Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
Konsep, Sejarah, dan Tantangan dalam Menjaga Keutuhan
Bangsa
Alihkan ke: Konsep Keadilan dan Negara Ideal.
Sistem Pemerintahan, Sistem Hukum, Sistem Ekonomi, Sistem Pendidikan.
Abstrak
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa untuk menjaga persatuan
dalam keberagaman. Artikel ini membahas secara komprehensif mengenai konsep
dasar NKRI, sejarah pembentukannya, prinsip-prinsip yang menjadi fondasi
negara, serta tantangan yang dihadapi dalam menjaga keutuhan bangsa. Pembahasan
dimulai dengan eksplorasi konsep negara kesatuan yang diatur dalam UUD 1945,
diikuti dengan penelusuran sejarah pembentukan NKRI, termasuk masa transisi dari
Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke negara kesatuan pada tahun 1950.
Prinsip utama yang menopang NKRI meliputi Pancasila
sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika
sebagai perekat keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik.
Meskipun memiliki landasan hukum yang kuat, NKRI menghadapi berbagai tantangan
dalam mempertahankan keutuhannya, seperti separatisme, radikalisme,
ketimpangan ekonomi, serta pengaruh globalisasi dan teknologi.
Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan strategi
yang komprehensif, termasuk penguatan pendidikan nasionalisme, pemerataan
pembangunan ekonomi, penguatan pertahanan dan bela negara, serta peran aktif
generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa. Dengan pendekatan yang
terencana dan partisipasi seluruh elemen masyarakat, NKRI dapat terus
berkembang sebagai negara yang berdaulat, kuat, dan sejahtera di era modern.
Kata Kunci: Negara Kesatuan Republik Indonesia, NKRI,
Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Nusantara, separatisme,
radikalisme, nasionalisme, globalisasi, bela negara.
PEMBAHASAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
1.
Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa
sebagai sistem pemerintahan yang paling sesuai untuk mengelola keberagaman
sosial, budaya, dan geografis Indonesia. Konsep NKRI berakar pada prinsip persatuan
dan kesatuan yang tertuang dalam dasar negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menjadi landasan dalam mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam konteks historis, NKRI lahir sebagai hasil
perjuangan panjang rakyat Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme,
dengan tujuan menciptakan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur.1
1.1. Latar Belakang Pentingnya
Memahami NKRI
Memahami NKRI tidak hanya
sekadar mengenal bentuk negara, tetapi juga memahami bagaimana sistem ini mampu
menjadi wadah bagi berbagai suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia. Dengan
luas wilayah sekitar 1,9 juta km² dan terdiri dari lebih dari 17.000
pulau, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.2
Keanekaragaman tersebut menjadikan NKRI sebagai negara yang unik dan rentan
terhadap tantangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan nasional.
Sejarah mencatat bahwa
berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI telah terjadi sejak awal kemerdekaan,
seperti pemberontakan DI/TII, PRRI-Permesta, serta gerakan separatis di Papua
dan Aceh.3 Selain itu, di era modern, tantangan terhadap NKRI
semakin kompleks dengan munculnya radikalisme, ketimpangan ekonomi, serta
pengaruh globalisasi yang dapat mengancam nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena
itu, pemahaman yang kuat mengenai NKRI menjadi sangat penting bagi setiap warga
negara agar mampu mempertahankan integritas bangsa.
1.2.
Tujuan Artikel
Artikel ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman komprehensif mengenai konsep NKRI dari perspektif
historis, hukum, dan politik. Selain itu, pembahasan ini juga akan menyoroti
tantangan kontemporer dalam menjaga keutuhan NKRI serta strategi yang dapat
diterapkan untuk memperkuat rasa nasionalisme dan persatuan bangsa.
Melalui kajian ini,
diharapkan pembaca dapat memahami bahwa NKRI bukan hanya sekadar bentuk negara,
tetapi juga merupakan hasil dari perjuangan yang harus dijaga oleh setiap
generasi. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, teknologi, dan
sosial-politik, wawasan kebangsaan yang kuat sangat diperlukan agar NKRI tetap
kokoh sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat.
Footnotes
[1]
Mohammad Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Penerbit LP3ES,
2019), 45.
[2]
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS,
2023), 12.
[3]
Abdul Gaffar Karim, Politik Desentralisasi dan Otonomi Daerah di
Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2020), 78.
2.
Konsep Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang secara konstitusional ditetapkan
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang
menyatakan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik.”1 Bentuk negara ini dipilih oleh para pendiri bangsa
sebagai model pemerintahan yang mampu mengakomodasi keanekaragaman sosial,
budaya, dan geografis Indonesia dalam satu kesatuan yang utuh. Dalam sistem
NKRI, kekuasaan negara bersifat sentralistik, meskipun dalam
perkembangannya telah mengalami desentralisasi melalui kebijakan otonomi
daerah yang lebih luas.2
Konsep NKRI didasarkan pada
prinsip persatuan dan kesatuan bangsa sebagai upaya untuk
menjaga keutuhan negara dalam menghadapi berbagai ancaman disintegrasi. Dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia, negara kesatuan ini pernah mengalami
perubahan sistem menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) pada
tahun 1949 akibat perundingan dengan Belanda, tetapi kembali ke bentuk negara
kesatuan pada tahun 1950 karena dinilai lebih sesuai dengan karakter bangsa.3
2.1.
Definisi NKRI
NKRI dapat didefinisikan
sebagai suatu negara yang berbentuk kesatuan, di mana seluruh wilayahnya berada
di bawah satu pemerintahan pusat yang berdaulat. Definisi ini sejalan dengan
konsep negara kesatuan menurut C.F. Strong, yang menyatakan
bahwa dalam negara kesatuan, “kedaulatan tertinggi berada pada satu
pemerintah pusat yang memiliki kewenangan penuh dalam mengatur seluruh wilayah.”4
Dalam konteks Indonesia, NKRI
memiliki karakteristik utama sebagai berikut:
1)
Kedaulatan
Tunggal: Pemerintahan pusat memiliki kewenangan utama dalam
menjalankan pemerintahan, sementara daerah diberikan kewenangan melalui otonomi
daerah.
2)
Kesatuan
Wilayah: Indonesia adalah negara kepulauan yang diikat dalam
satu kesatuan wilayah yang tidak dapat dipisahkan.
3)
Kesamaan
Hukum Nasional: Sistem hukum yang berlaku di seluruh wilayah
Indonesia harus bersumber dari konstitusi yang sama.
4)
Satu
Kepala Negara: Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan memegang kendali atas jalannya pemerintahan nasional.5
2.2.
Dasar Hukum NKRI
Secara hukum, NKRI memiliki
landasan yang kuat dalam berbagai dokumen negara, antara lain:
·
Undang-Undang
Dasar 1945:
Pasal 1 ayat (1) menetapkan bahwa
Indonesia adalah negara kesatuan.
·
Pancasila:
Sebagai dasar negara yang menjadi
pedoman dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga persatuan bangsa.
·
Deklarasi
Juanda 1957:
Menegaskan konsep Wawasan
Nusantara, yang memperkuat kedaulatan Indonesia sebagai negara
kepulauan.6
Penerapan konsep NKRI juga
diperkuat melalui berbagai undang-undang terkait pemerintahan daerah, seperti Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi.7
2.3.
Ciri-Ciri Negara Kesatuan
Secara teoritis, negara
kesatuan memiliki beberapa ciri utama yang membedakannya dari bentuk negara
lainnya, seperti federalisme. Menurut Jimly Asshiddiqie,
ciri-ciri utama negara kesatuan meliputi:8
1)
Sentralisasi
Kekuasaan:
Kekuasaan tertinggi berada di tangan
pemerintah pusat, meskipun ada pembagian kewenangan kepada daerah melalui otonomi.
2)
Kesatuan
Sistem Hukum:
Semua peraturan perundang-undangan
bersumber dari konstitusi nasional.
3)
Kesatuan
Kebijakan Nasional:
Pemerintah pusat menetapkan kebijakan
nasional yang berlaku di seluruh wilayah negara.
4)
Satu
Konstitusi dan Satu Kepala Negara:
Indonesia hanya memiliki satu UUD yang
mengikat seluruh rakyat dan satu kepala negara yang menjalankan fungsi
pemerintahan.
Ciri-ciri ini menunjukkan
bahwa negara kesatuan berbeda dengan negara federal, di mana
kekuasaan dibagi antara pemerintah pusat dan negara bagian, seperti yang
diterapkan di Amerika Serikat atau Jerman.9
2.4.
Perbandingan dengan Sistem Negara Lain
Untuk memahami posisi NKRI
dalam sistem pemerintahan global, penting untuk membandingkannya dengan negara
federal dan negara konfederasi:
·
Negara
Kesatuan (NKRI)
Kekuasaan Pusat: Sangat kuat dan mengendalikan seluruh wilayah
Sistem Hukum: Satu sistem hukum nasional
Pembagian Wilayah: Satu kesatuan administratif
Contoh Negara: Indonesia, Prancis, Jepang
·
Negara
Federal
Kekuasaan Pusat: Dibagi antara pusat dan negara bagian
Sistem Hukum: Sistem hukum federal dan negara bagian
Pembagian Wilayah: Terdiri dari beberapa negara bagian
Contoh Negara: Amerika Serikat, Jerman
·
Negara
Konfederasi
Kekuasaan Pusat: Lemah, negara bagian
lebih berdaulat
Sistem Hukum: Hukum nasional lebih lemah
dari hukum negara bagian
Pembagian Wilayah: Terdiri dari
negara-negara berdaulat
Contoh Negara: Uni Eropa (sebelum Traktat
Lisbon)
Berdasarkan tabel tersebut,
NKRI lebih mendekati sistem negara kesatuan seperti Prancis dan Jepang,
yang memiliki satu pemerintahan pusat yang kuat, meskipun dengan beberapa
bentuk desentralisasi.10
Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang dipilih untuk menjaga persatuan
dalam keberagaman. Dengan dasar hukum yang kuat dalam UUD 1945
dan Pancasila, NKRI memiliki karakteristik utama seperti
kedaulatan tunggal, kesatuan wilayah, dan kesatuan hukum nasional. Meskipun
telah mengalami perubahan dalam kebijakan desentralisasi, prinsip dasar NKRI
tetap mengedepankan persatuan dan keutuhan negara. Dalam menghadapi tantangan
modern seperti separatisme dan globalisasi, pemahaman terhadap konsep dasar
NKRI sangat penting untuk memperkuat integritas bangsa.
Footnotes
[1]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (1).
[2]
M. Laica Marzuki, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta:
Rajawali Pers, 2020), 56.
[3]
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu
(Jakarta: LP3ES, 2010), 87.
[4]
C.F. Strong, Modern Political Constitutions (London: Sidgwick
& Jackson, 1963), 102.
[5]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), 44.
[6]
Indonesia, Deklarasi Juanda 1957.
[7]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
[8]
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Konstitusi Sosial (Jakarta:
Konstitusi Press, 2014), 92.
[9]
K.C. Wheare, Federal Government (New York: Oxford University
Press, 1963), 25.
[10]
Daniel Ziblatt, Structuring the State: The Formation of Italy and
Germany and the Puzzle of Federalism (Princeton: Princeton University
Press, 2006), 133.
3.
Sejarah Pembentukan NKRI
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) tidak terbentuk dalam satu malam, melainkan melalui
serangkaian peristiwa historis yang panjang dan penuh perjuangan. Sejak awal
abad ke-20, gagasan mengenai persatuan dan kesatuan bangsa mulai berkembang di
kalangan pemuda dan kaum intelektual, yang kemudian mencapai puncaknya dalam Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun, perjalanan menuju NKRI tidaklah
mudah karena Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan internal dan
eksternal, termasuk agresi militer Belanda, konflik ideologi, serta dinamika
politik yang menyebabkan perubahan sistem pemerintahan, seperti transisi dari Republik
Indonesia Serikat (RIS) ke NKRI pada tahun 1950.1
3.1.
Perjuangan Kemerdekaan dan Proklamasi 1945
Sejarah pembentukan NKRI
dimulai dengan perjuangan panjang bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda
yang telah berlangsung lebih dari 350 tahun. Perlawanan rakyat
Indonesia terhadap penjajahan dapat ditelusuri sejak masa kerajaan-kerajaan
Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, Demak, Mataram Islam, dan
Kesultanan Aceh.2 Namun, gagasan tentang Indonesia sebagai
sebuah negara yang bersatu baru mulai berkembang pada awal abad ke-20, ditandai
dengan berdirinya organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo
(1908), Sarekat Islam (1912), dan Partai Nasional Indonesia (1927).3
Puncak dari semangat
nasionalisme terjadi pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang
menegaskan bahwa Indonesia adalah satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.4
Momentum ini menjadi titik balik dalam perjuangan kemerdekaan, yang akhirnya
berhasil diwujudkan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945 oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di
Jakarta. Proklamasi ini menandai berdirinya NKRI secara de facto dan menjadi
landasan konstitusional bagi pembentukan pemerintahan Indonesia.5
3.2.
Konflik dan Dinamika Awal Kemerdekaan
Setelah proklamasi, NKRI
tidak serta-merta diterima oleh dunia internasional, terutama oleh Belanda yang
ingin kembali menguasai Indonesia. Akibatnya, Indonesia harus menghadapi dua
agresi militer Belanda pada 1947 dan 1948, yang berujung pada
berbagai perundingan diplomatik, seperti Perjanjian Linggarjati (1947),
Perjanjian Renville (1948), dan Konferensi Meja Bundar (KMB) (1949).6
Hasil dari KMB pada Desember
1949 memaksa Indonesia mengubah bentuk negaranya dari negara kesatuan menjadi Republik
Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari beberapa negara bagian,
seperti Negara Pasundan, Negara Sumatera Timur, dan Negara Indonesia
Timur.7 Namun, sistem federal ini dianggap sebagai hasil
politik pecah-belah Belanda (politik divide et impera) yang justru
melemahkan persatuan bangsa. Oleh karena itu, hanya dalam waktu kurang
dari satu tahun, sistem RIS dibubarkan melalui Piagam
Persetujuan 19 Mei 1950, yang mengembalikan Indonesia ke bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950.8
3.3.
Pergeseran Sistem Pemerintahan dan Konsolidasi
NKRI
Setelah kembali menjadi NKRI,
Indonesia mengalami berbagai perubahan dalam sistem pemerintahan:
1)
Masa Demokrasi Parlementer
(1950–1959)
2)
Setelah kembali ke NKRI, Indonesia
menerapkan sistem demokrasi parlementer, di mana kekuasaan
eksekutif berada di tangan Perdana Menteri, sedangkan Presiden
hanya berperan sebagai kepala negara. Namun, sistem ini tidak berjalan stabil
karena seringnya pergantian kabinet dan ketidakstabilan politik.9
3)
Dekrit Presiden 5 Juli
1959 dan Kembali ke UUD 1945
4)
Karena situasi politik yang semakin
tidak terkendali, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstitusi RIS
dan mengembalikan Indonesia ke UUD 1945. Keputusan ini
mengukuhkan NKRI dalam sistem pemerintahan presidensial yang lebih kuat.10
5)
NKRI di Era Orde Baru dan
Reformasi
6)
Pada era Orde Baru
(1966–1998), NKRI mengalami sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden
Soeharto. Namun, setelah reformasi 1998, terjadi perubahan besar dalam sistem
pemerintahan, termasuk desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih luas
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.11
Kesimpulan
Sejarah pembentukan NKRI
merupakan perjalanan panjang yang diwarnai oleh perjuangan, konflik, dan
dinamika politik. Dari masa penjajahan, proklamasi kemerdekaan, hingga transisi
dari sistem federal ke NKRI pada tahun 1950, Indonesia telah mengalami berbagai
perubahan sistem pemerintahan. Dengan kembali ke bentuk negara kesatuan,
Indonesia berhasil mempertahankan persatuan dan kesatuannya meskipun menghadapi
berbagai tantangan internal dan eksternal. Perjalanan sejarah ini menunjukkan
bahwa NKRI adalah hasil perjuangan panjang yang harus terus dijaga oleh setiap
generasi.
Footnotes
[1]
Mohammad Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Penerbit LP3ES,
2019), 52.
[2]
Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), 120.
[3]
M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia (Stanford:
Stanford University Press, 2001), 276.
[4]
Soedjatmoko, Dimensi Manusia dalam Pembangunan (Jakarta:
Gramedia, 1983), 43.
[5]
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama
dan Santri (Bandung: Pustaka Jaya, 2009), 311.
[6]
George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia
(Ithaca: Cornell University Press, 1952), 234.
[7]
Indonesia, Perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949.
[8]
Nasution Abdul Haris, Sekitar Peristiwa 17 Agustus 1950
(Jakarta: Gunung Agung, 1986), 92.
[9]
Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia
(Ithaca: Cornell University Press, 1962), 167.
[10]
Indonesia, Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
[11]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
4.
Prinsip dan Pilar NKRI
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) memiliki fondasi yang kuat dalam menjalankan pemerintahan dan
menjaga persatuan nasional. Fondasi ini dikenal sebagai prinsip dan
pilar NKRI, yang meliputi Pancasila sebagai ideologi negara,
UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat keberagaman,
serta Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik nasional.1
Keempat elemen ini menjadi faktor utama dalam menjaga stabilitas politik,
hukum, dan sosial di Indonesia serta menghadapi tantangan disintegrasi.
4.1.
Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila merupakan dasar
negara Indonesia yang ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat. Lima sila dalam Pancasila menjadi nilai fundamental yang
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.2
Sebagai ideologi negara,
Pancasila memiliki tiga fungsi utama dalam NKRI:
1)
Pancasila
sebagai Pandangan Hidup
Menjadi pedoman dalam berperilaku bagi
seluruh warga negara.
2)
Pancasila
sebagai Dasar Negara
Menjadi sumber hukum bagi segala
kebijakan dan peraturan perundang-undangan.
3)
Pancasila
sebagai Ideologi Terbuka
Bersifat fleksibel dan dapat beradaptasi
dengan perubahan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai dasarnya.3
Pancasila bukan hanya sebagai
landasan normatif, tetapi juga sebagai alat pemersatu bangsa dalam menghadapi
tantangan seperti radikalisme dan globalisasi.4
4.2.
UUD 1945 sebagai Konstitusi NKRI
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) merupakan konstitusi tertulis yang mengatur sistem
pemerintahan Indonesia. Sebagai dasar hukum tertinggi, UUD 1945 memiliki peran
utama dalam:
1)
Menetapkan
bentuk negara kesatuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1
ayat (1): "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik."
2)
Mengatur
sistem pemerintahan yang bersifat presidensial, sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1): "Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."5
3)
Menjamin
hak-hak dasar warga negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal
28A-28J yang mengatur hak asasi manusia (HAM).
Sejak disahkan pada 18
Agustus 1945, UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen
(1999–2002) untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem ketatanegaraan dan
memperkuat demokrasi di Indonesia.6
4.3.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Perekat
Keberagaman
Semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”,
berasal dari kitab Sutasoma karya Mpu Tantular
pada abad ke-14.7 Semboyan ini diabadikan dalam lambang negara Garuda
Pancasila, yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang
dibangun di atas keberagaman etnis, agama, budaya, dan bahasa.
Keberagaman di Indonesia
dapat dilihat dari:
·
Etnis
dan Suku Bangsa:
Indonesia memiliki lebih dari 1.300
suku bangsa, dengan Jawa, Sunda, Batak, dan Bugis sebagai
kelompok etnis terbesar.8
·
Keanekaragaman
Agama:
UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan
mengakui enam agama resmi, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu.9
·
Keberagaman
Bahasa:
Terdapat lebih dari 700
bahasa daerah, dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.10
Keberagaman ini menjadi
kekuatan bagi NKRI, tetapi juga menuntut upaya integrasi nasional agar
perbedaan tidak menimbulkan konflik sosial.
4.4.
Wawasan Nusantara sebagai Konsep Geopolitik
Wawasan Nusantara merupakan cara
pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya sebagai satu
kesatuan wilayah yang utuh.11 Konsep ini dikembangkan dalam
Deklarasi Juanda 1957, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh atas perairannya.
Terdapat tiga aspek utama
dalam Wawasan Nusantara:
1)
Aspek
Geopolitik
Menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
kepulauan yang harus mempertahankan integritas wilayahnya.
2)
Aspek
Ekonomi
Mendorong pemerataan pembangunan di
seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.
3)
Aspek
Pertahanan dan Keamanan
Menjaga kedaulatan negara dari ancaman
eksternal seperti perbatasan dan konflik maritim.12
Dengan diterapkannya Wawasan
Nusantara, NKRI dapat menghadapi tantangan globalisasi serta menjaga persatuan
wilayahnya.
Kesimpulan
Prinsip dan pilar NKRI
menjadi elemen fundamental dalam menjaga keberlangsungan negara Indonesia. Pancasila
sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai dasar hukum, Bhinneka Tunggal Ika
sebagai pemersatu keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai landasan
geopolitik, semuanya berfungsi untuk menjaga keutuhan NKRI. Dengan
pemahaman yang kuat terhadap prinsip-prinsip ini, diharapkan masyarakat
Indonesia dapat terus menjaga persatuan dan stabilitas nasional di tengah
tantangan zaman.
Footnotes
[1]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), 37.
[2]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan alinea keempat.
[3]
Notonegoro, Pancasila Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara,
1983), 58.
[4]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2009),
92.
[5]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (1) dan
Pasal 4 ayat (1).
[6]
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008), 112.
[7]
Mpu Tantular, Sutasoma, diterjemahkan oleh I Gusti Bagus
Sugriwa (Jakarta: Balai Pustaka, 1965), 103.
[8]
Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2020 (Jakarta: BPS,
2021), 27.
[9]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
[10]
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020), 67.
[11]
Indonesia, Deklarasi Juanda 1957.
[12]
Moenir Ang, Wawasan Nusantara dalam Perspektif Geopolitik
(Jakarta: Rajawali Press, 2015), 84.
5.
Sistem Pemerintahan dan Struktur NKRI
Sistem pemerintahan dan
struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didasarkan pada
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945). Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial, di mana Presiden bertindak sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.1 Selain itu, NKRI memiliki
struktur pemerintahan yang terdiri dari pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah, dengan pembagian administratif yang mengakomodasi
prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Sistem ini terus mengalami
perkembangan sejak kemerdekaan, dari masa demokrasi parlementer,
Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, hingga era Reformasi, yang
memperkenalkan desentralisasi dan demokrasi yang lebih luas.2
5.1.
Pemerintahan Republik dalam NKRI
Berdasarkan Pasal 1
ayat (1) UUD 1945, Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan
dengan sistem pemerintahan republik.3
Dalam sistem republik ini, kekuasaan pemerintahan dijalankan berdasarkan
prinsip kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
1 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”4
Sebagai negara dengan sistem pemerintahan
presidensial, ciri utama yang membedakan NKRI dari sistem pemerintahan
lainnya adalah:
1)
Presiden sebagai Kepala
Negara dan Kepala Pemerintahan
Presiden tidak hanya berperan sebagai
simbol negara tetapi juga memegang kendali atas jalannya pemerintahan.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilu setiap lima tahun sekali (Pasal 6A
UUD 1945).5
2)
Kekuasaan Eksekutif yang
Kuat
Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri kabinet (Pasal 17
UUD 1945).
Presiden bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan nasional.
3)
Keseimbangan Kekuasaan
Sistem pemerintahan di Indonesia
mengadopsi prinsip trias politica, di mana
kekuasaan eksekutif (Presiden), legislatif (DPR, DPD),
dan yudikatif (MA, MK) memiliki peran dan kewenangan
masing-masing.6
Sistem pemerintahan ini
bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan memastikan pelaksanaan
pemerintahan yang efektif dalam bingkai NKRI.
5.2.
Pembagian Wilayah Administratif dalam NKRI
NKRI memiliki struktur
pemerintahan yang terdiri dari berbagai tingkatan administratif, yaitu:
1)
Pemerintah Pusat
Berfungsi sebagai pemegang kedaulatan
dan pengambil keputusan nasional.
Terdiri dari Presiden,
Wakil Presiden, Menteri-menteri Kabinet, serta Lembaga Negara lainnya
seperti DPR, MPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY.7
2)
Pemerintah Daerah
Dibagi menjadi tiga tingkat utama: provinsi,
kabupaten/kota, dan kecamatan.
Setiap tingkat memiliki struktur
pemerintahan sendiri dengan kepala daerah yang dipilih secara demokratis.
Pembagian administratif
Indonesia saat ini terdiri dari: Tingkat Administratif
= Jumlah (2023)
·
Provinsi = 38
·
Kabupaten = 416
·
Kota = 98
·
Kecamatan = ±7.252
·
Desa/Kelurahan = ±83.820_8
Pembagian wilayah ini didasarkan pada prinsip efisiensi pemerintahan dan
keterjangkauan pelayanan publik.
5.3.
Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Indonesia menerapkan sistem desentralisasi
sebagai respons terhadap kebutuhan pemerataan pembangunan dan pelayanan publik.
Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, yang memperkuat peran pemerintah daerah dalam mengatur
urusan rumah tangganya sendiri.9
5.3.1.
Prinsip Otonomi
Daerah
Menurut Pasal 18 UUD
1945, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.10 Otonomi daerah bertujuan untuk:
·
Meningkatkan
efisiensi pemerintahan dengan mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat.
·
Mendorong
pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan lokal.
·
Mengurangi
ketimpangan pembangunan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
5.3.2.
Kewenangan
Pemerintah Pusat dan Daerah
Otonomi daerah memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah dalam berbagai aspek, namun tetap ada
batasan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
·
Pertahanan & Keamanan (Kewenangan
Pemerintah Pusat)
·
Luar Negeri (Kewenangan
Pemerintah Pusat)
·
Keuangan & Fiskal (Kewenangan
Pemerintah Pusat)
·
Pendidikan (Kewenangan
Pemerintah Daerah)
·
Kesehatan (Kewenangan
Pemerintah Daerah)
·
Infrastruktur Lokal (Kewenangan
Pemerintah Daerah)11
Namun, dalam pelaksanaannya, tantangan
seperti korupsi, ketimpangan fiskal, dan kurangnya kapasitas aparatur daerah
masih menjadi kendala dalam implementasi otonomi daerah secara optimal.12
Kesimpulan
Sistem pemerintahan dan
struktur NKRI didasarkan pada prinsip negara kesatuan dengan
pemerintahan presidensial. Dalam sistem ini, pemerintah pusat memiliki
kendali utama, tetapi diberikan ruang bagi daerah untuk mengelola urusan lokal
melalui mekanisme otonomi daerah.
Pembagian wilayah administratif
yang jelas serta prinsip desentralisasi yang diterapkan melalui undang-undang
pemerintahan daerah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan
pelayanan publik. Namun, implementasi otonomi daerah tetap membutuhkan
pengawasan agar berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi dan kesejahteraan
rakyat.
Footnotes
[1]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), 45.
[2]
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008), 98.
[3]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (1).
[6]
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi
(Jakarta: LP3ES, 2017), 134.
[7]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
[8]
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS,
2023), 27.
[9]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
[10]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18.
[11]
Abdul Gaffar Karim, Politik Desentralisasi dan Otonomi Daerah di
Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2020), 78.
[12]
Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan KPK 2022
(Jakarta: KPK, 2023), 34.
6.
Tantangan dalam Menjaga Keutuhan NKRI
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan sebuah entitas yang terdiri dari ribuan pulau dengan
keanekaragaman etnis, budaya, agama, dan bahasa. Keberagaman ini menjadi
kekuatan sekaligus tantangan dalam menjaga keutuhan bangsa. Sejak kemerdekaan,
Indonesia menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengganggu stabilitas
nasional, mulai dari gerakan separatisme, radikalisme, ketimpangan ekonomi,
hingga pengaruh globalisasi.1
Tantangan-tantangan ini tidak
hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dipengaruhi oleh dinamika politik
global dan perkembangan teknologi informasi. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap tantangan-tantangan ini menjadi kunci dalam upaya mempertahankan
persatuan dan kesatuan NKRI.
6.1.
Separatisme dan Ancaman Disintegrasi Nasional
Gerakan separatisme menjadi
salah satu ancaman terbesar bagi keutuhan NKRI. Sejak awal kemerdekaan,
beberapa wilayah di Indonesia mengalami gejolak separatisme yang menuntut
pemisahan dari NKRI, seperti:
1)
Pemberontakan DI/TII
(1949–1962)
Dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan
Kartosuwiryo, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) berusaha
mendirikan negara Islam di Indonesia. Gerakan ini muncul di Jawa Barat,
Aceh, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.2
2)
Gerakan PRRI-Permesta
(1958–1961)
Gerakan ini terjadi di Sumatera dan Sulawesi yang
dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat dalam distribusi
keuangan dan pembangunan.3
3)
Separatisme Papua
Gerakan Papua Merdeka muncul sejak integrasi
Papua ke Indonesia pada tahun 1963 dan terus berlanjut hingga saat ini, dengan
berbagai kelompok seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang
masih aktif melakukan perlawanan bersenjata.4
4)
Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
(1976–2005)
GAM memperjuangkan kemerdekaan Aceh akibat
ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber daya
alam.5
Meskipun berbagai upaya
penyelesaian telah dilakukan, separatisme masih menjadi tantangan yang
membutuhkan pendekatan pembangunan, diplomasi, serta penegakan hukum
yang adil.
6.2.
Radikalisme dan Intoleransi
Radikalisme dan intoleransi
menjadi ancaman serius bagi persatuan NKRI. Munculnya kelompok-kelompok ekstrem
yang menolak ideologi Pancasila dan berusaha menggantinya dengan ideologi
transnasional telah menimbulkan kekhawatiran dalam aspek sosial dan politik.
Menurut laporan Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2023, terdapat
peningkatan penyebaran paham radikal di berbagai institusi, termasuk perguruan
tinggi dan tempat ibadah.6
Beberapa faktor yang
mendorong radikalisasi di Indonesia adalah:
1)
Pemahaman Agama yang
Sempit
Interpretasi agama yang ekstrem sering digunakan
untuk membenarkan tindakan kekerasan.
2)
Pengaruh Kelompok Ekstrem
Global
Kelompok seperti ISIS dan Al-Qaeda
telah menginspirasi aksi terorisme di Indonesia, seperti Bom Bali
(2002), Bom JW Marriott (2003), dan aksi-aksi teror lainnya.7
3)
Radikalisasi di Media
Sosial
Teknologi digital telah menjadi sarana efektif
bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota baru.
Pemerintah telah melakukan
berbagai upaya untuk menangkal radikalisme melalui deradikalisasi,
pendidikan moderasi beragama, dan penegakan hukum terhadap pelaku
terorisme.
6.3.
Ketimpangan Ekonomi dan Kesejahteraan
Ketimpangan ekonomi
antarwilayah masih menjadi faktor pemicu ketidakstabilan sosial dan politik di
Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023
menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi antarwilayah di Indonesia masih
tinggi, dengan daerah Jawa dan Sumatera lebih
berkembang dibandingkan wilayah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara.8
Faktor utama penyebab
ketimpangan ekonomi meliputi:
1)
Pembangunan yang Tidak
Merata
Infrastruktur dan investasi lebih banyak
terkonsentrasi di Pulau Jawa dibanding daerah lain.
2)
Akses terhadap Pendidikan
dan Kesehatan
Masyarakat di daerah tertinggal masih kesulitan
mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang layak.
3)
Pengelolaan Sumber Daya
Alam yang Tidak Adil
Konflik antara pemerintah pusat dan daerah dalam
pengelolaan sumber daya sering menjadi pemicu ketegangan sosial.
Sebagai solusi, pemerintah
telah menerapkan kebijakan pemerataan pembangunan, seperti
melalui program Dana Desa dan Otonomi Khusus bagi Papua dan Aceh.9
6.4.
Teknologi dan Pengaruh Globalisasi
Era digital telah membawa
tantangan baru dalam menjaga keutuhan NKRI. Media sosial dan teknologi
informasi berperan besar dalam membentuk opini publik, tetapi juga dapat
digunakan untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda
yang berpotensi memecah belah bangsa.10
Tantangan utama dari
globalisasi dan teknologi digital antara lain:
1)
Penyebaran Berita Hoaks
dan Disinformasi
Berita palsu yang tersebar di media sosial sering
memicu konflik sosial dan politik.
2)
Intervensi Asing dalam
Politik Domestik
Negara asing dapat memanfaatkan teknologi untuk
mempengaruhi kebijakan nasional melalui propaganda digital.
3)
Melemahnya Identitas
Nasional
Budaya global dapat mengikis nilai-nilai lokal
dan nasionalisme generasi muda.
Sebagai langkah antisipasi,
pemerintah telah memperkuat regulasi dalam Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) serta meningkatkan literasi
digital bagi masyarakat.11
Kesimpulan
Tantangan dalam menjaga
keutuhan NKRI mencakup separatisme, radikalisme, ketimpangan ekonomi,
serta pengaruh globalisasi dan teknologi. Setiap tantangan ini
memiliki dampak yang dapat mengancam persatuan nasional jika tidak diatasi
dengan kebijakan yang tepat. Oleh karena itu, strategi yang melibatkan pendidikan
kebangsaan, pembangunan ekonomi yang merata, serta penguatan moderasi beragama
dan literasi digital menjadi langkah utama dalam menjaga keutuhan NKRI
di era modern.
Footnotes
[1]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), 65.
[2]
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah (Bandung: Pustaka Jaya,
2009), 187.
[3]
George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia
(Ithaca: Cornell University Press, 1952), 312.
[4]
Richard Chauvel, Constructing Papuan Nationalism (Canberra:
ANU Press, 2005), 149.
[5]
Edward Aspinall, Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh,
Indonesia (Stanford: Stanford University Press, 2009), 98.
[6]
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Laporan
Penanggulangan Terorisme 2023 (Jakarta: BNPT, 2023), 45.
[7]
Sidney Jones, Terrorism in Indonesia (Jakarta: ICG Report,
2005), 67.
[8]
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS,
2023), 92.
[9]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
[10]
Kominfo, Laporan Penanganan Hoaks Nasional (Jakarta:
Kementerian Kominfo, 2023), 28.
[11]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).
7.
Upaya Memperkuat NKRI di Era Modern
Di tengah berbagai tantangan
globalisasi, radikalisme, separatisme, serta perkembangan teknologi yang pesat,
memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi sebuah keharusan.
NKRI sebagai negara dengan keberagaman etnis, budaya, dan agama membutuhkan
strategi yang komprehensif untuk menjaga persatuan dan stabilitas nasional.
Upaya memperkuat NKRI di era
modern mencakup berbagai aspek, antara lain penguatan pendidikan dan
nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan pertahanan dan bela
negara, serta peran generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa.1
7.1.
Pendidikan dan Nasionalisme
Pendidikan memiliki peran
sentral dalam memperkuat NKRI, terutama dalam membangun kesadaran
nasionalisme dan memperkokoh identitas kebangsaan. Pasal 31 ayat (3)
UUD 1945 menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional bertujuan untuk "meningkatkan
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa."2
Upaya memperkuat nasionalisme
melalui pendidikan dapat dilakukan dengan:
1)
Mengintegrasikan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam Kurikulum Nasional
Pendidikan Pancasila harus menjadi mata pelajaran
wajib di setiap jenjang pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan
persatuan.3
2)
Memperkuat Sejarah
Nasional dalam Pembelajaran
Pemahaman sejarah perjuangan bangsa dapat
menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menghargai jasa para pahlawan.4
3)
Mendorong Kegiatan
Ekstrakurikuler yang Memperkuat Nasionalisme
Kegiatan seperti Pramuka, Paskibra, dan
lomba kebangsaan dapat membentuk karakter nasionalisme generasi muda.5
Dengan pendekatan pendidikan
yang tepat, generasi muda diharapkan tidak hanya memahami konsep NKRI secara
teoretis, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan
sehari-hari.
7.2.
Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan
Kesejahteraan
Ketimpangan ekonomi
antarwilayah menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan sosial yang berpotensi
mengancam keutuhan NKRI.6 Oleh karena itu, pemerataan pembangunan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi langkah strategis dalam
memperkuat NKRI.
Beberapa upaya yang telah
dilakukan pemerintah dalam aspek ekonomi meliputi:
1)
Peningkatan Infrastruktur
Wilayah Terpencil
Program Tol Laut dan Proyek Strategis
Nasional (PSN) bertujuan untuk menghubungkan daerah terpencil agar
lebih terintegrasi dengan perekonomian nasional.7
2)
Pemberdayaan Ekonomi
Daerah Melalui Otonomi Khusus
Pemerintah memberikan dana otonomi khusus
bagi Papua dan Aceh untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal.8
3)
Mendukung Ekonomi Digital
dan UMKM
Digitalisasi sektor ekonomi menjadi strategi
utama dalam memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah agar lebih kompetitif
di era globalisasi.9
Dengan kebijakan yang
berpihak pada pemerataan ekonomi, NKRI dapat tetap solid dengan tingkat
kesejahteraan yang lebih merata.
7.3.
Penguatan Bela Negara dan Pertahanan
Menjaga keutuhan NKRI juga
membutuhkan sistem pertahanan dan bela negara yang kuat. Dalam
Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa "Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."10
Strategi penguatan bela
negara dan pertahanan mencakup beberapa aspek berikut:
1)
Meningkatkan Kesadaran
Bela Negara melalui Pendidikan dan Pelatihan
Program Bela Negara yang
dicanangkan oleh Kementerian Pertahanan bertujuan untuk menanamkan semangat
patriotisme kepada masyarakat.11
2)
Penguatan TNI dan Polri
dalam Menjaga Kedaulatan NKRI
Modernisasi alutsista (alat utama sistem
persenjataan) dan peningkatan kapasitas TNI-Polri menjadi prioritas dalam
memperkuat pertahanan nasional.12
3)
Memperkuat Diplomasi
Pertahanan dalam Hubungan Internasional
Kerja sama pertahanan dengan negara sahabat
seperti dalam forum ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) dan United
Nations Peacekeeping Operations (UNPKO) menjadi langkah strategis
dalam menjaga keamanan wilayah NKRI.13
Upaya ini bertujuan untuk
menghadapi ancaman eksternal dan internal yang dapat mengganggu stabilitas
NKRI.
7.4.
Peran Generasi Muda dalam Menjaga NKRI
Generasi muda memiliki peran
penting dalam memperkuat NKRI, terutama dalam menghadapi tantangan modern
seperti globalisasi, disinformasi, dan ancaman ideologi transnasional.14
Upaya yang dapat dilakukan
oleh generasi muda untuk memperkuat NKRI antara lain:
1)
Memanfaatkan Teknologi
untuk Memperkuat Persatuan Bangsa
Generasi muda harus aktif dalam menyebarkan
konten positif dan menangkal hoaks di media sosial.15
2)
Menjadi Pelopor dalam
Gerakan Sosial dan Kebangsaan
Keterlibatan dalam gerakan sosial berbasis
kebangsaan dapat menjadi sarana dalam menjaga persatuan nasional.
3)
Mengembangkan Sikap
Toleransi dan Moderasi Beragama
Generasi muda harus menjadi agen perdamaian
dengan menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.16
Dengan keterlibatan aktif
generasi muda, NKRI dapat menghadapi tantangan zaman dengan lebih baik.
Kesimpulan
Memperkuat NKRI di era modern
membutuhkan pendekatan yang komprehensif, mencakup penguatan pendidikan
nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan bela negara dan
pertahanan, serta peran aktif generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa.
Dengan strategi yang tepat dan implementasi yang konsisten, NKRI dapat tetap
kokoh menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Footnotes
[1]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), 85.
[2]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat (3).
[3]
Notonegoro, Pancasila Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara,
1983), 99.
[4]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2009),
123.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laporan Pendidikan Karakter
2023 (Jakarta: Kemendikbud, 2023), 67.
[6]
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2023 (Jakarta: BPS,
2023), 58.
[7]
Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Proyek
Strategis Nasional.
[8]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua.
[9]
Kementerian Koperasi dan UKM, Laporan UMKM Digital 2023
(Jakarta: Kemenkop UKM, 2023), 43.
[10]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (3).
[11]
Kementerian Pertahanan, Program Bela Negara 2023 (Jakarta:
Kemhan, 2023), 88.
[12]
TNI, Laporan Modernisasi Alutsista 2023 (Jakarta: Mabes TNI,
2023), 71.
[13]
ASEAN, ASEAN Defence Ministers’ Meeting Report 2023 (Jakarta:
ASEAN Secretariat, 2023), 34.
[14]
Kominfo, Laporan Literasi Digital Nasional 2023 (Jakarta:
Kementerian Kominfo, 2023), 57.
[16]
BNPT, Strategi Moderasi Beragama 2023 (Jakarta: BNPT, 2023),
49.
8.
Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah hasil dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam
melawan kolonialisme dan mempertahankan persatuan nasional. Sebagai bentuk
negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa, NKRI memiliki dasar hukum yang
kuat dalam UUD 1945, Pancasila sebagai ideologi negara,
serta prinsip-prinsip yang mengutamakan persatuan dalam keberagaman.1
Sejarah pembentukan NKRI
menunjukkan bahwa negara ini telah menghadapi berbagai tantangan, termasuk perjuangan
kemerdekaan, ancaman disintegrasi melalui separatisme, serta perubahan sistem
pemerintahan dari parlementer ke presidensial.2 Meskipun
pernah mengalami ketidakstabilan politik dan gejolak internal, NKRI tetap
berdiri sebagai satu kesatuan yang berdaulat dengan sistem pemerintahan yang
terus mengalami perbaikan dan penyesuaian dengan perkembangan zaman.
Dalam konteks prinsip
dan pilar NKRI, fondasi utama negara ini terletak pada Pancasila
sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika
sebagai perekat keberagaman, serta Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik.3
Keempat elemen ini menjadi dasar dalam menjalankan sistem pemerintahan dan
menjaga stabilitas negara di tengah tantangan globalisasi.
Tantangan dalam menjaga
keutuhan NKRI semakin kompleks di era modern. Ancaman seperti separatisme,
radikalisme, ketimpangan ekonomi, serta dampak negatif dari teknologi dan
globalisasi dapat melemahkan persatuan bangsa jika tidak ditangani
dengan baik.4 Oleh karena itu, diperlukan strategi yang terencana
dan komprehensif dalam memperkuat NKRI, terutama melalui pendidikan
nasionalisme, pemerataan pembangunan ekonomi, penguatan pertahanan dan bela
negara, serta peran aktif generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa.5
Pendidikan berperan penting
dalam membentuk karakter nasionalisme, terutama melalui kurikulum yang
mengintegrasikan Pancasila, sejarah perjuangan bangsa, dan kewarganegaraan.6
Selain itu, pemerataan ekonomi menjadi kunci dalam mengurangi ketimpangan
antarwilayah yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial. Dalam aspek
pertahanan, program Bela Negara dan modernisasi alutsista juga
harus terus diperkuat untuk menjaga kedaulatan nasional.7
Generasi muda memiliki peran
strategis dalam menghadapi tantangan era digital, terutama dalam menangkal
hoaks, ujaran kebencian, serta menjaga nilai-nilai toleransi dan moderasi
beragama.8 Dengan keterlibatan aktif generasi muda, NKRI
dapat terus berkembang sebagai negara yang kuat, mandiri, dan berdaulat.
Sebagai kesimpulan, NKRI
adalah entitas yang harus dijaga oleh seluruh elemen bangsa. Tantangan
yang dihadapi tidak hanya bersifat internal tetapi juga eksternal, yang
menuntut kesadaran kolektif dalam menjaga persatuan dan kedaulatan negara. Oleh
karena itu, setiap warga negara memiliki tanggung jawab dalam mempertahankan
NKRI melalui semangat nasionalisme, partisipasi dalam pembangunan, serta penguatan
karakter kebangsaan agar Indonesia tetap menjadi negara yang berdaulat dan
bermartabat di tengah arus globalisasi.
Footnotes
[1]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), 102.
[2]
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi
(Jakarta: LP3ES, 2017), 89.
[3]
Notonegoro, Pancasila Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara,
1983), 112.
[4]
Edward Aspinall, Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh,
Indonesia (Stanford: Stanford University Press, 2009), 67.
[5]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2009),
145.
[6]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laporan Pendidikan Karakter
2023 (Jakarta: Kemendikbud, 2023), 75.
[7]
TNI, Laporan Modernisasi Alutsista 2023 (Jakarta: Mabes TNI,
2023), 90.
[8]
Kominfo, Laporan Literasi Digital Nasional 2023 (Jakarta:
Kementerian Kominfo, 2023), 105.
Daftar Pustaka
Aspinall, E. (2009). Islam and Nation:
Separatist Rebellion in Aceh, Indonesia. Stanford: Stanford University
Press.
Asshiddiqie, J. (2018). Konstitusi dan
Konstitusionalisme. Jakarta: Sinar Grafika.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
(2023). Laporan Penanggulangan Terorisme 2023. Jakarta: BNPT.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik
Indonesia 2023. Jakarta: BPS.
Chauvel, R. (2005). Constructing Papuan
Nationalism: History, Ethnicity, and Adaptation. Canberra: ANU Press.
Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia. (1949). Perjanjian Konferensi Meja
Bundar 1949.
Indonesia. (1957). Deklarasi Juanda 1957.
Indonesia. (1959). Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Indonesia. (2001). Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Indonesia. (2020). Peraturan Presiden Nomor 109
Tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional.
Jones, S. (2005). Terrorism in Indonesia.
Jakarta: ICG Report.
Kaelan. (2009). Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Kementerian Koperasi dan UKM. (2023). Laporan
UMKM Digital 2023. Jakarta: Kemenkop UKM.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2023). Laporan
Pendidikan Karakter 2023. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pertahanan. (2023). Program Bela
Negara 2023. Jakarta: Kemhan.
Kominfo. (2023). Laporan Literasi Digital
Nasional 2023. Jakarta: Kementerian Kominfo.
Kominfo. (2023). Laporan Penanganan Hoaks
Nasional. Jakarta: Kementerian Kominfo.
Mansur Suryanegara, A. (2009). Api Sejarah:
Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri. Bandung: Pustaka Jaya.
Mahfud MD, M. (2017). Membangun Politik Hukum,
Menegakkan Konstitusi. Jakarta: LP3ES.
Notonegoro. (1983). Pancasila Ilmu Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Ricklefs, M. C. (2001). A History of Modern
Indonesia. Stanford: Stanford University Press.
TNI. (2023). Laporan Modernisasi Alutsista 2023.
Jakarta: Mabes TNI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar