Kamis, 13 Februari 2025

Fiqih III: Prinsip, Metodologi, dan Implementasi Fiqih Muhammadiyah

Fiqih Muhammadiyah

Prinsip, Metodologi, dan Implementasi dalam Kehidupan Muslim


Alihkan ke: Ushul FiqhMasa'il Al-FiqhiyahFiqih NU, Fiqih Pesis.


Abstrak

Fiqih Muhammadiyah merupakan model pemikiran hukum Islam yang berlandaskan pada tarjih, ijtihad jama’i, dan prinsip Islam Berkemajuan. Sebagai gerakan reformasi Islam di Indonesia, Muhammadiyah menawarkan pendekatan hukum yang fleksibel dan dinamis dengan menekankan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama, tanpa terikat pada satu mazhab tertentu. Artikel ini membahas konsep dasar, metodologi istinbath hukum, implementasi dalam berbagai aspek kehidupan, serta tantangan dan prospek Fiqih Muhammadiyah di era modern.

Pendekatan tarjih dalam Muhammadiyah tidak hanya diterapkan dalam bidang ibadah, tetapi juga mencakup muamalah, sosial, keluarga, dan politik. Dengan mekanisme fatwa melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, Muhammadiyah berhasil merumuskan berbagai keputusan hukum yang kontekstual dan berbasis maslahat, seperti dalam ekonomi Islam, zakat profesi, dan penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Namun, di tengah perkembangan zaman, Fiqih Muhammadiyah menghadapi tantangan dari modernisasi, globalisasi, dan kemajuan teknologi digital. Kritik juga muncul terkait pendekatan rasionalitasnya yang dinilai kurang mengakomodasi aspek spiritualitas.

Meskipun demikian, Fiqih Muhammadiyah memiliki prospek besar dalam pengembangan hukum Islam kontemporer. Dengan kaderisasi ulama tarjih, penguatan kajian fiqih berbasis digital, serta partisipasi di forum hukum Islam global, Muhammadiyah berpotensi menjadi aktor utama dalam reformasi hukum Islam yang lebih relevan dan aplikatif. Oleh karena itu, penguatan metodologi tarjih dan adaptasi terhadap isu-isu kontemporer menjadi kunci keberlanjutan Fiqih Muhammadiyah dalam menjawab tantangan zaman.

Kata Kunci: Fiqih Muhammadiyah, tarjih, ijtihad jama’i, hukum Islam, reformasi Islam, modernisasi, globalisasi, Majelis Tarjih dan Tajdid.


PEMBAHASAN

Prinsip, Metodologi, dan Implementasi Fiqih Muhammadiyah


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang Fiqih Muhammadiyah dalam Dinamika Pemikiran Islam di Indonesia

Fiqih Muhammadiyah merupakan salah satu model ijtihad hukum Islam yang berkembang di Indonesia dan menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah. Sebagai organisasi Islam modernis yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah berupaya menawarkan pemahaman Islam yang bersumber langsung dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan pendekatan rasional serta kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman.¹ Berbeda dengan pendekatan tradisional yang mengandalkan taqlid kepada mazhab tertentu, Muhammadiyah mengedepankan ijtihad sebagai metode utama dalam memahami dan merumuskan hukum Islam.

Fiqih dalam konteks Muhammadiyah tidak hanya dimaknai sebagai hukum Islam dalam arti sempit (yaitu sekadar mengatur ibadah mahdhah), tetapi juga mencakup aspek muamalah duniawiyah, sosial, dan kebangsaan.² Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah agama yang harus membumi dalam kehidupan sosial, sehingga pembaruan hukum Islam diperlukan untuk menjawab persoalan kontemporer. Hal ini sejalan dengan semangat ijtihad yang ditekankan oleh para ulama reformis Muslim seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, yang menekankan pentingnya membangun pemahaman hukum Islam berdasarkan pendekatan yang lebih rasional dan dinamis.³

1.2.       Pentingnya Memahami Fiqih Muhammadiyah dalam Konteks Reformasi Islam

Fiqih Muhammadiyah bukan sekadar produk hukum Islam yang berlaku di kalangan anggotanya, tetapi juga menjadi model bagi pembaruan pemikiran Islam di Indonesia. Salah satu ciri khas utama dari Fiqih Muhammadiyah adalah metode tarjih, yaitu seleksi dan pemilihan pendapat yang paling kuat berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa terikat pada satu mazhab tertentu.⁴

Pemikiran hukum Islam Muhammadiyah ini juga sangat relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernitas. Banyak persoalan kontemporer seperti transaksi keuangan syariah, peran perempuan dalam kepemimpinan, serta hubungan antara Islam dan negara yang membutuhkan pendekatan hukum Islam yang lebih adaptif dan kontekstual. Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, telah berupaya merumuskan fatwa-fatwa dan keputusan hukum yang relevan dengan perkembangan zaman.⁵ Oleh karena itu, memahami Fiqih Muhammadiyah menjadi penting, terutama dalam rangka mencari solusi hukum Islam yang tidak hanya bersifat tekstual, tetapi juga kontekstual sesuai dengan kebutuhan umat Islam saat ini.

1.3.       Tujuan Artikel ini

Artikel ini bertujuan untuk menguraikan prinsip-prinsip dasar Fiqih Muhammadiyah, metodologi istinbath hukum yang digunakan, serta implementasinya dalam berbagai aspek kehidupan Muslim. Dengan memahami lebih dalam mengenai Fiqih Muhammadiyah, pembaca akan mendapatkan wawasan tentang bagaimana Muhammadiyah berusaha menjaga keseimbangan antara pemeliharaan tradisi Islam dengan tuntutan perubahan sosial yang terus berkembang.

Selain itu, artikel ini juga akan membahas tantangan yang dihadapi Fiqih Muhammadiyah serta relevansinya di era modern. Dengan pendekatan akademik dan berbasis pada sumber-sumber yang kredibel, artikel ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kajian hukum Islam serta memperkaya pemahaman tentang dinamika pemikiran Islam di Indonesia.


Catatan Kaki

[1]                Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 42.

[2]                Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), 85.

[3]                Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1973), 1:18.

[4]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 12.

[5]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 76.


2.           Konsep Dasar Fiqih Muhammadiyah

2.1.       Definisi dan Karakteristik Fiqih Muhammadiyah

Fiqih Muhammadiyah adalah pemahaman dan penerapan hukum Islam yang dikembangkan oleh Muhammadiyah sebagai bagian dari upaya reformasi Islam di Indonesia. Dalam perspektif Muhammadiyah, fiqih tidak hanya mencakup hukum ibadah, tetapi juga hukum sosial dan kemasyarakatan yang berorientasi pada kemaslahatan umat.¹ Oleh karena itu, Fiqih Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab tertentu, melainkan menggunakan pendekatan tarjih, yaitu metode seleksi dalil yang lebih kuat berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.²

Ciri khas utama Fiqih Muhammadiyah adalah sifatnya yang dinamis, kontekstual, dan berbasis pada pemahaman yang rasional. Tiga karakteristik utama Fiqih Muhammadiyah adalah:

1)                  Berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung

Muhammadiyah menekankan pentingnya merujuk pada sumber utama Islam dengan pemahaman yang tidak terikat secara dogmatis pada mazhab tertentu.³

2)                  Menolak Taqlid Buta

Muhammadiyah menolak praktik taqlid (mengikuti suatu pendapat tanpa memahami dalilnya) dan mendorong penggunaan ijtihad dalam merumuskan hukum.⁴

3)                  Berorientasi pada Kemajuan dan Kemaslahatan

Fiqih Muhammadiyah selalu mempertimbangkan aspek kemaslahatan (mashlahah) dalam setiap keputusan hukumnya, sesuai dengan prinsip maqashid syariah.⁵

Pendekatan ini menjadikan Fiqih Muhammadiyah sebagai model hukum Islam yang fleksibel dalam menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan akar keislamannya.

2.2.       Landasan dan Sumber Hukum Fiqih Muhammadiyah

Fiqih Muhammadiyah memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam dan mengacu pada beberapa sumber utama hukum Islam, yaitu:

1)                  Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama yang menjadi dasar dari semua keputusan dan fatwa dalam Muhammadiyah.⁶

2)                  Sunnah Nabi yang digunakan sebagai penjelas dan pelengkap terhadap hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.⁷

3)                  Ijma’ dan Qiyas sebagai sumber sekunder yang digunakan secara selektif dalam tarjih Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak selalu menerima ijma’ dan qiyas jika bertentangan dengan prinsip Al-Qur’an dan Sunnah.⁸

4)                  Ijtihad sebagai Metode Utama – Muhammadiyah mengutamakan ijtihad sebagai instrumen dalam memahami dan merumuskan hukum Islam. Dalam Muhammadiyah, ijtihad dilakukan secara kolektif oleh Majelis Tarjih dan Tajdid untuk menghasilkan fatwa dan keputusan hukum yang lebih objektif.⁹

Dengan sumber hukum ini, Muhammadiyah berusaha menjaga keseimbangan antara teks-teks agama dan realitas sosial, sehingga keputusan hukumnya tetap relevan dengan perkembangan zaman.

2.3.       Hubungan Fiqih Muhammadiyah dengan Mazhab Fikih Klasik

Fiqih Muhammadiyah memiliki hubungan erat dengan mazhab-mazhab fikih klasik, terutama dalam penggunaan metode istinbath hukum. Namun, Muhammadiyah tidak membatasi diri pada satu mazhab tertentu, melainkan menggunakan pendekatan tarjih dalam memilih pendapat yang paling kuat.¹⁰

Dalam sejarahnya, mayoritas umat Islam di Indonesia mengikuti Mazhab Syafi’i, yang memiliki pengaruh besar dalam praktik keagamaan masyarakat. Namun, Muhammadiyah menegaskan bahwa Islam tidak mengharuskan penganutnya mengikuti satu mazhab tertentu secara mutlak. Sebaliknya, Muhammadiyah membuka ruang bagi pemikiran yang lebih luas dan mengedepankan tarjih dalam menentukan pendapat hukum yang paling kuat berdasarkan dalil-dalil yang ada.¹¹

Perbedaan lain yang cukup signifikan antara Fiqih Muhammadiyah dan mazhab klasik adalah dalam hal pembaruan hukum Islam. Jika mazhab klasik lebih cenderung mempertahankan pendapat para ulama terdahulu, Muhammadiyah lebih terbuka terhadap perubahan hukum Islam selama tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Al-Qur’an dan Sunnah.¹² Oleh karena itu, Fiqih Muhammadiyah sering kali dianggap lebih adaptif terhadap perubahan zaman dibandingkan dengan pendekatan mazhab klasik yang cenderung lebih konservatif.

Dengan demikian, hubungan Muhammadiyah dengan mazhab klasik bersifat dinamis. Muhammadiyah tetap menghormati mazhab-mazhab Islam, tetapi tidak menjadikannya sebagai satu-satunya sumber hukum, melainkan lebih mengedepankan pendekatan tarjih yang berbasis pada dalil yang lebih kuat.


Catatan Kaki

[1]                Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 48.

[2]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 15.

[3]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 32.

[4]                Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 71.

[5]                Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), 97.

[6]                Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1973), 1:25.

[7]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 23.

[8]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 49.

[9]                Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 58.

[10]             Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 54.

[11]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 27.

[12]             Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 80.


3.           Metodologi Istinbath Hukum dalam Fiqih Muhammadiyah

3.1.       Manhaj Tarjih: Prinsip dan Implementasi

Salah satu ciri khas utama Fiqih Muhammadiyah adalah penggunaan Manhaj Tarjih dalam istinbath hukum. Secara etimologis, tarjih berarti menguatkan salah satu dalil di antara beberapa pendapat yang ada.¹ Dalam Muhammadiyah, tarjih merupakan metode seleksi hukum Islam yang bertujuan untuk mencari dan menetapkan pendapat yang paling kuat berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah.

Prinsip utama dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah adalah:

1)                  Berpegang pada dalil yang lebih kuat (rajjih) dari Al-Qur’an dan Sunnah

Muhammadiyah lebih mengutamakan pemahaman langsung terhadap sumber primer Islam daripada mengikuti satu mazhab tertentu.²

2)                  Menerapkan kaidah istinbath yang sistematis

Dalam Majelis Tarjih, keputusan hukum diambil berdasarkan metodologi yang rasional, dengan mempertimbangkan aspek kebahasaan, kontekstualisasi, dan maqashid syariah.³

3)                  Menghindari taqlid buta

Muhammadiyah menolak praktik mengikuti pendapat ulama secara mutlak tanpa memahami dalilnya.⁴

4)                  Mengedepankan prinsip mashlahah

Keputusan hukum dalam Muhammadiyah mempertimbangkan kemaslahatan umat dengan tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah.⁵

Implementasi Manhaj Tarjih dalam Muhammadiyah dilakukan melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, lembaga resmi yang bertugas melakukan kajian dan penetapan hukum Islam di lingkungan Muhammadiyah. Majelis ini mengeluarkan berbagai keputusan hukum yang kemudian dibukukan dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT), yang menjadi rujukan bagi warga Muhammadiyah dalam beribadah dan bermuamalah.⁶

3.2.       Ijtihad Jama’i dalam Muhammadiyah

Muhammadiyah mengembangkan konsep Ijtihad Jama’i atau ijtihad kolektif dalam menentukan hukum Islam. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama dan cendekiawan Muhammadiyah dalam Majelis Tarjih dan Tajdid melalui forum musyawarah.⁷

Beberapa alasan utama digunakannya ijtihad jama’i dalam Muhammadiyah adalah:

1)                  Menjaga obyektivitas dalam penetapan hukum

Keputusan hukum yang dihasilkan melalui musyawarah cenderung lebih komprehensif dibandingkan dengan ijtihad individual.⁸

2)                  Mengakomodasi berbagai perspektif

Ijtihad jama’i memungkinkan adanya diskusi dari berbagai latar belakang keilmuan dalam menentukan hukum Islam.⁹

3)                  Menghindari kesalahan dalam istinbath hukum

Dengan adanya musyawarah, kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat diminimalisir.¹⁰

Salah satu contoh penerapan ijtihad jama’i dalam Muhammadiyah adalah ketika Majelis Tarjih dan Tajdid menetapkan fatwa terkait hukum hisab dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Muhammadiyah memutuskan untuk menggunakan metode hisab dalam menentukan awal bulan, yang berbeda dengan metode rukyat yang dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia.¹¹

3.3.       Fatwa dan Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah

Fatwa dalam Muhammadiyah bukan hanya berfungsi sebagai panduan hukum bagi anggotanya, tetapi juga sebagai model dalam reformasi hukum Islam di Indonesia. Fatwa-fatwa ini dihasilkan melalui proses tarjih dan ijtihad jama’i yang melibatkan berbagai pakar dalam bidang keislaman.¹²

Beberapa contoh fatwa penting yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah adalah:

1)                  Fatwa tentang Zakat Profesi

Muhammadiyah menetapkan bahwa pendapatan dari profesi tertentu wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan analogi dengan zakat hasil pertanian dan perdagangan.¹³

2)                  Fatwa tentang Rokok

Muhammadiyah mengeluarkan fatwa bahwa merokok hukumnya haram karena dampaknya yang membahayakan kesehatan.¹⁴

3)                  Fatwa tentang Penggunaan Hisab dalam Penentuan Awal Bulan

Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan awal bulan hijriyah, berbeda dengan metode rukyat yang digunakan oleh pemerintah.¹⁵

Fatwa-fatwa tersebut menunjukkan bahwa Fiqih Muhammadiyah selalu mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial dalam menetapkan hukum Islam.


Catatan Kaki

[1]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 22.

[2]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 15.

[3]                Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 65.

[4]                Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 92.

[5]                Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), 85.

[6]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 20.

[7]                Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 78.

[8]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 45.

[9]                Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 68.

[10]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 32.

[11]             Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 90.

[12]             Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 98.

[13]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 54.

[14]             Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan, 85.

[15]             Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 120.


4.           Aplikasi Fiqih Muhammadiyah dalam Berbagai Aspek Kehidupan

Fiqih Muhammadiyah tidak hanya terbatas pada aspek hukum ibadah, tetapi juga mencakup berbagai bidang kehidupan, termasuk muamalah, keluarga, sosial, dan politik. Berbeda dengan pendekatan fiqih konservatif yang cenderung mempertahankan tradisi lama, Muhammadiyah menerapkan prinsip tarjih dan ijtihad dalam merumuskan hukum yang lebih relevan dengan perkembangan zaman.¹

4.1.       Fiqih Ibadah

Ibadah dalam perspektif Muhammadiyah didasarkan pada prinsip beribadah sesuai dengan petunjuk Nabi (ittiba’).² Oleh karena itu, dalam masalah ibadah mahdhah (ritual murni seperti shalat, zakat, puasa, dan haji), Muhammadiyah berusaha untuk kembali kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung tanpa terikat pada satu mazhab tertentu.

4.1.1.    Shalat dalam Muhammadiyah

Salah satu contoh perbedaan dalam praktik ibadah Muhammadiyah adalah dalam pelaksanaan shalat. Beberapa ciri khas shalat dalam Muhammadiyah adalah:

1)                  Tidak ada qunut dalam shalat Subuh – Berdasarkan kajian tarjih, Muhammadiyah berpendapat bahwa doa qunut dalam shalat Subuh tidak memiliki dasar yang kuat.³

2)                  Tidak ada wirid berjamaah setelah shalat – Muhammadiyah menganjurkan agar dzikir dilakukan secara individu dan tidak dengan suara keras, berdasarkan dalil dari hadits-hadits shahih.⁴

4.1.2.    Hisab dalam Penentuan Awal Ramadhan dan Idul Fitri

Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki dalam menentukan awal bulan Hijriyah, berbeda dengan pendekatan rukyat yang digunakan oleh pemerintah dan sebagian besar ormas Islam lainnya.⁵ Penggunaan metode hisab ini didasarkan pada prinsip rasionalitas dan kepastian dalam penentuan waktu ibadah.

4.2.       Fiqih Muamalah

Fiqih Muhammadiyah dalam aspek muamalah (interaksi sosial dan ekonomi) bersifat fleksibel dan berorientasi pada kemaslahatan. Prinsip dasarnya adalah segala sesuatu dalam muamalah itu halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.⁶

4.2.1.    Prinsip Ekonomi Islam Muhammadiyah

Muhammadiyah mendorong praktik ekonomi Islam yang berbasis etika dan keadilan, di antaranya:

1)                  Zakat Profesi

Muhammadiyah menetapkan bahwa pendapatan dari profesi tertentu wajib dizakati sebagaimana zakat perdagangan dan pertanian.⁷

2)                  Haramnya Riba

Muhammadiyah menolak segala bentuk transaksi yang mengandung riba, termasuk dalam sistem perbankan konvensional. Oleh karena itu, Muhammadiyah aktif dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia.⁸

3)                  Wakaf Produktif

Muhammadiyah memanfaatkan aset wakaf untuk dikelola secara produktif dalam sektor pendidikan dan kesehatan.⁹

4.3.       Fiqih Keluarga dan Sosial

Dalam aspek keluarga dan sosial, Muhammadiyah menekankan prinsip kesetaraan gender dan keadilan dalam hukum Islam.

4.3.1.    Pandangan tentang Pernikahan

Muhammadiyah memiliki beberapa pandangan khas terkait pernikahan:

1)                  Mempromosikan pernikahan yang sederhana

Muhammadiyah menghindari praktik pernikahan yang penuh dengan unsur adat dan cenderung memberatkan.¹⁰

2)                  Keadilan dalam Poligami

Muhammadiyah tidak melarang poligami tetapi menekankan bahwa monogami lebih dianjurkan karena lebih sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.¹¹

4.3.2.    Kesetaraan Gender dalam Islam

Muhammadiyah berperan aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dalam Islam. Salah satu contoh konkret adalah didirikannya ‘Aisyiyah, organisasi perempuan Muhammadiyah yang berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan Muslim.¹²

4.4.       Fiqih Politik dan Kebangsaan

Fiqih Muhammadiyah dalam bidang politik menekankan konsep Islam Berkemajuan, yang berarti bahwa umat Islam harus aktif dalam pembangunan bangsa tanpa terlibat dalam politik praktis.¹³

4.4.1.    Hubungan Muhammadiyah dengan Negara

Muhammadiyah memandang negara sebagai wadah untuk menegakkan nilai-nilai Islam dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Muhammadiyah:

1)                  Menolak konsep negara Islam formal

Muhammadiyah mendukung negara berdasarkan Pancasila sebagai kesepakatan bersama umat Islam di Indonesia.¹⁴

2)                  Mendorong partisipasi politik yang sehat

Warga Muhammadiyah diperbolehkan untuk terlibat dalam politik, tetapi organisasi Muhammadiyah sebagai lembaga tetap menjaga independensinya dari partai politik.¹⁵

4.4.2.    Isu-isu Kontemporer dalam Fiqih Politik Muhammadiyah

Muhammadiyah memiliki beberapa fatwa penting terkait isu-isu politik dan kebangsaan, seperti:

1)                  Fatwa tentang Korupsi

Muhammadiyah menegaskan bahwa korupsi adalah perbuatan haram dan merupakan kejahatan terhadap rakyat dan negara.¹⁶

2)                  Fatwa tentang Demokrasi

Muhammadiyah mendukung sistem demokrasi sebagai mekanisme yang paling mendekati prinsip musyawarah dalam Islam.¹⁷


Kesimpulan

Aplikasi Fiqih Muhammadiyah dalam berbagai aspek kehidupan menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual tetapi juga memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dengan menggunakan metode tarjih dan ijtihad jama’i, Muhammadiyah berusaha menghadirkan hukum Islam yang lebih kontekstual dan relevan dengan perkembangan zaman, tanpa meninggalkan prinsip dasar Al-Qur’an dan Sunnah.


Catatan Kaki

[1]                Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 78.

[2]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 36.

[3]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 20.

[4]                Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi (Yogyakarta: Bentang, 2002), 58.

[5]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 50.

[6]                Haedar Nashir, Islam Syariat (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 95.

[7]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 68.

[8]                Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), 102.

[9]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 81.

[10]             Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 120.

[11]             Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan, 130.

[12]             Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 110.

[13]             Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah, 85.

[14]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 105.

[15]             Haedar Nashir, Islam Syariat, 120.

[16]             Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 140.

[17]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 132.


5.           Tantangan dan Prospek Fiqih Muhammadiyah di Era Kontemporer

Fiqih Muhammadiyah, dengan prinsip tarjih dan ijtihad jama’i, telah memberikan kontribusi besar dalam reformasi pemikiran Islam di Indonesia. Namun, dalam menghadapi era globalisasi dan modernitas, terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi serta prospek yang dapat dikembangkan agar Fiqih Muhammadiyah tetap relevan dan berkontribusi bagi umat Islam di masa depan.

5.1.       Dinamika Hukum Islam dalam Konteks Modern

Era kontemporer menghadirkan berbagai tantangan baru bagi hukum Islam, termasuk dalam aspek sosial, ekonomi, teknologi, dan politik. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam konteks ini antara lain:

5.1.1.    Perubahan Sosial dan Budaya

Modernisasi dan globalisasi telah membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan budaya masyarakat Muslim, termasuk di Indonesia. Beberapa perubahan yang berpengaruh terhadap Fiqih Muhammadiyah antara lain:

1)                  Sekularisasi dalam Kehidupan Beragama

Masyarakat semakin terpengaruh oleh pemisahan antara agama dan kehidupan publik, yang dapat mengurangi otoritas hukum Islam dalam masyarakat.¹

2)                  Gaya Hidup Konsumtif dan Materialisme

Tren konsumtif yang berkembang dalam masyarakat urban menjadi tantangan bagi nilai-nilai Islam, termasuk dalam ekonomi syariah yang dikembangkan Muhammadiyah.²

3)                  Kehidupan Multikultural dan Pluralisme

Muhammadiyah harus menghadapi tantangan dalam merespons keberagaman budaya dan agama di Indonesia, termasuk dalam interaksi sosial dan hukum keluarga.³

5.1.2.    Teknologi dan Digitalisasi

Kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang digitalisasi, telah menghadirkan permasalahan baru yang belum pernah dihadapi oleh ulama klasik. Tantangan ini mencakup:

1)                  Fatwa terkait Cryptocurrency dan Ekonomi Digital

Muhammadiyah perlu memberikan pandangan yang jelas terkait hukum penggunaan aset digital seperti Bitcoin dan NFT.⁴

2)                  Hukum Fikih dalam Artificial Intelligence (AI) dan Robotika

Penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari menuntut adanya panduan hukum Islam, termasuk dalam aspek ekonomi dan etika.⁵

3)                  Fiqih dalam Media Sosial dan Dunia Maya

Penyebaran informasi dan fatwa melalui media sosial dapat menjadi tantangan dalam menjaga otoritas keilmuan dan kebenaran sumber hukum Islam.⁶

5.2.       Kritik dan Evaluasi terhadap Fiqih Muhammadiyah

Meskipun Fiqih Muhammadiyah telah memberikan kontribusi besar, terdapat kritik dari berbagai pihak yang menuntut perbaikan dan evaluasi dalam beberapa aspek:

5.2.1.    Kritik dari Internal Muhammadiyah

1)                  Kurangnya Kaderisasi Ulama dalam Metodologi Tarjih

Beberapa akademisi Muhammadiyah menilai bahwa masih sedikit kader ulama yang memahami metodologi tarjih secara mendalam.⁷

2)                  Kurangnya Implementasi Fiqih Sosial

Meskipun Muhammadiyah telah mengembangkan konsep fiqih sosial, pelaksanaannya dalam kebijakan organisasi masih memerlukan penguatan.⁸

5.2.2.    Kritik dari Eksternal

1)                  Terlalu Rasional dan Kurang Spiritualitas

Sebagian pihak menilai bahwa pendekatan Fiqih Muhammadiyah terlalu rasional dan kurang menekankan aspek tasawuf dan spiritualitas dalam kehidupan beragama.⁹

2)                  Kurang Fleksibel dalam Beberapa Isu Keagamaan

Beberapa keputusan tarjih dianggap terlalu ketat dalam menolak amalan yang dianggap sebagai bid’ah, seperti peringatan Maulid Nabi dan doa qunut dalam shalat Subuh.¹⁰

5.3.       Prospek Fiqih Muhammadiyah sebagai Model Reformasi Islam

Terlepas dari berbagai tantangan dan kritik, Fiqih Muhammadiyah memiliki prospek besar untuk terus berkembang sebagai model reformasi hukum Islam di era kontemporer.

5.3.1.    Penguatan Pendidikan dan Kaderisasi Ulama

Untuk memperkuat peran Fiqih Muhammadiyah di masa depan, perlu dilakukan upaya dalam membangun generasi ulama dan cendekiawan yang memiliki pemahaman mendalam tentang metodologi tarjih dan ijtihad. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain:

1)                  Meningkatkan Pendidikan Hukum Islam di Perguruan Tinggi Muhammadiyah

Muhammadiyah perlu lebih aktif dalam mengembangkan kurikulum pendidikan hukum Islam yang sesuai dengan metodologi tarjih.¹¹

2)                  Membangun Pusat Kajian Tarjih dan Fatwa Digital

Dengan berkembangnya teknologi, Muhammadiyah dapat membangun platform digital untuk kajian tarjih yang lebih luas dan terbuka bagi umat Islam global.¹²

5.3.2.    Perluasan Jangkauan Fatwa di Tingkat Global

Dengan pendekatan hukum Islam yang berbasis pada tarjih dan ijtihad, Fiqih Muhammadiyah memiliki potensi untuk menjadi model reformasi Islam di tingkat global.

1)                  Mempromosikan Konsep Islam Berkemajuan dalam Forum Internasional

Muhammadiyah dapat berperan dalam menyebarkan konsep Islam yang moderat dan progresif di dunia Islam.¹³

2)                  Meningkatkan Kolaborasi dengan Institusi Hukum Islam Internasional

Muhammadiyah dapat memperkuat kerja sama dengan lembaga seperti Al-Azhar dan Rabithah Alam Islami dalam pengembangan fiqih kontemporer.¹⁴

5.3.3.    Penyesuaian Fiqih dengan Tantangan Zaman

Muhammadiyah harus terus melakukan penyesuaian terhadap perkembangan zaman dengan tetap berpegang pada prinsip dasar Islam. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

1)                 Merevisi dan Memperbarui Fatwa yang Sudah Tidak Relevan

Beberapa fatwa Muhammadiyah yang dikeluarkan pada masa lalu perlu ditinjau kembali agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.¹⁵

2)                 Mengembangkan Fiqih Lingkungan dan Isu-isu Global

Muhammadiyah perlu mengembangkan fiqih yang lebih responsif terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, dan etika teknologi.¹⁶


Kesimpulan

Fiqih Muhammadiyah memiliki tantangan besar di era modern, termasuk perubahan sosial, kemajuan teknologi, dan kritik dari berbagai pihak. Namun, dengan penguatan metodologi tarjih, kaderisasi ulama, serta pemanfaatan teknologi digital, Muhammadiyah dapat terus berkembang dan menjadi model reformasi hukum Islam yang relevan dengan tantangan zaman.


Catatan Kaki

[1]                Haedar Nashir, Islam Syariat (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 85.

[2]                Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi (Yogyakarta: Bentang, 2002), 78.

[3]                Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 92.

[4]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 54.

[5]                Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 78.

[6]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 85.

[7]                Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis, 110.

[8]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 81.

[9]                Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi, 120.

[10]             Haedar Nashir, Islam Syariat, 95.

[11]             Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 102.

[12]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 90.

[13]             Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 132.

[14]             Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 112.

[15]             Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 145.

[16]             Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 120.


6.           Penutup

Fiqih Muhammadiyah merupakan salah satu model hukum Islam yang berkembang di Indonesia dengan karakteristik utama berbasis pada tarjih, ijtihad jama’i, serta keterbukaan terhadap perubahan zaman. Sebagai sebuah pendekatan hukum Islam, Fiqih Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada aspek ibadah, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk muamalah, sosial, keluarga, dan politik. Keberadaan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menjadi pilar utama dalam memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam dan mampu menjawab tantangan zaman.¹

Sejalan dengan visi Islam Berkemajuan, Muhammadiyah telah membuktikan bahwa hukum Islam dapat dikembangkan tanpa harus terkungkung dalam taqlid kepada mazhab tertentu. Dengan pendekatan tarjih, Muhammadiyah menekankan pentingnya mencari dalil yang paling kuat dan relevan, sehingga hukum Islam tidak hanya bersifat normatif tetapi juga kontekstual.² Sikap independen Muhammadiyah terhadap mazhab klasik menunjukkan bahwa Islam memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan zaman, selama tetap berpegang pada prinsip dasar Al-Qur’an dan Sunnah.

Namun, di era globalisasi ini, Fiqih Muhammadiyah menghadapi berbagai tantangan besar. Salah satu tantangan utama adalah modernisasi dan perubahan sosial yang mempengaruhi pola pikir umat Islam.³ Selain itu, perkembangan teknologi digital juga menuntut adanya adaptasi dalam metodologi istinbath hukum Islam, terutama dalam menjawab persoalan-persoalan baru seperti ekonomi digital, kecerdasan buatan, dan bioetika.⁴ Kritikan dari internal maupun eksternal Muhammadiyah juga menjadi bahan evaluasi dalam mengembangkan Fiqih Muhammadiyah agar lebih aplikatif dan dapat diterima oleh masyarakat luas.

Di sisi lain, prospek Fiqih Muhammadiyah di masa depan tetap terbuka lebar. Dengan adanya pendidikan kaderisasi ulama tarjih, penguatan kajian fiqih berbasis teknologi digital, serta peningkatan peran Muhammadiyah di forum internasional, Fiqih Muhammadiyah dapat menjadi model reformasi hukum Islam yang relevan secara global.⁵ Jika langkah-langkah ini terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Muhammadiyah akan menjadi salah satu aktor utama dalam pembaruan hukum Islam yang dapat memberikan solusi terhadap berbagai tantangan modern.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari Muhammadiyah untuk terus mengembangkan Fiqih Berkemajuan yang tidak hanya berorientasi pada dalil, tetapi juga mampu memberikan solusi praktis dan maslahat bagi umat Islam. Kesuksesan Fiqih Muhammadiyah dalam merespons perubahan zaman akan sangat bergantung pada sejauh mana Muhammadiyah dapat menjaga keseimbangan antara konservasi nilai-nilai Islam dan adaptasi terhadap realitas modern.⁶ Dengan demikian, Fiqih Muhammadiyah akan tetap menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam di Indonesia dan dunia dalam menghadapi tantangan hukum Islam di masa depan.


Catatan Kaki

[1]                Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Pembaruan (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 102.

[2]                Syamsul Anwar, Metodologi Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 85.

[3]                Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), 132.

[4]                Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), 90.

[5]                Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah (Yogyakarta: Bentang, 2002), 145.

[6]                Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), 120.


Daftar Pustaka

Anwar, S. (2010). Metodologi Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Burhani, A. N. (2016). Islam Dinamis: Pergulatan Muhammadiyah dalam Merespons Perubahan Sosial. Jakarta: Suara Muhammadiyah.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. (2018). Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Mulkhan, A. M. (2002). Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Islam Muhammadiyah. Yogyakarta: Bentang.

Nashir, H. (2010). Muhammadiyah dan Pembaruan. Jakarta: Suara Muhammadiyah.

Nashir, H. (2013). Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Ilyas, Y. (2017). Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Abduh, M., & Ridha, R. (1973). Tafsir al-Manar (Vol. 1). Beirut: Dar al-Ma’rifah.


Lampiran: Daftar Kitab Rujukan Pemikiran Muhammadiyah

Berikut adalah daftar kitab-kitab rujukan yang menjadi dasar pemikiran dan metodologi Fiqih Muhammadiyah, lengkap dengan penulis serta pokok pembahasannya:

1)                 Al-Muwafaqat – Ditulis oleh Imam Asy-Syatibi (w. 790 H/1388 M)

Kitab ini membahas tentang maqashid syariah (tujuan hukum Islam) yang menjadi landasan dalam pendekatan hukum Muhammadiyah, terutama dalam aspek tarjih dan pertimbangan maslahat dalam istinbath hukum.

2)                 I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin – Ditulis oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H/1350 M)

Kitab ini menekankan pentingnya ijtihad dalam memahami hukum Islam serta menolak taklid buta, yang sejalan dengan prinsip Muhammadiyah dalam menggunakan ijtihad dan tarjih sebagai metode istinbath hukum.

3)                 Al-Umm – Ditulis oleh Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H/820 M)

Sebagai salah satu kitab utama dalam Mazhab Syafi’i, kitab ini sering dikaji oleh Muhammadiyah dalam membandingkan metode hukum Islam klasik dengan pendekatan tarjih yang lebih kontekstual.

4)                 Tafsir al-Manar – Ditulis oleh Muhammad Abduh (w. 1323 H/1905 M) dan Rasyid Ridha (w. 1354 H/1935 M)

Tafsir ini memberikan landasan bagi Muhammadiyah dalam pemahaman Al-Qur’an yang rasional dan modern, yang menjadi ciri khas pendekatan tarjih dalam Fiqih Muhammadiyah.

5)                 Al-Ijtihad fi al-Islam – Ditulis oleh Muhammad Abduh (w. 1323 H/1905 M)

Kitab ini menegaskan pentingnya pembaruan dalam pemikiran Islam serta perlunya ijtihad dalam menafsirkan hukum Islam sesuai dengan perkembangan zaman, yang menjadi dasar pendekatan Muhammadiyah.

6)                 Kitab al-Tauhid – Ditulis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (w. 1206 H/1792 M)

Kitab ini menjadi rujukan dalam pemurnian akidah Islam yang menghindari praktik-praktik bid’ah, yang juga diadopsi oleh Muhammadiyah dalam prinsip-prinsip tajdid dan pemurnian ibadah.

7)                 Fiqh as-Sunnah – Ditulis oleh Sayyid Sabiq (w. 1420 H/2000 M)

Kitab ini menampilkan fiqih berbasis dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah tanpa terikat dengan mazhab tertentu, yang sejalan dengan metode tarjih Muhammadiyah dalam merumuskan hukum Islam.

8)                 Al-Risalah – Ditulis oleh Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H/820 M)

Kitab ini membahas tentang ushul fiqih dan metode istinbath hukum, yang menjadi referensi penting dalam sistem tarjih Muhammadiyah.

9)                 At-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib) – Ditulis oleh Fakhruddin ar-Razi (w. 606 H/1209 M)

Tafsir ini sering menjadi rujukan dalam memahami ayat-ayat hukum, khususnya dalam kajian tarjih Muhammadiyah terkait hukum-hukum yang bersifat dinamis.

10)             Majmu’ Fatawa – Ditulis oleh Ibnu Taimiyyah (w. 728 H/1328 M)

Kitab ini memberikan pandangan tentang fleksibilitas dalam hukum Islam serta menekankan pentingnya ijtihad dalam menghadapi perkembangan zaman, yang sesuai dengan pendekatan Muhammadiyah.

11)             Kitab Tarjih Muhammadiyah – Disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Kitab ini merupakan kumpulan fatwa dan keputusan tarjih Muhammadiyah yang menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah dalam memahami hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

12)             Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT) – Diterbitkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Berisi putusan-putusan tarjih yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, muamalah, sosial, dan politik, yang menjadi panduan hukum bagi warga Muhammadiyah.

13)             Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu – Ditulis oleh Wahbah Az-Zuhaili (w. 1436 H/2015 M)

Kitab ini membahas hukum Islam dari berbagai mazhab dan pendekatan tarjih dalam fiqih, yang sering menjadi referensi dalam kajian tarjih Muhammadiyah.

14)             Tafsir al-Jalalain – Ditulis oleh Jalaluddin al-Mahalli (w. 864 H/1459 M) dan Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H/1505 M)

Kitab tafsir ini menjadi rujukan dalam memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum Islam dalam kajian tarjih Muhammadiyah.

15)             Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid – Ditulis oleh Ibnu Rusyd (w. 595 H/1198 M)

Kitab ini menampilkan metode perbandingan fiqih antar mazhab dan logika istinbath hukum, yang menjadi inspirasi dalam pendekatan fiqih Muhammadiyah yang berbasis tarjih.

16)             Al-Mughni – Ditulis oleh Ibnu Qudamah (w. 620 H/1223 M)

Kitab ini menjadi salah satu rujukan dalam kajian fiqih perbandingan dan tarjih dalam hukum Islam yang dikembangkan oleh Muhammadiyah.

17)             Al-Ahkam as-Sultaniyyah – Ditulis oleh Al-Mawardi (w. 450 H/1058 M)

Kitab ini memberikan wawasan tentang hukum pemerintahan Islam, yang menjadi salah satu kajian dalam fiqih politik Muhammadiyah.

18)             Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan – Ditulis oleh As-Sa’di (w. 1376 H/1956 M)

Tafsir ini memberikan pendekatan yang lebih mudah dipahami dalam memahami ayat-ayat hukum Islam, yang sering menjadi referensi dalam kajian tarjih Muhammadiyah.


Kitab-kitab di atas menjadi landasan utama dalam pengembangan Fiqih Muhammadiyah, baik dari aspek ushul fiqih, tafsir, hingga perbandingan mazhab. Dengan pendekatan tarjih, Muhammadiyah tidak hanya merujuk pada satu mazhab, tetapi mengambil dalil yang paling kuat berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, serta mempertimbangkan kemaslahatan umat dalam penetapan hukum Islam.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar