Fiqih Muhammadiyah
Prinsip, Metodologi, dan Implementasi dalam Kehidupan Muslim
Alihkan ke: Ushul Fiqh, Masa'il Al-Fiqhiyah, Fiqih NU, Fiqih Pesis.
Abstrak
Fiqih Muhammadiyah merupakan model pemikiran hukum
Islam yang berlandaskan pada tarjih, ijtihad jama’i, dan prinsip Islam
Berkemajuan. Sebagai gerakan reformasi Islam di Indonesia, Muhammadiyah
menawarkan pendekatan hukum yang fleksibel dan dinamis dengan menekankan Al-Qur’an
dan Sunnah sebagai sumber utama, tanpa terikat pada satu mazhab tertentu.
Artikel ini membahas konsep dasar, metodologi istinbath hukum, implementasi
dalam berbagai aspek kehidupan, serta tantangan dan prospek Fiqih Muhammadiyah
di era modern.
Pendekatan tarjih dalam Muhammadiyah tidak hanya
diterapkan dalam bidang ibadah, tetapi juga mencakup muamalah,
sosial, keluarga, dan politik. Dengan mekanisme fatwa melalui Majelis
Tarjih dan Tajdid, Muhammadiyah berhasil merumuskan berbagai keputusan hukum
yang kontekstual dan berbasis maslahat, seperti dalam ekonomi Islam, zakat
profesi, dan penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Namun, di
tengah perkembangan zaman, Fiqih Muhammadiyah menghadapi tantangan dari modernisasi,
globalisasi, dan kemajuan teknologi digital. Kritik juga muncul terkait
pendekatan rasionalitasnya yang dinilai kurang mengakomodasi aspek
spiritualitas.
Meskipun demikian, Fiqih Muhammadiyah memiliki
prospek besar dalam pengembangan hukum Islam kontemporer. Dengan kaderisasi
ulama tarjih, penguatan kajian fiqih berbasis digital, serta partisipasi di
forum hukum Islam global, Muhammadiyah berpotensi menjadi aktor utama dalam
reformasi hukum Islam yang lebih relevan dan aplikatif. Oleh karena itu,
penguatan metodologi tarjih dan adaptasi terhadap isu-isu kontemporer menjadi
kunci keberlanjutan Fiqih Muhammadiyah dalam menjawab tantangan zaman.
Kata Kunci: Fiqih
Muhammadiyah, tarjih, ijtihad jama’i, hukum Islam, reformasi Islam,
modernisasi, globalisasi, Majelis Tarjih dan Tajdid.
PEMBAHASAN
Prinsip, Metodologi, dan Implementasi Fiqih Muhammadiyah
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Fiqih
Muhammadiyah dalam Dinamika Pemikiran Islam di Indonesia
Fiqih Muhammadiyah
merupakan salah satu model ijtihad hukum Islam yang berkembang di Indonesia dan
menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah. Sebagai organisasi Islam modernis yang
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah berupaya menawarkan
pemahaman Islam yang bersumber langsung dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan
pendekatan rasional serta kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman.¹
Berbeda dengan pendekatan tradisional yang mengandalkan taqlid kepada mazhab tertentu, Muhammadiyah mengedepankan
ijtihad sebagai metode utama dalam memahami dan merumuskan hukum Islam.
Fiqih dalam konteks
Muhammadiyah tidak hanya dimaknai sebagai hukum Islam dalam arti sempit (yaitu
sekadar mengatur ibadah mahdhah), tetapi juga mencakup aspek muamalah duniawiyah,
sosial, dan kebangsaan.² Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah agama yang
harus membumi dalam kehidupan sosial, sehingga pembaruan hukum Islam diperlukan
untuk menjawab persoalan kontemporer. Hal ini sejalan dengan semangat ijtihad yang ditekankan oleh para
ulama reformis Muslim seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, yang menekankan
pentingnya membangun pemahaman hukum Islam berdasarkan pendekatan yang lebih
rasional dan dinamis.³
1.2.
Pentingnya Memahami Fiqih Muhammadiyah dalam
Konteks Reformasi Islam
Fiqih Muhammadiyah
bukan sekadar produk hukum Islam yang berlaku di kalangan anggotanya, tetapi
juga menjadi model bagi pembaruan pemikiran Islam di Indonesia. Salah satu ciri
khas utama dari Fiqih Muhammadiyah adalah metode tarjih, yaitu seleksi dan pemilihan
pendapat yang paling kuat
berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa terikat pada satu mazhab
tertentu.⁴
Pemikiran hukum
Islam Muhammadiyah ini juga sangat relevan dalam menghadapi tantangan
globalisasi dan modernitas. Banyak persoalan kontemporer seperti transaksi
keuangan syariah, peran perempuan dalam kepemimpinan, serta hubungan antara
Islam dan negara yang membutuhkan pendekatan hukum Islam yang lebih adaptif dan
kontekstual. Muhammadiyah, melalui
Majelis Tarjih dan Tajdid, telah berupaya merumuskan fatwa-fatwa dan keputusan
hukum yang relevan dengan perkembangan zaman.⁵ Oleh karena itu, memahami Fiqih
Muhammadiyah menjadi penting, terutama dalam rangka mencari solusi hukum Islam
yang tidak hanya bersifat tekstual, tetapi juga kontekstual sesuai dengan
kebutuhan umat Islam saat ini.
1.3.
Tujuan Artikel ini
Artikel ini
bertujuan untuk menguraikan prinsip-prinsip dasar Fiqih Muhammadiyah,
metodologi istinbath hukum yang
digunakan, serta implementasinya dalam berbagai aspek kehidupan Muslim. Dengan
memahami lebih dalam mengenai Fiqih Muhammadiyah, pembaca akan mendapatkan
wawasan tentang bagaimana Muhammadiyah berusaha menjaga keseimbangan antara
pemeliharaan tradisi Islam dengan tuntutan perubahan sosial yang terus
berkembang.
Selain itu, artikel
ini juga akan membahas tantangan yang dihadapi Fiqih Muhammadiyah serta
relevansinya di era modern. Dengan pendekatan akademik dan berbasis pada
sumber-sumber yang kredibel, artikel ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam kajian hukum Islam serta memperkaya pemahaman tentang dinamika pemikiran
Islam di Indonesia.
Catatan Kaki
[1]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam
Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 42.
[2]
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2017), 85.
[3]
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Beirut: Dar
al-Ma’rifah, 1973), 1:18.
[4]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 12.
[5]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 76.
2.
Konsep Dasar Fiqih Muhammadiyah
2.1.
Definisi dan Karakteristik Fiqih Muhammadiyah
Fiqih Muhammadiyah
adalah pemahaman dan penerapan hukum Islam yang dikembangkan oleh Muhammadiyah
sebagai bagian dari upaya reformasi Islam di Indonesia. Dalam perspektif
Muhammadiyah, fiqih tidak hanya mencakup hukum ibadah, tetapi juga hukum sosial
dan kemasyarakatan yang berorientasi pada kemaslahatan umat.¹ Oleh karena itu,
Fiqih Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab tertentu, melainkan
menggunakan pendekatan tarjih, yaitu metode seleksi dalil yang lebih kuat berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.²
Ciri khas utama Fiqih Muhammadiyah adalah sifatnya yang
dinamis, kontekstual, dan berbasis pada pemahaman yang rasional. Tiga
karakteristik utama Fiqih Muhammadiyah adalah:
1)
Berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung
Muhammadiyah menekankan pentingnya
merujuk pada sumber utama Islam dengan pemahaman yang tidak terikat secara
dogmatis pada mazhab tertentu.³
2)
Menolak
Taqlid Buta
Muhammadiyah menolak praktik taqlid
(mengikuti suatu pendapat tanpa memahami dalilnya) dan mendorong penggunaan
ijtihad dalam merumuskan hukum.⁴
3)
Berorientasi
pada Kemajuan dan Kemaslahatan
Fiqih Muhammadiyah selalu
mempertimbangkan aspek kemaslahatan (mashlahah) dalam setiap keputusan
hukumnya, sesuai dengan prinsip maqashid syariah.⁵
Pendekatan ini
menjadikan Fiqih Muhammadiyah sebagai model hukum Islam yang fleksibel dalam
menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan akar keislamannya.
2.2.
Landasan dan Sumber Hukum Fiqih Muhammadiyah
Fiqih Muhammadiyah
memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam dan mengacu pada beberapa sumber
utama hukum Islam, yaitu:
1)
Al-Qur’an
sebagai sumber hukum utama yang menjadi dasar dari semua keputusan dan fatwa
dalam Muhammadiyah.⁶
2)
Sunnah
Nabi yang digunakan sebagai penjelas dan pelengkap terhadap
hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.⁷
3)
Ijma’
dan Qiyas sebagai sumber sekunder yang digunakan secara
selektif dalam tarjih Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak selalu menerima ijma’
dan qiyas jika bertentangan dengan prinsip Al-Qur’an dan Sunnah.⁸
4)
Ijtihad
sebagai Metode Utama – Muhammadiyah mengutamakan ijtihad
sebagai instrumen dalam memahami dan merumuskan hukum Islam. Dalam
Muhammadiyah, ijtihad dilakukan secara kolektif oleh Majelis Tarjih dan Tajdid
untuk menghasilkan fatwa dan keputusan hukum yang lebih objektif.⁹
Dengan sumber hukum ini, Muhammadiyah berusaha menjaga
keseimbangan antara teks-teks agama dan realitas sosial, sehingga keputusan
hukumnya tetap relevan dengan perkembangan zaman.
2.3.
Hubungan Fiqih Muhammadiyah dengan Mazhab Fikih
Klasik
Fiqih Muhammadiyah
memiliki hubungan erat dengan mazhab-mazhab fikih klasik, terutama dalam
penggunaan metode istinbath hukum. Namun, Muhammadiyah tidak membatasi diri pada satu mazhab tertentu,
melainkan menggunakan pendekatan tarjih dalam memilih pendapat yang paling
kuat.¹⁰
Dalam sejarahnya,
mayoritas umat Islam di Indonesia mengikuti Mazhab Syafi’i, yang memiliki
pengaruh besar dalam praktik keagamaan masyarakat. Namun, Muhammadiyah
menegaskan bahwa Islam tidak mengharuskan penganutnya mengikuti satu mazhab
tertentu secara mutlak. Sebaliknya,
Muhammadiyah membuka ruang bagi pemikiran yang lebih luas dan mengedepankan
tarjih dalam menentukan pendapat hukum yang paling kuat berdasarkan dalil-dalil
yang ada.¹¹
Perbedaan lain yang
cukup signifikan antara Fiqih Muhammadiyah dan mazhab klasik adalah dalam hal
pembaruan hukum Islam. Jika mazhab klasik lebih cenderung mempertahankan
pendapat para ulama terdahulu, Muhammadiyah lebih terbuka terhadap perubahan
hukum Islam selama tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Al-Qur’an dan Sunnah.¹² Oleh karena itu,
Fiqih Muhammadiyah sering kali dianggap lebih adaptif terhadap perubahan zaman
dibandingkan dengan pendekatan mazhab klasik yang cenderung lebih konservatif.
Dengan demikian,
hubungan Muhammadiyah dengan mazhab klasik bersifat dinamis. Muhammadiyah tetap
menghormati mazhab-mazhab Islam, tetapi tidak menjadikannya sebagai satu-satunya sumber hukum, melainkan lebih
mengedepankan pendekatan tarjih yang berbasis pada dalil yang lebih kuat.
Catatan Kaki
[1]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam
Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 48.
[2]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 15.
[3]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 32.
[4]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah
(Yogyakarta: Bentang, 2002), 71.
[5]
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2017), 97.
[6]
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Beirut: Dar
al-Ma’rifah, 1973), 1:25.
[7]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
23.
[8]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 49.
[9]
Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis
di Indonesia (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 58.
[10]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 54.
[11]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
27.
[12]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 80.
3.
Metodologi Istinbath Hukum dalam Fiqih Muhammadiyah
3.1.
Manhaj Tarjih: Prinsip dan Implementasi
Salah satu ciri khas
utama Fiqih Muhammadiyah adalah penggunaan Manhaj Tarjih dalam istinbath
hukum. Secara etimologis, tarjih berarti menguatkan salah satu dalil di antara beberapa pendapat yang ada.¹ Dalam
Muhammadiyah, tarjih merupakan metode seleksi hukum Islam yang bertujuan untuk
mencari dan menetapkan pendapat yang paling kuat berdasarkan dalil-dalil
Al-Qur’an dan Sunnah.
Prinsip utama dalam
Manhaj Tarjih Muhammadiyah
adalah:
1)
Berpegang
pada dalil yang lebih kuat (rajjih) dari Al-Qur’an dan Sunnah
Muhammadiyah lebih mengutamakan
pemahaman langsung terhadap sumber primer Islam daripada mengikuti satu mazhab
tertentu.²
2)
Menerapkan
kaidah istinbath yang sistematis
Dalam Majelis Tarjih, keputusan hukum diambil
berdasarkan metodologi yang rasional, dengan mempertimbangkan aspek kebahasaan,
kontekstualisasi, dan maqashid syariah.³
3)
Menghindari
taqlid buta
Muhammadiyah menolak praktik mengikuti
pendapat ulama secara mutlak tanpa memahami dalilnya.⁴
4)
Mengedepankan
prinsip mashlahah
Keputusan hukum dalam Muhammadiyah
mempertimbangkan kemaslahatan umat dengan tetap berlandaskan pada
prinsip-prinsip syariah.⁵
Implementasi Manhaj
Tarjih dalam Muhammadiyah dilakukan melalui Majelis Tarjih dan Tajdid,
lembaga resmi yang bertugas melakukan kajian dan penetapan hukum Islam di
lingkungan Muhammadiyah. Majelis ini mengeluarkan berbagai keputusan hukum yang
kemudian dibukukan dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT),
yang menjadi rujukan bagi warga Muhammadiyah dalam beribadah dan bermuamalah.⁶
3.2.
Ijtihad Jama’i dalam Muhammadiyah
Muhammadiyah
mengembangkan konsep Ijtihad Jama’i atau ijtihad
kolektif dalam menentukan hukum Islam. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama
dan cendekiawan Muhammadiyah
dalam Majelis Tarjih dan Tajdid melalui forum musyawarah.⁷
Beberapa alasan
utama digunakannya ijtihad jama’i dalam Muhammadiyah adalah:
1)
Menjaga
obyektivitas dalam penetapan hukum
Keputusan hukum yang dihasilkan melalui
musyawarah cenderung lebih komprehensif dibandingkan dengan ijtihad
individual.⁸
2)
Mengakomodasi
berbagai perspektif
Ijtihad jama’i memungkinkan adanya
diskusi dari berbagai latar belakang keilmuan dalam menentukan hukum Islam.⁹
3)
Menghindari
kesalahan dalam istinbath hukum
Dengan adanya musyawarah, kemungkinan
kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat diminimalisir.¹⁰
Salah satu contoh
penerapan ijtihad jama’i dalam Muhammadiyah adalah ketika Majelis Tarjih dan
Tajdid menetapkan fatwa terkait hukum hisab dalam penentuan awal bulan
Hijriyah. Muhammadiyah memutuskan untuk menggunakan metode hisab dalam
menentukan awal bulan, yang berbeda dengan metode rukyat yang dianut oleh
mayoritas umat Islam di Indonesia.¹¹
3.3.
Fatwa dan Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah
Fatwa dalam
Muhammadiyah bukan hanya berfungsi sebagai panduan hukum bagi anggotanya,
tetapi juga sebagai model dalam reformasi hukum Islam di Indonesia. Fatwa-fatwa ini dihasilkan
melalui proses tarjih dan ijtihad jama’i yang melibatkan berbagai pakar dalam
bidang keislaman.¹²
Beberapa contoh
fatwa penting yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah adalah:
1)
Fatwa
tentang Zakat Profesi
Muhammadiyah menetapkan bahwa pendapatan
dari profesi tertentu wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan analogi dengan
zakat hasil pertanian dan perdagangan.¹³
2)
Fatwa
tentang Rokok
Muhammadiyah mengeluarkan fatwa bahwa
merokok hukumnya haram karena dampaknya yang membahayakan kesehatan.¹⁴
3)
Fatwa
tentang Penggunaan Hisab dalam Penentuan Awal Bulan
Muhammadiyah menggunakan metode hisab
untuk menentukan awal bulan hijriyah, berbeda dengan metode rukyat yang
digunakan oleh pemerintah.¹⁵
Fatwa-fatwa tersebut
menunjukkan bahwa Fiqih Muhammadiyah selalu mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan
sosial dalam menetapkan hukum Islam.
Catatan Kaki
[1]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 22.
[2]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 15.
[3]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan
(Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 65.
[4]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam
Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 92.
[5]
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2017), 85.
[6]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
20.
[7]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam
Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 78.
[8]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 45.
[9]
Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis
di Indonesia (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 68.
[10]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
32.
[11]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 90.
[12]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 98.
[13]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
54.
[14]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan, 85.
[15]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 120.
4.
Aplikasi Fiqih Muhammadiyah dalam Berbagai
Aspek Kehidupan
Fiqih Muhammadiyah
tidak hanya terbatas pada aspek hukum ibadah, tetapi juga mencakup berbagai
bidang kehidupan, termasuk muamalah, keluarga, sosial, dan politik. Berbeda
dengan pendekatan fiqih konservatif yang cenderung mempertahankan tradisi lama,
Muhammadiyah menerapkan prinsip tarjih dan ijtihad dalam merumuskan hukum yang
lebih relevan dengan perkembangan zaman.¹
4.1.
Fiqih Ibadah
Ibadah dalam
perspektif Muhammadiyah didasarkan pada prinsip “beribadah sesuai dengan petunjuk Nabi”
(ittiba’).² Oleh karena itu, dalam masalah ibadah mahdhah (ritual murni seperti
shalat, zakat, puasa, dan haji), Muhammadiyah berusaha untuk kembali kepada
tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung tanpa terikat pada satu mazhab
tertentu.
4.1.1.
Shalat dalam
Muhammadiyah
Salah satu contoh
perbedaan dalam praktik ibadah
Muhammadiyah adalah dalam pelaksanaan shalat. Beberapa ciri khas shalat dalam
Muhammadiyah adalah:
1)
Tidak
ada qunut dalam shalat Subuh – Berdasarkan kajian tarjih,
Muhammadiyah berpendapat bahwa doa qunut dalam shalat Subuh tidak memiliki
dasar yang kuat.³
2)
Tidak
ada wirid berjamaah setelah shalat – Muhammadiyah menganjurkan
agar dzikir dilakukan secara individu dan tidak dengan suara keras, berdasarkan
dalil dari hadits-hadits shahih.⁴
4.1.2.
Hisab dalam
Penentuan Awal Ramadhan dan Idul Fitri
Muhammadiyah
menggunakan hisab hakiki dalam menentukan
awal bulan Hijriyah, berbeda dengan pendekatan rukyat yang digunakan oleh
pemerintah dan sebagian besar ormas Islam
lainnya.⁵ Penggunaan metode hisab ini didasarkan pada prinsip rasionalitas dan
kepastian dalam penentuan waktu ibadah.
4.2.
Fiqih Muamalah
Fiqih Muhammadiyah dalam aspek muamalah (interaksi sosial dan ekonomi)
bersifat fleksibel dan berorientasi pada kemaslahatan. Prinsip dasarnya adalah “segala
sesuatu dalam muamalah itu halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.⁶
4.2.1.
Prinsip Ekonomi
Islam Muhammadiyah
Muhammadiyah
mendorong praktik ekonomi Islam yang berbasis etika dan keadilan, di antaranya:
1)
Zakat
Profesi
Muhammadiyah menetapkan bahwa pendapatan
dari profesi tertentu wajib dizakati sebagaimana zakat perdagangan dan
pertanian.⁷
2)
Haramnya
Riba
Muhammadiyah menolak segala bentuk
transaksi yang mengandung riba, termasuk dalam sistem perbankan konvensional.
Oleh karena itu, Muhammadiyah aktif dalam pengembangan perbankan syariah di
Indonesia.⁸
3)
Wakaf
Produktif
Muhammadiyah memanfaatkan aset wakaf
untuk dikelola secara produktif dalam sektor pendidikan dan kesehatan.⁹
4.3.
Fiqih Keluarga dan Sosial
Dalam aspek keluarga
dan sosial, Muhammadiyah menekankan
prinsip kesetaraan gender dan keadilan dalam hukum Islam.
4.3.1.
Pandangan tentang
Pernikahan
Muhammadiyah
memiliki beberapa pandangan khas
terkait pernikahan:
1)
Mempromosikan
pernikahan yang sederhana
Muhammadiyah menghindari praktik
pernikahan yang penuh dengan unsur adat dan cenderung memberatkan.¹⁰
2)
Keadilan
dalam Poligami
Muhammadiyah tidak melarang poligami
tetapi menekankan bahwa monogami lebih dianjurkan karena lebih sesuai dengan
prinsip keadilan dalam Islam.¹¹
4.3.2.
Kesetaraan Gender
dalam Islam
Muhammadiyah
berperan aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dalam Islam. Salah satu
contoh konkret adalah didirikannya ‘Aisyiyah, organisasi perempuan
Muhammadiyah yang berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan Muslim.¹²
4.4.
Fiqih Politik dan Kebangsaan
Fiqih Muhammadiyah
dalam bidang politik menekankan konsep Islam Berkemajuan, yang berarti
bahwa umat Islam harus
aktif dalam pembangunan bangsa tanpa terlibat dalam politik praktis.¹³
4.4.1.
Hubungan Muhammadiyah
dengan Negara
Muhammadiyah
memandang negara sebagai wadah untuk menegakkan nilai-nilai Islam dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu,
Muhammadiyah:
1)
Menolak
konsep negara Islam formal
Muhammadiyah mendukung negara
berdasarkan Pancasila sebagai kesepakatan
bersama umat Islam di Indonesia.¹⁴
2)
Mendorong
partisipasi politik yang sehat
Warga Muhammadiyah diperbolehkan untuk
terlibat dalam politik, tetapi organisasi Muhammadiyah sebagai lembaga tetap
menjaga independensinya dari partai politik.¹⁵
4.4.2.
Isu-isu Kontemporer
dalam Fiqih Politik Muhammadiyah
Muhammadiyah memiliki beberapa fatwa penting terkait
isu-isu politik dan kebangsaan, seperti:
1)
Fatwa
tentang Korupsi
Muhammadiyah menegaskan bahwa korupsi
adalah perbuatan haram dan merupakan kejahatan terhadap rakyat dan negara.¹⁶
2)
Fatwa
tentang Demokrasi
Muhammadiyah mendukung sistem demokrasi
sebagai mekanisme yang paling mendekati prinsip musyawarah dalam Islam.¹⁷
Kesimpulan
Aplikasi Fiqih
Muhammadiyah dalam berbagai aspek kehidupan menunjukkan bahwa Islam tidak hanya
mengatur ibadah ritual tetapi juga memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dengan
menggunakan metode tarjih dan ijtihad jama’i, Muhammadiyah berusaha
menghadirkan hukum Islam yang lebih kontekstual dan relevan dengan perkembangan
zaman, tanpa meninggalkan prinsip dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
Catatan Kaki
[1]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan
(Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 78.
[2]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 36.
[3]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 20.
[4]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi (Yogyakarta:
Bentang, 2002), 58.
[5]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
50.
[6]
Haedar Nashir, Islam Syariat (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2013), 95.
[7]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
68.
[8]
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2017), 102.
[9]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
81.
[10]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 120.
[11]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan, 130.
[12]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis (Jakarta: Suara
Muhammadiyah, 2016), 110.
[13]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 85.
[14]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
105.
[15]
Haedar Nashir, Islam Syariat, 120.
[16]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 140.
[17]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
132.
5.
Tantangan dan Prospek Fiqih Muhammadiyah di Era
Kontemporer
Fiqih Muhammadiyah,
dengan prinsip tarjih dan ijtihad jama’i, telah memberikan kontribusi besar
dalam reformasi pemikiran Islam di Indonesia. Namun, dalam menghadapi era globalisasi dan modernitas,
terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi serta prospek yang dapat
dikembangkan agar Fiqih Muhammadiyah
tetap relevan dan berkontribusi bagi umat Islam di masa depan.
5.1.
Dinamika Hukum Islam dalam Konteks Modern
Era kontemporer
menghadirkan berbagai tantangan baru bagi hukum Islam, termasuk dalam aspek
sosial, ekonomi, teknologi,
dan politik. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam konteks ini antara lain:
5.1.1.
Perubahan Sosial dan
Budaya
Modernisasi dan
globalisasi telah membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan budaya masyarakat Muslim, termasuk di Indonesia.
Beberapa perubahan yang berpengaruh terhadap Fiqih Muhammadiyah antara lain:
1)
Sekularisasi
dalam Kehidupan Beragama
Masyarakat semakin terpengaruh oleh
pemisahan antara agama dan kehidupan publik, yang dapat mengurangi otoritas
hukum Islam dalam masyarakat.¹
2)
Gaya
Hidup Konsumtif dan Materialisme
Tren konsumtif yang berkembang dalam
masyarakat urban menjadi tantangan bagi nilai-nilai Islam, termasuk dalam
ekonomi syariah yang dikembangkan Muhammadiyah.²
3)
Kehidupan
Multikultural dan Pluralisme
Muhammadiyah harus menghadapi tantangan
dalam merespons keberagaman budaya dan agama di Indonesia, termasuk dalam
interaksi sosial dan hukum keluarga.³
5.1.2.
Teknologi dan
Digitalisasi
Kemajuan teknologi,
khususnya dalam bidang digitalisasi, telah menghadirkan permasalahan baru yang
belum pernah dihadapi oleh ulama klasik. Tantangan ini mencakup:
1)
Fatwa
terkait Cryptocurrency dan Ekonomi Digital
Muhammadiyah perlu memberikan pandangan
yang jelas terkait hukum penggunaan aset digital seperti Bitcoin dan NFT.⁴
2)
Hukum
Fikih dalam Artificial Intelligence (AI) dan Robotika
Penggunaan AI dalam kehidupan
sehari-hari menuntut adanya panduan hukum Islam, termasuk dalam aspek ekonomi
dan etika.⁵
3)
Fiqih
dalam Media Sosial dan Dunia Maya
Penyebaran informasi dan fatwa melalui
media sosial dapat menjadi tantangan dalam menjaga otoritas keilmuan dan
kebenaran sumber hukum Islam.⁶
5.2.
Kritik dan Evaluasi terhadap Fiqih Muhammadiyah
Meskipun Fiqih
Muhammadiyah telah memberikan kontribusi besar, terdapat kritik dari berbagai pihak yang menuntut perbaikan dan
evaluasi dalam beberapa aspek:
5.2.1.
Kritik dari Internal
Muhammadiyah
1)
Kurangnya
Kaderisasi Ulama dalam Metodologi Tarjih
Beberapa akademisi Muhammadiyah menilai
bahwa masih sedikit kader ulama yang memahami metodologi tarjih secara
mendalam.⁷
2)
Kurangnya
Implementasi Fiqih Sosial
Meskipun Muhammadiyah telah
mengembangkan konsep fiqih sosial, pelaksanaannya dalam kebijakan organisasi
masih memerlukan penguatan.⁸
5.2.2.
Kritik dari
Eksternal
1)
Terlalu
Rasional dan Kurang Spiritualitas
Sebagian pihak menilai bahwa pendekatan
Fiqih Muhammadiyah terlalu rasional dan kurang menekankan aspek tasawuf dan
spiritualitas dalam kehidupan beragama.⁹
2)
Kurang
Fleksibel dalam Beberapa Isu Keagamaan
Beberapa keputusan tarjih dianggap
terlalu ketat dalam menolak amalan yang dianggap sebagai bid’ah, seperti
peringatan Maulid Nabi dan doa qunut dalam shalat Subuh.¹⁰
5.3.
Prospek Fiqih Muhammadiyah sebagai Model
Reformasi Islam
Terlepas dari
berbagai tantangan dan kritik,
Fiqih Muhammadiyah memiliki prospek besar untuk terus berkembang sebagai model
reformasi hukum Islam di era kontemporer.
5.3.1.
Penguatan Pendidikan
dan Kaderisasi Ulama
Untuk memperkuat
peran Fiqih Muhammadiyah di masa depan, perlu dilakukan upaya dalam membangun
generasi ulama dan cendekiawan yang memiliki pemahaman mendalam tentang
metodologi tarjih dan ijtihad. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara
lain:
1)
Meningkatkan
Pendidikan Hukum Islam di Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Muhammadiyah perlu lebih aktif dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan hukum Islam yang sesuai dengan metodologi
tarjih.¹¹
2)
Membangun
Pusat Kajian Tarjih dan Fatwa Digital
Dengan berkembangnya teknologi,
Muhammadiyah dapat membangun platform digital untuk kajian tarjih yang lebih
luas dan terbuka bagi umat Islam global.¹²
5.3.2.
Perluasan Jangkauan
Fatwa di Tingkat Global
Dengan pendekatan
hukum Islam yang berbasis pada tarjih dan ijtihad, Fiqih Muhammadiyah memiliki
potensi untuk menjadi model reformasi Islam di tingkat global.
1)
Mempromosikan
Konsep Islam Berkemajuan dalam Forum Internasional
Muhammadiyah dapat berperan dalam
menyebarkan konsep Islam yang moderat dan progresif di dunia Islam.¹³
2)
Meningkatkan
Kolaborasi dengan Institusi Hukum Islam Internasional
Muhammadiyah dapat memperkuat kerja sama
dengan lembaga seperti Al-Azhar dan Rabithah Alam Islami dalam pengembangan
fiqih kontemporer.¹⁴
5.3.3.
Penyesuaian Fiqih
dengan Tantangan Zaman
Muhammadiyah harus
terus melakukan penyesuaian terhadap perkembangan zaman dengan tetap berpegang
pada prinsip dasar Islam. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1)
Merevisi
dan Memperbarui Fatwa yang Sudah Tidak Relevan
Beberapa fatwa Muhammadiyah yang
dikeluarkan pada masa lalu perlu ditinjau kembali agar sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.¹⁵
2)
Mengembangkan
Fiqih Lingkungan dan Isu-isu Global
Muhammadiyah perlu mengembangkan fiqih
yang lebih responsif terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim,
keberlanjutan lingkungan, dan etika teknologi.¹⁶
Kesimpulan
Fiqih Muhammadiyah memiliki tantangan besar di era modern,
termasuk perubahan sosial, kemajuan teknologi, dan kritik dari berbagai pihak.
Namun, dengan penguatan metodologi tarjih, kaderisasi ulama, serta pemanfaatan
teknologi digital, Muhammadiyah dapat terus berkembang dan menjadi model
reformasi hukum Islam yang relevan dengan tantangan zaman.
Catatan Kaki
[1]
Haedar Nashir, Islam Syariat (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2013), 85.
[2]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi (Yogyakarta:
Bentang, 2002), 78.
[3]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis (Jakarta: Suara
Muhammadiyah, 2016), 92.
[4]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 54.
[5]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan
(Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 78.
[6]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 85.
[7]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 110.
[8]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah,
81.
[9]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 120.
[10]
Haedar Nashir, Islam Syariat, 95.
[11]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan
(Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 102.
[12]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 90.
[13]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan
Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah,
2016), 132.
[14]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 112.
[15]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi:
Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 145.
[16]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah, 120.
6.
Penutup
Fiqih Muhammadiyah merupakan salah satu model hukum
Islam yang berkembang di Indonesia dengan karakteristik utama berbasis pada tarjih,
ijtihad jama’i, serta keterbukaan terhadap perubahan zaman.
Sebagai sebuah pendekatan hukum Islam, Fiqih Muhammadiyah tidak hanya berfokus
pada aspek ibadah, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk
muamalah, sosial, keluarga, dan politik. Keberadaan Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah menjadi pilar utama dalam memastikan bahwa produk hukum yang
dihasilkan tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam dan mampu menjawab tantangan
zaman.¹
Sejalan dengan visi Islam Berkemajuan,
Muhammadiyah telah membuktikan bahwa hukum Islam dapat dikembangkan tanpa harus
terkungkung dalam taqlid kepada mazhab tertentu. Dengan pendekatan tarjih,
Muhammadiyah menekankan pentingnya mencari dalil yang paling kuat dan relevan,
sehingga hukum Islam tidak hanya bersifat normatif tetapi juga kontekstual.²
Sikap independen Muhammadiyah terhadap mazhab klasik menunjukkan bahwa Islam
memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan zaman, selama tetap berpegang
pada prinsip dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
Namun, di era globalisasi ini, Fiqih Muhammadiyah
menghadapi berbagai tantangan besar. Salah satu tantangan utama adalah modernisasi
dan perubahan sosial yang mempengaruhi pola pikir umat Islam.³ Selain itu, perkembangan
teknologi digital juga menuntut adanya adaptasi dalam metodologi istinbath
hukum Islam, terutama dalam menjawab persoalan-persoalan baru seperti ekonomi
digital, kecerdasan buatan, dan bioetika.⁴ Kritikan dari internal maupun
eksternal Muhammadiyah juga menjadi bahan evaluasi dalam mengembangkan Fiqih
Muhammadiyah agar lebih aplikatif dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
Di sisi lain, prospek Fiqih Muhammadiyah di masa
depan tetap terbuka lebar. Dengan adanya pendidikan kaderisasi ulama tarjih,
penguatan kajian fiqih berbasis teknologi digital, serta peningkatan
peran Muhammadiyah di forum internasional, Fiqih Muhammadiyah dapat
menjadi model reformasi hukum Islam yang relevan secara global.⁵ Jika
langkah-langkah ini terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Muhammadiyah akan
menjadi salah satu aktor utama dalam pembaruan hukum Islam yang dapat
memberikan solusi terhadap berbagai tantangan modern.
Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari
Muhammadiyah untuk terus mengembangkan Fiqih Berkemajuan yang tidak
hanya berorientasi pada dalil, tetapi juga mampu memberikan solusi praktis
dan maslahat bagi umat Islam. Kesuksesan Fiqih Muhammadiyah dalam merespons
perubahan zaman akan sangat bergantung pada sejauh mana Muhammadiyah dapat
menjaga keseimbangan antara konservasi nilai-nilai Islam dan adaptasi
terhadap realitas modern.⁶ Dengan demikian, Fiqih Muhammadiyah akan tetap
menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam di Indonesia dan dunia dalam
menghadapi tantangan hukum Islam di masa depan.
Catatan Kaki
[1]
Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan
(Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 102.
[2]
Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 85.
[3]
Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan
Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah,
2016), 132.
[4]
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 90.
[5]
Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi:
Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 145.
[6]
Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi
Salafiyah Ideologis di Indonesia (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013),
120.
Daftar Pustaka
Anwar, S. (2010). Metodologi Tarjih Muhammadiyah.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Burhani, A. N. (2016). Islam Dinamis: Pergulatan
Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial. Jakarta: Suara Muhammadiyah.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. (2018). Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Mulkhan, A. M. (2002). Menggugat Tradisi:
Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah. Yogyakarta: Bentang.
Nashir, H. (2010). Muhammadiyah dan Pembaruan.
Jakarta: Suara Muhammadiyah.
Nashir, H. (2013). Islam Syariat: Reproduksi
Salafiyah Ideologis di Indonesia. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Ilyas, Y. (2017). Kuliah Aqidah Islam.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Abduh, M., & Ridha, R. (1973). Tafsir
al-Manar (Vol. 1). Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Lampiran: Daftar Kitab Rujukan Pemikiran Muhammadiyah
Berikut adalah daftar kitab-kitab rujukan yang
menjadi dasar pemikiran dan metodologi Fiqih Muhammadiyah, lengkap dengan
penulis serta pokok pembahasannya:
1)
Al-Muwafaqat – Ditulis
oleh Imam Asy-Syatibi (w. 790 H/1388 M)
Kitab ini membahas tentang maqashid syariah (tujuan hukum Islam)
yang menjadi landasan dalam pendekatan hukum Muhammadiyah, terutama dalam aspek
tarjih dan pertimbangan maslahat dalam istinbath hukum.
2)
I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin – Ditulis oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751
H/1350 M)
Kitab ini menekankan pentingnya ijtihad dalam memahami hukum Islam
serta menolak taklid buta, yang sejalan dengan prinsip Muhammadiyah dalam
menggunakan ijtihad dan tarjih sebagai metode istinbath hukum.
3)
Al-Umm – Ditulis
oleh Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H/820 M)
Sebagai salah satu kitab utama dalam Mazhab Syafi’i, kitab ini sering
dikaji oleh Muhammadiyah dalam membandingkan metode hukum Islam klasik dengan
pendekatan tarjih yang lebih kontekstual.
4)
Tafsir al-Manar – Ditulis
oleh Muhammad Abduh (w. 1323 H/1905 M) dan Rasyid Ridha (w. 1354 H/1935 M)
Tafsir ini memberikan landasan bagi Muhammadiyah dalam pemahaman
Al-Qur’an yang rasional dan modern, yang menjadi ciri khas pendekatan
tarjih dalam Fiqih Muhammadiyah.
5)
Al-Ijtihad fi al-Islam – Ditulis oleh Muhammad Abduh (w. 1323 H/1905 M)
Kitab ini menegaskan pentingnya pembaruan dalam pemikiran Islam
serta perlunya ijtihad dalam menafsirkan hukum Islam sesuai dengan perkembangan
zaman, yang menjadi dasar pendekatan Muhammadiyah.
6)
Kitab al-Tauhid – Ditulis
oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (w. 1206 H/1792 M)
Kitab ini menjadi rujukan dalam pemurnian akidah Islam yang menghindari
praktik-praktik bid’ah, yang juga diadopsi oleh Muhammadiyah dalam
prinsip-prinsip tajdid dan pemurnian ibadah.
7)
Fiqh as-Sunnah – Ditulis
oleh Sayyid Sabiq (w. 1420 H/2000 M)
Kitab ini menampilkan fiqih berbasis dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah
tanpa terikat dengan mazhab tertentu, yang sejalan dengan metode tarjih
Muhammadiyah dalam merumuskan hukum Islam.
8)
Al-Risalah – Ditulis
oleh Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H/820 M)
Kitab ini membahas tentang ushul fiqih dan metode istinbath hukum,
yang menjadi referensi penting dalam sistem tarjih Muhammadiyah.
9)
At-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib) – Ditulis oleh Fakhruddin ar-Razi (w. 606 H/1209 M)
Tafsir ini sering menjadi rujukan dalam memahami ayat-ayat hukum,
khususnya dalam kajian tarjih Muhammadiyah terkait hukum-hukum yang bersifat
dinamis.
10)
Majmu’ Fatawa – Ditulis
oleh Ibnu Taimiyyah (w. 728 H/1328 M)
Kitab ini memberikan pandangan tentang fleksibilitas dalam hukum Islam
serta menekankan pentingnya ijtihad dalam menghadapi perkembangan zaman, yang
sesuai dengan pendekatan Muhammadiyah.
11)
Kitab Tarjih Muhammadiyah – Disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Kitab ini merupakan kumpulan fatwa dan keputusan tarjih Muhammadiyah
yang menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah dalam memahami hukum Islam
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
12)
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT) – Diterbitkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah
Berisi putusan-putusan tarjih yang mencakup berbagai aspek kehidupan,
termasuk ibadah, muamalah, sosial, dan politik, yang menjadi panduan hukum bagi
warga Muhammadiyah.
13)
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu – Ditulis oleh Wahbah Az-Zuhaili (w. 1436 H/2015 M)
Kitab ini membahas hukum Islam dari berbagai mazhab dan pendekatan
tarjih dalam fiqih, yang sering menjadi referensi dalam kajian tarjih
Muhammadiyah.
14)
Tafsir al-Jalalain – Ditulis
oleh Jalaluddin al-Mahalli (w. 864 H/1459 M) dan Jalaluddin as-Suyuthi (w.
911 H/1505 M)
Kitab tafsir ini menjadi rujukan dalam memahami ayat-ayat yang berkaitan
dengan hukum Islam dalam kajian tarjih Muhammadiyah.
15)
Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid – Ditulis oleh Ibnu Rusyd (w. 595 H/1198 M)
Kitab ini menampilkan metode perbandingan fiqih antar mazhab dan logika
istinbath hukum, yang menjadi inspirasi dalam pendekatan fiqih Muhammadiyah
yang berbasis tarjih.
16)
Al-Mughni – Ditulis
oleh Ibnu Qudamah (w. 620 H/1223 M)
Kitab ini menjadi salah satu rujukan dalam kajian fiqih perbandingan dan
tarjih dalam hukum Islam yang dikembangkan oleh Muhammadiyah.
17)
Al-Ahkam as-Sultaniyyah – Ditulis oleh Al-Mawardi (w. 450 H/1058 M)
Kitab ini memberikan wawasan tentang hukum pemerintahan Islam, yang
menjadi salah satu kajian dalam fiqih politik Muhammadiyah.
18)
Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan – Ditulis oleh As-Sa’di (w. 1376 H/1956 M)
Tafsir ini memberikan pendekatan yang lebih mudah dipahami dalam
memahami ayat-ayat hukum Islam, yang sering menjadi referensi dalam kajian
tarjih Muhammadiyah.
Kitab-kitab di atas menjadi landasan utama dalam
pengembangan Fiqih Muhammadiyah, baik dari aspek ushul fiqih, tafsir,
hingga perbandingan mazhab. Dengan pendekatan tarjih, Muhammadiyah tidak hanya
merujuk pada satu mazhab, tetapi mengambil dalil yang paling kuat
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, serta mempertimbangkan kemaslahatan
umat dalam penetapan hukum Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar