Masa'il Al Fiqhiyah
Permasalahan Fikih Kontemporer dalam Perspektif Islam
Abstrak
Masa'il Al-Fiqhiyah merupakan kajian fikih yang berfokus pada
permasalahan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat
klasik maupun kontemporer. Artikel ini membahas dasar-dasar Masa'il
Al-Fiqhiyah, termasuk sumber hukum yang digunakan, metodologi istinbath,
serta prinsip-prinsip yang diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan fikih.
Selain itu, artikel ini juga mengkaji berbagai studi kasus permasalahan fikih
kontemporer, seperti hukum ekonomi digital, bioetika medis, serta pengaruh
teknologi terhadap fatwa Islam. Tantangan dalam menganalisis Masa'il
Al-Fiqhiyah juga dibahas, mencakup perbedaan budaya dalam penerapan fikih,
politisasi fatwa, serta perkembangan teknologi yang mempengaruhi otoritas
keilmuan dalam hukum Islam. Sebagai solusi, sinergi antara ulama, akademisi,
dan ilmuwan teknologi menjadi langkah penting dalam merumuskan fatwa yang
akurat dan aplikatif. Selain itu, penguatan lembaga fatwa dan pemanfaatan
metodologi maqasid syariah diperlukan untuk menjaga relevansi hukum Islam dalam
menghadapi dinamika zaman. Dengan pendekatan yang lebih adaptif dan berbasis
prinsip-prinsip syariah, Masa'il Al-Fiqhiyah dapat menjadi instrumen
hukum Islam yang fleksibel namun tetap sesuai dengan tujuan utama syariat.
Kata Kunci: Masa'il
Al-Fiqhiyah, Fikih Kontemporer, Ijtihad, Maqasid Syariah, Fatwa, Teknologi,
Ekonomi Islam, Bioetika, Fikih Digital.
PEMBAHASAN
Permasalahan Fikih Kontemporer dalam Perspektif Islam
1.
Pendahuluan
1.1. Definisi Masa'il Al-Fiqhiyah
Masa'il Al-Fiqhiyah
(مسائل الفقهية)
secara etimologi terdiri dari dua kata: masa'il (مسائل) yang berarti "permasalahan"
atau "persoalan," dan fiqhiyah (الفقهية) yang merujuk pada "fikih" atau
hukum Islam.1 Secara terminologi,
istilah ini mengacu pada berbagai permasalahan fikih yang muncul di tengah umat
Islam dan membutuhkan pemecahan hukum berdasarkan sumber-sumber syariat,
seperti Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas. Para ulama menggunakan berbagai
metode ijtihad dalam menyelesaikan permasalahan ini, baik dengan merujuk pada
kaidah fikih (qawa'id fiqhiyyah), maqasid
syariah, maupun pendekatan ushul fikih lainnya.2
Perkembangan zaman
dan dinamika sosial menuntut kajian yang lebih luas terhadap Masa'il
Al-Fiqhiyah, khususnya dalam konteks
kontemporer. Beberapa isu yang dahulu tidak dikenal dalam fikih klasik kini
menjadi perhatian utama dalam kajian hukum Islam, seperti hukum transaksi
digital, kedokteran modern, dan teknologi kecerdasan buatan dalam sistem
keuangan Islam.3
1.2.
Urgensi Pembahasan Permasalahan Fikih dalam
Konteks Kontemporer
Seiring perkembangan
masyarakat dan kemajuan teknologi, muncul berbagai persoalan baru yang belum
memiliki preseden langsung dalam kitab-kitab fikih klasik. Oleh karena itu,
kajian Masa'il Al-Fiqhiyah menjadi semakin penting untuk memastikan bahwa hukum
Islam tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman. Misalnya, dalam konteks
ekonomi Islam, ulama kontemporer telah membahas hukum kripto sebagai aset
digital yang tidak dikenal pada masa klasik, menggunakan metode qiyas dan pendekatan maqasid
syariah untuk menilai maslahat dan mudaratnya.4
Selain itu, kajian
ini juga berfungsi untuk menjaga kemurnian hukum Islam dari penyimpangan akibat
perubahan budaya dan ideologi global. Misalnya, dalam isu gender dan hukum
keluarga, terdapat tekanan dari pemikiran liberal yang menuntut reinterpretasi hukum waris Islam. Oleh
karena itu, pembahasan Masa'il Al-Fiqhiyah sangat diperlukan untuk memastikan
bahwa ijtihad yang dilakukan tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah
yang otoritatif.5
1.3.
Ruang Lingkup Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah
Kajian Masa'il
Al-Fiqhiyah tidak hanya terbatas pada masalah ibadah (ta’abbudi),
tetapi juga mencakup aspek muamalah, politik, ekonomi, kedokteran, dan berbagai
bidang kehidupan lainnya.6 Misalnya, dalam aspek
ibadah, muncul persoalan seperti waktu salat di daerah kutub yang mengalami
fenomena siang dan malam ekstrem. Dalam aspek ekonomi, muncul tantangan baru
seperti akad jual beli online yang tidak memiliki majlis aqd secara fisik sebagaimana
diatur dalam fikih klasik.7
Dengan demikian,
ruang lingkup Masa'il Al-Fiqhiyah sangat luas dan mencakup berbagai dimensi
kehidupan manusia. Untuk memastikan pembahasannya tetap sistematis, para ulama mengelompokkan permasalahan ini
berdasarkan bidangnya, seperti fikih ibadah, fikih muamalah, fikih keluarga,
fikih siyasah (politik Islam), dan fikih medis.8
1.4.
Metodologi dalam Menyelesaikan Problematika
Fikih
Dalam menyelesaikan
permasalahan fikih, para ulama menggunakan berbagai pendekatan metodologis. Di antara metode utama yang digunakan
adalah:
1)
Pendekatan
Teksual (An-Nushushiyyah):
Mengacu pada dalil eksplisit dari
Al-Qur’an dan hadis yang secara langsung memberikan solusi terhadap suatu
masalah.9
2)
Pendekatan
Analogis (Al-Qiyas):
Digunakan ketika tidak ditemukan dalil
eksplisit, dengan membandingkan masalah baru dengan hukum yang telah ada
berdasarkan kesamaan illat.10
3)
Pendekatan
Maqasid Syariah:
Digunakan untuk menilai maslahat dan
mudarat suatu hukum dalam rangka menjaga lima tujuan utama syariat (hifz
ad-din, hifz an-nafs, hifz al-‘aql, hifz an-nasl, hifz al-mal).11
4)
Pendekatan
Masalih Mursalah:
Menggunakan prinsip kemaslahatan yang
tidak bertentangan dengan sumber utama syariat.12
5)
Pendekatan
Ijma’ dan Fatwa Kontemporer:
Mempelajari pendapat kolektif ulama dan
keputusan lembaga fatwa internasional seperti Majma' Al-Fiqh Al-Islami atau
Darul Ifta'.13
Pendekatan-pendekatan
ini digunakan secara fleksibel tergantung pada jenis permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, kajian Masa'il
Al-Fiqhiyah bukan hanya soal mencari jawaban atas pertanyaan fikih, tetapi juga
bagaimana hukum Islam dapat diterapkan secara relevan dalam kehidupan modern.14
Footnotes
[1]
Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 23.
[2]
Muhammad Abu Zahrah, Ushul
Al-Fiqh (Kairo: Dar Al-Fikr
Al-Arabi, 1997), 45.
[3]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001), 87.
[4]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, "Fatwa tentang Mata Uang Digital," Journal of Islamic Finance Studies 7, no. 2 (2021): 134-150.
[5]
Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 237.
[6]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as
Philosophy of Islamic Law (London:
The International Institute of Islamic Thought, 2008), 102.
[7]
Muhammad Sa’id Al-Bouti, Dhawabit
Al-Maslahah fi As-Syari'ah Al-Islamiyyah (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2000), 156.
[8]
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu
Ushul Fiqh (Kairo: Maktabah
Al-Da'wah Al-Islamiyah, 1984), 98.
[9]
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul
Al-Shari'ah (Kairo: Dar Ibn Affan,
1998), 3:221.
[10]
Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, I’lam
Al-Muwaqqi'in (Madinah: Dar Al-Kutub
Al-Islamiyah, 1986), 1:45.
[11]
Auda, Maqasid Al-Shariah, 140.
[12]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Kairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 99.
[13]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolusi
dan Fatwa (Jeddah: OIC, 2019), 45.
[14]
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz
fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar
Al-Qalam, 1999), 78.
2.
Dasar-Dasar Masa'il
Al-Fiqhiyah dalam Islam
2.1.
Sumber-Sumber Hukum dalam Menyelesaikan Masa'il
Al-Fiqhiyah
Dalam Islam, sumber
hukum utama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan fikih (Masa'il
Al-Fiqhiyah) berasal dari dalil-dalil syar'i yang telah disepakati
oleh para ulama. Sumber-sumber ini menjadi landasan dalam menetapkan hukum
Islam terhadap berbagai
permasalahan baru yang muncul seiring perkembangan zaman.
1)
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber hukum pertama dan utama
dalam Islam. Ia berisi pedoman hidup yang mencakup aspek akidah, ibadah,
muamalah, dan hukum.1 Namun, tidak semua
permasalahan fikih dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu,
diperlukan sumber hukum lainnya untuk memperjelas atau menafsirkan ayat-ayat
yang bersifat umum atau mujmal.2
2)
Hadis
Hadis atau Sunnah Rasulullah Saw merupakan sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadis menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang
bersifat global dan memberikan contoh praktis dalam penerapannya.3
Dalam menyelesaikan Masa'il Al-Fiqhiyah, hadis sering menjadi rujukan utama
setelah Al-Qur’an, terutama dalam masalah yang tidak dijelaskan secara
eksplisit dalam kitab suci.4
3)
Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid dari
suatu generasi terhadap suatu hukum dalam Islam.5 Dalam
perkembangan fikih Islam, ijma’ memiliki peran penting dalam menetapkan hukum
terhadap persoalan-persoalan baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam
Al-Qur’an dan Hadis.6
4)
Qiyas
Qiyas adalah metode analogi hukum Islam yang
digunakan untuk menentukan hukum suatu permasalahan yang tidak memiliki dalil
eksplisit dengan membandingkannya dengan hukum yang telah ditetapkan
berdasarkan persamaan ‘illat.7 Contoh penerapan qiyas
adalah pengharaman narkotika yang dianalogikan dengan khamr karena memiliki
efek memabukkan.8
5)
Ijtihad dan Fatwa
Kontemporer
Ijtihad merupakan usaha maksimal para ulama dalam
menggali hukum dari sumber-sumber syariah. Ijtihad sangat penting dalam
menghadapi perkembangan zaman yang terus berubah.9 Dalam
konteks kontemporer, lembaga fatwa seperti Majma’ Al-Fiqh Al-Islami dan Darul
Ifta’ memainkan peran penting dalam menetapkan hukum terhadap permasalahan baru
seperti keuangan syariah, teknologi medis, dan hukum digital.10
2.2.
Prinsip-Prinsip dalam Mengkaji Masa'il
Al-Fiqhiyah
Dalam menganalisis
permasalahan fikih, ulama menggunakan beberapa prinsip dasar yang membantu
dalam merumuskan hukum dengan pendekatan yang sistematis dan berlandaskan dalil yang kuat.
1)
Kaidah Fikih (Qawa'id
Fiqhiyyah)
Kaidah fikih adalah prinsip umum yang digunakan
dalam memahami dan menyelesaikan berbagai permasalahan hukum Islam.11
Beberapa kaidah fikih yang sering digunakan dalam Masa'il Al-Fiqhiyah antara
lain:
(*) Al-Umuru
Bimaqasidiha (Segala perkara bergantung pada niatnya).
(*) Ad-Dhararu
Yuzalu (Kemudaratan harus dihilangkan).
(*) Al-Masyaqqah
Tajlibu At-Taisir (Kesulitan membawa kemudahan).12
2)
Metode Tarjih dalam
Menyikapi Perbedaan Pendapat
Dalam sejarah fikih Islam, sering ditemukan
perbedaan pendapat di antara para ulama. Oleh karena itu, metode tarjih
digunakan untuk memilih pendapat yang lebih kuat berdasarkan dalil yang lebih
sahih dan argumentasi yang lebih rasional.13
3)
Peran Ushul Fiqh dalam
Menyelesaikan Problematika Fikih
Ushul fiqh berfungsi sebagai metodologi dalam
memahami dan merumuskan hukum dari sumber-sumber Islam.14
Konsep seperti istihsan (preferensi hukum berdasarkan maslahat) dan masalih
mursalah (kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan dalil syar’i) sering
digunakan dalam menghadapi tantangan hukum modern.15
2.3.
Peran Ulama dan Lembaga Fatwa dalam Menentukan
Keputusan Fikih
1)
Peran Mazhab dalam
Konteks Masa'il Al-Fiqhiyah
Mazhab-mazhab fikih seperti Hanafi, Maliki,
Syafi'i, dan Hanbali telah memberikan kontribusi besar dalam penyusunan
prinsip-prinsip fikih. Pendekatan mazhab tetap menjadi rujukan dalam ijtihad
kontemporer karena metodologi yang mereka gunakan tetap relevan dalam menjawab
berbagai permasalahan baru.16
2)
Lembaga Fatwa dan
Ijtihad Jama’i
Di era modern, berbagai lembaga fatwa telah
berdiri untuk memberikan panduan hukum bagi umat Islam, seperti:
(*) Majma'
Al-Fiqh Al-Islami (OKI) yang mengeluarkan fatwa terkait keuangan
Islam dan isu-isu kontemporer.17
(*) Dar
Al-Ifta' Mesir yang memberikan panduan hukum bagi masyarakat
Muslim di dunia.18
(*) Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang berperan dalam menetapkan fatwa bagi
umat Islam di Indonesia.19
Ijtihad jama’i atau
ijtihad kolektif juga semakin dikedepankan dalam menyelesaikan permasalahan
hukum Islam yang kompleks, terutama dalam bidang ekonomi dan teknologi modern.20
Footnotes
[1]
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1991), 1:45.
[2]
Muhammad Abu Zahrah, Ushul
Al-Fiqh (Kairo: Dar Al-Fikr
Al-Arabi, 1997), 79.
[3]
Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath
Al-Bari (Kairo: Dar Al-Ma’rifah,
1959), 1:99.
[4]
Yusuf Al-Qaradawi, Kaifa Nata'amal Ma'a As-Sunnah (Kairo: Dar Al-Shuruq, 2001), 55.
[5]
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu
Ushul Fiqh (Kairo: Maktabah
Al-Da'wah Al-Islamiyah, 1984), 145.
[6]
Al-Syaukani, Irsyad Al-Fuhul (Kairo: Dar Al-Kutub, 1966), 222.
[7]
Ibn Qudamah, Raudhatun Nadhir (Kairo: Maktabah Al-Khanji, 1973), 3:144.
[8]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolusi
dan Fatwa (Jeddah: OIC, 2019), 78.
[9]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as
Philosophy of Islamic Law (London:
IIIT, 2008), 167.
[10]
Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa
Collection (Cairo: Dar Al-Ifta,
2020), 102.
[11]
Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 2:155.
[12]
Al-Zarkasyi, Al-Bahr Al-Muhit (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1994), 5:233.
[13]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Kairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 140.
[14]
Muhammad Sa’id Al-Bouti, Dhawabit
Al-Maslahah (Damaskus: Dar Al-Fikr,
2000), 190.
[15]
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz
fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar
Al-Qalam, 1999), 104.
[16]
Muhammad Hashim Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge:
Islamic Texts Society, 2003), 312.
[17]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the
International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: Organization of Islamic
Cooperation, 2021), 45-67.
[18]
Dar Al-Ifta' Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar
Al-Ifta', 2019), 88-102.
[19]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta:
Erlangga, 2020), 155-178.
[20]
Ahmad Raisuni, Nazariyat Al-Maqasid 'inda Al-Imam Al-Shatibi (Rabat:
Dar Al-Alami, 1995), 211.
3.
Klasifikasi Masa'il
Al-Fiqhiyah
Masa'il Al-Fiqhiyah
dapat diklasifikasikan berdasarkan ruang lingkup dan karakteristiknya. Secara
umum, pembagian ini meliputi Masa'il Al-Fiqhiyah Klasik (Turatsiyah)
dan Masa'il
Al-Fiqhiyah Kontemporer (Mu’ashirah). Klasifikasi ini membantu
dalam memahami bagaimana metode dan pendekatan fikih berkembang dari masa ke
masa sesuai dengan tuntutan zaman.
3.1.
Masa'il Al-Fiqhiyah Klasik
(Turatsiyah)
Masa'il Al-Fiqhiyah
klasik mencakup permasalahan hukum Islam yang telah dibahas oleh ulama sejak
masa generasi salaf hingga periode kodifikasi fikih dalam kitab-kitab mazhab. Permasalahan ini umumnya
bersumber dari peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat Muslim pada saat itu,
seperti hukum jual beli dalam ekonomi agraris, tata cara ibadah dalam kondisi
normal, dan hukum keluarga dalam struktur sosial tradisional.1
1)
Contoh Permasalahan
yang Dibahas oleh Ulama Klasik
Beberapa contoh permasalahan fikih klasik yang
sering dibahas dalam kitab-kitab turats antara lain:
(*) Hukum riba dalam
transaksi perdagangan.2
(*) Ketentuan waris
berdasarkan hukum faraidh.3
(*) Hukum qisas dan diyat
dalam kasus pembunuhan.4
(*) Hukum pernikahan,
termasuk mahar, talak, dan ‘iddah.5
(*) Masalah najis dan thaharah
dalam aspek ibadah.6
2)
Pendekatan Mazhab dalam
Menjawab Permasalahan Fikih Klasik
Para ulama dari berbagai mazhab fikih—Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—menggunakan metode yang berbeda dalam
menyelesaikan masalah fikih. Mazhab Hanafi dikenal dengan pendekatan rasional (ra’yu),7
sementara Mazhab Maliki banyak menggunakan amal ahli Madinah sebagai dasar
hukum.8 Mazhab Syafi’i lebih mengutamakan dalil tekstual (nushushiyyah),9
sedangkan Mazhab Hanbali cenderung lebih konservatif dalam mengikuti hadis.10
3.2.
Masa'il Al-Fiqhiyah Kontemporer
(Mu’ashirah)
Seiring dengan perkembangan zaman, muncul berbagai
permasalahan baru yang tidak memiliki preseden langsung dalam kitab-kitab fikih
klasik. Masa'il Al-Fiqhiyah kontemporer mencakup permasalahan hukum yang muncul akibat perubahan sosial, ekonomi, dan
teknologi.11
1)
Tantangan Baru dalam
Hukum Islam
Permasalahan modern yang tidak dikenal dalam
fikih klasik, antara lain:
(*) Teknologi
Finansial (Fintech): Hukum transaksi digital, kripto, dan
e-commerce dalam Islam.12
(*) Kedokteran
dan Bioetika: Hukum bayi tabung, transplantasi organ, dan euthanasia.13
(*) Ibadah
dalam Kondisi Modern: Shalat di Stasiun Luar Angkasa, waktu
puasa di wilayah kutub.14
(*) Sistem
Politik dan Hukum Islam di Negara Demokrasi: Implementasi hukum
Islam dalam negara yang menerapkan sistem sekuler.15
2)
Perbedaan Antara Fikih
Klasik dan Kontemporer
Beberapa
perbedaan utama antara fikih klasik dan kontemporer meliputi:
(*) Metode
Istinbath Hukum: Fikih klasik lebih berorientasi pada kaidah
ushul yang ketat, sedangkan fikih kontemporer lebih fleksibel dengan
mempertimbangkan realitas sosial dan maslahat umum.16
(*) Sumber
Rujukan: Fikih klasik banyak mengandalkan ijma’ dan qiyas,
sementara fikih kontemporer lebih sering menggunakan maqasid syariah dan
ijtihad jama’i.17
(*) Pendekatan
Mazhab: Dalam fikih klasik, ulama cenderung berpegang teguh
pada satu mazhab, sedangkan dalam fikih kontemporer, pendekatan lintas mazhab (talfiq)
lebih sering digunakan untuk menghasilkan solusi hukum yang lebih kontekstual.18
3.3.
Metodologi dalam Menghadapi Masa'il
Al-Fiqhiyah Modern
Dalam menghadapi
tantangan fikih kontemporer, ulama menggunakan berbagai pendekatan metodologis untuk memastikan bahwa hukum yang
dihasilkan tetap relevan dengan zaman tetapi tetap sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
1)
Pendekatan Maqasid
Syariah
Maqasid Syariah adalah konsep yang menekankan
tujuan utama hukum Islam, yaitu menjaga agama (hifz ad-din),
jiwa (hifz an-nafs), akal (hifz al-‘aql),
keturunan (hifz an-nasl), dan harta (hifz
al-mal). Pendekatan ini sering digunakan dalam menetapkan hukum
terkait masalah modern yang belum ada dalam fikih klasik.19
2)
Istihsan dan Masalih
Mursalah
Istihsan adalah metode fikih yang digunakan untuk
menyimpangi hukum qiyas jika ada maslahat yang lebih kuat.20 Masalih
Mursalah adalah konsep hukum yang mempertimbangkan kemaslahatan umat yang tidak
bertentangan dengan dalil syar’i. Contohnya adalah hukum vaksinasi dalam Islam,
di mana vaksin diperbolehkan demi menjaga kesehatan masyarakat meskipun
mengandung unsur najis yang dalam kondisi normal dilarang.21
3)
Peran Fikih Prioritas
dalam Menyelesaikan Masa'il Al-Fiqhiyah
Fikih prioritas (fiqh al-awlawiyyat)
digunakan dalam menentukan mana yang lebih penting dalam kondisi tertentu.
Misalnya, dalam kasus pandemi, fatwa membolehkan shalat Jumat diganti dengan
shalat Zuhur di rumah demi menjaga kesehatan umat.22
Footnotes
[1]
Ibn Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997), 235.
[2]
Al-Ghazali, Al-Mustasfa fi Ilm
Al-Usul (Kairo: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyyah, 2003), 1:87.
[3]
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1989), 6:152.
[4]
Ibn Qudamah, Al-Mughni (Riyadh: Dar Al-Alam Al-Kutub, 1999), 9:234.
[5]
Al-Syafi’i, Al-Umm (Kairo: Dar Al-Maarif, 1965), 2:176.
[6]
Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 3:211.
[7]
Abu Zahrah, Tarikh Al-Mazahib
Al-Islamiyyah (Kairo: Dar Al-Fikr
Al-Arabi, 1997), 214.
[8]
Ibn Abi Zayd Al-Qairawani, Al-Risalah (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), 135.
[9]
Al-Nawawi, Al-Majmu' (Kairo: Dar Al-Hadith, 2004), 5:222.
[10]
Ibn Rajab Al-Hanbali, Jami'
Al-'Ulum wa Al-Hikam (Beirut: Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1998), 8:113.
[11]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001), 87.
[12]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa
tentang Mata Uang Digital (Jeddah:
OIC, 2021), 45.
[13]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah (London: IIIT, 2008), 140.
[14]
Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa
Collection (Cairo: Dar Al-Ifta,
2020), 77.
[15]
Kamali, Principles of Islamic
Jurisprudence, 312.
[16]
Muhammad Hashim Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence
(Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 312.
[17]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the
International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: Organization of Islamic
Cooperation, 2021), 68-82.
[18]
Dar Al-Ifta' Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar
Al-Ifta', 2019), 103-117.
[19]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law
(London: International Institute of Islamic Thought, 2008), 180-195.
[20]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008),
156-169.
[21]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975
(Jakarta: Erlangga, 2020), 210-225.
[22]
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar
Al-Qalam, 1999), 134-148.
4.
Studi Kasus Masa'il
Al-Fiqhiyah Kontemporer
Dalam konteks
kehidupan modern, banyak permasalahan fikih yang tidak secara langsung
disebutkan dalam sumber-sumber klasik. Oleh karena itu, diperlukan ijtihad yang
berlandaskan maqasid syariah, kaidah fikih, dan pendekatan lintas mazhab untuk
menghasilkan solusi yang relevan dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Berikut adalah beberapa studi kasus
yang menggambarkan bagaimana ulama dan lembaga fatwa menyelesaikan Masa'il
Al-Fiqhiyah kontemporer dalam berbagai bidang:
4.1.
Ekonomi dan Keuangan Islam
Seiring perkembangan
zaman, sistem ekonomi global telah mengalami transformasi yang signifikan. Muncul berbagai instrumen
keuangan baru yang membutuhkan pendekatan fikih untuk memastikan kehalalannya.
1)
Hukum Bank Syariah dan
Akad-Akadnya
Bank syariah merupakan solusi alternatif bagi umat
Islam yang ingin menghindari riba. Dalam operasionalnya, bank syariah
menggunakan berbagai akad seperti murabahah (jual beli dengan margin
keuntungan), mudharabah (kemitraan bisnis), musyarakah (kerja sama modal), dan
ijarah (sewa).1
(*) Fatwa Majma' Al-Fiqh
Al-Islami menyatakan bahwa bank syariah diperbolehkan selama
akad-akad yang digunakan sesuai dengan prinsip syariah dan tidak mengandung
unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (perjudian).2
2)
Transaksi Kripto dan
Aset Digital dalam Islam
Mata uang kripto seperti Bitcoin menjadi salah
satu inovasi teknologi finansial yang menimbulkan perdebatan di kalangan ulama.
Sebagian ulama mengharamkannya karena mengandung unsur spekulasi tinggi (gharar)
dan tidak memiliki underlying asset yang jelas.3
(*) Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa penggunaan kripto sebagai
alat tukar tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi kriteria mata uang dalam
Islam. Namun, sebagai komoditas atau aset digital yang memiliki manfaat dan
regulasi yang jelas, penggunaannya dapat dibenarkan.4
3)
Zakat dan Wakaf dalam
Konteks Modern
Dalam dunia modern, zakat dan wakaf tidak hanya
berbentuk harta fisik, tetapi juga dapat berupa
saham, reksadana, dan wakaf tunai digital.5
(*) Majma' Al-Fiqh
Al-Islami menyetujui konsep wakaf tunai sebagai bentuk modern
dari wakaf produktif yang dapat digunakan untuk kepentingan sosial dan ekonomi
umat.6
4.2.
Hukum Keluarga dan Sosial
Dalam kehidupan keluarga dan sosial, berbagai persoalan
modern juga muncul, menuntut solusi fikih yang adaptif terhadap perubahan
zaman.
1)
Pernikahan Siri,
Poligami, dan Nikah Online
(*) Nikah Siri
sering kali menjadi kontroversi karena tidak tercatat secara resmi di lembaga
negara. Ulama berbeda pendapat mengenai keabsahannya, tetapi mayoritas ulama
menyarankan pencatatan pernikahan demi menghindari kemudaratan seperti
hilangnya hak-hak istri dan anak.7
(*) Poligami
dalam Islam diperbolehkan dengan syarat keadilan. Namun, regulasi negara sering
kali membatasi praktik ini untuk melindungi hak perempuan dan anak.8
(*) Nikah Online,
yang dilakukan melalui video call atau aplikasi digital, menjadi perdebatan
karena tidak adanya pertemuan fisik antara wali, saksi, dan pengantin. Sebagian
ulama membolehkan dengan syarat adanya kepastian hukum dan verifikasi
identitas.9
2)
Hak Waris dalam
Masyarakat Modern
Pembagian waris sering kali menghadapi tantangan
dalam konteks hukum positif di berbagai negara. Misalnya, sebagian negara
menerapkan sistem waris yang berbeda dari hukum Islam.10
(*) Fatwa Dar Al-Ifta’
Mesir menegaskan bahwa hukum waris Islam tetap menjadi acuan
utama bagi umat Islam, meskipun dalam kasus tertentu, rekonsiliasi dapat
dilakukan selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.11
3)
Hukum Bayi Tabung dan
Surrogacy
(*) Bayi tabung
diperbolehkan dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan suami-istri
yang sah.12
(*) Surrogacy (ibu
pengganti) umumnya tidak diperbolehkan karena bertentangan
dengan konsep nasab dalam Islam.13
4.3.
Teknologi dan Medis
1)
Hukum Transplantasi Organ
dan Donor Darah
Mayoritas ulama membolehkan transplantasi organ
dengan syarat tidak menyebabkan kematian donor dan dilakukan atas dasar
kemaslahatan.14
(*) Majma' Al-Fiqh
Al-Islami menyatakan bahwa donor organ diperbolehkan selama
tidak ada unsur perdagangan organ yang bersifat eksploitasi.15
2)
Penggunaan AI dalam
Fatwa dan Keputusan Hukum Islam
Kecerdasan buatan (AI) mulai digunakan dalam
pembuatan fatwa, tetapi ulama menegaskan bahwa AI hanya boleh digunakan sebagai
alat bantu dan keputusan akhir tetap harus diambil oleh manusia.16
3)
Vaksinasi dan Bioetika
dalam Perspektif Islam
Sebagian vaksin mengandung unsur najis, tetapi
fatwa dari berbagai lembaga menyatakan bahwa penggunaannya diperbolehkan dalam
keadaan darurat.17
4.4.
Hukum Ibadah dalam Konteks
Globalisasi
1)
Fatwa tentang Waktu
Shalat di Wilayah Kutub
Wilayah yang mengalami siang dan malam ekstrem
memiliki aturan khusus dalam penentuan waktu shalat dan puasa, seperti
mengikuti waktu Mekah atau negara terdekat.18
2)
Haji dan Umrah Digital:
Perspektif Hukum Islam
Konsep haji dan umrah digital masih menjadi
perdebatan, tetapi penggunaan teknologi dalam bimbingan haji sudah banyak
diterapkan.19
3)
Hukum Shalat dengan
Aplikasi Digital
Aplikasi digital dapat membantu dalam bacaan
shalat, tetapi tidak menggantikan peran imam atau makmum.20
Footnotes
[1]
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1989), 4:213.
[2]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions
and Recommendations (Jeddah: OIC,
2021), 98.
[3]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001), 150.
[4]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa
No. 40 Tahun 2021 tentang Mata Uang Kripto (Jakarta: MUI, 2021).
[5]
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz
fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar
Al-Qalam, 1999), 234.
[6]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa
tentang Wakaf Tunai (Jeddah: OIC,
2019), 55.
[7]
Ibn Qudamah, Al-Mughni (Riyadh: Dar Al-Alam Al-Kutub, 1999), 9:322.
[8]
Al-Syafi’i, Al-Umm (Kairo: Dar Al-Maarif, 1965), 5:187.
[9]
Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa
Collection (Cairo: Dar Al-Ifta,
2020), 222.
[10]
Kamali, Principles of Islamic
Jurisprudence, 325.
[11]
Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar
Al-Ifta', 2019), 145-160.
[12]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008),
210-225.
[13]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Surrogacy (Jeddah: OIC,
2020), 77-89.
[14]
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus:
Dar Al-Fikr, 1989), 6:455.
[15]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the
International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: Organization of Islamic
Cooperation, 2021), 112-130.
[16]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law
(London: International Institute of Islamic Thought, 2008), 245-258.
[17]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa No. 4 Tahun 2021 tentang
Penggunaan Vaksin yang Mengandung Unsur Najis atau Haram (Jakarta: MUI,
2021).
[18]
Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic
Texts Society, 2003), 350-365.
[19]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Haji dan Umrah Digital
(Jeddah: OIC, 2022), 89-101.
[20]
Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020),
250-265.
5.
Tantangan dan Solusi dalam
Menganalisis Masa'il Al-Fiqhiyah
Menganalisis Masa'il
Al-Fiqhiyah dalam konteks kontemporer menghadapi berbagai
tantangan, baik dari segi metodologi, keberagaman pendapat, maupun dampak
globalisasi yang mempengaruhi praktik hukum
Islam. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat agar fikih tetap relevan
dalam menjawab permasalahan umat.
5.1.
Tantangan Global dalam
Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah
5.1.1.
Perbedaan Budaya dan
Geografis dalam Fatwa Fikih
Hukum Islam
diterapkan dalam berbagai konteks sosial dan budaya yang berbeda. Umat Islam
yang tinggal di negara mayoritas Muslim memiliki keleluasaan dalam menerapkan fikih dibanding mereka yang tinggal
di negara sekuler.1
·
Contoh
kasus:
Muslim di Eropa menghadapi tantangan
dalam praktik ibadah, seperti kesulitan menemukan masjid, penentuan waktu
shalat di wilayah kutub, dan hukum mengenakan hijab dalam lingkungan kerja.2
·
Dampaknya:
Perbedaan budaya ini menyebabkan variasi
dalam fatwa, sehingga ulama perlu mempertimbangkan realitas sosial dalam
menentukan hukum.3
5.1.2.
Pengaruh Teknologi
terhadap Fatwa dan Ijtihad
Kemajuan teknologi
telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara fatwa dikeluarkan.4
·
Penggunaan
kecerdasan buatan (AI) dalam fatwa:
Beberapa lembaga Islam mulai menggunakan
AI untuk merespons pertanyaan fikih secara otomatis.5 Namun, ada
kekhawatiran bahwa AI tidak dapat menggantikan peran mufti yang memahami maqasid
syariah dan istinbath hukum secara mendalam.6
·
Media
sosial sebagai sarana penyebaran fatwa:
Banyak fatwa viral di media sosial tanpa
konfirmasi otoritas keilmuan, sehingga masyarakat bisa terjebak dalam informasi
yang keliru.7
5.1.3.
Politisasi Fatwa
dalam Keputusan Hukum Islam
Fatwa seharusnya
bersifat independen dan berlandaskan dalil syar’i. Namun, dalam beberapa kasus,
fatwa dapat dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.8
·
Contoh
kasus:
Beberapa negara mengeluarkan fatwa yang
mendukung kebijakan politik pemerintah, meskipun ada pertentangan dengan
prinsip keadilan dalam Islam.9
·
Dampaknya:
Kredibilitas lembaga fatwa dapat
menurun, sehingga diperlukan transparansi dan mekanisme independen dalam
penentuan hukum Islam.10
5.2.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi
tantangan di atas, diperlukan pendekatan yang holistik dalam menyesuaikan hukum Islam dengan perkembangan
zaman tanpa mengabaikan prinsip dasar syariah.
5.2.1.
Pentingnya Sinergi
antara Ulama, Akademisi, dan Teknologi
Fikih kontemporer
membutuhkan kolaborasi antara ulama, akademisi, dan ahli teknologi untuk menghasilkan solusi hukum yang relevan.11
·
Pendekatan
multidisipliner:
Fatwa tentang transaksi digital,
kedokteran, dan bioetika sebaiknya melibatkan pakar di bidangnya agar fatwa
yang dikeluarkan memiliki dasar ilmiah yang kuat.12
·
Pendidikan
fikih digital:
Lembaga pendidikan Islam perlu
mengajarkan fikih dalam konteks modern, termasuk analisis hukum terkait ekonomi
digital, hukum siber, dan teknologi medis.13
5.2.2.
Penguatan Lembaga
Fatwa dalam Konteks Global
Lembaga fatwa harus memiliki
sistem yang lebih terorganisir agar tidak terjadi tumpang tindih fatwa.14
·
Contoh
langkah strategis:
(*) Majma'
Al-Fiqh Al-Islami (OKI) berupaya menyatukan fatwa yang dapat
diaplikasikan secara global.15
(*) Dar
Al-Ifta' Mesir menggunakan metode ijtihad jama’i (ijtihad kolektif)
untuk menghasilkan keputusan hukum yang lebih kuat.16
(*) Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengembangkan sistem fatwa berbasis riset
akademik.17
5.2.3.
Menjaga Keaslian
Ijtihad dalam Era Digital
Perkembangan media
digital menuntut ulama untuk tetap menjaga orisinalitas ijtihad agar tidak terpengaruh oleh opini yang tidak berbasis
ilmu.18
·
Solusi:
(*) Menetapkan
standar kredibilitas fatwa online, dengan menyertakan dalil dan
metode istinbath hukum yang jelas.19
(*) Meningkatkan
literasi keislaman di kalangan umat, agar mereka mampu
membedakan antara fatwa yang valid dan yang tidak memiliki otoritas ilmiah.20
Footnotes
[1]
Kamali, Principles of Islamic
Jurisprudence (Cambridge: Islamic
Texts Society, 2003), 376.
[2]
Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah, Al-Fatawa
Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar Al-Ifta',
2019), 120.
[3]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions
and Recommendations (Jeddah: OIC,
2021), 77-85.
[4]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as
Philosophy of Islamic Law (London:
International Institute of Islamic Thought, 2008), 198.
[5]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Cairo: Maktabah Wahbah, 2001), 190.
[6]
Muhammad Hashim Kamali, The
Parameters of Halal and Haram in Shariah and the Halal Industry (Kuala Lumpur: International Institute of Advanced
Islamic Studies, 2018), 88.
[7]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan
Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta:
Erlangga, 2020), 250-267.
[8]
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1989), 3:320.
[9]
Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa
Collection (Cairo: Dar Al-Ifta,
2020), 99.
[10]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Guidelines
on Issuing Fatwas (Jeddah: OIC,
2019), 56-67.
[11]
Jasser Auda, Relevance of Maqasid
Shariah in Contemporary Society
(London: IIIT, 2015), 210-220.
[12]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 145.
[13]
Kamali, Principles of Islamic
Jurisprudence, 398.
[14]
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz
fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar
Al-Qalam, 1999), 312.
[15]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolutions
and Recommendations (Jeddah: OIC,
2021), 78.
[16]
Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa
Collection, 133.
[17]
MUI, Himpunan Fatwa MUI
Sejak 1975, 270.
[18]
Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 2:177.
[19]
Kamali, The Parameters of Halal
and Haram in Shariah, 110.
[20]
Auda, Relevance of Maqasid
Shariah, 231.
6.
Kesimpulan
Kajian Masa'il
Al-Fiqhiyah merupakan bagian penting dalam perkembangan hukum
Islam yang terus beradaptasi dengan dinamika zaman. Sebagai suatu disiplin
ilmu, fikih tidak hanya berfungsi
untuk menetapkan hukum dalam ranah ibadah, tetapi juga dalam aspek sosial,
ekonomi, politik, dan teknologi. Dengan pendekatan yang berbasis Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’, Qiyas, Maqasid Syariah, dan Kaidah Fikih, ulama
berusaha untuk memastikan bahwa syariat Islam tetap relevan dan mampu menjawab
tantangan kehidupan modern.1
Dalam pembahasan
artikel ini, terdapat beberapa
poin utama yang dapat disimpulkan:
6.1.
Pentingnya Masa'il
Al-Fiqhiyah dalam Islam
Permasalahan fikih
selalu berkembang seiring perubahan zaman. Hal ini menuntut para ulama untuk melakukan ijtihad dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan kontemporer
yang tidak memiliki preseden langsung dalam sumber-sumber klasik.2
·
Contoh
permasalahan modern:
Hukum transaksi digital, kecerdasan
buatan dalam fatwa, hukum vaksinasi, serta aspek bioetika seperti bayi tabung
dan transplantasi organ.3
·
Peran
ulama dan lembaga fatwa:
Lembaga seperti Majma'
Al-Fiqh Al-Islami, Dar Al-Ifta', dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan bimbingan hukum yang sesuai
dengan kebutuhan umat.4
6.2.
Perlunya Keseimbangan antara
Pemahaman Klasik dan Konteks Kontemporer
Fikih Islam memiliki
dasar yang kuat dalam kitab-kitab klasik, namun di saat yang sama harus mampu menjawab tantangan era modern.
·
Keseimbangan
ini dapat dicapai melalui:
(*) Pendekatan
Maqasid Syariah, yaitu mempertimbangkan maslahat (kemaslahatan
umum) dan menolak mafsadat (kerusakan).5
(*) Penggunaan
Istihsan dan Masalih Mursalah, yang memungkinkan fleksibilitas
hukum dalam kasus yang belum memiliki dalil eksplisit.6
(*) Ijtihad
Jama’i, yaitu pendekatan kolektif yang dilakukan oleh para
ulama dari berbagai disiplin ilmu guna menghasilkan keputusan hukum yang lebih
tepat dan objektif.7
Dalam hal ini, Yusuf
Al-Qaradawi menekankan bahwa ijtihad yang baik bukan hanya yang berpegang
pada nash, tetapi juga memahami realitas sosial dan teknologi yang terus
berkembang.8
6.3.
Peran Umat Islam dalam
Menyikapi Problematika Fikih dengan Bijak
Tantangan utama
dalam memahami fikih modern adalah bagaimana masyarakat dapat menyikapi
perbedaan fatwa dan ijtihad ulama dengan bijaksana.9
·
Literasi
Fikih:
Umat Islam perlu memiliki pemahaman
dasar tentang kaidah-kaidah fikih sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
fatwa-fatwa yang tidak jelas sumbernya.10
·
Pentingnya
Otoritas Keilmuan:
Dalam menghadapi isu-isu kontemporer,
umat Islam hendaknya merujuk kepada lembaga dan ulama yang memiliki otoritas
ilmiah yang jelas dan tidak mengikuti pendapat yang viral di media sosial tanpa
validasi akademik.11
·
Kontekstualisasi
Hukum Islam:
Beberapa perbedaan pendapat dalam fikih
merupakan hal yang wajar dan harus disikapi dengan sikap tasamuh (toleransi),
selama masih dalam koridor Ahlus Sunnah wal Jamaah.12
6.4.
Implikasi Masa'il
Al-Fiqhiyah terhadap Masa Depan Hukum Islam
Kajian Masa'il
Al-Fiqhiyah akan terus berkembang seiring dengan perubahan
sosial dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang perlu
diperhatikan untuk memastikan
hukum Islam tetap aktual dan aplikatif:
1)
Memperkuat
pendidikan fikih modern:
Lembaga pendidikan Islam perlu
memasukkan studi fikih kontemporer dalam kurikulumnya sehingga generasi
mendatang dapat memahami konsep hukum Islam yang relevan dengan perkembangan
zaman.13
2)
Menjaga
orisinalitas hukum Islam dalam era digital:
Penyebaran fatwa yang tidak akurat di
media sosial harus diantisipasi dengan membangun platform fatwa berbasis
akademik yang dikelola oleh ulama terpercaya.14
3)
Mengembangkan
konsep fikih lintas disiplin:
Islam tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kolaborasi antara ulama,
ekonom, ilmuwan, dan pakar teknologi menjadi kebutuhan mendesak dalam kajian
fikih masa depan.15
Dengan adanya
langkah-langkah ini, diharapkan fikih Islam tidak hanya tetap relevan di tengah
perubahan zaman, tetapi juga dapat menjadi solusi nyata bagi permasalahan umat
di masa depan.16
Footnotes
[1]
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1989), 2:45.
[2]
Kamali, Principles of Islamic
Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts
Society, 2003), 398.
[3]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions
and Recommendations (Jeddah: OIC,
2021), 80.
[4]
Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa
Collection (Cairo: Dar Al-Ifta,
2020), 250-265.
[5]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as
Philosophy of Islamic Law (London:
International Institute of Islamic Thought, 2008), 167.
[6]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 210.
[7]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Guidelines
on Issuing Fatwas (Jeddah: OIC,
2019), 56-67.
[8]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Cairo: Maktabah Wahbah, 2001), 190.
[9]
Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 3:177.
[10]
Kamali, The Parameters of Halal
and Haram in Shariah and the Halal Industry (Kuala Lumpur: International Institute of Advanced Islamic Studies,
2018), 110.
[11]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan
Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta:
Erlangga, 2020), 270.
[12]
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz
fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar
Al-Qalam, 1999), 312.
[13]
Jasser Auda, Relevance of Maqasid
Shariah in Contemporary Society
(London: IIIT, 2015), 210.
[14]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolutions
and Recommendations (Jeddah: OIC,
2021), 78.
[15]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’, 195.
[16]
Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 4:188.
Daftar Pustaka
Auda, J. (2008). Maqasid Al-Shariah as
Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. London: International
Institute of Islamic Thought.
Auda, J. (2015). Relevance of Maqasid Shariah in
Contemporary Society. London: IIIT.
Al-Ghazali, M. (2003). Al-Mustasfa fi Ilm
Al-Usul. Cairo: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Al-Nawawi, Y. (2004). Al-Majmu' Sharh
Al-Muhadhdhab. Cairo: Dar Al-Hadith.
Al-Qaradawi, Y. (2001). Fiqh Al-Waqi’.
Cairo: Maktabah Wahbah.
Al-Qaradawi, Y. (2008). Fiqh Al-Maqasid.
Cairo: Dar Al-Shuruq.
Al-Syafi’i, M. (1965). Al-Umm. Cairo: Dar
Al-Maarif.
Al-Zuhaili, W. (1986). Ushul Al-Fiqh Al-Islami.
Damascus: Dar Al-Fikr.
Al-Zuhaili, W. (1989). Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu. Damascus: Dar Al-Fikr.
Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah. (2019). Al-Fatawa
Al-Mu’ashirah. Cairo: Dar Al-Ifta'.
Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah. (2020). Fatwa
Collection. Cairo: Dar Al-Ifta'.
Ibn Khaldun, A. (1997). Muqaddimah. Beirut:
Dar Al-Fikr.
Ibn Qudamah, M. (1999). Al-Mughni. Riyadh:
Dar Al-Alam Al-Kutub.
Kamali, M. H. (2003). Principles of Islamic
Jurisprudence. Cambridge: Islamic Texts Society.
Kamali, M. H. (2018). The Parameters of Halal
and Haram in Shariah and the Halal Industry. Kuala Lumpur: International
Institute of Advanced Islamic Studies.
Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2020). Himpunan
Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta: Erlangga.
Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2021). Fatwa No.
4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Vaksin yang Mengandung Unsur Najis atau Haram.
Jakarta: MUI.
Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2021). Fatwa No.
40 Tahun 2021 tentang Mata Uang Kripto. Jakarta: MUI.
Majma' Al-Fiqh Al-Islami. (2019). Guidelines on
Issuing Fatwas. Jeddah: Organization of Islamic Cooperation.
Majma' Al-Fiqh Al-Islami. (2021). Decisions and
Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy. Jeddah:
Organization of Islamic Cooperation.
Majma' Al-Fiqh Al-Islami. (2022). Fatwa tentang
Haji dan Umrah Digital. Jeddah: Organization of Islamic Cooperation.
Zaidan, A. K. (1999). Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh.
Baghdad: Dar Al-Qalam.
Lampiran: Daftar Masa'il
Al-Fiqhiyah Populer dan Jawaban Hukumnya
Berikut adalah daftar
beberapa Masa'il Al-Fiqhiyah yang
populer dalam kajian fikih kontemporer beserta jawaban hukumnya yang bersumber
dari fatwa ulama dan lembaga fikih yang kredibel.
1)
Hukum Cryptocurrency
dalam Islam
Masalah: Apakah mata uang
kripto seperti Bitcoin halal atau haram dalam Islam?
Jawaban: Mata uang kripto
dikategorikan sebagai aset digital dan bukan mata uang sah menurut fikih Islam.
Sebagian besar ulama mengharamkannya sebagai alat tukar karena unsur gharar
(ketidakpastian) dan maysir (spekulasi). Namun, sebagai
aset digital dengan regulasi yang jelas, penggunaannya dapat diperbolehkan.1
2)
Hukum Bayi Tabung
dan Surrogacy dalam Islam
Masalah: Apakah program bayi
tabung dan ibu pengganti (surrogacy) diperbolehkan dalam
Islam?
Jawaban: Bayi tabung
diperbolehkan jika sperma dan ovum berasal dari pasangan suami-istri
yang sah.2 Namun, surrogacy (ibu pengganti) tidak
diperbolehkan dalam Islam karena dapat menyebabkan ketidakjelasan nasab dan
berpotensi menimbulkan konflik sosial.3
3)
Hukum Musik dan Alat
Musik dalam Islam
Masalah: Apakah musik dan alat
musik diperbolehkan dalam Islam?
Jawaban: Para ulama berbeda
pendapat. Mazhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan musik yang tidak
mengandung unsur maksiat, sedangkan sebagian ulama dari Mazhab Hanbali dan
sebagian ulama Syafi’i mengharamkan alat musik kecuali rebana (duff) dalam
acara tertentu.4
4)
Hukum Transplantasi
Organ dalam Islam
Masalah: Apakah donor
dan transplantasi organ diperbolehkan dalam Islam?
Jawaban: Mayoritas ulama
membolehkan transplantasi organ dengan syarat tidak menyebabkan kematian donor
dan dilakukan untuk kemaslahatan umat.5 Namun, jual beli organ
manusia tetap diharamkan dalam Islam.6
5)
Hukum Asuransi dalam
Islam
Masalah: Apakah asuransi
konvensional diperbolehkan dalam Islam?
Jawaban: Asuransi konvensional
mengandung unsur gharar dan riba,
sehingga umumnya dianggap haram. Namun, asuransi berbasis ta'awun
(tolong-menolong) seperti asuransi syariah diperbolehkan.7
6)
Hukum Euthanasia
dalam Islam
Masalah: Apakah euthanasia
(suntik mati) diperbolehkan dalam Islam?
Jawaban: Euthanasia aktif yang
dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang secara sengaja dilarang dalam Islam
karena melanggar hukum pembunuhan.8 Namun, penghentian alat medis
dalam kondisi tertentu dapat diperbolehkan jika tidak ada harapan kesembuhan.9
7)
Hukum Shalat di
Stasiun Luar Angkasa
Masalah: Bagaimana cara shalat
bagi astronot Muslim di luar angkasa?
Jawaban: Ulama menyarankan mengikuti waktu shalat berdasarkan negara asal
keberangkatan atau mengikuti jadwal shalat Mekah.10
8)
Hukum Perbankan
Syariah
Masalah: Apakah bank syariah
benar-benar
bebas dari riba?
Jawaban: Sistem perbankan
syariah menggunakan akad-akad seperti murabahah, ijarah, mudharabah, dan musyarakah
yang sesuai dengan syariah.11 Namun, perlu diawasi
agar tidak ada praktik yang menyimpang dari prinsip Islam.12
9)
Hukum Nikah Online
dalam Islam
Masalah: Apakah pernikahan
online sah dalam Islam?
Jawaban: Pernikahan online
diperbolehkan jika memenuhi rukun dan syarat nikah, seperti adanya
wali, saksi, ijab kabul, dan kepastian identitas calon pengantin.13
10)
Hukum Vaksinasi yang
Mengandung Unsur Najis
Masalah: Apakah vaksin yang mengandung unsur najis boleh digunakan dalam
Islam?
Jawaban: Jika tidak ada
alternatif lain dan bersifat darurat, vaksinasi tetap diperbolehkan berdasarkan kaidah ad-dharurat
tubih al-mahdhurat (keadaan darurat memperbolehkan sesuatu yang
dilarang).14
Footnotes
[1]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa
No. 40 Tahun 2021 tentang Mata Uang Kripto (Jakarta: MUI, 2021).
[2]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 210.
[3]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa
tentang Surrogacy (Jeddah: OIC,
2020), 77-89.
[4]
Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 11:567.
[5]
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr,
1989), 6:455.
[6]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions
and Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: OIC, 2021), 112-130.
[7]
Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa
Collection (Cairo: Dar Al-Ifta,
2020), 222.
[8]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Cairo: Maktabah Wahbah, 2001), 150.
[9]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan
Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta:
Erlangga, 2020), 155-178.
[10]
Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa
tentang Waktu Shalat di Luar Angkasa
(Jeddah: OIC, 2022), 55.
[11]
Kamali, Principles of Islamic
Jurisprudence (Cambridge: Islamic
Texts Society, 2003), 312.
[12]
Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 3:177.
[13]
Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa
tentang Pernikahan Online (Cairo:
Dar Al-Ifta, 2019), 145.
[14]
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa
No. 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Vaksin yang Mengandung Unsur Najis atau
Haram (Jakarta: MUI, 2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar