum, pedoman hidup, dan mukjizat terbesar yang tetap terjaga keasliannya. Kajian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hakikat Al-Qur’an dan wahyu, serta mendorong pengkajian lebih lanjut terhadap Ulumul Qur’an dan tafsir klasik guna memperkaya wawasan keislaman.

Kata Kunci: Al-Qur’an, Wahyu, Ilham, Ta’lim, Nama-nama Al-Qur’an, Sifat-sifat Al-Qur’an, Tafsir Klasik, Ulumul Qur’an.


PEMBAHASAN

Pengertian Al-Qur’an dan Wahyu


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 10 (Sepuluh)

Bab                      : Bab 1 - Pengertian Al-Qur'an dan Wahyu dari para Ulama'


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diyakini sebagai firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan malaikat Jibril. Keberadaan Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam menjadikannya pusat dari segala aspek kehidupan seorang Muslim, baik dalam aspek ibadah, hukum, sosial, maupun moral. Oleh karena itu, memahami pengertian Al-Qur’an dan wahyu secara mendalam menjadi suatu keharusan dalam kajian keislaman.

Dalam khazanah keilmuan Islam, para ulama telah mengkaji dan mendefinisikan Al-Qur’an dari berbagai perspektif, baik secara etimologis maupun terminologis. Misalnya, Syeikh Muhammad Khudari Beik dalam Tārīkh al-Tashrī‘ al-Islāmī menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw secara mutawatir dan menjadi mukjizat dalam lafaz dan maknanya.1 Demikian pula, Subkhi As-Saleh dan Muhammad Abduh memiliki definisi tersendiri yang menggambarkan pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an. Kajian perbandingan antara definisi-definisi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih luas dan sistematis bagi para pelajar dan peneliti Islam.

Selain itu, wahyu sebagai bentuk komunikasi Ilahi dengan para nabi memiliki cakupan konsep yang lebih luas dibandingkan dengan Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an sendiri, istilah wahyu digunakan dalam berbagai konteks, baik yang berhubungan dengan penyampaian pesan Allah kepada para nabi maupun bentuk komunikasi kepada makhluk lain, seperti lebah dalam QS. An-Nahl [16] ayat 68.2 Oleh karena itu, memahami wahyu tidak hanya sebatas pada konsep turunnya Al-Qur’an tetapi juga dalam kaitannya dengan ilham dan ta’lim dalam Islam.

Kajian tentang Al-Qur’an dan wahyu juga telah dibahas secara luas dalam tafsir klasik, seperti Tafsir al-Ṭabarī, Tafsir al-Qurṭubī, dan Tafsir Ibnu Kathīr, serta dalam berbagai jurnal ilmiah modern yang membahas studi kritis mengenai konsep wahyu dan Al-Qur’an dalam berbagai disiplin ilmu Islam.3 Oleh sebab itu, artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam pengertian Al-Qur’an dan wahyu berdasarkan pandangan para ulama serta didukung oleh sumber-sumber otoritatif dari tafsir klasik dan referensi akademik.

1.2.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa pertanyaan utama yang akan dijawab dalam artikel ini adalah:

1)                  Bagaimana pengertian Al-Qur’an secara etimologis dan terminologis menurut para ulama?

2)                  Bagaimana perbandingan definisi Al-Qur’an menurut Syeikh Muhammad Khudari Beik, Subkhi As-Saleh, dan Muhammad Abduh?

3)                  Bagaimana konsep wahyu dalam Islam, dan bagaimana perbandingannya dengan ilham serta ta’lim?

4)                  Apa saja nama-nama dan sifat-sifat Al-Qur’an berdasarkan dalil-dalilnya?

Rumusan masalah ini diharapkan dapat memberikan kerangka sistematis dalam menganalisis pengertian Al-Qur’an dan wahyu secara akademis dan komprehensif.

1.3.       Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1)                  Menganalisis pengertian Al-Qur’an secara etimologis dan terminologis menurut para ulama klasik dan kontemporer.

2)                  Mengkaji perbandingan definisi Al-Qur’an dari beberapa ulama serta membangun sintesis dari berbagai perspektif.

3)                  Menjelaskan konsep wahyu, ilham, dan ta’lim dalam Islam berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits.

4)                  Menguraikan nama-nama dan sifat-sifat Al-Qur’an berdasarkan kajian tafsir dan referensi akademik.

Melalui kajian ini, diharapkan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep Al-Qur’an dan wahyu dapat diperoleh, sehingga dapat menjadi rujukan bagi para akademisi, pengajar, serta pelajar Islam dalam memperkaya wawasan mereka tentang keilmuan Islam.


Footnotes

[1]                Muhammad Khudari Beik, Tārīkh al-Tashrī‘ al-Islāmī (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), 12.

[2]                Al-Qur’an, QS. An-Nahl (16) ayat 68.

[3]                Al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1954); Al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006); Ibnu Kathīr, Tafsir al-Qur’an al-‘Aẓīm (Riyadh: Dar Tayyibah, 2000).


2.           Pengertian Al-Qur’an

2.1.       Pengertian Etimologis dan Terminologis

Secara etimologis, kata Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab القرآن yang berakar dari kata kerja qara’a (قرأ), yang berarti "membaca" atau "mengumpulkan."1 Dalam Lisān al-‘Arab, Ibnu Manzur menjelaskan bahwa Al-Qur’an disebut demikian karena ia adalah bacaan yang terus-menerus dibaca oleh umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan mereka.2

Sementara itu, secara terminologis, para ulama mendefinisikan Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui wahyu, yang lafaz dan maknanya bersifat mukjizat, tertulis dalam mushaf, serta dibaca sebagai ibadah.3 Imam Al-Jurjani dalam At-Ta‘rifat mendefinisikan Al-Qur’an sebagai "kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab, disampaikan secara mutawatir, ditulis dalam mushaf, dan dipandang sebagai ibadah ketika dibaca."4 Definisi ini menegaskan bahwa Al-Qur’an memiliki ciri khusus yang membedakannya dari wahyu lainnya, seperti hadits Qudsi.

2.2.       Definisi Al-Qur’an Menurut Para Ulama

2.2.1.    Definisi Al-Qur’an Menurut Syeikh Muhammad Khudari Beik

Syeikh Muhammad Khudari Beik dalam Tārīkh al-Tashrī‘ al-Islāmī mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut:

كَلَامُ اللَّهِ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَىٰ رَسُولِهِ مُحَمَّدٍ مُنَجَّمًا بِوَاسِطَةِ جِبْرِيلَ، وَحُفِظَ فِي ٱلْمَصَاحِفِ، وَمَصُونٌ مِنَ التَّغْيِيرِ وَالتَّبْدِيلِ، وَمُعْجِزٌ لِجَمِيعِ ٱلنَّاسِ.

"Kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw, secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril, yang diabadikan dalam mushaf, dipelihara dari perubahan, dan menjadi mukjizat bagi seluruh manusia."5

Dari definisi ini, Khudari Beik menekankan aspek pewahyuan yang bersifat berangsur-angsur, serta kepastian bahwa Al-Qur’an akan tetap terjaga dari perubahan, sebagaimana Allah menjamin dalam QS. Al-Hijr [15] ayat 9.6

2.2.2.    Definisi Al-Qur’an Menurut Subkhi As-Saleh

Subkhi As-Saleh dalam Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an mendefinisikan Al-Qur’an sebagai:

"كَلَامُ اللَّهِ ٱلَّذِي أُوحِيَ إِلَىٰ نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللُّغَةِ ٱلْعَرَبِيَّةِ، بِلَفْظِهِ وَمَعْنَاهُ ٱلْمُعْجِزِ، وَأُنزِلَ بِطَرِيقِ ٱلتَّوَاتُرِ لِيَكُونَ هُدًى لِلنَّاسِ."

"Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab, disampaikan dengan lafaz dan makna yang bersifat mukjizat, serta diturunkan secara mutawatir untuk menjadi pedoman bagi umat manusia."7

Definisi ini menekankan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu dalam bahasa Arab yang memiliki sifat mukjizat, baik dari aspek bahasa maupun kandungannya. Selain itu, penyampaian Al-Qur’an secara mutawatir memastikan keaslian dan kemurniannya.

2.2.3.    Definisi Al-Qur’an Menurut Muhammad Abduh

Muhammad Abduh, dalam tafsirnya yang dikembangkan bersama Rasyid Rida, mendefinisikan Al-Qur’an sebagai:

القرآنُ الكريمُ هو كتابٌ مقدّسٌ يَحْمِلُ الهُدَى لِلنَّاسِ، وَيَشْتَمِلُ على تَعَالِيمِ التَّوْحِيدِ، وَأَحْكَامِ الشَّرِيعَةِ، وَالقِيَمِ الأَخْلَاقِيَّةِ، وَيَهْدِفُ إِلَى تَوْجِيهِ البَشَرِيَّةِ نَحْوَ حَيَاةٍ أَفْضَلَ.

"Kitab suci yang mengandung petunjuk bagi manusia, berisi ajaran tauhid, hukum-hukum syariah, serta nilai-nilai moral yang bertujuan untuk membimbing umat manusia menuju kehidupan yang lebih baik."8

Dari perspektif ini, Muhammad Abduh lebih menitikberatkan pada aspek fungsional Al-Qur’an sebagai sumber pedoman hidup dan reformasi sosial.

2.3.       Perbandingan Definisi

Berdasarkan ketiga definisi di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan:

·                     Semua ulama sepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw.

·                     Syeikh Muhammad Khudari Beik lebih menekankan aspek pewahyuan dan jaminan pemeliharaan Al-Qur’an dari perubahan.

·                     Subkhi As-Saleh menyoroti aspek kemukjizatan dan penyampaian Al-Qur’an secara mutawatir.

·                     Muhammad Abduh lebih menekankan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk moral dan sosial bagi umat manusia.

2.4.       Sintesis Definisi

Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab, melalui malaikat Jibril, secara mutawatir, bersifat mukjizat dalam lafaz dan maknanya, tertulis dalam mushaf, serta dibaca sebagai ibadah. Definisi ini mengakomodasi berbagai aspek yang telah dijelaskan oleh para ulama, mencakup aspek pewahyuan, kemukjizatan, serta fungsi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia.


Footnotes

[1]                Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2009), 408.

[2]                Ibnu Manzur, Lisān al-‘Arab (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 4:292.

[3]                Al-Zarkashi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), 1:278.

[4]                Al-Jurjani, At-Ta‘rifat (Cairo: Maktabah al-Mutanabbi, 2003), 126.

[5]                Muhammad Khudari Beik, Tārīkh al-Tashrī‘ al-Islāmī (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), 12.

[6]                Al-Qur’an, QS. Al-Hijr (15) ayat 9.

[7]                Subkhi As-Saleh, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1988), 24.

[8]                Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, ed. Rasyid Rida (Cairo: Al-Maktabah al-Tijariyyah, 1961), 1:18.


3.           Pengertian Wahyu

3.1.       Pengertian Etimologis dan Terminologis

Secara etimologis, kata wahyu (وَحْيٌ) berasal dari akar kata waha (وحى) yang berarti "isyarat cepat", "ilham", atau "bisikan yang tersembunyi".1 Dalam Lisān al-‘Arab, Ibnu Manzur menjelaskan bahwa wahyu adalah bentuk komunikasi yang cepat dan tersembunyi antara penyampai dan penerima pesan.2

Secara terminologis, wahyu memiliki makna yang lebih spesifik dalam konteks keislaman. Imam Al-Jurjani dalam At-Ta‘rifat mendefinisikan wahyu sebagai "kalam Allah yang disampaikan kepada para nabi-Nya secara tersembunyi melalui perantaraan malaikat atau secara langsung, tanpa perantaraan manusia lain."3 Definisi ini menunjukkan bahwa wahyu adalah cara komunikasi Ilahi dengan para nabi, baik secara langsung maupun melalui malaikat.

Dalam Al-Qur’an, kata wahyu digunakan dalam berbagai konteks. Misalnya, Allah Swt menggunakan istilah wahyu tidak hanya untuk komunikasi dengan para nabi, tetapi juga kepada makhluk lain, seperti lebah dalam QS. An-Nahl [16] ayat 68:

وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ

("Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah…")4

Hal ini menunjukkan bahwa konsep wahyu dalam Islam tidak terbatas pada penyampaian kitab suci, tetapi mencakup berbagai bentuk petunjuk Ilahi.

3.2.       Ilham dan Ta’lim dalam Islam

Dalam kajian keislaman, wahyu sering dibandingkan dengan konsep ilham dan ta’lim, yang juga berkaitan dengan cara Allah menyampaikan pengetahuan kepada makhluk-Nya.

3.2.1.    Pengertian Ilham

Secara etimologis, ilham (إِلْهَامٌ) berasal dari akar kata lahama (لهم), yang berarti "memberikan pemahaman secara langsung ke dalam hati seseorang tanpa melalui panca indera."5 Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa ilham adalah "pengetahuan yang Allah tanamkan ke dalam hati seseorang tanpa proses belajar atau berpikir panjang."6

Dalam Al-Qur’an, konsep ilham disebutkan dalam QS. Asy-Syams [91] ayat 8:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

("Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya.")7

Ilham berbeda dengan wahyu karena tidak bersifat universal dan tidak memiliki otoritas hukum sebagaimana wahyu yang diterima oleh para nabi.

3.2.2.    Pengertian Ta’lim

Secara etimologis, ta’lim (تَعْلِيمٌ) berasal dari kata ‘allama (علّم), yang berarti "mengajarkan atau memberikan ilmu".8 Dalam Islam, ta’lim sering dikaitkan dengan cara Allah mengajarkan manusia melalui perantaraan para nabi dan kitab suci.

Dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 31, Allah Swt berfirman:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا

("Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama semuanya…")9

Konsep ta’lim lebih berkaitan dengan pembelajaran secara bertahap, baik melalui wahyu maupun melalui upaya manusia dalam memahami ajaran agama.

3.3.       Perbandingan antara Wahyu, Ilham, dan Ta’lim

Untuk memahami perbedaan mendasar antara ketiga konsep ini, dapat dibuat perbandingan sebagai berikut:

·                     Wahyu

Sumber: Langsung dari Allah kepada para nabi

Media Penyampaian: Malaikat Jibril, suara langsung, atau mimpi yang benar

Otoritas: Mutlak dan wajib diikuti

Contoh dalam Al-Qur’an: QS. Asy-Syu’ara [26] ayat 192-195 (wahyu kepada Nabi Muhammad)

·                     Ilham

Sumber: Langsung dari Allah ke dalam hati seseorang

Media Penyampaian: Bisikan hati atau intuisi

Otoritas: Bersifat pribadi dan tidak mengikat

QS. Asy-Syams [91] ayat 8 (ilham kepada manusia)

·                     Ta’lim

Sumber: Proses pembelajaran melalui perantaraan guru atau kitab

Media Penyampaian: Pengajaran lisan atau tulisan

Otoritas: Bergantung pada sumber dan metode pengajaran

Contoh dalam Al-Qur’an: QS. Al-Baqarah [02] ayat 31 (ta’lim kepada Adam)

Dari tabel ini, terlihat bahwa wahyu memiliki otoritas tertinggi karena berasal langsung dari Allah dan ditujukan kepada para nabi untuk disampaikan kepada umat manusia. Ilham lebih bersifat personal dan tidak memiliki nilai hukum, sementara ta’lim adalah proses pendidikan yang melibatkan perantara manusia.


Footnotes

[1]                Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2009), 532.

[2]                Ibnu Manzur, Lisān al-‘Arab (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 15:432.

[3]                Al-Jurjani, At-Ta‘rifat (Cairo: Maktabah al-Mutanabbi, 2003), 136.

[4]                Al-Qur’an, QS. An-Nahl (16) ayat 68.

[5]                Al-Zabidi, Tāj al-‘Arūs min Jawāhir al-Qāmūs (Kuwait: Wizarat al-I’lam, 1983), 5:218.

[6]                Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), 3:28.

[7]                Al-Qur’an, QS. Asy-Syams (91) ayat 8.

[8]                Al-Fairuzabadi, Al-Qamus al-Muhit (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 4:129.

[9]                Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2) ayat 31.


4.           Nama-Nama Al-Qur’an dan Dalilnya

Al-Qur’an memiliki berbagai nama yang disebutkan dalam kitab suci itu sendiri maupun dalam literatur keislaman klasik. Para ulama menafsirkan bahwa banyaknya nama bagi Al-Qur’an menunjukkan kemuliaan dan keberkahan kitab suci ini, sebagaimana banyaknya nama bagi Allah Swt yang mencerminkan sifat-sifat-Nya.1 Nama-nama tersebut tidak hanya berfungsi sebagai identitas, tetapi juga menggambarkan sifat dan peran Al-Qur’an dalam kehidupan umat Islam.

Berikut adalah lima nama utama Al-Qur’an yang disebutkan dalam sumber-sumber Islam beserta dalilnya.

4.1.       Al-Qur’an (القرآن) – Bacaan/Yang Mengumpulkan

Nama Al-Qur’an adalah nama yang paling umum digunakan untuk kitab suci ini. Kata Al-Qur’an berasal dari akar kata qara’a (قرأ), yang berarti "membaca" atau "mengumpulkan."2 Para ulama berbeda pendapat mengenai asal-usul penamaan ini. Imam Al-Suyuthi dalam Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an menyebutkan bahwa Al-Qur’an dinamakan demikian karena ia merupakan kumpulan firman Allah yang tertulis dan dibaca oleh umat Islam secara terus-menerus.3

Dalil yang menunjukkan bahwa nama kitab suci ini adalah Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Isra’ [17] ayat 9:

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ

("Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus...")4

Imam Al-Tabari dalam Tafsir al-Tabari menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan fungsi utama Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, yang membedakannya dari kitab-kitab suci sebelumnya.5

4.2.       Al-Kitab (الكتاب) – Buku

Nama Al-Kitab berarti "buku" atau "kitab yang tertulis." Dalam literatur Islam, istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw telah dibukukan dalam bentuk mushaf.6 Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menyebutkan bahwa penyebutan Al-Qur’an sebagai Al-Kitab menegaskan sifatnya sebagai wahyu yang tertulis, yang membedakannya dari wahyu-wahyu sebelumnya yang tidak dikodifikasi dengan sempurna.7

Dalil yang menunjukkan nama ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 2:

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

("Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.")8

Menurut Al-Qurtubi, dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang lengkap dan sempurna sebagai pedoman bagi umat Islam.9

4.3.       Adz-Dzikr (الذكر) – Pemberi Peringatan

Nama Adz-Dzikr bermakna "peringatan" atau "pengingat." Al-Qur’an disebut sebagai Adz-Dzikr karena ia mengingatkan manusia akan kebenaran, tugas mereka sebagai hamba Allah, serta kehidupan setelah mati.10 Imam Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa Al-Qur’an dinamakan Adz-Dzikr karena ia berfungsi sebagai pengingat bagi orang-orang beriman dan sebagai hujjah bagi mereka yang menolaknya.11

Dalil mengenai nama ini terdapat dalam QS. Al-Hijr [15] ayat 9:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

("Sesungguhnya Kami yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami pula yang menjaganya.")12

Imam Al-Tabari menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt sendiri yang menjaga Al-Qur’an dari perubahan atau penyimpangan sepanjang zaman.13

4.4.       Al-Furqan (الفرقان) – Pembeda

Nama Al-Furqan berasal dari akar kata faraqo (فرق), yang berarti "memisahkan" atau "membedakan."14 Al-Qur’an disebut Al-Furqan karena ia membedakan antara kebenaran dan kebatilan, serta antara petunjuk dan kesesatan.15

Dalil mengenai nama ini terdapat dalam QS. Al-Furqan [25] ayat 1:

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

("Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam.")16

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa penyebutan Al-Qur’an sebagai Al-Furqan menekankan sifatnya sebagai kitab yang membedakan antara yang hak dan yang batil dengan jelas.17

4.5.       At-Tanzil (التنزيل) – Yang Diturunkan

Nama At-Tanzil menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dari Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril.18 Dalam Tafsir Al-Baghawi, dijelaskan bahwa nama ini menekankan aspek pewahyuan Al-Qur’an secara bertahap kepada Nabi Muhammad Saw selama 23 tahun.19

Dalil mengenai nama ini terdapat dalam QS. Asy-Syu’ara [26] ayat 192-195:

وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192)  نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ  (193) عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194)  بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195)

("Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, (192) dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), (193) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, (194) dengan bahasa Arab yang jelas. (195)")20


Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang nama-nama Al-Qur’an di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap nama yang disebutkan dalam Al-Qur’an memiliki makna dan fungsi yang khas, menggambarkan esensi serta keagungan kitab suci ini.

1)                  Al-Qur’an (القرآن) menegaskan bahwa kitab ini adalah bacaan yang terus-menerus dibaca dan mengumpulkan seluruh petunjuk ilahi yang diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra’ [17] ayat 9, Al-Qur’an adalah petunjuk yang paling lurus bagi umat manusia.

2)                  Al-Kitab (الكتاب) menunjukkan bahwa wahyu ini telah dikodifikasi dan dibukukan dalam bentuk mushaf, sehingga menjadi pegangan yang tetap bagi umat Islam. Penyebutan nama ini dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 2 menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang tidak mengandung keraguan dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.

3)                  Adz-Dzikr (الذكر) menggambarkan peran Al-Qur’an sebagai pengingat bagi manusia, baik dalam aspek ketauhidan, syariat, maupun kehidupan setelah mati. QS. Al-Hijr [15] ayat 9 menegaskan bahwa Allah Swt sendiri yang menjaga kemurnian kitab ini dari perubahan sepanjang zaman.

4)                  Al-Furqan (الفرقان) menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Dalam QS. Al-Furqan [25] ayat 1, Al-Qur’an disebut sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi seluruh umat manusia.

5)                  At-Tanzil (التنزيل) menekankan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan secara langsung dari Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril. Dalam QS. Asy-Syu’ara [26] ayat 192-195, nama ini menggambarkan proses pewahyuan yang ilahiah dan transenden.

Keseluruhan nama-nama tersebut menunjukkan betapa luas dan mendalamnya peran Al-Qur’an dalam kehidupan umat Islam. Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci, tetapi juga bacaan yang mengandung petunjuk, pengingat, pembeda antara kebenaran dan kebatilan, serta wahyu yang diturunkan untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Keberagaman nama ini juga menegaskan bahwa Al-Qur’an memiliki dimensi yang sangat kompleks dan sempurna sebagai pedoman bagi umat manusia.

Oleh karena itu, memahami berbagai nama Al-Qur’an bukan sekadar aspek linguistik atau akademik, tetapi juga bagian dari upaya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.


Footnotes

[1]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999), 1:13.

[2]                Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2009), 408.

[3]                Al-Suyuthi, Al-Itqan, 1:14.

[4]                Al-Qur’an, QS. Al-Isra’ (17) ayat 9.

[5]                Al-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1954), 15:112.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Riyadh: Dar Tayyibah, 2000), 1:20.

[7]                Ibid.

[8]                Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2) ayat 2.

[9]                Al-Qurtubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), 1:26.

[10]             Al-Suyuthi, Al-Itqan, 1:22.

[11]             Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), 10:129.

[12]             Al-Qur’an, QS. Al-Hijr (15) ayat 9.

[13]             Al-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān, 14:202.

[14]             Al-Fairuzabadi, Al-Qamus al-Muhit (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 3:456.

[15]             Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 2:78.

[16]             Al-Qur’an, QS. Al-Furqan (25) ayat 1.

[17]             Ibid.

[18]             Al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi (Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, 2003), 5:231.

[19]             Ibid.

[20]             Al-Qur’an, QS. Asy-Syu’ara (26) ayat 192-195.


5.           Sifat-Sifat Al-Qur’an dan Dalilnya

Al-Qur’an memiliki berbagai sifat yang menunjukkan keagungan, kesempurnaan, dan fungsinya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Para ulama dan mufassir menjelaskan bahwa sifat-sifat Al-Qur’an yang disebutkan dalam ayat-ayatnya menggambarkan karakteristik utama kitab suci ini dan bagaimana ia membimbing manusia menuju kebenaran.

Dalam pembahasan ini, kita akan menguraikan beberapa sifat utama Al-Qur’an berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, serta penjelasan dari para ulama tafsir.

5.1.       Hudan (Petunjuk)

Salah satu sifat utama Al-Qur’an adalah sebagai hudan atau petunjuk bagi manusia. Kata hudan berasal dari akar kata hada-yahdi, yang berarti membimbing ke arah yang benar.1 Al-Qur’an disebut sebagai petunjuk karena ia memberikan arahan yang jelas mengenai keyakinan, hukum, dan akhlak dalam kehidupan manusia.

Dalil yang menunjukkan sifat ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 2:

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

("Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.")2

Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an menjelaskan bahwa sifat hudan pada ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan berpegang teguh kepada ajarannya.3

5.2.       Rahmat (Kasih Sayang)

Al-Qur’an juga memiliki sifat sebagai rahmat, yang berarti kasih sayang bagi seluruh manusia, khususnya bagi orang-orang yang beriman dan mengamalkan isinya.

Dalilnya terdapat dalam QS. Yunus [10] ayat 57:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

("Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.")4

Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menjelaskan bahwa sifat rahmat dalam ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an mengandung keberkahan bagi orang-orang yang mengikuti ajarannya dengan benar.5

5.3.       Nur (Cahaya)

Al-Qur’an disebut sebagai nur (cahaya) karena ia menerangi jalan hidup manusia dari kegelapan menuju kebenaran.

Dalilnya terdapat dalam QS. An-Nisa [04] ayat 174:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا

("Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang.")6

Imam Al-Tabari dalam Tafsir al-Tabari menafsirkan bahwa cahaya yang dimaksud dalam ayat ini adalah Al-Qur’an yang menjadi pedoman bagi umat manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat.7

5.4.       Mubarak (Diberkahi)

Al-Qur’an juga disebut sebagai mubarak, yang berarti penuh berkah dan kebaikan.

Dalilnya terdapat dalam QS. Shad [38] ayat 29:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

("Kitab yang Kami turunkan kepadamu ini penuh berkah, agar mereka mentadaburi ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.")8

Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa keberkahan Al-Qur’an dapat dirasakan oleh siapa saja yang mempelajarinya dan mengamalkan ajarannya.9

5.5.       Aziz (Mulia)

Al-Qur’an juga disebut sebagai aziz, yang berarti mulia dan tidak dapat dikalahkan atau diubah oleh siapa pun.

Dalilnya terdapat dalam QS. Fussilat [41] ayat 41-42:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ (41) لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (42)

("Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Quran ketika Al Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Quran itu adalah kitab yang mulia. (41) Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (142)")10

Imam Al-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sifat aziz pada ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an akan selalu terjaga dari perubahan dan pemalsuan.11


Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an memiliki berbagai sifat yang menggambarkan kesempurnaan dan keagungannya sebagai kitab suci umat Islam:

1)                  Hudan (Petunjuk), yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an memberikan arahan bagi kehidupan manusia.

2)                  Rahmat (Kasih Sayang), yang berarti bahwa Al-Qur’an adalah sumber kebaikan dan kesejahteraan bagi orang-orang yang beriman.

3)                  Nur (Cahaya), yang menggambarkan bahwa Al-Qur’an menerangi jalan hidup manusia agar terhindar dari kesesatan.

4)                  Mubarak (Diberkahi), yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an membawa keberkahan bagi mereka yang membacanya dan mengamalkannya.

5)                  Aziz (Mulia), yang menegaskan bahwa Al-Qur’an tidak dapat diubah dan akan selalu terjaga keasliannya.

Sifat-sifat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an bukan hanya sekadar kitab suci, tetapi juga merupakan petunjuk hidup yang sempurna, yang membawa rahmat, cahaya, keberkahan, dan kemuliaan bagi seluruh umat manusia yang mengikuti ajarannya.


Catatan Kaki

[1]                Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2009), 532.

[2]                Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2) ayat 2.

[3]                Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), 1:26.

[4]                Al-Qur’an, QS. Yunus (10) ayat 57.

[5]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Riyadh: Dar Tayyibah, 2000), 2:210.

[6]                Al-Qur’an, QS. An-Nisa (4) ayat 174.

[7]                Al-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1954), 9:346.

[8]                Al-Qur’an, QS. Shad (38) ayat 29.

[9]                Al-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), 17:162.

[10]             Al-Qur’an, QS. Fussilat (41) ayat 41-42.

[11]             Al-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi, 2002), 1:857.


6.           Kesimpulan dan Penutup

6.1.       Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai pengertian Al-Qur’an dan wahyu menurut para ulama, dapat disimpulkan bahwa:

1)                  Al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan malaikat Jibril dalam bahasa Arab, yang bersifat mukjizat dalam lafaz dan maknanya, serta tertulis dalam mushaf dan dibaca sebagai ibadah.1 Definisi ini diperoleh dari kajian etimologis dan terminologis, serta perbandingan pendapat para ulama, seperti Syeikh Muhammad Khudari Beik, Subkhi As-Saleh, dan Muhammad Abduh.2

2)                  Wahyu adalah komunikasi Ilahi yang diberikan kepada para nabi, baik secara langsung maupun melalui perantaraan malaikat.3 Wahyu berbeda dari ilham dan ta’lim, meskipun ketiganya sama-sama merupakan bentuk pemberian ilmu dari Allah Swt. Ilham diberikan kepada manusia secara langsung di dalam hati, sedangkan ta’lim adalah proses pengajaran yang memerlukan perantara.4

3)                  Al-Qur’an memiliki banyak nama, masing-masing mencerminkan sifat dan fungsinya dalam kehidupan manusia. Nama-nama tersebut mencakup Al-Qur’an (bacaan), Al-Kitab (buku), Adz-Dzikr (pemberi peringatan), Al-Furqan (pembeda), dan At-Tanzil (yang diturunkan).5 Para ulama tafsir klasik, seperti Al-Tabari, Ibnu Katsir, dan Al-Qurtubi, menjelaskan bahwa nama-nama tersebut menunjukkan keagungan serta fungsi Al-Qur’an dalam membimbing umat manusia ke jalan yang benar.6

4)                  Al-Qur’an memiliki berbagai sifat, di antaranya:

(*) Hudan (petunjuk), karena memberikan arah bagi manusia dalam beragama dan menjalani kehidupan.7

(*) Rahmat (kasih sayang), karena membawa manfaat dan keberkahan bagi orang yang beriman.8

(*) Nur (cahaya), karena menerangi hati dan pikiran manusia agar terbebas dari kesesatan.9

(*) Mubarak (diberkahi), karena mengandung keberkahan yang membawa manfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.10

(*) Aziz (mulia), karena Al-Qur’an adalah kitab yang tidak bisa dikalahkan atau diubah oleh manusia.11

Dengan memahami definisi, nama-nama, serta sifat-sifat Al-Qur’an, seorang Muslim dapat lebih menghargai dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya.

6.2.       Penutup

Kajian mengenai pengertian Al-Qur’an dan wahyu adalah bagian fundamental dalam studi Islam yang perlu dipahami secara mendalam. Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci, tetapi merupakan pedoman hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dari akidah, ibadah, hingga hukum sosial. Sebagai kalam Allah yang dijaga dari segala perubahan, Al-Qur’an tetap relevan bagi seluruh umat manusia sepanjang zaman.

Melalui pembahasan ini, diharapkan para pembaca dapat memperoleh wawasan yang lebih luas tentang konsep Al-Qur’an dan wahyu, serta memahami perbedaan antara wahyu, ilham, dan ta’lim. Selain itu, kajian tentang nama-nama dan sifat-sifat Al-Qur’an membantu kita memahami bahwa kitab suci ini memiliki keagungan yang tidak tertandingi, serta peran sentral dalam kehidupan spiritual dan intelektual seorang Muslim.

Penelitian dan kajian lebih lanjut mengenai Ulumul Qur’an dan tafsir masih sangat diperlukan untuk memperkaya pemahaman terhadap kitab suci ini. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk terus mempelajari, menghafal, dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an agar dapat memperoleh petunjuk serta rahmat dari Allah Swt dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Isra’ [17] ayat 9:

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

("Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengerjakan kebajikan bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.")12

Semoga pembahasan ini menjadi bagian dari upaya kita dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara lebih baik.


Catatan Kaki

[1]                Al-Zarkashi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), 1:278.

[2]                Muhammad Khudari Beik, Tārīkh al-Tashrī‘ al-Islāmī (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), 12; Subkhi As-Saleh, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1988), 24; Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, ed. Rasyid Rida (Cairo: Al-Maktabah al-Tijariyyah, 1961), 1:18.

[3]                Al-Jurjani, At-Ta‘rifat (Cairo: Maktabah al-Mutanabbi, 2003), 136.

[4]                Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), 3:28.

[5]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999), 1:13.

[6]                Al-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1954), 15:112; Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Riyadh: Dar Tayyibah, 2000), 1:20; Al-Qurtubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), 1:26.

[7]                Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2) ayat 2.

[8]                Al-Qur’an, QS. Yunus (10) ayat 57.

[9]                Al-Qur’an, QS. An-Nisa (4) ayat 174.

[10]             Al-Qur’an, QS. Shad (38) ayat 29.

[11]             Al-Qur’an, QS. Fussilat (41) ayat 41-42.

[12]             Al-Qur’an, QS. Al-Isra’ (17) ayat 9.


Daftar Pustaka

Al-Ghazali. (1992). Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Vol. 3). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Al-Jurjani. (2003). At-Ta‘rifat. Cairo: Maktabah al-Mutanabbi.

Al-Qurtubi. (2006). Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an (Vol. 1). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Al-Razi. (1981). Mafatih al-Ghaib (Vol. 17). Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Sa’di. (2002). Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Vol. 1). Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi.

Al-Suyuthi. (1999). Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Vol. 1). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Al-Tabari. (1954). Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān (Vol. 15). Cairo: Dar al-Ma’arif.

Al-Zarkashi. (1957). Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Vol. 1). Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah.

Al-Zabidi. (1983). Tāj al-‘Arūs min Jawāhir al-Qāmūs (Vol. 5). Kuwait: Wizarat al-I’lam.

Ibnu Katsir. (2000). Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Vol. 1 & 2). Riyadh: Dar Tayyibah.

Ibnu Manzur. (1993). Lisān al-‘Arab (Vol. 4 & 15). Beirut: Dar al-Fikr.

Khudari Beik, M. (1999). Tārīkh al-Tashrī‘ al-Islāmī (Vol. 1). Beirut: Dar al-Fikr.

Raghib al-Isfahani. (2009). Mufradat Alfaz al-Qur’an (Vol. 1). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Subkhi As-Saleh. (1988). Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an (Vol. 1). Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin.

Muhammad Abduh & Rasyid Rida. (1961). Tafsir al-Manar (Vol. 1). Cairo: Al-Maktabah al-Tijariyyah.

Al-Qur’an al-Karim.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar