Kapita Selekta Pendidikan
“Perspektif Filosofis,
Historis, dan Praktis”
Alihkan ke-Kapita Selekta
1.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun
peradaban yang maju dan berdaya saing. Ia bukan hanya menjadi sarana transmisi pengetahuan,
tetapi juga media pembentukan karakter individu dan masyarakat. Dalam konteks
ini, konsep Kapita Selekta Pendidikan hadir sebagai pendekatan strategis
untuk mengeksplorasi berbagai isu, ide, dan praktik pendidikan secara terpilih,
mendalam, dan relevan. Istilah Kapita Selekta sendiri berasal dari
bahasa Latin yang berarti "topik-topik terpilih," yang dalam
dunia pendidikan merujuk pada pembahasan tema-tema kunci yang dianggap
signifikan untuk dipelajari dan dipahami secara lebih komprehensif.¹
Kapita Selekta Pendidikan berfungsi sebagai alat
untuk memahami dinamika pendidikan melalui perspektif multidimensional—meliputi
aspek filosofis, historis, dan praktis. Pendekatan ini tidak hanya membantu
para pendidik, peserta didik, dan pengambil kebijakan dalam merancang strategi
pendidikan yang efektif, tetapi juga memberikan wawasan yang mendalam tentang
bagaimana pendidikan dapat menjadi agen perubahan sosial.²
Dalam sejarahnya, pendidikan telah mengalami
berbagai transformasi, mulai dari pendidikan berbasis tradisional hingga
pendekatan modern yang dipengaruhi oleh revolusi teknologi.³ Oleh karena itu,
kajian Kapita Selekta Pendidikan menjadi semakin relevan untuk memahami
berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam konteks globalisasi dan era
digital. Lebih jauh, pendekatan ini juga mendorong pengintegrasian nilai-nilai
lokal dan universal sebagai upaya menciptakan harmoni dalam keberagaman.⁴
Selain itu, pendekatan Kapita Selekta Pendidikan
menjadi penting untuk menjawab kebutuhan kontemporer akan pendidikan yang
holistik dan adaptif. Seiring perkembangan zaman, pendidikan tidak lagi hanya
fokus pada transfer ilmu, tetapi juga membentuk individu yang memiliki
kompetensi abad ke-21, seperti kreativitas, kolaborasi, berpikir kritis, dan literasi
digital.⁵ Dalam kerangka ini, Kapita Selekta Pendidikan berperan dalam
menyajikan panduan praktis yang memungkinkan institusi pendidikan untuk terus
relevan dan responsif terhadap perubahan zaman.
Artikel ini bertujuan untuk menyajikan pembahasan yang
komprehensif tentang Kapita Selekta Pendidikan melalui tiga perspektif utama:
filosofis, historis, dan praktis. Dengan demikian, artikel ini tidak hanya
menjadi panduan konseptual bagi para pembaca, tetapi juga memberikan wawasan
praktis untuk diterapkan dalam dunia pendidikan.
Catatan Kaki
[1]
Oxford English Dictionary, s.v. "capita selecta,"
accessed December 29, 2024, https://www.oed.com.
[2]
Paul Freire, Pedagogy of the Oppressed, trans. Myra Bergman Ramos
(New York: Continuum, 2000), 48.
[3]
Edward Shils, Tradition (Chicago: University of Chicago Press,
1981), 94.
[4]
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam and Secularism (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1993), 145.
[5]
Tony Wagner, Creating Innovators: The Making of Young People Who Will
Change the World (New York: Scribner, 2012), 23.
2.
Konsep
Dasar Kapita Selekta Pendidikan
2.1. Definisi Kapita Selekta Pendidikan
Kapita Selekta Pendidikan dapat dipahami sebagai
kajian yang membahas secara terpilih dan mendalam isu-isu kunci dalam pendidikan.
Istilah ini berasal dari kata Latin capita selecta, yang berarti "topik-topik
terpilih."¹ Dalam konteks pendidikan, Kapita Selekta bertujuan untuk
mengidentifikasi tema-tema utama yang relevan dan signifikan untuk
dieksplorasi, baik dalam ranah teori maupun praktik.² Konsep ini penting untuk
menyederhanakan kompleksitas pendidikan sekaligus menyediakan panduan
sistematis dalam merumuskan kebijakan, strategi pembelajaran, dan inovasi
pendidikan.
Pendekatan Kapita Selekta Pendidikan memungkinkan pendidik
untuk memahami berbagai dimensi pendidikan melalui lensa multidisipliner.
Dengan kata lain, ia tidak hanya membatasi fokus pada pengajaran, tetapi juga
mencakup aspek-aspek seperti pengembangan kurikulum, manajemen pendidikan,
evaluasi, serta dinamika sosial yang memengaruhi sistem pendidikan.³ Hal ini
menjadikannya alat penting untuk menciptakan pendidikan yang adaptif terhadap
tantangan global dan lokal.
2.2. Tujuan dan Manfaat Kapita Selekta Pendidikan
Tujuan utama Kapita Selekta Pendidikan adalah memberikan
panduan yang terstruktur bagi pendidik, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk
memahami isu-isu mendasar dalam pendidikan. Hal ini mencakup identifikasi
masalah, analisis kritis, dan formulasi solusi yang efektif. Selain itu,
pendekatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan
cara mendorong inovasi dan pengembangan profesional.⁴
Manfaat Kapita Selekta Pendidikan dapat dirasakan
dalam berbagai aspek:
·
Bagi pendidik, ia
membantu menyusun pembelajaran yang relevan dan kontekstual sesuai kebutuhan
peserta didik.
·
Bagi peserta didik, ia
memberikan akses pada pengetahuan yang terfokus dan mendalam, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman mereka terhadap isu-isu kompleks.
·
Bagi pembuat kebijakan, ia berfungsi sebagai landasan dalam merumuskan kebijakan pendidikan
yang berbasis bukti dan berorientasi pada hasil.⁵
Selain itu, Kapita Selekta Pendidikan juga memiliki
peran strategis dalam membangun paradigma pendidikan yang holistik, yang
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.⁶ Dengan demikian,
pendekatan ini mampu menghadirkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada
hasil akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan keterampilan hidup.
2.3. Relevansi Kapita Selekta dalam Pendidikan
Kontemporer
Kapita Selekta Pendidikan menjadi semakin relevan
di era modern ini, di mana pendidikan menghadapi tantangan yang kompleks,
seperti globalisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan kebutuhan
masyarakat.⁷ Dengan memilih topik-topik tertentu yang memiliki dampak signifikan,
pendekatan ini membantu mendefinisikan ulang prioritas pendidikan untuk
menciptakan sistem yang lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan.⁸
Kapita Selekta juga menjadi media untuk menanamkan
nilai-nilai yang sesuai dengan konteks lokal tanpa mengabaikan pengaruh global.
Dalam kerangka ini, ia berfungsi sebagai jembatan untuk menciptakan harmoni
antara tradisi dan modernitas, yang sangat diperlukan dalam pendidikan abad
ke-21.
Catatan Kaki
[1]
Oxford English Dictionary, s.v. "capita selecta,"
accessed December 29, 2024, https://www.oed.com.
[2]
John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916),
34.
[3]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1980), 5.
[4]
Edward Fiske, The State of Education: Policy Perspectives (New
York: Routledge, 2019), 87.
[5]
Anthony Giddens, The Consequences of Modernity (Stanford:
Stanford University Press, 1990), 121.
[6]
Benjamin Bloom, Taxonomy of Educational Objectives (New York:
Longman, 1956), 29.
[7]
Tony Wagner, The Global Achievement Gap (New York: Basic Books,
2008), 12.
[8]
Ken Robinson, Creative Schools: The Grassroots Revolution That's
Transforming Education (New York: Viking, 2015), 43.
3.
Perspektif
Filosofis dalam Kapita Selekta Pendidikan
3.1. Landasan Filosofis Pendidikan
Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari landasan
filosofis yang menjadi panduannya. Filosofi pendidikan merupakan kerangka
berpikir mendasar yang membantu menjelaskan tujuan, metode, dan nilai-nilai
dalam proses pembelajaran.¹ Secara umum, terdapat tiga aliran utama dalam
filsafat pendidikan: idealisme, realisme, dan pragmatisme.²
·
Idealisme menekankan
pada nilai-nilai universal, kebenaran mutlak, dan pengembangan intelektual
manusia. Pendidikan menurut pandangan ini bertujuan untuk membentuk individu
yang berbudi pekerti luhur melalui pembelajaran nilai-nilai moral dan
spiritual.³
·
Realisme,
sebaliknya, memfokuskan pada dunia nyata dan pembelajaran berbasis fakta serta
pengalaman. Pendekatan ini menuntut pendidikan untuk memberikan keterampilan
praktis yang relevan dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari.⁴
·
Pragmatisme menawarkan
pandangan yang berorientasi pada hasil, di mana pendidikan dipandang sebagai
sarana untuk memecahkan masalah nyata yang dihadapi individu dan masyarakat.⁵
Aliran ini sangat relevan di era modern, karena menekankan pembelajaran
berbasis proyek dan pengembangan keterampilan berpikir kritis.
Landasan filosofis ini memberikan dasar bagi Kapita
Selekta Pendidikan untuk mengeksplorasi isu-isu utama pendidikan melalui
berbagai perspektif, memungkinkan terciptanya pendekatan yang menyeluruh dan
relevan.
3.2. Dimensi Etika dan Moralitas dalam Pendidikan
Pendidikan bukan hanya proses transfer pengetahuan,
tetapi juga pembentukan etika dan moralitas. Filsafat pendidikan berperan
penting dalam mengarahkan pembelajaran menuju pembentukan karakter manusia yang
ideal. John Dewey, seorang tokoh pragmatisme, menyatakan bahwa pendidikan harus
menanamkan nilai-nilai demokrasi, kerja sama, dan tanggung jawab sosial.⁶
Etika dalam pendidikan mengacu pada prinsip-prinsip
moral yang menjadi landasan perilaku pendidik dan peserta didik. Salah satu
tantangan besar dalam pendidikan saat ini adalah menjaga keseimbangan antara
pencapaian akademik dan pembentukan moral.⁷ Dalam konteks ini, Kapita Selekta
Pendidikan membantu pendidik untuk memilih metode pembelajaran yang tidak hanya
efektif dalam mentransfer pengetahuan tetapi juga membangun karakter.
Pentingnya integrasi etika dan moral dalam pendidikan
juga terlihat dalam pandangan Syed Muhammad Naquib Al-Attas, yang menekankan
bahwa pendidikan harus menjadi sarana untuk menghasilkan individu yang memiliki
kesadaran spiritual, intelektual, dan emosional.⁸ Pendidikan, menurut Al-Attas,
harus diarahkan untuk mencapai tujuan tertinggi yaitu ta'dib—internalisasi
adab sebagai landasan moral dalam kehidupan.⁹
3.3. Kapita Selekta Pendidikan dalam Kerangka Filosofis
Kapita Selekta Pendidikan bertindak sebagai media
untuk menerapkan perspektif filosofis dalam pendidikan. Ia membantu
mendekonstruksi masalah-masalah pendidikan melalui pendekatan yang sistematis
dan berbasis nilai.¹⁰ Misalnya, dalam menghadapi tantangan globalisasi,
pendekatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi nilai-nilai lokal yang
perlu dipertahankan sekaligus mengintegrasikan nilai-nilai global yang
relevan.¹¹
Dalam konteks pendidikan Islam, filsafat pendidikan
memberikan panduan untuk merumuskan kurikulum yang tidak hanya berfokus pada
aspek akademik tetapi juga pembentukan kepribadian berbasis nilai-nilai
Islam.¹² Dengan demikian, Kapita Selekta Pendidikan berfungsi sebagai kerangka
konseptual untuk memadukan prinsip-prinsip tradisional dan modern dalam
pendidikan.
Catatan Kaki
[1]
Paul Monroe, A Textbook in the History of Education (New York:
Macmillan, 1923), 15.
[2]
Kneller, George F., Foundations of Education (New York: Wiley,
1963), 47.
[3]
Plato, The Republic, trans. Benjamin Jowett (New York: Modern
Library, 1941), 67.
[4]
Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. W.D. Ross (Oxford:
Clarendon Press, 1925), 89.
[5]
John Dewey, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916),
105.
[6]
Dewey, Democracy and Education, 87.
[7]
Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory (Notre
Dame: University of Notre Dame Press, 1981), 231.
[8]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1980), 15.
[9]
Al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 90.
[10]
Nel Noddings, Philosophy of Education (Boulder: Westview Press,
1995), 12.
[11]
Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping Our
Lives (New York: Routledge, 1999), 45.
[12]
Al-Attas, The Concept of Education in Islam, 29.
4.
Perspektif
Historis dalam Kapita Selekta Pendidikan
4.1. Perkembangan Pendidikan di Dunia
Sejarah pendidikan di dunia mencerminkan evolusi
pemikiran manusia dalam membangun peradaban. Pendidikan kuno berakar pada
tradisi lisan, di mana transfer ilmu dilakukan melalui cerita, ritual, dan
pengajaran langsung dari generasi ke generasi.¹ Pada era peradaban Yunani,
pendidikan mulai terstruktur, dengan Plato dan Aristoteles sebagai pelopor
filsafat pendidikan yang menjadi dasar sistem pendidikan Barat.²
·
Plato, melalui Akademinya, menekankan pendidikan moral dan intelektual
sebagai sarana mencapai kebaikan tertinggi (the ultimate good).³
·
Aristoteles, dalam karya Nicomachean Ethics, memandang pendidikan
sebagai sarana untuk mengembangkan kebajikan dan kebahagiaan manusia.⁴
Di dunia Islam, pendidikan berkembang pesat pada
masa keemasan peradaban Islam (abad ke-8 hingga ke-13). Para ilmuwan seperti
Al-Farabi, Ibn Sina, dan Al-Ghazali memberikan kontribusi besar dalam
mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu duniawi. Al-Ghazali, misalnya, menekankan
bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian manusia yang sempurna
melalui kombinasi ilmu naqli (wahyu) dan ilmu aqli (rasional).⁵
Sistem pendidikan Islam pada masa ini memanfaatkan madrasah sebagai lembaga
formal yang mengajarkan ilmu agama, filsafat, dan sains.⁶
4.2. Sejarah Sistem Pendidikan di Indonesia
Sejarah pendidikan di Indonesia mencerminkan
dinamika sosial, politik, dan budaya yang memengaruhi masyarakatnya. Pada masa
sebelum penjajahan, pendidikan tradisional berbasis budaya lokal seperti pesantren
di Jawa dan surau di Minangkabau menjadi pusat pembelajaran agama
Islam.⁷ Pendidikan ini menekankan nilai-nilai moral, keagamaan, dan kearifan
lokal.
Pada masa penjajahan Belanda, sistem pendidikan
Barat diperkenalkan tetapi hanya dinikmati oleh kalangan elit.⁸ Pendidikan ini
bertujuan untuk mendukung administrasi kolonial dan tidak dirancang untuk
memberdayakan rakyat pribumi. Namun, pada awal abad ke-20, muncul lembaga
pendidikan alternatif seperti Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar
Dewantara, yang mengusung konsep pendidikan berbasis kebangsaan dan
kemandirian.⁹
Pasca kemerdekaan, sistem pendidikan nasional mulai
dirancang untuk mencerminkan cita-cita kemerdekaan, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.¹⁰ Kurikulum pendidikan terus berkembang seiring waktu, dari
yang berorientasi pada pengajaran dasar hingga pendekatan holistik yang
mencakup aspek akademik, moral, dan keterampilan hidup.
4.3. Kapita Selekta Pendidikan dalam Perspektif Historis
Kajian Kapita Selekta Pendidikan dalam perspektif
historis memungkinkan pendidik dan pembuat kebijakan untuk memahami akar
masalah pendidikan dan bagaimana solusi historis dapat diterapkan pada konteks
kontemporer.¹¹ Dengan mempelajari sejarah pendidikan, kita dapat memahami
pola-pola keberhasilan dan kegagalan dalam sistem pendidikan dari masa lalu dan
menjadikannya sebagai pelajaran berharga.¹²
Sebagai contoh, keberhasilan madrasah pada masa
keemasan Islam menunjukkan pentingnya integrasi nilai-nilai agama dan ilmu
pengetahuan dalam kurikulum. Hal ini relevan untuk diterapkan dalam pendidikan
modern yang cenderung terfragmentasi.¹³ Di sisi lain, pendidikan berbasis
kebangsaan ala Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita pentingnya membangun sistem
pendidikan yang berakar pada budaya lokal namun tetap terbuka terhadap inovasi
global.¹⁴
Catatan Kaki
[1]
Paul Monroe, A Textbook in the History of Education (New York:
Macmillan, 1923), 21.
[2]
George F. Kneller, Foundations of Education (New York: Wiley,
1963), 54.
[3]
Plato, The Republic, trans. Benjamin Jowett (New York: Modern
Library, 1941), 73.
[4]
Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. W.D. Ross (Oxford:
Clarendon Press, 1925), 95.
[5]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1980), 18.
[6]
George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in
Islam and the West (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), 127.
[7]
Azyumardi Azra, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia
(Honolulu: University of Hawai'i Press, 2004), 52.
[8]
Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: A History of Indonesia (The
Hague: W. van Hoeve, 1960), 231.
[9]
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan (Yogyakarta: Taman Siswa, 1935),
24.
[10]
Soedijarto, Pendidikan Nasional dan Tantangan Globalisasi
(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 112.
[11]
Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, trans. Myra Bergman
Ramos (New York: Continuum, 2000), 66.
[12]
E.D. Hirsch, Cultural Literacy: What Every American Needs to Know
(New York: Vintage, 1988), 35.
[13]
Al-Attas, The Concept of Education in Islam, 29.
[14]
Dewantara, Pendidikan, 28.
5.
Perspektif
Praktis dalam Kapita Selekta Pendidikan
5.1. Kapita Selekta dalam Kurikulum dan Pembelajaran
Kapita Selekta Pendidikan memainkan peran penting
dalam penyusunan kurikulum yang relevan dan kontekstual. Dalam praktiknya,
Kapita Selekta membantu memilih topik-topik kunci yang disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik dan tuntutan zaman.¹ Pendekatan ini relevan untuk
menciptakan kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan penguasaan
keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan
literasi digital.²
Implementasi Kapita Selekta dalam pembelajaran
memungkinkan integrasi berbagai disiplin ilmu dalam satu tema, yang dikenal
sebagai pembelajaran interdisipliner.³ Misalnya, tema "Perubahan Iklim"
dapat mencakup pembelajaran ilmu pengetahuan alam (proses perubahan
lingkungan), geografi (dampak wilayah), dan pendidikan kewarganegaraan (peran
masyarakat).⁴ Pendekatan ini memberikan pengalaman belajar yang holistik,
sehingga peserta didik tidak hanya memahami materi secara teoritis tetapi juga
mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Dalam konteks pendidikan Islam, Kapita Selekta
dapat digunakan untuk mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan
modern. Misalnya, ajaran etika Islam dapat digabungkan dengan pembelajaran
teknologi untuk menciptakan inovasi yang beretika.⁵ Model ini membantu peserta
didik memahami bagaimana nilai-nilai agama dapat diterapkan dalam menghadapi
tantangan teknologi dan sosial.
5.2. Strategi Pembelajaran Berbasis Kapita Selekta
Kapita Selekta memberikan pedoman praktis bagi
pendidik dalam merancang strategi pembelajaran yang efektif. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan adalah pembelajaran berbasis proyek (project-based
learning), di mana peserta didik diberikan tugas untuk menyelesaikan proyek
nyata yang terkait dengan tema tertentu.⁶ Metode ini tidak hanya meningkatkan
keterampilan analitis peserta didik tetapi juga melatih mereka untuk bekerja
secara kolaboratif.
Teknologi pendidikan juga memainkan peran besar
dalam penerapan Kapita Selekta. Penggunaan perangkat lunak pembelajaran
interaktif, simulasi digital, dan platform e-learning memungkinkan pendidik
untuk menyampaikan materi secara dinamis dan menarik.⁷ Sebagai contoh, simulasi
berbasis virtual reality (VR) dapat digunakan untuk mempelajari sejarah
peradaban Islam atau fenomena alam secara lebih mendalam dan imersif.
Selain itu, pendekatan berbasis case study
memungkinkan peserta didik untuk menganalisis permasalahan nyata di dunia nyata
dan mengembangkan solusi yang relevan.⁸ Misalnya, pembelajaran tentang ekonomi
dapat mencakup studi kasus tentang dampak inflasi terhadap kehidupan
masyarakat, yang kemudian diikuti dengan diskusi tentang kebijakan ekonomi yang
dapat mengatasi masalah tersebut.
5.3. Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Kapita
Selekta
Meskipun Kapita Selekta memberikan banyak
keuntungan, implementasinya tidak lepas dari tantangan. Salah satu kendala
utama adalah kurangnya kompetensi pendidik dalam merancang dan mengelola
pembelajaran berbasis Kapita Selekta.⁹ Pelatihan intensif dan pengembangan
profesional untuk pendidik menjadi solusi penting untuk mengatasi masalah
ini.¹⁰
Tantangan lainnya adalah keterbatasan
infrastruktur, terutama di daerah-daerah dengan akses teknologi yang terbatas.
Untuk mengatasi hal ini, pendekatan berbasis komunitas dapat diterapkan, di
mana pendidik melibatkan masyarakat lokal sebagai sumber daya tambahan dalam
pembelajaran.¹¹ Pendekatan ini tidak hanya membantu mengatasi keterbatasan
teknologi tetapi juga memperkaya pengalaman belajar peserta didik dengan
kearifan lokal.
5.4. Relevansi Kapita Selekta dalam Era Digital
Di era digital, Kapita Selekta semakin relevan
karena pendidikan dituntut untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi yang
cepat. Kapita Selekta memungkinkan pendidik untuk mengintegrasikan literasi
digital ke dalam pembelajaran, sehingga peserta didik tidak hanya menjadi
pengguna teknologi tetapi juga produsen informasi yang bertanggung jawab.¹²
Sebagai contoh, pembelajaran berbasis media sosial
dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi
peserta didik. Dengan bimbingan pendidik, peserta didik dapat memanfaatkan
platform seperti YouTube atau blog untuk menyampaikan ide-ide mereka secara
kreatif dan bertanggung jawab.¹³
Catatan Kaki
[1]
Tyler, Ralph W., Basic Principles of Curriculum and Instruction
(Chicago: University of Chicago Press, 1949), 7.
[2]
Wagner, Tony, Creating Innovators: The Making of Young People Who
Will Change the World (New York: Scribner, 2012), 25.
[3]
Fogarty, Robin, How to Integrate the Curricula (Thousand Oaks:
Corwin Press, 1991), 12.
[4]
Drake, Susan M., Creating Standards-Based Integrated Curriculum
(Thousand Oaks: Corwin Press, 2012), 45.
[5]
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam and Secularism (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1993), 32.
[6]
Blumenfeld, Phyllis C., et al., "Motivating Project-Based Learning:
Sustaining the Doing, Supporting the Learning," Educational
Psychologist 26, no. 3-4 (1991): 369.
[7]
Bonk, Curtis J., and Charles R. Graham, The Handbook of Blended
Learning (San Francisco: Pfeiffer, 2006), 89.
[8]
Yin, Robert K., Case Study Research: Design and Methods (Thousand
Oaks: Sage Publications, 2003), 15.
[9]
Darling-Hammond, Linda, The Right to Learn: A Blueprint for Creating
Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 94.
[10]
Fullan, Michael, Leading in a Culture of Change (San Francisco:
Jossey-Bass, 2001), 56.
[11]
Bray, Mark, Community Partnerships in Education: Dimensions,
Variations, and Implications (Hong Kong: University of Hong Kong, 1999),
14.
[12]
Ribble, Mike, Digital Citizenship in Schools: Nine Elements All
Students Should Know (Eugene: International Society for Technology in
Education, 2011), 23.
[13]
Jenkins, Henry, Confronting the Challenges of Participatory Culture:
Media Education for the 21st Century (Cambridge: MIT Press, 2009), 12.
6.
Tantangan
dan Peluang di Era Digital
6.1. Transformasi Pendidikan di Era Digital
Era digital telah membawa perubahan signifikan
dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) telah mengubah cara pendidik menyampaikan materi dan cara peserta
didik mengakses pengetahuan.¹ Pendidikan berbasis digital memungkinkan
pembelajaran menjadi lebih personal, fleksibel, dan terhubung secara global.²
Misalnya, pembelajaran daring (e-learning) telah membuka akses
pendidikan bagi mereka yang sebelumnya sulit menjangkau sistem pendidikan
formal.³
Namun, transformasi ini juga menghadirkan tantangan
baru. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan digital (digital divide),
yang terjadi karena tidak meratanya akses terhadap teknologi dan internet di
berbagai daerah, terutama di negara berkembang.⁴ Kesenjangan ini menyebabkan
ketidakadilan dalam memperoleh manfaat pendidikan berbasis digital. Selain itu,
kurangnya literasi digital di kalangan pendidik dan peserta didik menjadi
hambatan dalam memaksimalkan potensi teknologi dalam pembelajaran.⁵
Dalam konteks ini, Kapita Selekta Pendidikan dapat
berperan penting sebagai kerangka untuk mengeksplorasi solusi atas
tantangan-tantangan tersebut. Dengan pendekatan ini, pendidik dapat memilih dan
mengadaptasi strategi yang sesuai dengan kebutuhan lokal sambil tetap
memanfaatkan peluang global.⁶
6.2. Kapita Selekta dan Pendidikan Berbasis Karakter
Era digital tidak hanya menuntut penguasaan
teknologi, tetapi juga pembentukan karakter yang kuat. Digitalisasi
menghadirkan tantangan baru, seperti penyebaran informasi yang tidak valid (hoaks),
cyberbullying, dan penyalahgunaan media sosial.⁷ Oleh karena itu, pendidikan di
era digital harus memberikan penekanan khusus pada literasi digital dan etika
digital, yang bertujuan untuk membentuk peserta didik yang mampu menggunakan
teknologi secara bertanggung jawab.⁸
Kapita Selekta Pendidikan dapat menjadi alat
strategis untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dengan literasi digital.
Misalnya, tema pembelajaran tentang etika digital dapat mencakup diskusi
mengenai privasi data, keamanan informasi, dan tanggung jawab dalam menggunakan
media sosial.⁹ Hal ini tidak hanya membantu peserta didik memahami risiko dunia
digital, tetapi juga mendorong mereka untuk menjadi warga digital yang beretika
dan produktif.
Pendidikan karakter di era digital juga harus
mengintegrasikan nilai-nilai lokal dan global. Dalam konteks Indonesia,
nilai-nilai Pancasila dapat dijadikan dasar untuk membangun karakter peserta
didik yang toleran, kreatif, dan bertanggung jawab.¹⁰ Pendekatan ini membantu
mempersiapkan generasi muda yang tidak hanya kompeten secara akademik, tetapi
juga memiliki karakter yang sesuai dengan identitas budaya dan tantangan
global.
6.3. Peluang yang Dihadirkan oleh Era Digital
Meskipun penuh tantangan, era digital juga membawa
peluang besar bagi dunia pendidikan. Teknologi memungkinkan terciptanya metode
pembelajaran yang lebih inovatif dan kolaboratif.¹¹ Sebagai contoh,
pembelajaran berbasis gamifikasi (gamification) dapat meningkatkan
motivasi peserta didik melalui penggunaan elemen permainan dalam
pembelajaran.¹² Selain itu, teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial
intelligence) dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan belajar peserta
didik secara individual dan memberikan rekomendasi pembelajaran yang
personal.¹³
Peluang lainnya adalah pembelajaran lintas budaya
yang difasilitasi oleh teknologi digital. Dengan memanfaatkan platform daring,
peserta didik dapat terhubung dengan rekan-rekan mereka dari berbagai belahan
dunia untuk berdiskusi dan bekerja sama dalam proyek global.¹⁴ Hal ini tidak
hanya meningkatkan pemahaman mereka terhadap isu-isu global, tetapi juga
memperkaya wawasan mereka tentang keberagaman budaya.
Kapita Selekta Pendidikan memberikan panduan bagi
pendidik dan institusi untuk memanfaatkan peluang ini secara optimal. Dengan
memilih topik-topik yang relevan dan menggunakan teknologi sebagai alat
pendukung, pendidikan dapat menjadi lebih inklusif, adaptif, dan transformatif.
Catatan Kaki
[1]
UNESCO, Rethinking Education: Towards a Global Common Good?
(Paris: UNESCO Publishing, 2015), 19.
[2]
Bonk, Curtis J., The World Is Open: How Web Technology Is
Revolutionizing Education (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 33.
[3]
Moore, Michael G., and Greg Kearsley, Distance Education: A Systems
View of Online Learning (Belmont: Wadsworth, 2011), 78.
[4]
Norris, Pippa, Digital Divide: Civic Engagement, Information Poverty,
and the Internet Worldwide (Cambridge: Cambridge University Press, 2001),
45.
[5]
Ribble, Mike, Digital Citizenship in Schools: Nine Elements All
Students Should Know (Eugene: International Society for Technology in
Education, 2011), 23.
[6]
Wagner, Tony, The Global Achievement Gap (New York: Basic Books,
2008), 56.
[7]
Livingstone, Sonia, and Leslie Haddon, EU Kids Online: Risks and
Opportunities (London: LSE Research Online, 2009), 21.
[8]
Jenkins, Henry, Confronting the Challenges of Participatory Culture:
Media Education for the 21st Century (Cambridge: MIT Press, 2009), 15.
[9]
Ribble, Digital Citizenship in Schools, 45.
[10]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2010), 89.
[11]
Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 12.
[12]
Gee, James Paul, What Video Games Have to Teach Us About Learning and
Literacy (New York: Palgrave Macmillan, 2007), 45.
[13]
Holmes, Wayne, Maya Bialik, and Charles Fadel, Artificial
Intelligence in Education: Promises and Implications for Teaching and Learning
(Boston: Center for Curriculum Redesign, 2019), 23.
[14]
Reimers, Fernando M., and Andreas Schleicher, Preparing Teachers and
Developing School Leaders for the 21st Century: Lessons from Around the World
(Paris: OECD Publishing, 2012), 67.
7.
Studi
Kasus dan Aplikasi Kapita Selekta Pendidikan
7.1. Studi Kasus: Implementasi Kapita Selekta di Sekolah
Implementasi Kapita Selekta Pendidikan telah
dilakukan dalam berbagai konteks pendidikan untuk menjawab kebutuhan lokal dan
global. Salah satu contoh aplikasinya adalah pengintegrasian pembelajaran
interdisipliner di sekolah berbasis kurikulum tematik.¹
Sebagai studi kasus, sebuah sekolah menengah di
Finlandia menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis tema yang memanfaatkan
Kapita Selekta sebagai panduan utama.² Pada tema "Sustainability and
Environment," peserta didik belajar tentang perubahan iklim melalui
integrasi ilmu pengetahuan alam (fisika dan biologi), geografi, dan studi
sosial. Metode ini membantu peserta didik mengembangkan pemahaman holistik tentang
isu global dan memotivasi mereka untuk terlibat dalam solusi nyata, seperti
proyek energi terbarukan yang mereka lakukan bersama masyarakat lokal.³
Dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia,
beberapa pesantren modern telah memanfaatkan pendekatan Kapita Selekta untuk
mengintegrasikan pembelajaran agama dan sains. Pesantren tersebut, seperti
Pondok Pesantren Gontor, mengajarkan sains modern dengan tetap berlandaskan
nilai-nilai Islam.⁴ Melalui metode ini, peserta didik diajak memahami bagaimana
ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk memecahkan masalah masyarakat sambil
tetap menjaga integritas moral dan nilai keislaman.
7.2. Best Practices dalam Pendidikan Berbasis Kapita
Selekta
Kapita Selekta Pendidikan juga diterapkan dalam
strategi pembelajaran yang inovatif. Salah satu contoh terbaik adalah
penggunaan project-based learning (PBL) dalam pendidikan STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematics).⁵ Misalnya, di Amerika Serikat,
sebuah sekolah menggunakan PBL berbasis Kapita Selekta pada proyek "Smart
City Design."⁶ Peserta didik diminta merancang kota masa depan dengan
mempertimbangkan aspek teknis (teknologi), lingkungan, dan sosial. Proyek ini
melibatkan penggunaan perangkat lunak desain, pengumpulan data lapangan, dan presentasi
hasil kepada para ahli.⁷
Contoh lainnya adalah penerapan metode flipped
classroom di beberapa universitas di Jepang.⁸ Dalam metode ini, mahasiswa
mempelajari materi secara mandiri melalui video pembelajaran sebelum masuk
kelas, sementara sesi tatap muka digunakan untuk diskusi dan penyelesaian
masalah. Dengan memilih tema Kapita Selekta yang relevan, seperti "Artificial
Intelligence Ethics," dosen mampu memfokuskan diskusi pada analisis
kasus nyata yang memicu berpikir kritis dan kolaboratif.⁹
Di Indonesia, pendekatan serupa diterapkan melalui
program "Kampung Literasi." Program ini mengombinasikan
pembelajaran berbasis Kapita Selekta dengan pemberdayaan masyarakat.¹⁰
Anak-anak sekolah dasar diajarkan literasi dengan tema-tema lokal, seperti
kebudayaan dan lingkungan, yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.¹¹
7.3. Relevansi Kapita Selekta dalam Menghadapi Tantangan
Kontemporer
Kapita Selekta Pendidikan membantu mengatasi
tantangan kontemporer dengan memberikan fleksibilitas dalam desain kurikulum
dan strategi pembelajaran. Dengan memilih tema-tema yang spesifik dan relevan,
Kapita Selekta memungkinkan pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan
berdampak langsung.¹²
Sebagai contoh, tema tentang "Ekonomi
Digital dan Startup" dapat diterapkan dalam pembelajaran kewirausahaan
untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era ekonomi berbasis teknologi.¹³
Pendekatan ini membantu peserta didik memahami peluang bisnis digital, serta
keterampilan yang diperlukan untuk memulai dan mengelola usaha di dunia
digital.
Selain itu, Kapita Selekta juga dapat digunakan
untuk menanamkan kesadaran global dalam pendidikan. Tema seperti "Perdamaian
Dunia" atau "Keberlanjutan Lingkungan" memungkinkan
peserta didik belajar tentang isu-isu global yang memengaruhi kehidupan
mereka.¹⁴ Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai
sarana transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai alat untuk membentuk warga
dunia yang aktif dan bertanggung jawab.
Catatan Kaki
[1]
Tyler, Ralph W., Basic Principles of Curriculum and Instruction
(Chicago: University of Chicago Press, 1949), 21.
[2]
Sahlberg, Pasi, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from
Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2015),
34.
[3]
Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 12.
[4]
Steenbrink, Karel A., Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam
dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1986), 89.
[5]
Blumenfeld, Phyllis C., et al., "Motivating Project-Based Learning:
Sustaining the Doing, Supporting the Learning," Educational
Psychologist 26, no. 3-4 (1991): 369.
[6]
Boss, Suzie, and Jane Krauss, Reinventing Project-Based Learning:
Your Field Guide to Real-World Projects in the Digital Age (Eugene: ISTE, 2018),
67.
[7]
Bell, Stephanie, "Project-Based Learning for the 21st Century:
Skills for the Future," The Clearing House 83, no. 2 (2010): 39.
[8]
Lage, Maureen J., Glenn J. Platt, and Michael Treglia, "Inverting
the Classroom: A Gateway to Creating an Inclusive Learning Environment," The
Journal of Economic Education 31, no. 1 (2000): 30.
[9]
Bishop, Jacob L., and Matthew A. Verleger, "The Flipped Classroom:
A Survey of the Research," ASEE National Conference Proceedings
(2013): 23.
[10]
Kemendikbud, Laporan Kampung Literasi: Membangun Masyarakat Berdaya
Melalui Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 15.
[11]
Rifai, Mukti Ali, "Revitalisasi Pendidikan Lokal: Program Kampung
Literasi di Indonesia," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 21, no. 3
(2019): 223.
[12]
Wagner, Tony, The Global Achievement Gap (New York: Basic Books,
2008), 45.
[13]
Reimers, Fernando M., and Andreas Schleicher, Preparing Teachers and
Developing School Leaders for the 21st Century: Lessons from Around the World
(Paris: OECD Publishing, 2012), 67.
[14]
UNESCO, Global Citizenship Education: Preparing Learners for the
Challenges of the 21st Century (Paris: UNESCO Publishing, 2014), 32.
8.
Kesimpulan
dan Rekomendasi
8.1. Kesimpulan
Kapita Selekta Pendidikan merupakan pendekatan
strategis yang berperan penting dalam mengembangkan pendidikan yang holistik,
relevan, dan kontekstual. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas dalam memilih
topik-topik utama yang dianggap signifikan untuk membentuk kurikulum dan metode
pembelajaran yang adaptif terhadap tantangan zaman.¹ Dengan perspektif
filosofis, Kapita Selekta Pendidikan membantu mendefinisikan nilai-nilai dasar
yang menjadi landasan pembelajaran, baik dari sudut pandang moral, etika,
maupun intelektual.² Perspektif historis memberikan pelajaran berharga dari
masa lalu yang dapat dijadikan acuan untuk merancang sistem pendidikan yang
lebih baik.³ Sementara itu, perspektif praktis memandu pendidik dan pembuat
kebijakan dalam menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif dan relevan.
Di era digital, Kapita Selekta Pendidikan
menghadirkan tantangan dan peluang. Teknologi menawarkan akses yang lebih luas
terhadap sumber daya pendidikan dan memungkinkan pembelajaran yang personal dan
fleksibel. Namun, kesenjangan digital dan literasi teknologi yang rendah masih
menjadi kendala signifikan.⁴ Oleh karena itu, pendidikan berbasis Kapita
Selekta harus mampu menjembatani kebutuhan lokal dan global dengan pendekatan
yang inklusif dan adaptif.⁵
Studi kasus yang disajikan dalam artikel ini
menunjukkan keberhasilan implementasi Kapita Selekta Pendidikan dalam berbagai
konteks, dari pendidikan formal hingga pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini
tidak hanya membantu peserta didik menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga
membentuk karakter mereka sebagai warga global yang bertanggung jawab.⁶ Dengan
demikian, Kapita Selekta Pendidikan memiliki potensi besar untuk menjadi pilar
penting dalam membangun pendidikan masa depan yang berkelanjutan.
8.2. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan di atas, berikut adalah
beberapa rekomendasi untuk pengembangan Kapita Selekta Pendidikan:
1)
Penguatan Kompetensi Pendidik
Pendidik
perlu dilatih secara intensif untuk memahami dan menerapkan Kapita Selekta
dalam kurikulum dan pembelajaran. Pelatihan ini harus mencakup pendekatan interdisipliner,
literasi digital, dan pengembangan metode pembelajaran berbasis proyek.⁷
2)
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kapita Selekta
Kurikulum
harus dirancang untuk mencerminkan kebutuhan masyarakat lokal sekaligus
mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan global. Integrasi tema-tema
seperti keberlanjutan lingkungan, literasi digital, dan kewirausahaan dapat
menjadi prioritas.⁸
3)
Peningkatan Akses Teknologi
Untuk
mengurangi kesenjangan digital, pemerintah dan institusi pendidikan harus
menyediakan infrastruktur teknologi yang memadai, terutama di daerah terpencil.
Selain itu, program literasi digital harus diperluas untuk memastikan bahwa
semua peserta didik dan pendidik memiliki keterampilan teknologi yang memadai.⁹
4)
Kolaborasi Global dan Lokal
Institusi
pendidikan harus mendorong kolaborasi antara komunitas lokal dan global dalam
pengembangan pembelajaran berbasis Kapita Selekta. Hal ini dapat dilakukan
melalui program pertukaran pelajar, proyek lintas budaya, dan penggunaan
platform daring untuk kolaborasi internasional.¹⁰
5)
Evaluasi Berkelanjutan
Implementasi
Kapita Selekta Pendidikan harus disertai dengan evaluasi berkala untuk menilai
efektivitasnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi ini dapat mencakup
analisis dampak terhadap hasil belajar, pengembangan karakter, dan kesiapan
peserta didik menghadapi tantangan global.¹¹
Dengan menerapkan rekomendasi ini, Kapita Selekta
Pendidikan dapat menjadi landasan bagi transformasi pendidikan yang lebih
inklusif, inovatif, dan berorientasi pada masa depan.
Catatan Kaki
[1]
Tyler, Ralph W., Basic Principles of Curriculum and Instruction
(Chicago: University of Chicago Press, 1949), 21.
[2]
Dewey, John, Democracy and Education (New York: Macmillan, 1916),
105.
[3]
Kneller, George F., Foundations of Education (New York: Wiley,
1963), 47.
[4]
Norris, Pippa, Digital Divide: Civic Engagement, Information Poverty,
and the Internet Worldwide (Cambridge: Cambridge University Press, 2001),
45.
[5]
Wagner, Tony, The Global Achievement Gap (New York: Basic Books,
2008), 56.
[6]
Blumenfeld, Phyllis C., et al., "Motivating Project-Based Learning:
Sustaining the Doing, Supporting the Learning," Educational
Psychologist 26, no. 3-4 (1991): 369.
[7]
Darling-Hammond, Linda, The Right to Learn: A Blueprint for Creating
Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 94.
[8]
Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 12.
[9]
Bonk, Curtis J., The World Is Open: How Web Technology Is
Revolutionizing Education (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 33.
[10]
UNESCO, Global Citizenship Education: Preparing Learners for the
Challenges of the 21st Century (Paris: UNESCO Publishing, 2014), 32.
[11]
Fullan, Michael, Leading in a Culture of Change (San Francisco:
Jossey-Bass, 2001), 56.
Daftar Pustaka
Al-Attas, S. M. N. (1980). The
concept of education in Islam. Kuala Lumpur: ISTAC.
Al-Attas, S. M. N. (1993). Islam
and secularism. Kuala Lumpur: ISTAC.
Aristotle. (1925). Nicomachean
ethics (W. D. Ross, Trans.). Oxford: Clarendon Press.
Bell, S. (2010).
Project-based learning for the 21st century: Skills for the future. The
Clearing House, 83(2), 39–43. https://doi.org/10.1080/00098650903505415
Bishop, J. L., &
Verleger, M. A. (2013). The flipped classroom: A survey of the research. ASEE
National Conference Proceedings, 23–35.
Blumenfeld, P. C., Soloway,
E., Marx, R. W., Krajcik, J. S., Guzdial, M., & Palincsar, A. (1991).
Motivating project-based learning: Sustaining the doing, supporting the
learning. Educational Psychologist, 26(3-4), 369–398. https://doi.org/10.1080/00461520.1991.9653139
Bonk, C. J. (2009). The
world is open: How web technology is revolutionizing education. San
Francisco, CA: Jossey-Bass.
Dewey, J. (1916). Democracy
and education. New York, NY: Macmillan.
Drake, S. M. (2012). Creating
standards-based integrated curriculum. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Fullan, M. (2001). Leading
in a culture of change. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Gee, J. P. (2007). What
video games have to teach us about learning and literacy. New York, NY:
Palgrave Macmillan.
Jenkins, H. (2009). Confronting
the challenges of participatory culture: Media education for the 21st century.
Cambridge, MA: MIT Press.
Kaelan. (2010). Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kneller, G. F. (1963). Foundations
of education. New York, NY: Wiley.
Lage, M. J., Platt, G. J.,
& Treglia, M. (2000). Inverting the classroom: A gateway to creating an
inclusive learning environment. The Journal of Economic Education, 31(1),
30–43. https://doi.org/10.1080/00220480009596759
Moore, M. G., &
Kearsley, G. (2011). Distance education: A systems view of online learning
(3rd ed.). Belmont, CA: Wadsworth.
Norris, P. (2001). Digital
divide: Civic engagement, information poverty, and the internet worldwide.
Cambridge: Cambridge University Press.
Reimers, F. M., &
Schleicher, A. (2012). Preparing teachers and developing school leaders for
the 21st century: Lessons from around the world. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/9789264174559-en
Ribble, M. (2011). Digital
citizenship in schools: Nine elements all students should know (2nd ed.).
Eugene, OR: International Society for Technology in Education.
Sahlberg, P. (2015). Finnish
lessons 2.0: What can the world learn from educational change in Finland?
New York, NY: Teachers College Press.
Trilling, B., & Fadel,
C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. San
Francisco, CA: Jossey-Bass.
Tyler, R. W. (1949). Basic
principles of curriculum and instruction. Chicago, IL: University of
Chicago Press.
UNESCO. (2014). Global
citizenship education: Preparing learners for the challenges of the 21st
century. Paris: UNESCO Publishing.
UNESCO. (2015). Rethinking
education: Towards a global common good? Paris: UNESCO Publishing.
Wagner, T. (2008). The
global achievement gap: Why even our best schools don’t teach the new survival
skills our children need—and what we can do about it. New York, NY: Basic
Books.
Wagner, T. (2012). Creating
innovators: The making of young people who will change the world. New
York, NY: Scribner.
Yin, R. K. (2003). Case
study research: Design and methods (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage
Publications.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar