Kamis, 13 Februari 2025

Masa'il Al Fiqhiyah: Permasalahan Fikih Kontemporer dalam Perspektif Islam

Masa'il Al Fiqhiyah

Permasalahan Fikih Kontemporer dalam Perspektif Islam


Abstrak

Masa'il Al-Fiqhiyah merupakan kajian fikih yang berfokus pada permasalahan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat klasik maupun kontemporer. Artikel ini membahas dasar-dasar Masa'il Al-Fiqhiyah, termasuk sumber hukum yang digunakan, metodologi istinbath, serta prinsip-prinsip yang diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan fikih. Selain itu, artikel ini juga mengkaji berbagai studi kasus permasalahan fikih kontemporer, seperti hukum ekonomi digital, bioetika medis, serta pengaruh teknologi terhadap fatwa Islam. Tantangan dalam menganalisis Masa'il Al-Fiqhiyah juga dibahas, mencakup perbedaan budaya dalam penerapan fikih, politisasi fatwa, serta perkembangan teknologi yang mempengaruhi otoritas keilmuan dalam hukum Islam. Sebagai solusi, sinergi antara ulama, akademisi, dan ilmuwan teknologi menjadi langkah penting dalam merumuskan fatwa yang akurat dan aplikatif. Selain itu, penguatan lembaga fatwa dan pemanfaatan metodologi maqasid syariah diperlukan untuk menjaga relevansi hukum Islam dalam menghadapi dinamika zaman. Dengan pendekatan yang lebih adaptif dan berbasis prinsip-prinsip syariah, Masa'il Al-Fiqhiyah dapat menjadi instrumen hukum Islam yang fleksibel namun tetap sesuai dengan tujuan utama syariat.

Kata Kunci: Masa'il Al-Fiqhiyah, Fikih Kontemporer, Ijtihad, Maqasid Syariah, Fatwa, Teknologi, Ekonomi Islam, Bioetika, Fikih Digital.


PEMBAHASAN

Permasalahan Fikih Kontemporer dalam Perspektif Islam


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Masa'il Al-Fiqhiyah

Masa'il Al-Fiqhiyah (مسائل الفقهية) secara etimologi terdiri dari dua kata: masa'il (مسائل) yang berarti "permasalahan" atau "persoalan," dan fiqhiyah (الفقهية) yang merujuk pada "fikih" atau hukum Islam.1 Secara terminologi, istilah ini mengacu pada berbagai permasalahan fikih yang muncul di tengah umat Islam dan membutuhkan pemecahan hukum berdasarkan sumber-sumber syariat, seperti Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas. Para ulama menggunakan berbagai metode ijtihad dalam menyelesaikan permasalahan ini, baik dengan merujuk pada kaidah fikih (qawa'id fiqhiyyah), maqasid syariah, maupun pendekatan ushul fikih lainnya.2

Perkembangan zaman dan dinamika sosial menuntut kajian yang lebih luas terhadap Masa'il Al-Fiqhiyah, khususnya dalam konteks kontemporer. Beberapa isu yang dahulu tidak dikenal dalam fikih klasik kini menjadi perhatian utama dalam kajian hukum Islam, seperti hukum transaksi digital, kedokteran modern, dan teknologi kecerdasan buatan dalam sistem keuangan Islam.3

1.2.       Urgensi Pembahasan Permasalahan Fikih dalam Konteks Kontemporer

Seiring perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, muncul berbagai persoalan baru yang belum memiliki preseden langsung dalam kitab-kitab fikih klasik. Oleh karena itu, kajian Masa'il Al-Fiqhiyah menjadi semakin penting untuk memastikan bahwa hukum Islam tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman. Misalnya, dalam konteks ekonomi Islam, ulama kontemporer telah membahas hukum kripto sebagai aset digital yang tidak dikenal pada masa klasik, menggunakan metode qiyas dan pendekatan maqasid syariah untuk menilai maslahat dan mudaratnya.4

Selain itu, kajian ini juga berfungsi untuk menjaga kemurnian hukum Islam dari penyimpangan akibat perubahan budaya dan ideologi global. Misalnya, dalam isu gender dan hukum keluarga, terdapat tekanan dari pemikiran liberal yang menuntut reinterpretasi hukum waris Islam. Oleh karena itu, pembahasan Masa'il Al-Fiqhiyah sangat diperlukan untuk memastikan bahwa ijtihad yang dilakukan tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang otoritatif.5

1.3.       Ruang Lingkup Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah

Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah tidak hanya terbatas pada masalah ibadah (ta’abbudi), tetapi juga mencakup aspek muamalah, politik, ekonomi, kedokteran, dan berbagai bidang kehidupan lainnya.6 Misalnya, dalam aspek ibadah, muncul persoalan seperti waktu salat di daerah kutub yang mengalami fenomena siang dan malam ekstrem. Dalam aspek ekonomi, muncul tantangan baru seperti akad jual beli online yang tidak memiliki majlis aqd secara fisik sebagaimana diatur dalam fikih klasik.7

Dengan demikian, ruang lingkup Masa'il Al-Fiqhiyah sangat luas dan mencakup berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk memastikan pembahasannya tetap sistematis, para ulama mengelompokkan permasalahan ini berdasarkan bidangnya, seperti fikih ibadah, fikih muamalah, fikih keluarga, fikih siyasah (politik Islam), dan fikih medis.8

1.4.       Metodologi dalam Menyelesaikan Problematika Fikih

Dalam menyelesaikan permasalahan fikih, para ulama menggunakan berbagai pendekatan metodologis. Di antara metode utama yang digunakan adalah:

1)                  Pendekatan Teksual (An-Nushushiyyah):

Mengacu pada dalil eksplisit dari Al-Qur’an dan hadis yang secara langsung memberikan solusi terhadap suatu masalah.9

2)                  Pendekatan Analogis (Al-Qiyas):

Digunakan ketika tidak ditemukan dalil eksplisit, dengan membandingkan masalah baru dengan hukum yang telah ada berdasarkan kesamaan illat.10

3)                  Pendekatan Maqasid Syariah:

Digunakan untuk menilai maslahat dan mudarat suatu hukum dalam rangka menjaga lima tujuan utama syariat (hifz ad-din, hifz an-nafs, hifz al-‘aql, hifz an-nasl, hifz al-mal).11

4)                  Pendekatan Masalih Mursalah:

Menggunakan prinsip kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan sumber utama syariat.12

5)                  Pendekatan Ijma’ dan Fatwa Kontemporer:

Mempelajari pendapat kolektif ulama dan keputusan lembaga fatwa internasional seperti Majma' Al-Fiqh Al-Islami atau Darul Ifta'.13

Pendekatan-pendekatan ini digunakan secara fleksibel tergantung pada jenis permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, kajian Masa'il Al-Fiqhiyah bukan hanya soal mencari jawaban atas pertanyaan fikih, tetapi juga bagaimana hukum Islam dapat diterapkan secara relevan dalam kehidupan modern.14


Footnotes

[1]                Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 23.

[2]                Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1997), 45.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001), 87.

[4]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, "Fatwa tentang Mata Uang Digital," Journal of Islamic Finance Studies 7, no. 2 (2021): 134-150.

[5]                Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 237.

[6]                Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law (London: The International Institute of Islamic Thought, 2008), 102.

[7]                Muhammad Sa’id Al-Bouti, Dhawabit Al-Maslahah fi As-Syari'ah Al-Islamiyyah (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2000), 156.

[8]                Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Kairo: Maktabah Al-Da'wah Al-Islamiyah, 1984), 98.

[9]                Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul Al-Shari'ah (Kairo: Dar Ibn Affan, 1998), 3:221.

[10]             Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, I’lam Al-Muwaqqi'in (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1986), 1:45.

[11]             Auda, Maqasid Al-Shariah, 140.

[12]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Kairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 99.

[13]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolusi dan Fatwa (Jeddah: OIC, 2019), 45.

[14]             Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar Al-Qalam, 1999), 78.


2.           Dasar-Dasar Masa'il Al-Fiqhiyah dalam Islam

2.1.       Sumber-Sumber Hukum dalam Menyelesaikan Masa'il Al-Fiqhiyah

Dalam Islam, sumber hukum utama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan fikih (Masa'il Al-Fiqhiyah) berasal dari dalil-dalil syar'i yang telah disepakati oleh para ulama. Sumber-sumber ini menjadi landasan dalam menetapkan hukum Islam terhadap berbagai permasalahan baru yang muncul seiring perkembangan zaman.

1)                  Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber hukum pertama dan utama dalam Islam. Ia berisi pedoman hidup yang mencakup aspek akidah, ibadah, muamalah, dan hukum.1 Namun, tidak semua permasalahan fikih dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, diperlukan sumber hukum lainnya untuk memperjelas atau menafsirkan ayat-ayat yang bersifat umum atau mujmal.2

2)                  Hadis

Hadis atau Sunnah Rasulullah Saw merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadis menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat global dan memberikan contoh praktis dalam penerapannya.3 Dalam menyelesaikan Masa'il Al-Fiqhiyah, hadis sering menjadi rujukan utama setelah Al-Qur’an, terutama dalam masalah yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam kitab suci.4

3)                  Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid dari suatu generasi terhadap suatu hukum dalam Islam.5 Dalam perkembangan fikih Islam, ijma’ memiliki peran penting dalam menetapkan hukum terhadap persoalan-persoalan baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadis.6

4)                  Qiyas

Qiyas adalah metode analogi hukum Islam yang digunakan untuk menentukan hukum suatu permasalahan yang tidak memiliki dalil eksplisit dengan membandingkannya dengan hukum yang telah ditetapkan berdasarkan persamaan ‘illat.7 Contoh penerapan qiyas adalah pengharaman narkotika yang dianalogikan dengan khamr karena memiliki efek memabukkan.8

5)                  Ijtihad dan Fatwa Kontemporer

Ijtihad merupakan usaha maksimal para ulama dalam menggali hukum dari sumber-sumber syariah. Ijtihad sangat penting dalam menghadapi perkembangan zaman yang terus berubah.9 Dalam konteks kontemporer, lembaga fatwa seperti Majma’ Al-Fiqh Al-Islami dan Darul Ifta’ memainkan peran penting dalam menetapkan hukum terhadap permasalahan baru seperti keuangan syariah, teknologi medis, dan hukum digital.10

2.2.       Prinsip-Prinsip dalam Mengkaji Masa'il Al-Fiqhiyah

Dalam menganalisis permasalahan fikih, ulama menggunakan beberapa prinsip dasar yang membantu dalam merumuskan hukum dengan pendekatan yang sistematis dan berlandaskan dalil yang kuat.

1)                  Kaidah Fikih (Qawa'id Fiqhiyyah)

Kaidah fikih adalah prinsip umum yang digunakan dalam memahami dan menyelesaikan berbagai permasalahan hukum Islam.11 Beberapa kaidah fikih yang sering digunakan dalam Masa'il Al-Fiqhiyah antara lain:

(*) Al-Umuru Bimaqasidiha (Segala perkara bergantung pada niatnya).

(*) Ad-Dhararu Yuzalu (Kemudaratan harus dihilangkan).

(*) Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taisir (Kesulitan membawa kemudahan).12

2)                  Metode Tarjih dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat

Dalam sejarah fikih Islam, sering ditemukan perbedaan pendapat di antara para ulama. Oleh karena itu, metode tarjih digunakan untuk memilih pendapat yang lebih kuat berdasarkan dalil yang lebih sahih dan argumentasi yang lebih rasional.13

3)                  Peran Ushul Fiqh dalam Menyelesaikan Problematika Fikih

Ushul fiqh berfungsi sebagai metodologi dalam memahami dan merumuskan hukum dari sumber-sumber Islam.14 Konsep seperti istihsan (preferensi hukum berdasarkan maslahat) dan masalih mursalah (kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan dalil syar’i) sering digunakan dalam menghadapi tantangan hukum modern.15

2.3.       Peran Ulama dan Lembaga Fatwa dalam Menentukan Keputusan Fikih

1)                  Peran Mazhab dalam Konteks Masa'il Al-Fiqhiyah

Mazhab-mazhab fikih seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali telah memberikan kontribusi besar dalam penyusunan prinsip-prinsip fikih. Pendekatan mazhab tetap menjadi rujukan dalam ijtihad kontemporer karena metodologi yang mereka gunakan tetap relevan dalam menjawab berbagai permasalahan baru.16

2)                  Lembaga Fatwa dan Ijtihad Jama’i

Di era modern, berbagai lembaga fatwa telah berdiri untuk memberikan panduan hukum bagi umat Islam, seperti:

(*) Majma' Al-Fiqh Al-Islami (OKI) yang mengeluarkan fatwa terkait keuangan Islam dan isu-isu kontemporer.17

(*) Dar Al-Ifta' Mesir yang memberikan panduan hukum bagi masyarakat Muslim di dunia.18

(*) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berperan dalam menetapkan fatwa bagi umat Islam di Indonesia.19

Ijtihad jama’i atau ijtihad kolektif juga semakin dikedepankan dalam menyelesaikan permasalahan hukum Islam yang kompleks, terutama dalam bidang ekonomi dan teknologi modern.20


Footnotes

[1]                Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1991), 1:45.

[2]                Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1997), 79.

[3]                Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, 1959), 1:99.

[4]                Yusuf Al-Qaradawi, Kaifa Nata'amal Ma'a As-Sunnah (Kairo: Dar Al-Shuruq, 2001), 55.

[5]                Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Kairo: Maktabah Al-Da'wah Al-Islamiyah, 1984), 145.

[6]                Al-Syaukani, Irsyad Al-Fuhul (Kairo: Dar Al-Kutub, 1966), 222.

[7]                Ibn Qudamah, Raudhatun Nadhir (Kairo: Maktabah Al-Khanji, 1973), 3:144.

[8]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolusi dan Fatwa (Jeddah: OIC, 2019), 78.

[9]                Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law (London: IIIT, 2008), 167.

[10]             Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 102.

[11]             Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 2:155.

[12]             Al-Zarkasyi, Al-Bahr Al-Muhit (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1994), 5:233.

[13]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Kairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 140.

[14]             Muhammad Sa’id Al-Bouti, Dhawabit Al-Maslahah (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2000), 190.

[15]             Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar Al-Qalam, 1999), 104.

[16]             Muhammad Hashim Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 312.

[17]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: Organization of Islamic Cooperation, 2021), 45-67.

[18]             Dar Al-Ifta' Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar Al-Ifta', 2019), 88-102.

[19]             Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2020), 155-178.

[20]             Ahmad Raisuni, Nazariyat Al-Maqasid 'inda Al-Imam Al-Shatibi (Rabat: Dar Al-Alami, 1995), 211.


3.           Klasifikasi Masa'il Al-Fiqhiyah

Masa'il Al-Fiqhiyah dapat diklasifikasikan berdasarkan ruang lingkup dan karakteristiknya. Secara umum, pembagian ini meliputi Masa'il Al-Fiqhiyah Klasik (Turatsiyah) dan Masa'il Al-Fiqhiyah Kontemporer (Mu’ashirah). Klasifikasi ini membantu dalam memahami bagaimana metode dan pendekatan fikih berkembang dari masa ke masa sesuai dengan tuntutan zaman.

3.1.       Masa'il Al-Fiqhiyah Klasik (Turatsiyah)

Masa'il Al-Fiqhiyah klasik mencakup permasalahan hukum Islam yang telah dibahas oleh ulama sejak masa generasi salaf hingga periode kodifikasi fikih dalam kitab-kitab mazhab. Permasalahan ini umumnya bersumber dari peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat Muslim pada saat itu, seperti hukum jual beli dalam ekonomi agraris, tata cara ibadah dalam kondisi normal, dan hukum keluarga dalam struktur sosial tradisional.1

1)                  Contoh Permasalahan yang Dibahas oleh Ulama Klasik

Beberapa contoh permasalahan fikih klasik yang sering dibahas dalam kitab-kitab turats antara lain:

(*) Hukum riba dalam transaksi perdagangan.2

(*) Ketentuan waris berdasarkan hukum faraidh.3

(*) Hukum qisas dan diyat dalam kasus pembunuhan.4

(*) Hukum pernikahan, termasuk mahar, talak, dan ‘iddah.5

(*) Masalah najis dan thaharah dalam aspek ibadah.6

2)                  Pendekatan Mazhab dalam Menjawab Permasalahan Fikih Klasik

Para ulama dari berbagai mazhab fikih—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—menggunakan metode yang berbeda dalam menyelesaikan masalah fikih. Mazhab Hanafi dikenal dengan pendekatan rasional (ra’yu),7 sementara Mazhab Maliki banyak menggunakan amal ahli Madinah sebagai dasar hukum.8 Mazhab Syafi’i lebih mengutamakan dalil tekstual (nushushiyyah),9 sedangkan Mazhab Hanbali cenderung lebih konservatif dalam mengikuti hadis.10

3.2.       Masa'il Al-Fiqhiyah Kontemporer (Mu’ashirah)

Seiring dengan perkembangan zaman, muncul berbagai permasalahan baru yang tidak memiliki preseden langsung dalam kitab-kitab fikih klasik. Masa'il Al-Fiqhiyah kontemporer mencakup permasalahan hukum yang muncul akibat perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi.11

1)                  Tantangan Baru dalam Hukum Islam

Permasalahan modern yang tidak dikenal dalam fikih klasik, antara lain:

(*) Teknologi Finansial (Fintech): Hukum transaksi digital, kripto, dan e-commerce dalam Islam.12

(*) Kedokteran dan Bioetika: Hukum bayi tabung, transplantasi organ, dan euthanasia.13

(*) Ibadah dalam Kondisi Modern: Shalat di Stasiun Luar Angkasa, waktu puasa di wilayah kutub.14

(*) Sistem Politik dan Hukum Islam di Negara Demokrasi: Implementasi hukum Islam dalam negara yang menerapkan sistem sekuler.15

2)                  Perbedaan Antara Fikih Klasik dan Kontemporer

Beberapa perbedaan utama antara fikih klasik dan kontemporer meliputi:

(*) Metode Istinbath Hukum: Fikih klasik lebih berorientasi pada kaidah ushul yang ketat, sedangkan fikih kontemporer lebih fleksibel dengan mempertimbangkan realitas sosial dan maslahat umum.16

(*) Sumber Rujukan: Fikih klasik banyak mengandalkan ijma’ dan qiyas, sementara fikih kontemporer lebih sering menggunakan maqasid syariah dan ijtihad jama’i.17

(*) Pendekatan Mazhab: Dalam fikih klasik, ulama cenderung berpegang teguh pada satu mazhab, sedangkan dalam fikih kontemporer, pendekatan lintas mazhab (talfiq) lebih sering digunakan untuk menghasilkan solusi hukum yang lebih kontekstual.18

3.3.       Metodologi dalam Menghadapi Masa'il Al-Fiqhiyah Modern

Dalam menghadapi tantangan fikih kontemporer, ulama menggunakan berbagai pendekatan metodologis untuk memastikan bahwa hukum yang dihasilkan tetap relevan dengan zaman tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

1)                  Pendekatan Maqasid Syariah

Maqasid Syariah adalah konsep yang menekankan tujuan utama hukum Islam, yaitu menjaga agama (hifz ad-din), jiwa (hifz an-nafs), akal (hifz al-‘aql), keturunan (hifz an-nasl), dan harta (hifz al-mal). Pendekatan ini sering digunakan dalam menetapkan hukum terkait masalah modern yang belum ada dalam fikih klasik.19

2)                  Istihsan dan Masalih Mursalah

Istihsan adalah metode fikih yang digunakan untuk menyimpangi hukum qiyas jika ada maslahat yang lebih kuat.20 Masalih Mursalah adalah konsep hukum yang mempertimbangkan kemaslahatan umat yang tidak bertentangan dengan dalil syar’i. Contohnya adalah hukum vaksinasi dalam Islam, di mana vaksin diperbolehkan demi menjaga kesehatan masyarakat meskipun mengandung unsur najis yang dalam kondisi normal dilarang.21

3)                  Peran Fikih Prioritas dalam Menyelesaikan Masa'il Al-Fiqhiyah

Fikih prioritas (fiqh al-awlawiyyat) digunakan dalam menentukan mana yang lebih penting dalam kondisi tertentu. Misalnya, dalam kasus pandemi, fatwa membolehkan shalat Jumat diganti dengan shalat Zuhur di rumah demi menjaga kesehatan umat.22


Footnotes

[1]                Ibn Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997), 235.

[2]                Al-Ghazali, Al-Mustasfa fi Ilm Al-Usul (Kairo: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2003), 1:87.

[3]                Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), 6:152.

[4]                Ibn Qudamah, Al-Mughni (Riyadh: Dar Al-Alam Al-Kutub, 1999), 9:234.

[5]                Al-Syafi’i, Al-Umm (Kairo: Dar Al-Maarif, 1965), 2:176.

[6]                Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 3:211.

[7]                Abu Zahrah, Tarikh Al-Mazahib Al-Islamiyyah (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1997), 214.

[8]                Ibn Abi Zayd Al-Qairawani, Al-Risalah (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), 135.

[9]                Al-Nawawi, Al-Majmu' (Kairo: Dar Al-Hadith, 2004), 5:222.

[10]             Ibn Rajab Al-Hanbali, Jami' Al-'Ulum wa Al-Hikam (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1998), 8:113.

[11]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001), 87.

[12]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Mata Uang Digital (Jeddah: OIC, 2021), 45.

[13]             Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah (London: IIIT, 2008), 140.

[14]             Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 77.

[15]             Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence, 312.

[16]             Muhammad Hashim Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 312.

[17]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: Organization of Islamic Cooperation, 2021), 68-82.

[18]             Dar Al-Ifta' Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar Al-Ifta', 2019), 103-117.

[19]             Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law (London: International Institute of Islamic Thought, 2008), 180-195.

[20]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 156-169.

[21]             Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2020), 210-225.

[22]             Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar Al-Qalam, 1999), 134-148.


4.           Studi Kasus Masa'il Al-Fiqhiyah Kontemporer

Dalam konteks kehidupan modern, banyak permasalahan fikih yang tidak secara langsung disebutkan dalam sumber-sumber klasik. Oleh karena itu, diperlukan ijtihad yang berlandaskan maqasid syariah, kaidah fikih, dan pendekatan lintas mazhab untuk menghasilkan solusi yang relevan dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Berikut adalah beberapa studi kasus yang menggambarkan bagaimana ulama dan lembaga fatwa menyelesaikan Masa'il Al-Fiqhiyah kontemporer dalam berbagai bidang:

4.1.       Ekonomi dan Keuangan Islam

Seiring perkembangan zaman, sistem ekonomi global telah mengalami transformasi yang signifikan. Muncul berbagai instrumen keuangan baru yang membutuhkan pendekatan fikih untuk memastikan kehalalannya.

1)                  Hukum Bank Syariah dan Akad-Akadnya

Bank syariah merupakan solusi alternatif bagi umat Islam yang ingin menghindari riba. Dalam operasionalnya, bank syariah menggunakan berbagai akad seperti murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), mudharabah (kemitraan bisnis), musyarakah (kerja sama modal), dan ijarah (sewa).1

(*) Fatwa Majma' Al-Fiqh Al-Islami menyatakan bahwa bank syariah diperbolehkan selama akad-akad yang digunakan sesuai dengan prinsip syariah dan tidak mengandung unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (perjudian).2

2)                  Transaksi Kripto dan Aset Digital dalam Islam

Mata uang kripto seperti Bitcoin menjadi salah satu inovasi teknologi finansial yang menimbulkan perdebatan di kalangan ulama. Sebagian ulama mengharamkannya karena mengandung unsur spekulasi tinggi (gharar) dan tidak memiliki underlying asset yang jelas.3

(*) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa penggunaan kripto sebagai alat tukar tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi kriteria mata uang dalam Islam. Namun, sebagai komoditas atau aset digital yang memiliki manfaat dan regulasi yang jelas, penggunaannya dapat dibenarkan.4

3)                  Zakat dan Wakaf dalam Konteks Modern

Dalam dunia modern, zakat dan wakaf tidak hanya berbentuk harta fisik, tetapi juga dapat berupa saham, reksadana, dan wakaf tunai digital.5

(*) Majma' Al-Fiqh Al-Islami menyetujui konsep wakaf tunai sebagai bentuk modern dari wakaf produktif yang dapat digunakan untuk kepentingan sosial dan ekonomi umat.6

4.2.       Hukum Keluarga dan Sosial

Dalam kehidupan keluarga dan sosial, berbagai persoalan modern juga muncul, menuntut solusi fikih yang adaptif terhadap perubahan zaman.

1)                  Pernikahan Siri, Poligami, dan Nikah Online

(*) Nikah Siri sering kali menjadi kontroversi karena tidak tercatat secara resmi di lembaga negara. Ulama berbeda pendapat mengenai keabsahannya, tetapi mayoritas ulama menyarankan pencatatan pernikahan demi menghindari kemudaratan seperti hilangnya hak-hak istri dan anak.7

(*) Poligami dalam Islam diperbolehkan dengan syarat keadilan. Namun, regulasi negara sering kali membatasi praktik ini untuk melindungi hak perempuan dan anak.8

(*) Nikah Online, yang dilakukan melalui video call atau aplikasi digital, menjadi perdebatan karena tidak adanya pertemuan fisik antara wali, saksi, dan pengantin. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat adanya kepastian hukum dan verifikasi identitas.9

2)                  Hak Waris dalam Masyarakat Modern

Pembagian waris sering kali menghadapi tantangan dalam konteks hukum positif di berbagai negara. Misalnya, sebagian negara menerapkan sistem waris yang berbeda dari hukum Islam.10

(*) Fatwa Dar Al-Ifta’ Mesir menegaskan bahwa hukum waris Islam tetap menjadi acuan utama bagi umat Islam, meskipun dalam kasus tertentu, rekonsiliasi dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.11

3)                  Hukum Bayi Tabung dan Surrogacy

(*) Bayi tabung diperbolehkan dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan suami-istri yang sah.12

(*) Surrogacy (ibu pengganti) umumnya tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan konsep nasab dalam Islam.13

4.3.       Teknologi dan Medis

1)                  Hukum Transplantasi Organ dan Donor Darah

Mayoritas ulama membolehkan transplantasi organ dengan syarat tidak menyebabkan kematian donor dan dilakukan atas dasar kemaslahatan.14

(*) Majma' Al-Fiqh Al-Islami menyatakan bahwa donor organ diperbolehkan selama tidak ada unsur perdagangan organ yang bersifat eksploitasi.15

2)                  Penggunaan AI dalam Fatwa dan Keputusan Hukum Islam

Kecerdasan buatan (AI) mulai digunakan dalam pembuatan fatwa, tetapi ulama menegaskan bahwa AI hanya boleh digunakan sebagai alat bantu dan keputusan akhir tetap harus diambil oleh manusia.16

3)                  Vaksinasi dan Bioetika dalam Perspektif Islam

Sebagian vaksin mengandung unsur najis, tetapi fatwa dari berbagai lembaga menyatakan bahwa penggunaannya diperbolehkan dalam keadaan darurat.17

4.4.       Hukum Ibadah dalam Konteks Globalisasi

1)                  Fatwa tentang Waktu Shalat di Wilayah Kutub

Wilayah yang mengalami siang dan malam ekstrem memiliki aturan khusus dalam penentuan waktu shalat dan puasa, seperti mengikuti waktu Mekah atau negara terdekat.18

2)                  Haji dan Umrah Digital: Perspektif Hukum Islam

Konsep haji dan umrah digital masih menjadi perdebatan, tetapi penggunaan teknologi dalam bimbingan haji sudah banyak diterapkan.19

3)                  Hukum Shalat dengan Aplikasi Digital

Aplikasi digital dapat membantu dalam bacaan shalat, tetapi tidak menggantikan peran imam atau makmum.20


Footnotes

[1]                Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), 4:213.

[2]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations (Jeddah: OIC, 2021), 98.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001), 150.

[4]                Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa No. 40 Tahun 2021 tentang Mata Uang Kripto (Jakarta: MUI, 2021).

[5]                Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar Al-Qalam, 1999), 234.

[6]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Wakaf Tunai (Jeddah: OIC, 2019), 55.

[7]                Ibn Qudamah, Al-Mughni (Riyadh: Dar Al-Alam Al-Kutub, 1999), 9:322.

[8]                Al-Syafi’i, Al-Umm (Kairo: Dar Al-Maarif, 1965), 5:187.

[9]                Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 222.

[10]             Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence, 325.

[11]             Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar Al-Ifta', 2019), 145-160.

[12]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 210-225.

[13]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Surrogacy (Jeddah: OIC, 2020), 77-89.

[14]             Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), 6:455.

[15]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: Organization of Islamic Cooperation, 2021), 112-130.

[16]             Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law (London: International Institute of Islamic Thought, 2008), 245-258.

[17]             Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa No. 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Vaksin yang Mengandung Unsur Najis atau Haram (Jakarta: MUI, 2021).

[18]             Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 350-365.

[19]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Haji dan Umrah Digital (Jeddah: OIC, 2022), 89-101.

[20]             Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 250-265.


5.           Tantangan dan Solusi dalam Menganalisis Masa'il Al-Fiqhiyah

Menganalisis Masa'il Al-Fiqhiyah dalam konteks kontemporer menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi metodologi, keberagaman pendapat, maupun dampak globalisasi yang mempengaruhi praktik hukum Islam. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat agar fikih tetap relevan dalam menjawab permasalahan umat.

5.1.       Tantangan Global dalam Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah

5.1.1.    Perbedaan Budaya dan Geografis dalam Fatwa Fikih

Hukum Islam diterapkan dalam berbagai konteks sosial dan budaya yang berbeda. Umat Islam yang tinggal di negara mayoritas Muslim memiliki keleluasaan dalam menerapkan fikih dibanding mereka yang tinggal di negara sekuler.1

·                     Contoh kasus:

Muslim di Eropa menghadapi tantangan dalam praktik ibadah, seperti kesulitan menemukan masjid, penentuan waktu shalat di wilayah kutub, dan hukum mengenakan hijab dalam lingkungan kerja.2

·                     Dampaknya:

Perbedaan budaya ini menyebabkan variasi dalam fatwa, sehingga ulama perlu mempertimbangkan realitas sosial dalam menentukan hukum.3

5.1.2.    Pengaruh Teknologi terhadap Fatwa dan Ijtihad

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara fatwa dikeluarkan.4

·                     Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam fatwa:

Beberapa lembaga Islam mulai menggunakan AI untuk merespons pertanyaan fikih secara otomatis.5 Namun, ada kekhawatiran bahwa AI tidak dapat menggantikan peran mufti yang memahami maqasid syariah dan istinbath hukum secara mendalam.6

·                     Media sosial sebagai sarana penyebaran fatwa:

Banyak fatwa viral di media sosial tanpa konfirmasi otoritas keilmuan, sehingga masyarakat bisa terjebak dalam informasi yang keliru.7

5.1.3.    Politisasi Fatwa dalam Keputusan Hukum Islam

Fatwa seharusnya bersifat independen dan berlandaskan dalil syar’i. Namun, dalam beberapa kasus, fatwa dapat dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.8

·                     Contoh kasus:

Beberapa negara mengeluarkan fatwa yang mendukung kebijakan politik pemerintah, meskipun ada pertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.9

·                     Dampaknya:

Kredibilitas lembaga fatwa dapat menurun, sehingga diperlukan transparansi dan mekanisme independen dalam penentuan hukum Islam.10

5.2.       Solusi dan Rekomendasi

Untuk mengatasi tantangan di atas, diperlukan pendekatan yang holistik dalam menyesuaikan hukum Islam dengan perkembangan zaman tanpa mengabaikan prinsip dasar syariah.

5.2.1.    Pentingnya Sinergi antara Ulama, Akademisi, dan Teknologi

Fikih kontemporer membutuhkan kolaborasi antara ulama, akademisi, dan ahli teknologi untuk menghasilkan solusi hukum yang relevan.11

·                     Pendekatan multidisipliner:

Fatwa tentang transaksi digital, kedokteran, dan bioetika sebaiknya melibatkan pakar di bidangnya agar fatwa yang dikeluarkan memiliki dasar ilmiah yang kuat.12

·                     Pendidikan fikih digital:

Lembaga pendidikan Islam perlu mengajarkan fikih dalam konteks modern, termasuk analisis hukum terkait ekonomi digital, hukum siber, dan teknologi medis.13

5.2.2.    Penguatan Lembaga Fatwa dalam Konteks Global

Lembaga fatwa harus memiliki sistem yang lebih terorganisir agar tidak terjadi tumpang tindih fatwa.14

·                     Contoh langkah strategis:

(*) Majma' Al-Fiqh Al-Islami (OKI) berupaya menyatukan fatwa yang dapat diaplikasikan secara global.15

(*) Dar Al-Ifta' Mesir menggunakan metode ijtihad jama’i (ijtihad kolektif) untuk menghasilkan keputusan hukum yang lebih kuat.16

(*) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengembangkan sistem fatwa berbasis riset akademik.17

5.2.3.    Menjaga Keaslian Ijtihad dalam Era Digital

Perkembangan media digital menuntut ulama untuk tetap menjaga orisinalitas ijtihad agar tidak terpengaruh oleh opini yang tidak berbasis ilmu.18

·                     Solusi:

(*) Menetapkan standar kredibilitas fatwa online, dengan menyertakan dalil dan metode istinbath hukum yang jelas.19

(*) Meningkatkan literasi keislaman di kalangan umat, agar mereka mampu membedakan antara fatwa yang valid dan yang tidak memiliki otoritas ilmiah.20


Footnotes

[1]                Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 376.

[2]                Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah, Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (Cairo: Dar Al-Ifta', 2019), 120.

[3]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations (Jeddah: OIC, 2021), 77-85.

[4]                Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law (London: International Institute of Islamic Thought, 2008), 198.

[5]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Cairo: Maktabah Wahbah, 2001), 190.

[6]                Muhammad Hashim Kamali, The Parameters of Halal and Haram in Shariah and the Halal Industry (Kuala Lumpur: International Institute of Advanced Islamic Studies, 2018), 88.

[7]                Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2020), 250-267.

[8]                Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), 3:320.

[9]                Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 99.

[10]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Guidelines on Issuing Fatwas (Jeddah: OIC, 2019), 56-67.

[11]             Jasser Auda, Relevance of Maqasid Shariah in Contemporary Society (London: IIIT, 2015), 210-220.

[12]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 145.

[13]             Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence, 398.

[14]             Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar Al-Qalam, 1999), 312.

[15]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolutions and Recommendations (Jeddah: OIC, 2021), 78.

[16]             Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa Collection, 133.

[17]             MUI, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, 270.

[18]             Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 2:177.

[19]             Kamali, The Parameters of Halal and Haram in Shariah, 110.

[20]             Auda, Relevance of Maqasid Shariah, 231.


6.           Kesimpulan

Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah merupakan bagian penting dalam perkembangan hukum Islam yang terus beradaptasi dengan dinamika zaman. Sebagai suatu disiplin ilmu, fikih tidak hanya berfungsi untuk menetapkan hukum dalam ranah ibadah, tetapi juga dalam aspek sosial, ekonomi, politik, dan teknologi. Dengan pendekatan yang berbasis Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Maqasid Syariah, dan Kaidah Fikih, ulama berusaha untuk memastikan bahwa syariat Islam tetap relevan dan mampu menjawab tantangan kehidupan modern.1

Dalam pembahasan artikel ini, terdapat beberapa poin utama yang dapat disimpulkan:

6.1.       Pentingnya Masa'il Al-Fiqhiyah dalam Islam

Permasalahan fikih selalu berkembang seiring perubahan zaman. Hal ini menuntut para ulama untuk melakukan ijtihad dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kontemporer yang tidak memiliki preseden langsung dalam sumber-sumber klasik.2

·                     Contoh permasalahan modern:

Hukum transaksi digital, kecerdasan buatan dalam fatwa, hukum vaksinasi, serta aspek bioetika seperti bayi tabung dan transplantasi organ.3

·                     Peran ulama dan lembaga fatwa:

Lembaga seperti Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Dar Al-Ifta', dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan bimbingan hukum yang sesuai dengan kebutuhan umat.4

6.2.       Perlunya Keseimbangan antara Pemahaman Klasik dan Konteks Kontemporer

Fikih Islam memiliki dasar yang kuat dalam kitab-kitab klasik, namun di saat yang sama harus mampu menjawab tantangan era modern.

·                     Keseimbangan ini dapat dicapai melalui:

(*) Pendekatan Maqasid Syariah, yaitu mempertimbangkan maslahat (kemaslahatan umum) dan menolak mafsadat (kerusakan).5

(*) Penggunaan Istihsan dan Masalih Mursalah, yang memungkinkan fleksibilitas hukum dalam kasus yang belum memiliki dalil eksplisit.6

(*) Ijtihad Jama’i, yaitu pendekatan kolektif yang dilakukan oleh para ulama dari berbagai disiplin ilmu guna menghasilkan keputusan hukum yang lebih tepat dan objektif.7

Dalam hal ini, Yusuf Al-Qaradawi menekankan bahwa ijtihad yang baik bukan hanya yang berpegang pada nash, tetapi juga memahami realitas sosial dan teknologi yang terus berkembang.8

6.3.       Peran Umat Islam dalam Menyikapi Problematika Fikih dengan Bijak

Tantangan utama dalam memahami fikih modern adalah bagaimana masyarakat dapat menyikapi perbedaan fatwa dan ijtihad ulama dengan bijaksana.9

·                     Literasi Fikih:

Umat Islam perlu memiliki pemahaman dasar tentang kaidah-kaidah fikih sehingga tidak mudah terpengaruh oleh fatwa-fatwa yang tidak jelas sumbernya.10

·                     Pentingnya Otoritas Keilmuan:

Dalam menghadapi isu-isu kontemporer, umat Islam hendaknya merujuk kepada lembaga dan ulama yang memiliki otoritas ilmiah yang jelas dan tidak mengikuti pendapat yang viral di media sosial tanpa validasi akademik.11

·                     Kontekstualisasi Hukum Islam:

Beberapa perbedaan pendapat dalam fikih merupakan hal yang wajar dan harus disikapi dengan sikap tasamuh (toleransi), selama masih dalam koridor Ahlus Sunnah wal Jamaah.12

6.4.       Implikasi Masa'il Al-Fiqhiyah terhadap Masa Depan Hukum Islam

Kajian Masa'il Al-Fiqhiyah akan terus berkembang seiring dengan perubahan sosial dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk memastikan hukum Islam tetap aktual dan aplikatif:

1)                  Memperkuat pendidikan fikih modern:

Lembaga pendidikan Islam perlu memasukkan studi fikih kontemporer dalam kurikulumnya sehingga generasi mendatang dapat memahami konsep hukum Islam yang relevan dengan perkembangan zaman.13

2)                  Menjaga orisinalitas hukum Islam dalam era digital:

Penyebaran fatwa yang tidak akurat di media sosial harus diantisipasi dengan membangun platform fatwa berbasis akademik yang dikelola oleh ulama terpercaya.14

3)                  Mengembangkan konsep fikih lintas disiplin:

Islam tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kolaborasi antara ulama, ekonom, ilmuwan, dan pakar teknologi menjadi kebutuhan mendesak dalam kajian fikih masa depan.15

Dengan adanya langkah-langkah ini, diharapkan fikih Islam tidak hanya tetap relevan di tengah perubahan zaman, tetapi juga dapat menjadi solusi nyata bagi permasalahan umat di masa depan.16


Footnotes

[1]                Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), 2:45.

[2]                Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 398.

[3]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations (Jeddah: OIC, 2021), 80.

[4]                Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 250-265.

[5]                Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law (London: International Institute of Islamic Thought, 2008), 167.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 210.

[7]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Guidelines on Issuing Fatwas (Jeddah: OIC, 2019), 56-67.

[8]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Cairo: Maktabah Wahbah, 2001), 190.

[9]                Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 3:177.

[10]             Kamali, The Parameters of Halal and Haram in Shariah and the Halal Industry (Kuala Lumpur: International Institute of Advanced Islamic Studies, 2018), 110.

[11]             Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2020), 270.

[12]             Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh (Baghdad: Dar Al-Qalam, 1999), 312.

[13]             Jasser Auda, Relevance of Maqasid Shariah in Contemporary Society (London: IIIT, 2015), 210.

[14]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Resolutions and Recommendations (Jeddah: OIC, 2021), 78.

[15]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’, 195.

[16]             Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 4:188.


Daftar Pustaka

Auda, J. (2008). Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. London: International Institute of Islamic Thought.

Auda, J. (2015). Relevance of Maqasid Shariah in Contemporary Society. London: IIIT.

Al-Ghazali, M. (2003). Al-Mustasfa fi Ilm Al-Usul. Cairo: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Al-Nawawi, Y. (2004). Al-Majmu' Sharh Al-Muhadhdhab. Cairo: Dar Al-Hadith.

Al-Qaradawi, Y. (2001). Fiqh Al-Waqi’. Cairo: Maktabah Wahbah.

Al-Qaradawi, Y. (2008). Fiqh Al-Maqasid. Cairo: Dar Al-Shuruq.

Al-Syafi’i, M. (1965). Al-Umm. Cairo: Dar Al-Maarif.

Al-Zuhaili, W. (1986). Ushul Al-Fiqh Al-Islami. Damascus: Dar Al-Fikr.

Al-Zuhaili, W. (1989). Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Damascus: Dar Al-Fikr.

Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah. (2019). Al-Fatawa Al-Mu’ashirah. Cairo: Dar Al-Ifta'.

Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah. (2020). Fatwa Collection. Cairo: Dar Al-Ifta'.

Ibn Khaldun, A. (1997). Muqaddimah. Beirut: Dar Al-Fikr.

Ibn Qudamah, M. (1999). Al-Mughni. Riyadh: Dar Al-Alam Al-Kutub.

Kamali, M. H. (2003). Principles of Islamic Jurisprudence. Cambridge: Islamic Texts Society.

Kamali, M. H. (2018). The Parameters of Halal and Haram in Shariah and the Halal Industry. Kuala Lumpur: International Institute of Advanced Islamic Studies.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2020). Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta: Erlangga.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2021). Fatwa No. 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Vaksin yang Mengandung Unsur Najis atau Haram. Jakarta: MUI.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2021). Fatwa No. 40 Tahun 2021 tentang Mata Uang Kripto. Jakarta: MUI.

Majma' Al-Fiqh Al-Islami. (2019). Guidelines on Issuing Fatwas. Jeddah: Organization of Islamic Cooperation.

Majma' Al-Fiqh Al-Islami. (2021). Decisions and Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy. Jeddah: Organization of Islamic Cooperation.

Majma' Al-Fiqh Al-Islami. (2022). Fatwa tentang Haji dan Umrah Digital. Jeddah: Organization of Islamic Cooperation.

Zaidan, A. K. (1999). Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh. Baghdad: Dar Al-Qalam.


Lampiran: Daftar Masa'il Al-Fiqhiyah Populer dan Jawaban Hukumnya

Berikut adalah daftar beberapa Masa'il Al-Fiqhiyah yang populer dalam kajian fikih kontemporer beserta jawaban hukumnya yang bersumber dari fatwa ulama dan lembaga fikih yang kredibel.

1)           Hukum Cryptocurrency dalam Islam

Masalah: Apakah mata uang kripto seperti Bitcoin halal atau haram dalam Islam?

Jawaban: Mata uang kripto dikategorikan sebagai aset digital dan bukan mata uang sah menurut fikih Islam. Sebagian besar ulama mengharamkannya sebagai alat tukar karena unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi). Namun, sebagai aset digital dengan regulasi yang jelas, penggunaannya dapat diperbolehkan.1

2)           Hukum Bayi Tabung dan Surrogacy dalam Islam

Masalah: Apakah program bayi tabung dan ibu pengganti (surrogacy) diperbolehkan dalam Islam?

Jawaban: Bayi tabung diperbolehkan jika sperma dan ovum berasal dari pasangan suami-istri yang sah.2 Namun, surrogacy (ibu pengganti) tidak diperbolehkan dalam Islam karena dapat menyebabkan ketidakjelasan nasab dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.3

3)           Hukum Musik dan Alat Musik dalam Islam

Masalah: Apakah musik dan alat musik diperbolehkan dalam Islam?

Jawaban: Para ulama berbeda pendapat. Mazhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan musik yang tidak mengandung unsur maksiat, sedangkan sebagian ulama dari Mazhab Hanbali dan sebagian ulama Syafi’i mengharamkan alat musik kecuali rebana (duff) dalam acara tertentu.4

4)           Hukum Transplantasi Organ dalam Islam

Masalah: Apakah donor dan transplantasi organ diperbolehkan dalam Islam?

Jawaban: Mayoritas ulama membolehkan transplantasi organ dengan syarat tidak menyebabkan kematian donor dan dilakukan untuk kemaslahatan umat.5 Namun, jual beli organ manusia tetap diharamkan dalam Islam.6

5)           Hukum Asuransi dalam Islam

Masalah: Apakah asuransi konvensional diperbolehkan dalam Islam?

Jawaban: Asuransi konvensional mengandung unsur gharar dan riba, sehingga umumnya dianggap haram. Namun, asuransi berbasis ta'awun (tolong-menolong) seperti asuransi syariah diperbolehkan.7

6)           Hukum Euthanasia dalam Islam

Masalah: Apakah euthanasia (suntik mati) diperbolehkan dalam Islam?

Jawaban: Euthanasia aktif yang dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang secara sengaja dilarang dalam Islam karena melanggar hukum pembunuhan.8 Namun, penghentian alat medis dalam kondisi tertentu dapat diperbolehkan jika tidak ada harapan kesembuhan.9

7)           Hukum Shalat di Stasiun Luar Angkasa

Masalah: Bagaimana cara shalat bagi astronot Muslim di luar angkasa?

Jawaban: Ulama menyarankan mengikuti waktu shalat berdasarkan negara asal keberangkatan atau mengikuti jadwal shalat Mekah.10

8)           Hukum Perbankan Syariah

Masalah: Apakah bank syariah benar-benar bebas dari riba?

Jawaban: Sistem perbankan syariah menggunakan akad-akad seperti murabahah, ijarah, mudharabah, dan musyarakah yang sesuai dengan syariah.11 Namun, perlu diawasi agar tidak ada praktik yang menyimpang dari prinsip Islam.12

9)           Hukum Nikah Online dalam Islam

Masalah: Apakah pernikahan online sah dalam Islam?

Jawaban: Pernikahan online diperbolehkan jika memenuhi rukun dan syarat nikah, seperti adanya wali, saksi, ijab kabul, dan kepastian identitas calon pengantin.13

10)        Hukum Vaksinasi yang Mengandung Unsur Najis

Masalah: Apakah vaksin yang mengandung unsur najis boleh digunakan dalam Islam?

Jawaban: Jika tidak ada alternatif lain dan bersifat darurat, vaksinasi tetap diperbolehkan berdasarkan kaidah ad-dharurat tubih al-mahdhurat (keadaan darurat memperbolehkan sesuatu yang dilarang).14


Footnotes

[1]                Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa No. 40 Tahun 2021 tentang Mata Uang Kripto (Jakarta: MUI, 2021).

[2]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Maqasid (Cairo: Dar Al-Shuruq, 2008), 210.

[3]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Surrogacy (Jeddah: OIC, 2020), 77-89.

[4]                Ibn Taimiyyah, Majmu' Al-Fatawa (Madinah: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1981), 11:567.

[5]                Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), 6:455.

[6]                Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Decisions and Recommendations of the International Islamic Fiqh Academy (Jeddah: OIC, 2021), 112-130.

[7]                Dar Al-Ifta' Mesir, Fatwa Collection (Cairo: Dar Al-Ifta, 2020), 222.

[8]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh Al-Waqi’ (Cairo: Maktabah Wahbah, 2001), 150.

[9]                Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2020), 155-178.

[10]             Majma' Al-Fiqh Al-Islami, Fatwa tentang Waktu Shalat di Luar Angkasa (Jeddah: OIC, 2022), 55.

[11]             Kamali, Principles of Islamic Jurisprudence (Cambridge: Islamic Texts Society, 2003), 312.

[12]             Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), 3:177.

[13]             Dar Al-Ifta’ Mesir, Fatwa tentang Pernikahan Online (Cairo: Dar Al-Ifta, 2019), 145.

[14]             Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa No. 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Vaksin yang Mengandung Unsur Najis atau Haram (Jakarta: MUI, 2021).


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar