Jumat, 14 Februari 2025

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Konsep, Sejarah, dan Tantangan dalam Menjaga Keutuhan Bangsa


Alihkan ke: Konsep Keadilan dan Negara Ideal.

Sistem PemerintahanSistem HukumSistem EkonomiSistem Pendidikan.


Abstrak

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa untuk menjaga persatuan dalam keberagaman. Artikel ini membahas secara komprehensif mengenai konsep dasar NKRI, sejarah pembentukannya, prinsip-prinsip yang menjadi fondasi negara, serta tantangan yang dihadapi dalam menjaga keutuhan bangsa. Pembahasan dimulai dengan eksplorasi konsep negara kesatuan yang diatur dalam UUD 1945, diikuti dengan penelusuran sejarah pembentukan NKRI, termasuk masa transisi dari Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke negara kesatuan pada tahun 1950.

Prinsip utama yang menopang NKRI meliputi Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik. Meskipun memiliki landasan hukum yang kuat, NKRI menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan keutuhannya, seperti separatisme, radikalisme, ketimpangan ekonomi, serta pengaruh globalisasi dan teknologi.

Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan strategi yang komprehensif, termasuk penguatan pendidikan nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan pertahanan dan bela negara, serta peran aktif generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa. Dengan pendekatan yang terencana dan partisipasi seluruh elemen masyarakat, NKRI dapat terus berkembang sebagai negara yang berdaulat, kuat, dan sejahtera di era modern.

Kata Kunci: Negara Kesatuan Republik Indonesia, NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Nusantara, separatisme, radikalisme, nasionalisme, globalisasi, bela negara.


PEMBAHASAN

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)


1.           Pendahuluan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai sistem pemerintahan yang paling sesuai untuk mengelola keberagaman sosial, budaya, dan geografis Indonesia. Konsep NKRI berakar pada prinsip persatuan dan kesatuan yang tertuang dalam dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menjadi landasan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks historis, NKRI lahir sebagai hasil perjuangan panjang rakyat Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme, dengan tujuan menciptakan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.1

1.1.       Latar Belakang Pentingnya Memahami NKRI

Memahami NKRI tidak hanya sekadar mengenal bentuk negara, tetapi juga memahami bagaimana sistem ini mampu menjadi wadah bagi berbagai suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia. Dengan luas wilayah sekitar 1,9 juta km² dan terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.2 Keanekaragaman tersebut menjadikan NKRI sebagai negara yang unik dan rentan terhadap tantangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan nasional.

Sejarah mencatat bahwa berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI telah terjadi sejak awal kemerdekaan, seperti pemberontakan DI/TII, PRRI-Permesta, serta gerakan separatis di Papua dan Aceh.3 Selain itu, di era modern, tantangan terhadap NKRI semakin kompleks dengan munculnya radikalisme, ketimpangan ekonomi, serta pengaruh globalisasi yang dapat mengancam nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, pemahaman yang kuat mengenai NKRI menjadi sangat penting bagi setiap warga negara agar mampu mempertahankan integritas bangsa.

1.2.       Tujuan Artikel

Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai konsep NKRI dari perspektif historis, hukum, dan politik. Selain itu, pembahasan ini juga akan menyoroti tantangan kontemporer dalam menjaga keutuhan NKRI serta strategi yang dapat diterapkan untuk memperkuat rasa nasionalisme dan persatuan bangsa.

Melalui kajian ini, diharapkan pembaca dapat memahami bahwa NKRI bukan hanya sekadar bentuk negara, tetapi juga merupakan hasil dari perjuangan yang harus dijaga oleh setiap generasi. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, teknologi, dan sosial-politik, wawasan kebangsaan yang kuat sangat diperlukan agar NKRI tetap kokoh sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat.


Footnotes

[1]                Mohammad Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Penerbit LP3ES, 2019), 45.

[2]                Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS, 2023), 12.

[3]                Abdul Gaffar Karim, Politik Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2020), 78.


2.           Konsep Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang secara konstitusional ditetapkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.1 Bentuk negara ini dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai model pemerintahan yang mampu mengakomodasi keanekaragaman sosial, budaya, dan geografis Indonesia dalam satu kesatuan yang utuh. Dalam sistem NKRI, kekuasaan negara bersifat sentralistik, meskipun dalam perkembangannya telah mengalami desentralisasi melalui kebijakan otonomi daerah yang lebih luas.2

Konsep NKRI didasarkan pada prinsip persatuan dan kesatuan bangsa sebagai upaya untuk menjaga keutuhan negara dalam menghadapi berbagai ancaman disintegrasi. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, negara kesatuan ini pernah mengalami perubahan sistem menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 akibat perundingan dengan Belanda, tetapi kembali ke bentuk negara kesatuan pada tahun 1950 karena dinilai lebih sesuai dengan karakter bangsa.3

2.1.       Definisi NKRI

NKRI dapat didefinisikan sebagai suatu negara yang berbentuk kesatuan, di mana seluruh wilayahnya berada di bawah satu pemerintahan pusat yang berdaulat. Definisi ini sejalan dengan konsep negara kesatuan menurut C.F. Strong, yang menyatakan bahwa dalam negara kesatuan, “kedaulatan tertinggi berada pada satu pemerintah pusat yang memiliki kewenangan penuh dalam mengatur seluruh wilayah.4

Dalam konteks Indonesia, NKRI memiliki karakteristik utama sebagai berikut:

1)                  Kedaulatan Tunggal: Pemerintahan pusat memiliki kewenangan utama dalam menjalankan pemerintahan, sementara daerah diberikan kewenangan melalui otonomi daerah.

2)                  Kesatuan Wilayah: Indonesia adalah negara kepulauan yang diikat dalam satu kesatuan wilayah yang tidak dapat dipisahkan.

3)                  Kesamaan Hukum Nasional: Sistem hukum yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia harus bersumber dari konstitusi yang sama.

4)                  Satu Kepala Negara: Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memegang kendali atas jalannya pemerintahan nasional.5

2.2.       Dasar Hukum NKRI

Secara hukum, NKRI memiliki landasan yang kuat dalam berbagai dokumen negara, antara lain:

·                     Undang-Undang Dasar 1945:

Pasal 1 ayat (1) menetapkan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan.

·                     Pancasila:

Sebagai dasar negara yang menjadi pedoman dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga persatuan bangsa.

·                     Deklarasi Juanda 1957:

Menegaskan konsep Wawasan Nusantara, yang memperkuat kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan.6

Penerapan konsep NKRI juga diperkuat melalui berbagai undang-undang terkait pemerintahan daerah, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi.7

2.3.       Ciri-Ciri Negara Kesatuan

Secara teoritis, negara kesatuan memiliki beberapa ciri utama yang membedakannya dari bentuk negara lainnya, seperti federalisme. Menurut Jimly Asshiddiqie, ciri-ciri utama negara kesatuan meliputi:8

1)                  Sentralisasi Kekuasaan:

Kekuasaan tertinggi berada di tangan pemerintah pusat, meskipun ada pembagian kewenangan kepada daerah melalui otonomi.

2)                  Kesatuan Sistem Hukum:

Semua peraturan perundang-undangan bersumber dari konstitusi nasional.

3)                  Kesatuan Kebijakan Nasional:

Pemerintah pusat menetapkan kebijakan nasional yang berlaku di seluruh wilayah negara.

4)                  Satu Konstitusi dan Satu Kepala Negara:

Indonesia hanya memiliki satu UUD yang mengikat seluruh rakyat dan satu kepala negara yang menjalankan fungsi pemerintahan.

Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa negara kesatuan berbeda dengan negara federal, di mana kekuasaan dibagi antara pemerintah pusat dan negara bagian, seperti yang diterapkan di Amerika Serikat atau Jerman.9

2.4.       Perbandingan dengan Sistem Negara Lain

Untuk memahami posisi NKRI dalam sistem pemerintahan global, penting untuk membandingkannya dengan negara federal dan negara konfederasi:

·                     Negara Kesatuan (NKRI)

Kekuasaan Pusat: Sangat kuat dan mengendalikan seluruh wilayah

Sistem Hukum: Satu sistem hukum nasional

Pembagian Wilayah: Satu kesatuan administratif

Contoh Negara: Indonesia, Prancis, Jepang

·                     Negara Federal

Kekuasaan Pusat: Dibagi antara pusat dan negara bagian

Sistem Hukum: Sistem hukum federal dan negara bagian

Pembagian Wilayah: Terdiri dari beberapa negara bagian

Contoh Negara: Amerika Serikat, Jerman

·                     Negara Konfederasi

Kekuasaan Pusat: Lemah, negara bagian lebih berdaulat

Sistem Hukum: Hukum nasional lebih lemah dari hukum negara bagian

Pembagian Wilayah: Terdiri dari negara-negara berdaulat

Contoh Negara: Uni Eropa (sebelum Traktat Lisbon)

Berdasarkan tabel tersebut, NKRI lebih mendekati sistem negara kesatuan seperti Prancis dan Jepang, yang memiliki satu pemerintahan pusat yang kuat, meskipun dengan beberapa bentuk desentralisasi.10


Kesimpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang dipilih untuk menjaga persatuan dalam keberagaman. Dengan dasar hukum yang kuat dalam UUD 1945 dan Pancasila, NKRI memiliki karakteristik utama seperti kedaulatan tunggal, kesatuan wilayah, dan kesatuan hukum nasional. Meskipun telah mengalami perubahan dalam kebijakan desentralisasi, prinsip dasar NKRI tetap mengedepankan persatuan dan keutuhan negara. Dalam menghadapi tantangan modern seperti separatisme dan globalisasi, pemahaman terhadap konsep dasar NKRI sangat penting untuk memperkuat integritas bangsa.


Footnotes

[1]                Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (1).

[2]                M. Laica Marzuki, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2020), 56.

[3]                Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu (Jakarta: LP3ES, 2010), 87.

[4]                C.F. Strong, Modern Political Constitutions (London: Sidgwick & Jackson, 1963), 102.

[5]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 44.

[6]                Indonesia, Deklarasi Juanda 1957.

[7]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

[8]                Jimly Asshiddiqie, Gagasan Konstitusi Sosial (Jakarta: Konstitusi Press, 2014), 92.

[9]                K.C. Wheare, Federal Government (New York: Oxford University Press, 1963), 25.

[10]             Daniel Ziblatt, Structuring the State: The Formation of Italy and Germany and the Puzzle of Federalism (Princeton: Princeton University Press, 2006), 133.


3.           Sejarah Pembentukan NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak terbentuk dalam satu malam, melainkan melalui serangkaian peristiwa historis yang panjang dan penuh perjuangan. Sejak awal abad ke-20, gagasan mengenai persatuan dan kesatuan bangsa mulai berkembang di kalangan pemuda dan kaum intelektual, yang kemudian mencapai puncaknya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun, perjalanan menuju NKRI tidaklah mudah karena Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal, termasuk agresi militer Belanda, konflik ideologi, serta dinamika politik yang menyebabkan perubahan sistem pemerintahan, seperti transisi dari Republik Indonesia Serikat (RIS) ke NKRI pada tahun 1950.1

3.1.       Perjuangan Kemerdekaan dan Proklamasi 1945

Sejarah pembentukan NKRI dimulai dengan perjuangan panjang bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda yang telah berlangsung lebih dari 350 tahun. Perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan dapat ditelusuri sejak masa kerajaan-kerajaan Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, Demak, Mataram Islam, dan Kesultanan Aceh.2 Namun, gagasan tentang Indonesia sebagai sebuah negara yang bersatu baru mulai berkembang pada awal abad ke-20, ditandai dengan berdirinya organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo (1908), Sarekat Islam (1912), dan Partai Nasional Indonesia (1927).3

Puncak dari semangat nasionalisme terjadi pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.4 Momentum ini menjadi titik balik dalam perjuangan kemerdekaan, yang akhirnya berhasil diwujudkan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta. Proklamasi ini menandai berdirinya NKRI secara de facto dan menjadi landasan konstitusional bagi pembentukan pemerintahan Indonesia.5

3.2.       Konflik dan Dinamika Awal Kemerdekaan

Setelah proklamasi, NKRI tidak serta-merta diterima oleh dunia internasional, terutama oleh Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia. Akibatnya, Indonesia harus menghadapi dua agresi militer Belanda pada 1947 dan 1948, yang berujung pada berbagai perundingan diplomatik, seperti Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Konferensi Meja Bundar (KMB) (1949).6

Hasil dari KMB pada Desember 1949 memaksa Indonesia mengubah bentuk negaranya dari negara kesatuan menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari beberapa negara bagian, seperti Negara Pasundan, Negara Sumatera Timur, dan Negara Indonesia Timur.7 Namun, sistem federal ini dianggap sebagai hasil politik pecah-belah Belanda (politik divide et impera) yang justru melemahkan persatuan bangsa. Oleh karena itu, hanya dalam waktu kurang dari satu tahun, sistem RIS dibubarkan melalui Piagam Persetujuan 19 Mei 1950, yang mengembalikan Indonesia ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950.8

3.3.       Pergeseran Sistem Pemerintahan dan Konsolidasi NKRI

Setelah kembali menjadi NKRI, Indonesia mengalami berbagai perubahan dalam sistem pemerintahan:

1)                  Masa Demokrasi Parlementer (1950–1959)

2)                  Setelah kembali ke NKRI, Indonesia menerapkan sistem demokrasi parlementer, di mana kekuasaan eksekutif berada di tangan Perdana Menteri, sedangkan Presiden hanya berperan sebagai kepala negara. Namun, sistem ini tidak berjalan stabil karena seringnya pergantian kabinet dan ketidakstabilan politik.9

3)                  Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Kembali ke UUD 1945

4)                  Karena situasi politik yang semakin tidak terkendali, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstitusi RIS dan mengembalikan Indonesia ke UUD 1945. Keputusan ini mengukuhkan NKRI dalam sistem pemerintahan presidensial yang lebih kuat.10

5)                  NKRI di Era Orde Baru dan Reformasi

6)                  Pada era Orde Baru (1966–1998), NKRI mengalami sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden Soeharto. Namun, setelah reformasi 1998, terjadi perubahan besar dalam sistem pemerintahan, termasuk desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih luas melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.11


Kesimpulan

Sejarah pembentukan NKRI merupakan perjalanan panjang yang diwarnai oleh perjuangan, konflik, dan dinamika politik. Dari masa penjajahan, proklamasi kemerdekaan, hingga transisi dari sistem federal ke NKRI pada tahun 1950, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sistem pemerintahan. Dengan kembali ke bentuk negara kesatuan, Indonesia berhasil mempertahankan persatuan dan kesatuannya meskipun menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal. Perjalanan sejarah ini menunjukkan bahwa NKRI adalah hasil perjuangan panjang yang harus terus dijaga oleh setiap generasi.


Footnotes

[1]                Mohammad Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Penerbit LP3ES, 2019), 52.

[2]                Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 120.

[3]                M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia (Stanford: Stanford University Press, 2001), 276.

[4]                Soedjatmoko, Dimensi Manusia dalam Pembangunan (Jakarta: Gramedia, 1983), 43.

[5]                Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri (Bandung: Pustaka Jaya, 2009), 311.

[6]                George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia (Ithaca: Cornell University Press, 1952), 234.

[7]                Indonesia, Perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949.

[8]                Nasution Abdul Haris, Sekitar Peristiwa 17 Agustus 1950 (Jakarta: Gunung Agung, 1986), 92.

[9]                Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (Ithaca: Cornell University Press, 1962), 167.

[10]             Indonesia, Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

[11]             Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.


4.           Prinsip dan Pilar NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki fondasi yang kuat dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga persatuan nasional. Fondasi ini dikenal sebagai prinsip dan pilar NKRI, yang meliputi Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik nasional.1 Keempat elemen ini menjadi faktor utama dalam menjaga stabilitas politik, hukum, dan sosial di Indonesia serta menghadapi tantangan disintegrasi.

4.1.       Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Lima sila dalam Pancasila menjadi nilai fundamental yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.2

Sebagai ideologi negara, Pancasila memiliki tiga fungsi utama dalam NKRI:

1)                  Pancasila sebagai Pandangan Hidup

Menjadi pedoman dalam berperilaku bagi seluruh warga negara.

2)                  Pancasila sebagai Dasar Negara

Menjadi sumber hukum bagi segala kebijakan dan peraturan perundang-undangan.

3)                  Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Bersifat fleksibel dan dapat beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai dasarnya.3

Pancasila bukan hanya sebagai landasan normatif, tetapi juga sebagai alat pemersatu bangsa dalam menghadapi tantangan seperti radikalisme dan globalisasi.4

4.2.       UUD 1945 sebagai Konstitusi NKRI

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan konstitusi tertulis yang mengatur sistem pemerintahan Indonesia. Sebagai dasar hukum tertinggi, UUD 1945 memiliki peran utama dalam:

1)                  Menetapkan bentuk negara kesatuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1): "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik."

2)                  Mengatur sistem pemerintahan yang bersifat presidensial, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1): "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."5

3)                  Menjamin hak-hak dasar warga negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28A-28J yang mengatur hak asasi manusia (HAM).

Sejak disahkan pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen (1999–2002) untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem ketatanegaraan dan memperkuat demokrasi di Indonesia.6

4.3.       Bhinneka Tunggal Ika sebagai Perekat Keberagaman

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, berasal dari kitab Sutasoma karya Mpu Tantular pada abad ke-14.7 Semboyan ini diabadikan dalam lambang negara Garuda Pancasila, yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun di atas keberagaman etnis, agama, budaya, dan bahasa.

Keberagaman di Indonesia dapat dilihat dari:

·                     Etnis dan Suku Bangsa:

Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa, dengan Jawa, Sunda, Batak, dan Bugis sebagai kelompok etnis terbesar.8

·                     Keanekaragaman Agama:

UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan mengakui enam agama resmi, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.9

·                     Keberagaman Bahasa:

Terdapat lebih dari 700 bahasa daerah, dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.10

Keberagaman ini menjadi kekuatan bagi NKRI, tetapi juga menuntut upaya integrasi nasional agar perbedaan tidak menimbulkan konflik sosial.

4.4.       Wawasan Nusantara sebagai Konsep Geopolitik

Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh.11 Konsep ini dikembangkan dalam Deklarasi Juanda 1957, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh atas perairannya.

Terdapat tiga aspek utama dalam Wawasan Nusantara:

1)                  Aspek Geopolitik

Menegaskan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang harus mempertahankan integritas wilayahnya.

2)                  Aspek Ekonomi

Mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.

3)                  Aspek Pertahanan dan Keamanan

Menjaga kedaulatan negara dari ancaman eksternal seperti perbatasan dan konflik maritim.12

Dengan diterapkannya Wawasan Nusantara, NKRI dapat menghadapi tantangan globalisasi serta menjaga persatuan wilayahnya.


Kesimpulan

Prinsip dan pilar NKRI menjadi elemen fundamental dalam menjaga keberlangsungan negara Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai dasar hukum, Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai landasan geopolitik, semuanya berfungsi untuk menjaga keutuhan NKRI. Dengan pemahaman yang kuat terhadap prinsip-prinsip ini, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terus menjaga persatuan dan stabilitas nasional di tengah tantangan zaman.


Footnotes

[1]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 37.

[2]                Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan alinea keempat.

[3]                Notonegoro, Pancasila Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 1983), 58.

[4]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2009), 92.

[5]                Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1).

[6]                Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 112.

[7]                Mpu Tantular, Sutasoma, diterjemahkan oleh I Gusti Bagus Sugriwa (Jakarta: Balai Pustaka, 1965), 103.

[8]                Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2020 (Jakarta: BPS, 2021), 27.

[9]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

[10]             Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020), 67.

[11]             Indonesia, Deklarasi Juanda 1957.

[12]             Moenir Ang, Wawasan Nusantara dalam Perspektif Geopolitik (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 84.


5.           Sistem Pemerintahan dan Struktur NKRI

Sistem pemerintahan dan struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didasarkan pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, di mana Presiden bertindak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.1 Selain itu, NKRI memiliki struktur pemerintahan yang terdiri dari pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, dengan pembagian administratif yang mengakomodasi prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.

Sistem ini terus mengalami perkembangan sejak kemerdekaan, dari masa demokrasi parlementer, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, hingga era Reformasi, yang memperkenalkan desentralisasi dan demokrasi yang lebih luas.2

5.1.       Pemerintahan Republik dalam NKRI

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan dengan sistem pemerintahan republik.3 Dalam sistem republik ini, kekuasaan pemerintahan dijalankan berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”4

Sebagai negara dengan sistem pemerintahan presidensial, ciri utama yang membedakan NKRI dari sistem pemerintahan lainnya adalah:

1)                  Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

Presiden tidak hanya berperan sebagai simbol negara tetapi juga memegang kendali atas jalannya pemerintahan.

Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu setiap lima tahun sekali (Pasal 6A UUD 1945).5

2)                  Kekuasaan Eksekutif yang Kuat

Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri kabinet (Pasal 17 UUD 1945).

Presiden bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan nasional.

3)                  Keseimbangan Kekuasaan

Sistem pemerintahan di Indonesia mengadopsi prinsip trias politica, di mana kekuasaan eksekutif (Presiden), legislatif (DPR, DPD), dan yudikatif (MA, MK) memiliki peran dan kewenangan masing-masing.6

Sistem pemerintahan ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan memastikan pelaksanaan pemerintahan yang efektif dalam bingkai NKRI.

5.2.       Pembagian Wilayah Administratif dalam NKRI

NKRI memiliki struktur pemerintahan yang terdiri dari berbagai tingkatan administratif, yaitu:

1)                  Pemerintah Pusat

Berfungsi sebagai pemegang kedaulatan dan pengambil keputusan nasional.

Terdiri dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri Kabinet, serta Lembaga Negara lainnya seperti DPR, MPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY.7

2)                  Pemerintah Daerah

Dibagi menjadi tiga tingkat utama: provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan.

Setiap tingkat memiliki struktur pemerintahan sendiri dengan kepala daerah yang dipilih secara demokratis.

Pembagian administratif Indonesia saat ini terdiri dari: Tingkat Administratif = Jumlah (2023)

·                     Provinsi = 38

·                     Kabupaten = 416

·                     Kota = 98

·                     Kecamatan = ±7.252

·                     Desa/Kelurahan = ±83.820_8

Pembagian wilayah ini didasarkan pada prinsip efisiensi pemerintahan dan keterjangkauan pelayanan publik.

5.3.       Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Indonesia menerapkan sistem desentralisasi sebagai respons terhadap kebutuhan pemerataan pembangunan dan pelayanan publik. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memperkuat peran pemerintah daerah dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri.9

5.3.1.    Prinsip Otonomi Daerah

Menurut Pasal 18 UUD 1945, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.10 Otonomi daerah bertujuan untuk:

·                     Meningkatkan efisiensi pemerintahan dengan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

·                     Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan lokal.

·                     Mengurangi ketimpangan pembangunan antara daerah perkotaan dan pedesaan.

5.3.2.    Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam berbagai aspek, namun tetap ada batasan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

·                     Pertahanan & Keamanan (Kewenangan Pemerintah Pusat)

·                     Luar Negeri (Kewenangan Pemerintah Pusat)

·                     Keuangan & Fiskal (Kewenangan Pemerintah Pusat)

·                     Pendidikan (Kewenangan Pemerintah Daerah)

·                     Kesehatan (Kewenangan Pemerintah Daerah)

·                     Infrastruktur Lokal (Kewenangan Pemerintah Daerah)11

Namun, dalam pelaksanaannya, tantangan seperti korupsi, ketimpangan fiskal, dan kurangnya kapasitas aparatur daerah masih menjadi kendala dalam implementasi otonomi daerah secara optimal.12


Kesimpulan

Sistem pemerintahan dan struktur NKRI didasarkan pada prinsip negara kesatuan dengan pemerintahan presidensial. Dalam sistem ini, pemerintah pusat memiliki kendali utama, tetapi diberikan ruang bagi daerah untuk mengelola urusan lokal melalui mekanisme otonomi daerah.

Pembagian wilayah administratif yang jelas serta prinsip desentralisasi yang diterapkan melalui undang-undang pemerintahan daerah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan pelayanan publik. Namun, implementasi otonomi daerah tetap membutuhkan pengawasan agar berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi dan kesejahteraan rakyat.


Footnotes

[1]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 45.

[2]                Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 98.

[3]                Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (1).

[4]                Ibid., Pasal 1 ayat (2).

[5]                Ibid., Pasal 6A.

[6]                Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (Jakarta: LP3ES, 2017), 134.

[7]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

[8]                Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS, 2023), 27.

[9]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

[10]             Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18.

[11]             Abdul Gaffar Karim, Politik Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2020), 78.

[12]             Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan KPK 2022 (Jakarta: KPK, 2023), 34.


6.           Tantangan dalam Menjaga Keutuhan NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah entitas yang terdiri dari ribuan pulau dengan keanekaragaman etnis, budaya, agama, dan bahasa. Keberagaman ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan dalam menjaga keutuhan bangsa. Sejak kemerdekaan, Indonesia menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengganggu stabilitas nasional, mulai dari gerakan separatisme, radikalisme, ketimpangan ekonomi, hingga pengaruh globalisasi.1

Tantangan-tantangan ini tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika politik global dan perkembangan teknologi informasi. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tantangan-tantangan ini menjadi kunci dalam upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan NKRI.

6.1.       Separatisme dan Ancaman Disintegrasi Nasional

Gerakan separatisme menjadi salah satu ancaman terbesar bagi keutuhan NKRI. Sejak awal kemerdekaan, beberapa wilayah di Indonesia mengalami gejolak separatisme yang menuntut pemisahan dari NKRI, seperti:

1)                  Pemberontakan DI/TII (1949–1962)

Dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) berusaha mendirikan negara Islam di Indonesia. Gerakan ini muncul di Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.2

2)                  Gerakan PRRI-Permesta (1958–1961)

Gerakan ini terjadi di Sumatera dan Sulawesi yang dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat dalam distribusi keuangan dan pembangunan.3

3)                  Separatisme Papua

Gerakan Papua Merdeka muncul sejak integrasi Papua ke Indonesia pada tahun 1963 dan terus berlanjut hingga saat ini, dengan berbagai kelompok seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang masih aktif melakukan perlawanan bersenjata.4

4)                  Gerakan Aceh Merdeka (GAM) (1976–2005)

GAM memperjuangkan kemerdekaan Aceh akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber daya alam.5

Meskipun berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan, separatisme masih menjadi tantangan yang membutuhkan pendekatan pembangunan, diplomasi, serta penegakan hukum yang adil.

6.2.       Radikalisme dan Intoleransi

Radikalisme dan intoleransi menjadi ancaman serius bagi persatuan NKRI. Munculnya kelompok-kelompok ekstrem yang menolak ideologi Pancasila dan berusaha menggantinya dengan ideologi transnasional telah menimbulkan kekhawatiran dalam aspek sosial dan politik.

Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2023, terdapat peningkatan penyebaran paham radikal di berbagai institusi, termasuk perguruan tinggi dan tempat ibadah.6

Beberapa faktor yang mendorong radikalisasi di Indonesia adalah:

1)                  Pemahaman Agama yang Sempit

Interpretasi agama yang ekstrem sering digunakan untuk membenarkan tindakan kekerasan.

2)                  Pengaruh Kelompok Ekstrem Global

Kelompok seperti ISIS dan Al-Qaeda telah menginspirasi aksi terorisme di Indonesia, seperti Bom Bali (2002), Bom JW Marriott (2003), dan aksi-aksi teror lainnya.7

3)                  Radikalisasi di Media Sosial

Teknologi digital telah menjadi sarana efektif bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota baru.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal radikalisme melalui deradikalisasi, pendidikan moderasi beragama, dan penegakan hukum terhadap pelaku terorisme.

6.3.       Ketimpangan Ekonomi dan Kesejahteraan

Ketimpangan ekonomi antarwilayah masih menjadi faktor pemicu ketidakstabilan sosial dan politik di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi antarwilayah di Indonesia masih tinggi, dengan daerah Jawa dan Sumatera lebih berkembang dibandingkan wilayah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara.8

Faktor utama penyebab ketimpangan ekonomi meliputi:

1)                  Pembangunan yang Tidak Merata

Infrastruktur dan investasi lebih banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa dibanding daerah lain.

2)                  Akses terhadap Pendidikan dan Kesehatan

Masyarakat di daerah tertinggal masih kesulitan mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang layak.

3)                  Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Tidak Adil

Konflik antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya sering menjadi pemicu ketegangan sosial.

Sebagai solusi, pemerintah telah menerapkan kebijakan pemerataan pembangunan, seperti melalui program Dana Desa dan Otonomi Khusus bagi Papua dan Aceh.9

6.4.       Teknologi dan Pengaruh Globalisasi

Era digital telah membawa tantangan baru dalam menjaga keutuhan NKRI. Media sosial dan teknologi informasi berperan besar dalam membentuk opini publik, tetapi juga dapat digunakan untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda yang berpotensi memecah belah bangsa.10

Tantangan utama dari globalisasi dan teknologi digital antara lain:

1)                  Penyebaran Berita Hoaks dan Disinformasi

Berita palsu yang tersebar di media sosial sering memicu konflik sosial dan politik.

2)                  Intervensi Asing dalam Politik Domestik

Negara asing dapat memanfaatkan teknologi untuk mempengaruhi kebijakan nasional melalui propaganda digital.

3)                  Melemahnya Identitas Nasional

Budaya global dapat mengikis nilai-nilai lokal dan nasionalisme generasi muda.

Sebagai langkah antisipasi, pemerintah telah memperkuat regulasi dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta meningkatkan literasi digital bagi masyarakat.11


Kesimpulan

Tantangan dalam menjaga keutuhan NKRI mencakup separatisme, radikalisme, ketimpangan ekonomi, serta pengaruh globalisasi dan teknologi. Setiap tantangan ini memiliki dampak yang dapat mengancam persatuan nasional jika tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat. Oleh karena itu, strategi yang melibatkan pendidikan kebangsaan, pembangunan ekonomi yang merata, serta penguatan moderasi beragama dan literasi digital menjadi langkah utama dalam menjaga keutuhan NKRI di era modern.


Footnotes

[1]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 65.

[2]                Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah (Bandung: Pustaka Jaya, 2009), 187.

[3]                George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia (Ithaca: Cornell University Press, 1952), 312.

[4]                Richard Chauvel, Constructing Papuan Nationalism (Canberra: ANU Press, 2005), 149.

[5]                Edward Aspinall, Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh, Indonesia (Stanford: Stanford University Press, 2009), 98.

[6]                Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Laporan Penanggulangan Terorisme 2023 (Jakarta: BNPT, 2023), 45.

[7]                Sidney Jones, Terrorism in Indonesia (Jakarta: ICG Report, 2005), 67.

[8]                Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS, 2023), 92.

[9]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

[10]             Kominfo, Laporan Penanganan Hoaks Nasional (Jakarta: Kementerian Kominfo, 2023), 28.

[11]             Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).


7.           Upaya Memperkuat NKRI di Era Modern

Di tengah berbagai tantangan globalisasi, radikalisme, separatisme, serta perkembangan teknologi yang pesat, memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi sebuah keharusan. NKRI sebagai negara dengan keberagaman etnis, budaya, dan agama membutuhkan strategi yang komprehensif untuk menjaga persatuan dan stabilitas nasional.

Upaya memperkuat NKRI di era modern mencakup berbagai aspek, antara lain penguatan pendidikan dan nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan pertahanan dan bela negara, serta peran generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa.1

7.1.       Pendidikan dan Nasionalisme

Pendidikan memiliki peran sentral dalam memperkuat NKRI, terutama dalam membangun kesadaran nasionalisme dan memperkokoh identitas kebangsaan. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional bertujuan untuk "meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa."2

Upaya memperkuat nasionalisme melalui pendidikan dapat dilakukan dengan:

1)                  Mengintegrasikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam Kurikulum Nasional

Pendidikan Pancasila harus menjadi mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan persatuan.3

2)                  Memperkuat Sejarah Nasional dalam Pembelajaran

Pemahaman sejarah perjuangan bangsa dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menghargai jasa para pahlawan.4

3)                  Mendorong Kegiatan Ekstrakurikuler yang Memperkuat Nasionalisme

Kegiatan seperti Pramuka, Paskibra, dan lomba kebangsaan dapat membentuk karakter nasionalisme generasi muda.5

Dengan pendekatan pendidikan yang tepat, generasi muda diharapkan tidak hanya memahami konsep NKRI secara teoretis, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.

7.2.       Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan Kesejahteraan

Ketimpangan ekonomi antarwilayah menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan sosial yang berpotensi mengancam keutuhan NKRI.6 Oleh karena itu, pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi langkah strategis dalam memperkuat NKRI.

Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam aspek ekonomi meliputi:

1)                  Peningkatan Infrastruktur Wilayah Terpencil

Program Tol Laut dan Proyek Strategis Nasional (PSN) bertujuan untuk menghubungkan daerah terpencil agar lebih terintegrasi dengan perekonomian nasional.7

2)                  Pemberdayaan Ekonomi Daerah Melalui Otonomi Khusus

Pemerintah memberikan dana otonomi khusus bagi Papua dan Aceh untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal.8

3)                  Mendukung Ekonomi Digital dan UMKM

Digitalisasi sektor ekonomi menjadi strategi utama dalam memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah agar lebih kompetitif di era globalisasi.9

Dengan kebijakan yang berpihak pada pemerataan ekonomi, NKRI dapat tetap solid dengan tingkat kesejahteraan yang lebih merata.

7.3.       Penguatan Bela Negara dan Pertahanan

Menjaga keutuhan NKRI juga membutuhkan sistem pertahanan dan bela negara yang kuat. Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."10

Strategi penguatan bela negara dan pertahanan mencakup beberapa aspek berikut:

1)                  Meningkatkan Kesadaran Bela Negara melalui Pendidikan dan Pelatihan

Program Bela Negara yang dicanangkan oleh Kementerian Pertahanan bertujuan untuk menanamkan semangat patriotisme kepada masyarakat.11

2)                  Penguatan TNI dan Polri dalam Menjaga Kedaulatan NKRI

Modernisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan) dan peningkatan kapasitas TNI-Polri menjadi prioritas dalam memperkuat pertahanan nasional.12

3)                  Memperkuat Diplomasi Pertahanan dalam Hubungan Internasional

Kerja sama pertahanan dengan negara sahabat seperti dalam forum ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) dan United Nations Peacekeeping Operations (UNPKO) menjadi langkah strategis dalam menjaga keamanan wilayah NKRI.13

Upaya ini bertujuan untuk menghadapi ancaman eksternal dan internal yang dapat mengganggu stabilitas NKRI.

7.4.       Peran Generasi Muda dalam Menjaga NKRI

Generasi muda memiliki peran penting dalam memperkuat NKRI, terutama dalam menghadapi tantangan modern seperti globalisasi, disinformasi, dan ancaman ideologi transnasional.14

Upaya yang dapat dilakukan oleh generasi muda untuk memperkuat NKRI antara lain:

1)                  Memanfaatkan Teknologi untuk Memperkuat Persatuan Bangsa

Generasi muda harus aktif dalam menyebarkan konten positif dan menangkal hoaks di media sosial.15

2)                  Menjadi Pelopor dalam Gerakan Sosial dan Kebangsaan

Keterlibatan dalam gerakan sosial berbasis kebangsaan dapat menjadi sarana dalam menjaga persatuan nasional.

3)                  Mengembangkan Sikap Toleransi dan Moderasi Beragama

Generasi muda harus menjadi agen perdamaian dengan menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.16

Dengan keterlibatan aktif generasi muda, NKRI dapat menghadapi tantangan zaman dengan lebih baik.


Kesimpulan

Memperkuat NKRI di era modern membutuhkan pendekatan yang komprehensif, mencakup penguatan pendidikan nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan bela negara dan pertahanan, serta peran aktif generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa. Dengan strategi yang tepat dan implementasi yang konsisten, NKRI dapat tetap kokoh menghadapi berbagai tantangan di masa depan.


Footnotes

[1]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 85.

[2]                Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat (3).

[3]                Notonegoro, Pancasila Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 1983), 99.

[4]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2009), 123.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laporan Pendidikan Karakter 2023 (Jakarta: Kemendikbud, 2023), 67.

[6]                Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS, 2023), 58.

[7]                Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional.

[8]                Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

[9]                Kementerian Koperasi dan UKM, Laporan UMKM Digital 2023 (Jakarta: Kemenkop UKM, 2023), 43.

[10]             Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (3).

[11]             Kementerian Pertahanan, Program Bela Negara 2023 (Jakarta: Kemhan, 2023), 88.

[12]             TNI, Laporan Modernisasi Alutsista 2023 (Jakarta: Mabes TNI, 2023), 71.

[13]             ASEAN, ASEAN Defence Ministers’ Meeting Report 2023 (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2023), 34.

[14]             Kominfo, Laporan Literasi Digital Nasional 2023 (Jakarta: Kementerian Kominfo, 2023), 57.

[15]             Ibid., 62.

[16]             BNPT, Strategi Moderasi Beragama 2023 (Jakarta: BNPT, 2023), 49.


8.           Kesimpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam melawan kolonialisme dan mempertahankan persatuan nasional. Sebagai bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa, NKRI memiliki dasar hukum yang kuat dalam UUD 1945, Pancasila sebagai ideologi negara, serta prinsip-prinsip yang mengutamakan persatuan dalam keberagaman.1

Sejarah pembentukan NKRI menunjukkan bahwa negara ini telah menghadapi berbagai tantangan, termasuk perjuangan kemerdekaan, ancaman disintegrasi melalui separatisme, serta perubahan sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial.2 Meskipun pernah mengalami ketidakstabilan politik dan gejolak internal, NKRI tetap berdiri sebagai satu kesatuan yang berdaulat dengan sistem pemerintahan yang terus mengalami perbaikan dan penyesuaian dengan perkembangan zaman.

Dalam konteks prinsip dan pilar NKRI, fondasi utama negara ini terletak pada Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik.3 Keempat elemen ini menjadi dasar dalam menjalankan sistem pemerintahan dan menjaga stabilitas negara di tengah tantangan globalisasi.

Tantangan dalam menjaga keutuhan NKRI semakin kompleks di era modern. Ancaman seperti separatisme, radikalisme, ketimpangan ekonomi, serta dampak negatif dari teknologi dan globalisasi dapat melemahkan persatuan bangsa jika tidak ditangani dengan baik.4 Oleh karena itu, diperlukan strategi yang terencana dan komprehensif dalam memperkuat NKRI, terutama melalui pendidikan nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan pertahanan dan bela negara, serta peran aktif generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa.5

Pendidikan berperan penting dalam membentuk karakter nasionalisme, terutama melalui kurikulum yang mengintegrasikan Pancasila, sejarah perjuangan bangsa, dan kewarganegaraan.6 Selain itu, pemerataan ekonomi menjadi kunci dalam mengurangi ketimpangan antarwilayah yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial. Dalam aspek pertahanan, program Bela Negara dan modernisasi alutsista juga harus terus diperkuat untuk menjaga kedaulatan nasional.7

Generasi muda memiliki peran strategis dalam menghadapi tantangan era digital, terutama dalam menangkal hoaks, ujaran kebencian, serta menjaga nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama.8 Dengan keterlibatan aktif generasi muda, NKRI dapat terus berkembang sebagai negara yang kuat, mandiri, dan berdaulat.

Sebagai kesimpulan, NKRI adalah entitas yang harus dijaga oleh seluruh elemen bangsa. Tantangan yang dihadapi tidak hanya bersifat internal tetapi juga eksternal, yang menuntut kesadaran kolektif dalam menjaga persatuan dan kedaulatan negara. Oleh karena itu, setiap warga negara memiliki tanggung jawab dalam mempertahankan NKRI melalui semangat nasionalisme, partisipasi dalam pembangunan, serta penguatan karakter kebangsaan agar Indonesia tetap menjadi negara yang berdaulat dan bermartabat di tengah arus globalisasi.


Footnotes

[1]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 102.

[2]                Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (Jakarta: LP3ES, 2017), 89.

[3]                Notonegoro, Pancasila Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 1983), 112.

[4]                Edward Aspinall, Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh, Indonesia (Stanford: Stanford University Press, 2009), 67.

[5]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2009), 145.

[6]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laporan Pendidikan Karakter 2023 (Jakarta: Kemendikbud, 2023), 75.

[7]                TNI, Laporan Modernisasi Alutsista 2023 (Jakarta: Mabes TNI, 2023), 90.

[8]                Kominfo, Laporan Literasi Digital Nasional 2023 (Jakarta: Kementerian Kominfo, 2023), 105.


Daftar Pustaka

Aspinall, E. (2009). Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh, Indonesia. Stanford: Stanford University Press.

Asshiddiqie, J. (2018). Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Sinar Grafika.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). (2023). Laporan Penanggulangan Terorisme 2023. Jakarta: BNPT.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

Chauvel, R. (2005). Constructing Papuan Nationalism: History, Ethnicity, and Adaptation. Canberra: ANU Press.

Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar 1945.

Indonesia. (1949). Perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949.

Indonesia. (1957). Deklarasi Juanda 1957.

Indonesia. (1959). Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Indonesia. (2001). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Indonesia. (2020). Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional.

Jones, S. (2005). Terrorism in Indonesia. Jakarta: ICG Report.

Kaelan. (2009). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Kementerian Koperasi dan UKM. (2023). Laporan UMKM Digital 2023. Jakarta: Kemenkop UKM.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2023). Laporan Pendidikan Karakter 2023. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pertahanan. (2023). Program Bela Negara 2023. Jakarta: Kemhan.

Kominfo. (2023). Laporan Literasi Digital Nasional 2023. Jakarta: Kementerian Kominfo.

Kominfo. (2023). Laporan Penanganan Hoaks Nasional. Jakarta: Kementerian Kominfo.

Mansur Suryanegara, A. (2009). Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri. Bandung: Pustaka Jaya.

Mahfud MD, M. (2017). Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: LP3ES.

Notonegoro. (1983). Pancasila Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Ricklefs, M. C. (2001). A History of Modern Indonesia. Stanford: Stanford University Press.

TNI. (2023). Laporan Modernisasi Alutsista 2023. Jakarta: Mabes TNI.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar