Pancasila
Fondasi Utama Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan
Bernegara di Indonesia
Alihkan ke: Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Kajian
Filsafat Pancasila, Kajian
Filsafat UUD 1945.
Abstrak
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
memiliki peran sentral dalam membentuk jati diri bangsa dan arah kehidupan
bernegara. Pembahasan komprehensif mengenai Pancasila meliputi sejarah
perumusannya, nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, serta
implementasinya dalam kehidupan sosial, politik, hukum, dan pendidikan. Kajian
ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman terhadap makna setiap sila dalam
konteks historis dan relevansinya di era kontemporer. Pendekatan
multidisipliner digunakan untuk mengulas Pancasila sebagai ideologi terbuka
yang mampu beradaptasi terhadap dinamika zaman tanpa kehilangan esensi
dasarnya. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Pancasila bukan hanya fondasi
konstitusional, tetapi juga pedoman etika dan moral bangsa dalam mewujudkan
keadilan sosial dan persatuan nasional. Dengan demikian, revitalisasi
nilai-nilai Pancasila secara konsisten menjadi keharusan dalam rangka memperkuat
integritas nasional dan menghadapi tantangan globalisasi.
Kata Kunci: Pancasila,
dasar negara, ideologi terbuka, nilai-nilai kebangsaan, implementasi, keadilan
sosial, integritas nasional.
PEMBAHASAN
Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia
1.
Pendahuluan
Pancasila adalah fondasi utama kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Sebagai ideologi negara,
Pancasila memuat nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam membangun kehidupan
yang harmonis di tengah kebhinekaan. Dalam era globalisasi dan tantangan
ideologis yang terus berkembang, memahami dan mengkaji Pancasila secara
komprehensif menjadi kebutuhan mendesak agar nilai-nilainya tetap relevan dan
berfungsi sebagai pijakan bersama.
1.1. Latar Belakang Kajian
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia menunjukkan
bahwa Pancasila lahir dari pergumulan pemikiran dan semangat kebangsaan para
pendiri bangsa. Rumusan Pancasila tidak muncul begitu saja, melainkan melalui
proses panjang yang melibatkan perdebatan filosofis, sosial, dan politik pada
masa persiapan kemerdekaan. Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merupakan momen
krusial dalam merumuskan dasar negara yang mampu menyatukan seluruh elemen
bangsa, termasuk keanekaragaman budaya, agama, dan etnis di Indonesia.¹
Selain itu, Pancasila memiliki keistimewaan sebagai
dasar negara yang tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga ideologis dan
praktis. Hal ini tercermin dari nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
silanya, yang relevan untuk menjawab tantangan kehidupan berbangsa dan
bernegara sepanjang masa.² Dalam konteks kekinian, globalisasi dan perkembangan
teknologi informasi menghadirkan tantangan baru yang mengharuskan reaktualisasi
nilai-nilai Pancasila, terutama dalam menjaga integrasi bangsa dan membangun
kehidupan yang berkeadilan.
1.2. Tujuan Artikel
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
yang menyeluruh tentang Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Pembahasan
mencakup sejarah lahirnya Pancasila, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,
implementasinya dalam berbagai aspek kehidupan, serta relevansinya dalam
menjawab tantangan era modern. Kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi
bagi masyarakat umum, pendidik, dan pembuat kebijakan untuk terus menguatkan
Pancasila sebagai landasan kehidupan bernegara.
1.3. Metodologi Penulisan
Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah
pendekatan historis, filosofis, dan yuridis, dengan merujuk pada sumber-sumber
primer seperti dokumen resmi negara, pidato pendiri bangsa, dan karya-karya
ilmiah yang relevan. Misalnya, dokumen Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
menjadi acuan utama dalam memahami peran Pancasila sebagai dasar negara.³
Pendekatan ini bertujuan untuk menyajikan pembahasan yang komprehensif dan
dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
1.4. Signifikansi Pembahasan
Kajian ini memiliki signifikansi dalam memperkuat
pemahaman kolektif terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai perekat bangsa. Dalam
situasi di mana ideologi-ideologi transnasional berpotensi menggoyahkan
keutuhan bangsa, Pancasila berperan sebagai benteng utama yang dapat mengatasi
perpecahan. Dengan demikian, pembahasan ini tidak hanya menjadi wacana
teoretis, tetapi juga memiliki dampak praktis dalam membangun ketahanan
ideologis bangsa.
Catatan Kaki
[1]
Soekarno, "Lahirnya Pancasila," dalam Pidato 1 Juni 1945 di
Sidang BPUPKI (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1995), 13-17.
[2]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 45.
[3]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pembukaan.
2.
Sejarah
Lahirnya Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak
muncul secara instan, melainkan melalui proses panjang yang melibatkan
pergulatan ideologis, politik, dan kebangsaan. Perumusan Pancasila merupakan
hasil dialog intensif antara para pendiri bangsa dalam upaya menciptakan
landasan bersama untuk negara yang baru merdeka. Proses ini mencerminkan
keragaman pandangan dan kebutuhan untuk menyatukan visi bangsa yang beragam
dalam bingkai ideologi yang universal dan kontekstual.
2.1. Perumusan Awal: Pidato Soekarno pada Sidang BPUPKI
Gagasan awal tentang Pancasila disampaikan oleh
Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, di hadapan sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam pidato tersebut,
Soekarno mengajukan lima prinsip yang ia sebut "Pancasila,"
yaitu: (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan,
(3) Mufakat atau demokrasi, (4) Kesejahteraan sosial, dan (5) Ketuhanan yang
berkebudayaan.¹ Soekarno menekankan bahwa prinsip-prinsip tersebut bersifat
fleksibel dan dapat diringkas menjadi tiga (Trisila) atau satu (Ekasila), yang
bermuara pada gotong-royong.²
Pidato Soekarno menjadi landasan filosofis yang
kuat bagi Pancasila, mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dengan
semangat modernisme. Pandangan ini diterima dengan baik oleh para anggota
BPUPKI karena mampu menjembatani perbedaan ideologis antara kelompok nasionalis
sekuler dan kelompok Islam.³
2.2. Penyempurnaan melalui Piagam Jakarta
Langkah berikutnya dalam perumusan Pancasila
terjadi dalam rapat Panitia Sembilan yang dibentuk oleh BPUPKI pada 22 Juni
1945. Panitia ini menghasilkan Piagam Jakarta, sebuah dokumen yang memuat lima
sila Pancasila dengan formulasi awal.⁴ Salah satu poin penting adalah sila
pertama, yang berbunyi: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya."⁵ Namun, setelah diskusi lebih lanjut,
terutama dengan mempertimbangkan keberagaman masyarakat Indonesia, kalimat
tersebut disesuaikan menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa,"
seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.⁶
2.3. Penetapan dalam Pembukaan UUD 1945
Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) secara resmi
menetapkan Pancasila sebagai dasar negara melalui Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Penetapan ini menandai finalisasi Pancasila sebagai landasan filosofis,
politik, dan ideologis negara Indonesia yang merdeka.⁷
2.4. Makna Sejarah Perumusan Pancasila
Sejarah lahirnya Pancasila menunjukkan kemampuan
para pendiri bangsa untuk merumuskan konsensus nasional yang inklusif. Proses
ini tidak hanya mencerminkan kedalaman pemikiran filosofis, tetapi juga
semangat musyawarah dalam menghadapi perbedaan. Dengan demikian, Pancasila
menjadi dasar negara yang mencerminkan nilai-nilai universal sekaligus karakter
khas bangsa Indonesia.⁸
Catatan Kaki
[1]
Soekarno, "Lahirnya Pancasila," dalam Pidato 1 Juni 1945 di
Sidang BPUPKI (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1995), 15.
[2]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 67.
[3]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 132.
[4]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
62.
[5]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 45.
[6]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 204.
[7]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pembukaan.
[8]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 89.
3.
Nilai-Nilai
Dasar Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
mengandung nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelima sila dalam Pancasila bukan
sekadar rangkaian kata, tetapi merepresentasikan prinsip-prinsip fundamental
yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Nilai-nilai ini mencerminkan
visi bangsa Indonesia dalam menciptakan kehidupan yang adil, makmur, dan
harmonis.
3.1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar moral
dan spiritual bagi kehidupan bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa bangsa
Indonesia mengakui keberadaan Tuhan yang menjadi sumber segala kebenaran dan
kebaikan.¹ Sila pertama juga mencerminkan penghormatan terhadap kebebasan
beragama, sebagaimana tertuang dalam Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945:
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."²
Nilai ini mendorong toleransi antarumat beragama
dan menjadikan keberagaman keyakinan sebagai kekuatan bangsa.³
3.2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Nilai kemanusiaan menekankan penghormatan terhadap
martabat manusia dan hak asasi setiap individu.⁴ Prinsip ini menuntut keadilan
sosial tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan.⁵ Dalam
kehidupan berbangsa, sila kedua menjadi landasan bagi upaya penegakan hak asasi
manusia dan keadilan universal.
Sila ini juga menegaskan pentingnya sifat beradab,
yakni mencerminkan perilaku yang bermoral, beretika, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.⁶
3.3. Persatuan Indonesia
Sila ketiga mencerminkan semangat nasionalisme yang
mempersatukan seluruh elemen bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Nilai ini mengedepankan persatuan di tengah keberagaman budaya, etnis,
dan agama yang menjadi ciri khas Indonesia.⁷
Prinsip ini tidak hanya berfungsi sebagai dasar
politik negara, tetapi juga menjadi perekat sosial yang menjaga integritas
bangsa. Dalam konteks globalisasi, nilai persatuan menuntut komitmen kolektif
untuk mempertahankan keutuhan bangsa di tengah tantangan modernitas dan
ideologi transnasional.⁸
3.4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat menegaskan prinsip demokrasi yang khas
Indonesia, yakni demokrasi yang berlandaskan musyawarah untuk mencapai
mufakat.⁹ Prinsip ini menolak dominasi mayoritas dan mengutamakan kebersamaan
dalam pengambilan keputusan.
Nilai ini juga mencerminkan keadilan prosedural,
yaitu proses pengambilan keputusan yang dilakukan dengan hikmat dan
kebijaksanaan, bukan berdasarkan kekuasaan semata.¹⁰ Dalam praktiknya, sila
keempat menjadi dasar bagi sistem politik yang menjunjung tinggi aspirasi
rakyat melalui mekanisme perwakilan.
3.5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima menggarisbawahi pentingnya pemerataan
kesejahteraan dan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan.¹¹ Nilai ini
berorientasi pada penghapusan ketimpangan sosial dan ekonomi yang menjadi
tantangan utama dalam pembangunan nasional.
Prinsip keadilan sosial menghendaki tanggung jawab
kolektif dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera, di mana tidak ada
golongan yang merasa tertindas atau terabaikan.¹² Nilai ini juga menjadi dasar
bagi kebijakan pembangunan yang berpihak kepada masyarakat kecil dan marginal.¹³
3.6. Kesalingterkaitan Nilai-Nilai Pancasila
Kelima sila dalam Pancasila saling terkait dan
membentuk satu kesatuan sistem nilai yang utuh.¹⁴ Nilai Ketuhanan menjadi
landasan spiritual, nilai Kemanusiaan memberi arah moral, nilai Persatuan
menjadi perekat kebangsaan, nilai Kerakyatan menjadi mekanisme demokrasi, dan
nilai Keadilan Sosial menjadi tujuan akhir dari kehidupan bernegara. Kesatuan
nilai-nilai ini mencerminkan visi kolektif bangsa Indonesia untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
Catatan Kaki
[1]
Soekarno, Lahirnya Pancasila: Pidato 1 Juni 1945 (Jakarta: Arsip
Nasional Republik Indonesia, 1995), 15.
[2]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pasal 29 ayat 2.
[3]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 65.
[4]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 77.
[5]
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), 45.
[6]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 132.
[7]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 89.
[8]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 105.
[9]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
92.
[10]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Yogyakarta: Paradigma, 2013), 102.
[11]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 120.
[12]
Soekarno, Lahirnya Pancasila, 21.
[13]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 112.
[14]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis,
135.
4.
Pancasila
sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila adalah dasar negara (philosophische
grondslag) sekaligus pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar
negara, Pancasila merupakan landasan utama dalam pembentukan dan pelaksanaan
sistem politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Di sisi lain, sebagai pandangan
hidup, Pancasila berfungsi sebagai pedoman moral dan etika bagi masyarakat
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kedua peran ini menjadikan Pancasila
tidak hanya sebagai norma yuridis tetapi juga sebagai prinsip yang bersifat
filosofis dan praktis.
4.1. Pancasila sebagai Dasar Negara
Sebagai dasar negara, Pancasila berfungsi sebagai
landasan konstitusional yang memberikan arah dan tujuan bagi bangsa Indonesia.
Kedudukan ini secara eksplisit tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 yang menyebutkan bahwa Pancasila adalah dasar bagi penyelenggaraan
kehidupan bernegara.¹
Pancasila memberikan legitimasi terhadap kebijakan
negara dan menjadi sumber hukum tertinggi.² Setiap peraturan perundang-undangan
harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila agar memiliki kekuatan hukum yang
sah.³ Dengan demikian, Pancasila menjadi pedoman normatif dalam membangun
sistem hukum yang adil dan demokratis.
Dalam konteks politik, sila keempat Pancasila,
yakni “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan,” menjadi landasan bagi penerapan demokrasi
Pancasila.⁴ Demokrasi ini menekankan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagai
mekanisme pengambilan keputusan, berbeda dengan demokrasi liberal yang
mengutamakan suara mayoritas.⁵
4.2. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Sebagai pandangan hidup bangsa (way of life),
Pancasila menjadi pedoman moral yang memberikan arah dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila tidak hanya bersifat abstrak tetapi juga
memberikan prinsip-prinsip praktis untuk membangun kehidupan yang harmonis,
baik di tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat.⁶
Setiap sila dalam Pancasila memiliki implikasi
dalam kehidupan sehari-hari:
·
Sila pertama mengajarkan
pentingnya hubungan antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, yang diwujudkan
melalui kehidupan beragama yang damai dan saling menghormati.⁷
·
Sila kedua menekankan
penghormatan terhadap hak asasi manusia, kesetaraan, dan keadilan sosial.⁸
·
Sila ketiga
menginspirasi semangat persatuan di tengah keberagaman etnis, budaya, dan
agama.⁹
·
Sila keempat mengajarkan
pentingnya dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan masalah bersama.¹⁰
·
Sila kelima menjadi
pengingat akan pentingnya pemerataan ekonomi dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.¹¹
Sebagai pandangan hidup, Pancasila juga mendorong
terbentuknya karakter bangsa yang berkepribadian kuat, menjunjung tinggi
nilai-nilai gotong-royong, toleransi, dan keadilan.¹² Hal ini relevan dalam
menghadapi tantangan globalisasi yang sering kali mengikis nilai-nilai lokal.
4.3. Hubungan Antara Pancasila sebagai Dasar Negara dan
Pandangan Hidup Bangsa
Peran Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa saling melengkapi. Sebagai dasar negara, Pancasila memberikan
landasan hukum dan politik; sebagai pandangan hidup, Pancasila mengilhami
kehidupan sosial dan budaya.¹³ Hubungan ini memastikan bahwa Pancasila tetap
relevan dalam menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan esensi dasarnya.¹⁴
Dalam sejarah bangsa Indonesia, Pancasila telah
terbukti menjadi pedoman yang kokoh dalam mengatasi berbagai tantangan, seperti
perpecahan ideologis, konflik sosial, dan dinamika politik global. Oleh karena
itu, pemahaman yang mendalam tentang peran Pancasila sangat penting untuk
menjamin keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan
berkeadilan.¹⁵
Catatan Kaki
[1]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pembukaan.
[2]
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), 32.
[3]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 55.
[4]
Soekarno, "Lahirnya Pancasila," dalam Pidato 1 Juni 1945 di
Sidang BPUPKI (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1995), 17.
[5]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 89.
[6]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Yogyakarta: Paradigma, 2013), 102.
[7]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 68.
[8]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 45.
[9]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
88.
[10]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 132.
[11]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 204.
[12]
Soekarno, Lahirnya Pancasila, 21.
[13]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis,
67.
[14]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 112.
[15]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 245.
5.
Relevansi
Pancasila dalam Konteks Kekinian
Dalam era globalisasi yang penuh tantangan,
relevansi Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia tetap
menjadi aspek penting yang perlu dikuatkan. Globalisasi, perkembangan teknologi
informasi, dan dinamika sosial-politik yang kompleks telah membawa berbagai
tantangan baru yang menuntut reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Namun,
nilai-nilai Pancasila tetap relevan sebagai pedoman bagi bangsa Indonesia untuk
menjaga keutuhan, kesejahteraan, dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
5.1. Tantangan Globalisasi dan Identitas Nasional
Globalisasi telah membawa dampak signifikan
terhadap tatanan ekonomi, budaya, dan politik. Arus informasi yang deras dan
penetrasi budaya asing berpotensi melemahkan identitas nasional.¹ Di sinilah
nilai-nilai Pancasila, seperti persatuan dan keadilan sosial, memainkan peran
penting dalam menjaga jati diri bangsa.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia,” menjadi
pedoman untuk memperkuat integrasi nasional di tengah keberagaman.² Selain itu,
sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” relevan
dalam mendorong kebijakan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan untuk
menghadapi ketimpangan sosial yang sering kali diperparah oleh globalisasi.³
5.2. Pancasila dan Pendidikan Karakter
Pancasila memiliki peran strategis dalam
pembentukan karakter generasi muda. Pendidikan Pancasila di sekolah tidak hanya
berfungsi untuk memperkenalkan nilai-nilai dasar bangsa tetapi juga untuk
menanamkan moralitas dan etika yang kuat.⁴
Dalam konteks kekinian, di mana anak muda terpapar
oleh berbagai pengaruh budaya asing, pendidikan berbasis Pancasila dapat
menjadi benteng dalam menjaga identitas nasional.⁵ Nilai-nilai seperti
gotong-royong, toleransi, dan musyawarah, yang terkandung dalam Pancasila,
harus terus diajarkan agar generasi muda memiliki fondasi moral yang kuat untuk
menghadapi tantangan masa depan.⁶
5.3. Relevansi Pancasila dalam Kerukunan Beragama
Indonesia sebagai negara dengan pluralitas agama
menghadapi tantangan dalam menjaga harmoni sosial. Konflik berbasis agama yang
sering kali muncul dapat mengancam persatuan bangsa jika tidak ditangani dengan
baik.⁷
Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,”
menegaskan bahwa Indonesia menghormati kebebasan beragama dan menolak
diskriminasi atas dasar keyakinan.⁸ Nilai ini menjadi landasan penting dalam
membangun dialog antarumat beragama, mengatasi konflik, dan menciptakan
masyarakat yang toleran.⁹
5.4. Pancasila dalam Pembangunan Ekonomi
Tantangan ekonomi, seperti ketimpangan pendapatan
dan kemiskinan, menuntut implementasi sila kelima secara nyata. Prinsip
keadilan sosial menghendaki pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat
kecil dan daerah tertinggal.¹⁰ Dalam konteks ini, Pancasila mendorong
pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan kolektif tanpa mengorbankan
nilai-nilai kemanusiaan.¹¹
Pancasila juga menjadi panduan dalam mengembangkan
ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan
ekonomi dan pelestarian lingkungan.¹²
5.5. Pancasila sebagai Solusi di Tengah Politisasi
Ideologi
Dalam beberapa tahun terakhir, politisasi ideologi
dan penggunaan Pancasila sebagai alat politik telah menjadi isu yang cukup
mengkhawatirkan.¹³ Untuk menjaga relevansi Pancasila, penting untuk
mengembalikan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman moral dan tidak
menjadikannya instrumen kekuasaan.¹⁴
Prinsip musyawarah untuk mufakat dalam sila keempat
dapat menjadi solusi dalam menghadapi konflik politik dan mendorong terciptanya
stabilitas nasional.¹⁵
5.6. Reaktualisasi Nilai Pancasila
Reaktualisasi Pancasila tidak berarti mengubah
esensinya, tetapi menafsirkan kembali nilai-nilainya agar dapat diterapkan
dalam konteks modern.¹⁶ Pendekatan ini mencakup integrasi nilai-nilai Pancasila
dalam teknologi, ekonomi digital, dan kebijakan publik untuk menjawab kebutuhan
masyarakat kontemporer.¹⁷
Dengan demikian, Pancasila tetap relevan dalam
memberikan solusi bagi tantangan bangsa, baik di bidang sosial, politik, maupun
ekonomi. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak hanya menjadi
pedoman normatif tetapi juga menawarkan arah strategis bagi pembangunan
nasional di masa depan.
Catatan Kaki
[1]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 120.
[2]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 98.
[3]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 145.
[4]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 132.
[5]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Yogyakarta: Paradigma, 2013), 88.
[6]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 135.
[7]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 154.
[8]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pasal 29 ayat 1.
[9]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 112.
[10]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
72.
[11]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis,
104.
[12]
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), 48.
[13]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah, 148.
[14]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 165.
[15]
Soekarno, Lahirnya Pancasila, 21.
[16]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
122.
[17]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 192.
6.
Kritik
dan Tantangan terhadap Implementasi Pancasila
Meskipun Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar
negara dan ideologi bangsa, implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara tidak selalu berjalan mulus. Banyak tantangan dan
kritik yang muncul terkait penerapan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek
kehidupan. Tantangan ini bukan hanya datang dari faktor internal, seperti lemahnya
komitmen elite politik, tetapi juga dari pengaruh eksternal seperti globalisasi
dan ideologi transnasional.
6.1. Masalah Inkonsistensi Implementasi
Salah satu kritik utama terhadap implementasi
Pancasila adalah inkonsistensi antara nilai-nilai Pancasila dan praktik
kehidupan bernegara.¹ Sering kali, kebijakan pemerintah tidak mencerminkan
prinsip-prinsip keadilan sosial, demokrasi, atau penghormatan terhadap hak
asasi manusia yang menjadi inti dari Pancasila.²
Misalnya, program pembangunan ekonomi yang cenderung
menguntungkan kelompok tertentu masih menunjukkan ketimpangan yang signifikan.³
Hal ini bertentangan dengan sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia,” yang mengamanatkan pemerataan kesejahteraan.
6.2. Politisasi Pancasila
Pancasila sering kali dipolitisasi untuk
kepentingan tertentu, terutama dalam dunia politik.⁴ Pancasila dijadikan alat
legitimasi bagi pihak-pihak yang berkuasa, sehingga mengaburkan esensi
nilai-nilainya.⁵ Politisasi ini tidak hanya melemahkan posisi Pancasila sebagai
pedoman moral, tetapi juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadapnya.⁶
Contoh konkrit adalah penggunaan Pancasila sebagai
senjata politik untuk menyingkirkan kelompok yang dianggap tidak sejalan, tanpa
memberikan ruang untuk dialog yang konstruktif.⁷
6.3. Tantangan Ideologi Transnasional
Tantangan lain yang signifikan adalah masuknya
ideologi transnasional yang berusaha menggeser Pancasila sebagai dasar negara.⁸
Ideologi-ideologi ini, baik dalam bentuk ekstremisme agama maupun liberalisme
yang berlebihan, sering kali bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila.⁹
Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,”
yang menekankan toleransi antaragama, menghadapi tantangan dari kelompok
ekstrem yang mencoba memaksakan interpretasi agama tertentu.¹⁰ Di sisi lain,
globalisasi juga membawa paham materialisme dan individualisme yang dapat
mengikis nilai gotong-royong dan solidaritas sosial.¹¹
6.4. Kurangnya Pendidikan Pancasila yang Efektif
Sistem pendidikan nasional belum sepenuhnya
berhasil menanamkan nilai-nilai Pancasila secara efektif. Pendidikan Pancasila
sering kali dianggap sebagai mata pelajaran yang hanya menekankan hafalan,
bukan penghayatan nilai-nilai.¹² Akibatnya, generasi muda tidak memiliki
pemahaman yang mendalam tentang Pancasila sebagai pedoman hidup.¹³
Kekurangan ini menjadi semakin penting untuk
diperhatikan mengingat generasi muda adalah tulang punggung masa depan bangsa.
6.5. Kurangnya Keteladanan dari Pemimpin
Kritik lainnya adalah kurangnya keteladanan dari
para pemimpin dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.¹⁴ Praktik korupsi,
nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan menunjukkan bahwa banyak pemimpin tidak
menjadikan Pancasila sebagai pedoman moral.¹⁵ Keteladanan dari pemimpin sangat
penting karena mereka menjadi panutan bagi masyarakat dalam mengamalkan
nilai-nilai Pancasila.
6.6. Upaya Mengatasi Tantangan
Untuk menghadapi kritik dan tantangan ini, beberapa
langkah dapat dilakukan:
1)
Reformasi Kebijakan:
Kebijakan
publik harus dirancang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, terutama dalam bidang
ekonomi dan keadilan sosial.¹⁶
2)
Penguatan Pendidikan Pancasila:
Kurikulum
pendidikan harus lebih menekankan pada penghayatan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.¹⁷
3)
Keteladanan Pemimpin:
Pemimpin
harus menjadi teladan dalam mengamalkan Pancasila untuk membangun kepercayaan
masyarakat.¹⁸
4)
Pemberdayaan Masyarakat:
Masyarakat
harus diberdayakan untuk ikut serta dalam mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.¹⁹
Catatan Kaki
[1]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 145.
[2]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 89.
[3]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 112.
[4]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 157.
[5]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 154.
[6]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
102.
[7]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 165.
[8]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Yogyakarta: Paradigma, 2013), 122.
[9]
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), 61.
[10]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 145.
[11]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 189.
[12]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis,
102.
[13]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah, 168.
[14]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, 175.
[15]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 192.
[16]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
134.
[17]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 214.
[18]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 175.
[19]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta, 120.
7.
Rekomendasi
dan Solusi
Untuk memastikan implementasi nilai-nilai Pancasila
secara optimal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diperlukan
langkah-langkah strategis yang komprehensif dan terintegrasi. Berikut adalah
beberapa rekomendasi dan solusi yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan
dan kritik terhadap penerapan Pancasila:
7.1. Penguatan Pendidikan Berbasis Pancasila
Pendidikan merupakan kunci utama dalam menanamkan
nilai-nilai Pancasila. Sistem pendidikan nasional harus diperkuat untuk
mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum sekolah secara
kontekstual dan aplikatif.¹
Alih-alih hanya menghafalkan sila-sila Pancasila,
siswa perlu diajarkan untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai seperti gotong-royong,
toleransi, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari.² Program pendidikan
karakter berbasis Pancasila harus dioptimalkan untuk membentuk generasi muda
yang memiliki kepribadian kuat dan berintegritas.³
7.2. Reformasi Kebijakan Publik
Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan
yang diambil mencerminkan nilai-nilai Pancasila.⁴ Misalnya, kebijakan ekonomi
harus berorientasi pada pemerataan kesejahteraan dan pengurangan ketimpangan
sosial sebagaimana diamanatkan dalam sila kelima.⁵
Selain itu, reformasi dalam sistem peradilan dan
pemberantasan korupsi harus dilakukan untuk memastikan terciptanya keadilan
sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap negara.⁶
7.3. Peningkatan Keteladanan dari Pemimpin
Pemimpin, baik di tingkat nasional maupun lokal,
harus menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.⁷ Keteladanan ini
penting untuk menciptakan kepercayaan publik dan mendorong masyarakat untuk
ikut mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.⁸
Para pemimpin harus menunjukkan komitmen terhadap
prinsip musyawarah, keadilan sosial, dan pengabdian kepada masyarakat sesuai
dengan semangat Pancasila.⁹
7.4. Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam
proses implementasi Pancasila.¹⁰ Program-program pemberdayaan masyarakat
berbasis Pancasila harus dikembangkan, terutama di daerah-daerah yang memiliki
potensi konflik sosial.¹¹
Gotong-royong sebagai inti dari Pancasila harus
dihidupkan kembali melalui kegiatan sosial, seperti program kerja sama lintas
agama dan budaya, yang dapat memperkuat solidaritas nasional.¹²
7.5. Peningkatan Literasi Pancasila melalui Teknologi
Di era digital, media sosial dan teknologi
informasi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai
Pancasila.¹³ Kampanye literasi Pancasila melalui platform digital harus
dilakukan untuk menjangkau generasi muda dan masyarakat luas.¹⁴
Konten kreatif, seperti video pendek, infografis,
dan podcast, dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan Pancasila secara
menarik dan mudah dipahami.¹⁵
7.6. Penegakan Hukum Berbasis Pancasila
Penegakan hukum harus didasarkan pada nilai-nilai
keadilan yang terkandung dalam Pancasila.¹⁶ Aparat penegak hukum perlu dilatih
untuk memahami Pancasila sebagai landasan dalam menjalankan tugas mereka,
sehingga keadilan tidak hanya menjadi slogan tetapi diwujudkan secara nyata.¹⁷
Pencegahan dan pemberantasan korupsi harus
dilakukan secara tegas untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berintegritas,
sesuai dengan semangat keadilan sosial dalam sila kelima.¹⁸
7.7. Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Modern
Nilai-nilai Pancasila harus terus direaktualisasi
agar relevan dengan perkembangan zaman.¹⁹ Ini mencakup penerapan Pancasila
dalam pengembangan teknologi, ekonomi digital, dan kebijakan yang responsif
terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim dan ketimpangan ekonomi.²⁰
Reaktualisasi ini harus dilakukan tanpa
menghilangkan esensi asli dari Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia.
Kesimpulan
Melalui langkah-langkah strategis ini, implementasi
nilai-nilai Pancasila dapat ditingkatkan untuk menjawab tantangan kekinian.
Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar negara tetapi juga sebagai
panduan dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan harmonis.²¹ Dengan
komitmen bersama dari pemerintah, masyarakat, dan semua elemen bangsa,
Pancasila akan tetap relevan sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Catatan Kaki
[1]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 220.
[2]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 104.
[3]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 98.
[4]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 155.
[5]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pasal 33.
[6]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 160.
[7]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Yogyakarta: Paradigma, 2013), 132.
[8]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 245.
[9]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 112.
[10]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
102.
[11]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 210.
[12]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, 165.
[13]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis,
114.
[14]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 120.
[15]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 230.
[16]
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), 74.
[17]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah, 172.
[18]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 205.
[19]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 140.
[20]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
155.
[21]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 250.
8.
Kesimpulan
Pancasila merupakan dasar negara dan ideologi
bangsa Indonesia yang tidak hanya berfungsi sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara tetapi juga sebagai pandangan hidup yang
membimbing masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Sejarah lahirnya Pancasila
menunjukkan kejeniusan para pendiri bangsa dalam merumuskan landasan filosofis
yang mampu menyatukan keberagaman Indonesia.¹ Dalam perkembangannya, Pancasila
telah menjadi pedoman moral, politik, dan sosial yang relevan dalam menghadapi
berbagai tantangan di tingkat nasional maupun global.
Sebagai dasar negara, Pancasila memberikan kerangka
konstitusional yang memastikan keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.² Setiap kebijakan dan peraturan yang diambil
oleh pemerintah harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila untuk menjaga
legitimasi dan keadilan.³ Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila
menginspirasi perilaku masyarakat dalam menjunjung tinggi toleransi,
gotong-royong, dan penghormatan terhadap kemanusiaan.⁴
Namun, implementasi Pancasila dihadapkan pada
sejumlah tantangan, seperti politisasi nilai-nilainya, inkonsistensi dalam
kebijakan, dan pengaruh ideologi transnasional.⁵ Globalisasi juga
memperkenalkan nilai-nilai baru yang sering kali bertentangan dengan karakteristik
Pancasila, seperti individualisme dan materialisme.⁶ Pendidikan berbasis
Pancasila, yang menjadi kunci pembentukan karakter bangsa, juga belum
sepenuhnya efektif dalam menanamkan nilai-nilai luhur ini pada generasi muda.⁷
Untuk menjawab tantangan ini, reaktualisasi
Pancasila menjadi penting. Proses ini tidak berarti mengubah esensi Pancasila
tetapi menafsirkan kembali nilai-nilainya dalam konteks kekinian, seperti dalam
pengembangan teknologi, ekonomi digital, dan kebijakan publik yang responsif terhadap
isu-isu global.⁸ Pendidikan karakter berbasis Pancasila, keteladanan pemimpin,
serta partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam menghidupkan kembali
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.⁹
Secara keseluruhan, Pancasila tetap relevan sebagai
ideologi bangsa yang mempersatukan, memberikan arah pembangunan, dan menjadi
solusi bagi tantangan masa depan.¹⁰ Dengan komitmen bersama antara pemerintah,
masyarakat, dan generasi muda, Pancasila dapat terus berfungsi sebagai pilar
utama dalam membangun Indonesia yang adil, makmur, dan harmonis.
Catatan Kaki
[1]
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), 45.
[2]
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1945), Pembukaan.
[3]
Kaelan, Pancasila: Pendekatan Historis, Filosofis, dan Yuridis
(Yogyakarta: Paradigma, 2010), 89.
[4]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1980), 132.
[5]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), 145.
[6]
Anhar Gonggong, Indonesia dalam Kajian Sejarah (Jakarta: Kompas,
2010), 160.
[7]
Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
(Yogyakarta: Paradigma, 2013), 102.
[8]
Yudi Latif, Negara Paripurna, 189.
[9]
Mohammad Hatta, Memoar Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1979),
88.
[10]
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, 175.
Daftar Pustaka
Alfian. (1980). Pemikiran dan perubahan politik
Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Gonggong, A. (2010). Indonesia dalam kajian
sejarah. Jakarta: Kompas.
Hatta, M. (1979). Memoar Mohammad Hatta.
Jakarta: Tintamas.
Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar 1945.
Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Kaelan. (2010). Pancasila: Pendekatan historis,
filosofis, dan yuridis. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. (2013). Filsafat Pancasila: Pandangan
hidup bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Latif, Y. (2011). Negara paripurna: Historisitas,
rasionalitas, dan aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia.
Notonagoro. (1995). Pancasila secara ilmiah
populer. Jakarta: Bumi Aksara.
Soekarno. (1995). Lahirnya Pancasila: Pidato 1
Juni 1945 di sidang BPUPKI. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.
Syafii Maarif, A. (1985). Islam dan masalah
kenegaraan: Studi tentang percaturan dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar