Generasi X
Pendahuluan
Generasi X adalah kelompok generasi yang lahir
antara tahun 1965 dan 1980, muncul setelah generasi Baby Boomers dan sebelum
generasi Milenial. Generasi ini tumbuh di era transisi besar dalam tatanan
sosial, ekonomi, dan teknologi. Istilah "Generasi X" pertama kali
dipopulerkan oleh novelis Douglas Coupland dalam bukunya Generation X: Tales
for an Accelerated Culture (1991), yang menggambarkan kehidupan
individu-individu dari generasi ini yang merasa kehilangan arah dalam dunia
yang serba cepat dan berubah drastis.¹
Era Generasi X ditandai oleh beberapa peristiwa
penting yang membentuk karakteristik mereka. Secara global, mereka tumbuh di
tengah ketidakstabilan ekonomi pada tahun 1970-an akibat krisis minyak, inflasi
tinggi, dan pengangguran.² Selain itu, keluarga di era ini sering kali berbeda
dengan generasi sebelumnya. Banyak anak dari Generasi X yang dibesarkan dalam
keluarga dengan dua orang tua bekerja atau oleh orang tua tunggal akibat
meningkatnya angka perceraian.³ Sebagai akibatnya, mereka dikenal sebagai
generasi "latchkey kids," yaitu anak-anak yang mandiri karena
sering pulang ke rumah tanpa pengawasan orang tua.⁴
Perubahan teknologi juga memiliki dampak besar pada
Generasi X. Mereka adalah saksi mata perkembangan komputer pribadi, video game,
dan awal teknologi komunikasi seperti telepon seluler.⁵ Sebagai generasi
transisi antara era analog dan digital, mereka memiliki kemampuan unik untuk
memahami tradisi lama sambil mengadopsi inovasi teknologi baru.⁶ Dalam budaya pop, Generasi X menciptakan gelombang baru dalam seni dan hiburan, seperti
kebangkitan musik punk, grunge, dan hip-hop.⁷
Selain itu, Generasi X adalah generasi yang
menghadapi pergeseran nilai sosial. Mereka tumbuh dalam periode di mana
masyarakat mulai mempertanyakan otoritas tradisional, termasuk pemerintah,
institusi agama, dan norma-norma sosial.⁸ Kondisi ini melahirkan generasi yang
sering kali skeptis terhadap institusi formal, tetapi pragmatis dalam
menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari.⁹
Oleh karena itu, mempelajari Generasi X memberikan
wawasan penting tentang bagaimana generasi ini beradaptasi dengan berbagai
perubahan besar di masa mereka dan bagaimana mereka memengaruhi generasi
berikutnya.
Catatan Kaki
[1]
Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated Culture
(New York: St. Martin’s Press, 1991), hlm. 3.
[2]
Thomas S. Bateman dan Scott Snell, Management: Leading &
Collaborating in a Competitive World (Boston: McGraw-Hill, 2017), hlm. 45.
[3]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
14.
[4]
Jean M. Twenge, Generation Me: Why Today's Young Americans Are More
Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before (New
York: Atria Books, 2006), hlm. 28.
[5]
Peter S. Fader, Customer Centricity: Focus on the Right Customers for
Strategic Advantage (Philadelphia: Wharton Digital Press, 2012), hlm. 56.
[6]
Neil Howe dan William Strauss, Generations: The History of America's
Future, 1584 to 2069 (New York: Harper Perennial, 1992), hlm. 317.
[7]
David Halle, Inside Culture: Art and Class in the American Home
(Chicago: University of Chicago Press, 1993), hlm. 89.
[8]
Ron Alsop, The Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is
Shaking Up the Workplace (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), hlm. 12.
[9]
Richard Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s
Transforming Work, Leisure, Community, and Everyday Life (New York: Basic
Books, 2002), hlm. 48.
1.
Pengertian
Generasi X
Generasi X merujuk pada kelompok individu yang
lahir antara tahun 1965 dan 1980.¹ Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh
fotografer dan penulis Inggris, Robert Capa, dalam sebuah studi fotografi
tentang generasi pasca-Perang Dunia II, namun kemudian mendapat popularitas
melalui karya Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated
Culture (1991).² Dalam karya Coupland, istilah ini menggambarkan generasi
yang merasa terjebak dalam ketidakpastian identitas dan kehilangan makna di
tengah perubahan sosial dan ekonomi yang cepat.³
Secara demografis, Generasi X adalah generasi transisi
antara Baby Boomers (1946–1964) dan Milenial (1981–1996).⁴ Mereka tumbuh dalam
periode perubahan sosial yang signifikan, termasuk meningkatnya angka
perceraian, peningkatan jumlah keluarga dengan kedua orang tua bekerja, dan
pertumbuhan urbanisasi yang pesat.⁵ Banyak anak Generasi X yang dikenal sebagai
"latchkey kids," yaitu anak-anak yang sering pulang ke rumah
tanpa pengawasan karena orang tua mereka sibuk bekerja.⁶ Pengalaman ini
membentuk mereka menjadi generasi yang mandiri, tangguh, dan pragmatis.⁷
Dalam konteks teknologi, Generasi X adalah generasi
pertama yang menyaksikan transisi dari teknologi analog ke digital. Mereka
tumbuh bersama televisi, radio, dan rekaman kaset, tetapi juga merupakan
pengguna awal komputer pribadi, konsol video game, dan telepon seluler.⁸
Kehidupan mereka berada di antara dua dunia: masa lalu yang lebih tradisional
dan masa depan yang semakin digital.⁹
Generasi X juga sering disebut sebagai generasi
"penghubung" karena peran mereka dalam menjembatani generasi
sebelumnya dan sesudahnya.¹⁰ Mereka mewarisi nilai-nilai kerja keras dari Baby Boomers sambil mempersiapkan panggung bagi Milenial untuk menghadapi era
globalisasi dan teknologi.¹¹ Generasi ini cenderung bersikap skeptis terhadap
otoritas tradisional tetapi pragmatis dalam mencari solusi untuk kehidupan
sehari-hari.¹²
Pemahaman tentang Generasi X sangat penting untuk
mengapresiasi peran mereka dalam membentuk dunia modern, baik dalam aspek
teknologi, budaya, maupun cara pandang terhadap kehidupan.
Catatan Kaki
[1]
Neil Howe dan William Strauss, Generations: The History of America's
Future, 1584 to 2069 (New York: Harper Perennial, 1992), hlm. 317.
[2]
Robert Capa, Generation X (London: Collier Macmillan, 1953), hlm.
5.
[3]
Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated Culture
(New York: St. Martin’s Press, 1991), hlm. 3.
[4]
Jean M. Twenge, Generation Me: Why Today's Young Americans Are More
Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before (New
York: Atria Books, 2006), hlm. 28.
[5]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
14.
[6]
Richard Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s
Transforming Work, Leisure, Community, and Everyday Life (New York: Basic
Books, 2002), hlm. 48.
[7]
Thomas S. Bateman dan Scott Snell, Management: Leading &
Collaborating in a Competitive World (Boston: McGraw-Hill, 2017), hlm. 45.
[8]
Peter S. Fader, Customer Centricity: Focus on the Right Customers for
Strategic Advantage (Philadelphia: Wharton Digital Press, 2012), hlm. 56.
[9]
Ron Alsop, The Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is
Shaking Up the Workplace (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), hlm. 12.
[10]
Tamara Erickson, Retire Retirement: Career Strategies for the Boomer
Generation (Boston: Harvard Business Press, 2008), hlm. 66.
[11]
Neil Howe dan William Strauss, Millennials Rising: The Next Great
Generation (New York: Vintage Books, 2000), hlm. 89.
[12]
David Halle, Inside Culture: Art and Class in the American Home
(Chicago: University of Chicago Press, 1993), hlm. 89.
2.
Hal-Hal
Positif Terkait Generasi X
Generasi X sering kali disebut sebagai generasi
yang memiliki banyak keunggulan unik karena tumbuh di era transisi sosial,
ekonomi, dan teknologi. Keberhasilan mereka dalam menghadapi tantangan zaman
membentuk sejumlah karakteristik positif yang berdampak besar pada masyarakat
global.
2.1. Kemandirian dan Resiliensi
Generasi X dikenal karena kemandirian mereka yang
kuat. Banyak dari mereka tumbuh sebagai "latchkey kids," yaitu
anak-anak yang sering ditinggal sendirian di rumah karena orang tua mereka
bekerja.¹ Pengalaman ini membentuk Generasi X menjadi individu yang mandiri,
tangguh, dan mampu menyelesaikan masalah tanpa banyak bergantung pada orang
lain.² Mereka juga dikenal memiliki kemampuan beradaptasi dengan situasi sulit,
seperti resesi ekonomi global pada tahun 1970-an dan 1980-an, yang menanamkan
sifat resiliensi dalam menghadapi tantangan.³
2.2. Pionir Teknologi Modern
Generasi X memainkan peran penting dalam transisi
dari era analog ke digital. Mereka adalah pengguna awal komputer pribadi,
telepon seluler, dan internet, yang menjadi fondasi untuk revolusi teknologi di
era Milenial dan Generasi Z.⁴ Dalam dunia kerja, mereka mendorong adopsi
teknologi di berbagai sektor, membuka jalan bagi kemajuan teknologi modern
seperti e-commerce, perangkat lunak bisnis, dan komunikasi digital.⁵ Kemampuan
mereka untuk menjembatani generasi analog dan digital memberikan keuntungan
kompetitif di berbagai bidang.⁶
2.3. Pendekatan Pragmatis
Sebagai generasi yang tumbuh di tengah
ketidakpastian ekonomi dan sosial, Generasi X dikenal pragmatis dalam cara
mereka menghadapi tantangan kehidupan. Mereka tidak terjebak pada ideologi
tertentu, melainkan fokus pada solusi yang praktis dan dapat diterapkan.⁷ Sikap
ini memungkinkan mereka untuk sukses di tempat kerja yang dinamis dan dalam
lingkungan yang terus berubah.⁸ Pendekatan pragmatis ini juga membuat mereka
mampu menjembatani perbedaan pandangan antara generasi yang lebih tua (Baby Boomers) dan generasi yang lebih muda (Milenial dan Gen Z).⁹
2.4. Kreativitas dan Inovasi dalam Budaya Pop
Generasi X memiliki kontribusi besar dalam dunia
seni, musik, dan hiburan. Mereka adalah pencetus berbagai subkultur yang
menjadi tren global, seperti musik grunge, hip-hop, dan punk rock.¹⁰ Selain
itu, mereka juga membawa perspektif baru dalam seni visual, film, dan
literatur, menciptakan gerakan budaya yang tetap relevan hingga saat ini.¹¹ Inovasi
budaya pop yang mereka perkenalkan tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga
menjadi medium untuk menyampaikan kritik sosial dan ekspresi kreatif.¹²
2.5. Keseimbangan dalam Karier dan Kehidupan
Generasi X memperjuangkan pentingnya keseimbangan
antara kehidupan pribadi dan profesional. Mereka menolak norma kerja
tradisional yang cenderung mengutamakan pekerjaan di atas segalanya, dengan
memperjuangkan fleksibilitas kerja dan cuti keluarga.¹³ Hal ini menjadi
landasan bagi generasi berikutnya untuk menuntut keseimbangan yang lebih baik
dalam hidup mereka.
Catatan Kaki
[1]
Jean M. Twenge, Generation Me: Why Today's Young Americans Are More
Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before (New
York: Atria Books, 2006), hlm. 28.
[2]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
14.
[3]
Neil Howe dan William Strauss, Generations: The History of America's
Future, 1584 to 2069 (New York: Harper Perennial, 1992), hlm. 317.
[4]
Peter S. Fader, Customer Centricity: Focus on the Right Customers for
Strategic Advantage (Philadelphia: Wharton Digital Press, 2012), hlm. 56.
[5]
Ron Alsop, The Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is
Shaking Up the Workplace (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), hlm. 12.
[6]
David Halle, Inside Culture: Art and Class in the American Home
(Chicago: University of Chicago Press, 1993), hlm. 89.
[7]
Thomas S. Bateman dan Scott Snell, Management: Leading &
Collaborating in a Competitive World (Boston: McGraw-Hill, 2017), hlm. 45.
[8]
Richard Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s
Transforming Work, Leisure, Community, and Everyday Life (New York: Basic
Books, 2002), hlm. 48.
[9]
Tamara Erickson, Retire Retirement: Career Strategies for the Boomer
Generation (Boston: Harvard Business Press, 2008), hlm. 66.
[10]
Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated Culture
(New York: St. Martin’s Press, 1991), hlm. 3.
[11]
Neil Howe dan William Strauss, Millennials Rising: The Next Great
Generation (New York: Vintage Books, 2000), hlm. 89.
[12]
David Halle, Inside Culture: Art and Class in the American Home
(Chicago: University of Chicago Press, 1993), hlm. 89.
[13]
Thomas S. Bateman dan Scott Snell, Management: Leading &
Collaborating in a Competitive World (Boston: McGraw-Hill, 2017), hlm. 122.
3.
Kritik
Terhadap Generasi X: Hal-Hal Negatif
Meskipun Generasi X memiliki banyak keunggulan,
generasi ini juga tidak lepas dari kritik. Beberapa aspek negatif yang melekat
pada mereka mencerminkan tantangan sosial dan budaya yang mereka hadapi, serta
respons mereka terhadap kondisi zaman yang kompleks. Kritik ini penting untuk
memahami dampak mereka dalam masyarakat secara lebih seimbang.
3.1. Kecenderungan Individualisme Berlebihan
Generasi X sering dianggap terlalu individualistis,
sebuah karakteristik yang lahir dari pengalaman mereka sebagai "latchkey
kids."¹ Banyak dari mereka yang tumbuh tanpa pengawasan orang tua
yang cukup, menjadikan independensi sebagai nilai utama.² Namun, fokus pada
kebutuhan pribadi ini sering kali diinterpretasikan sebagai kurangnya rasa
solidaritas sosial.³ Sikap individualistis ini membuat mereka terlihat lebih
mementingkan pencapaian pribadi dibandingkan kontribusi kolektif dalam
masyarakat.⁴
3.2. Apatisme Politik dan Sosial
Generasi X kerap dikritik karena dianggap kurang
aktif dalam gerakan sosial dan politik dibandingkan generasi sebelumnya,
seperti Baby Boomers, yang terlibat dalam protes hak-hak sipil dan
anti-perang.⁵ Sikap skeptis terhadap otoritas dan institusi tradisional membuat
mereka cenderung menghindar dari partisipasi politik secara langsung.⁶ Bahkan,
dalam konteks tertentu, mereka disebut sebagai generasi yang "tidak
peduli" terhadap isu-isu sosial yang lebih besar.⁷ Penelitian
menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kepercayaan mereka terhadap institusi
formal, seperti pemerintah dan korporasi, juga berkontribusi pada sikap apatis
ini.⁸
3.3. Kurangnya Semangat Intergenerasi
Konflik antar generasi menjadi salah satu kritik
utama terhadap Generasi X. Mereka sering dianggap gagal menjembatani
kesenjangan nilai dan pandangan antara Baby Boomers dan Milenial.⁹ Sebagian
Generasi X cenderung bersikap sinis terhadap idealisme Milenial, sementara
mereka juga merasa tidak dihargai oleh generasi sebelumnya.¹⁰ Ketegangan ini
menimbulkan kesan bahwa Generasi X lebih fokus pada kritik terhadap generasi
lain daripada berusaha membangun dialog yang konstruktif.¹¹
3.4. Sikap Sinis terhadap Institusi Tradisional
Sebagai generasi yang tumbuh di tengah kegagalan
institusi besar, seperti skandal politik Watergate, resesi ekonomi, dan
tingginya angka perceraian, Generasi X mengembangkan sikap skeptis yang
mendalam terhadap institusi tradisional.¹² Sementara skeptisisme ini kadang
dipandang positif sebagai bentuk kewaspadaan, dalam beberapa kasus hal ini
menyebabkan mereka kesulitan untuk mempercayai dan bekerja sama dengan
otoritas.¹³ Kritik ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Generasi X dalam
membangun fondasi institusi yang lebih stabil untuk generasi berikutnya.
Kesimpulan Kritik
Kritik terhadap Generasi X tidak sepenuhnya
menunjukkan kelemahan intrinsik, tetapi lebih mencerminkan respons mereka
terhadap dinamika sosial dan ekonomi yang mereka alami. Meskipun ada aspek
negatif, karakteristik ini juga menjadi bahan refleksi yang penting untuk
memahami kompleksitas generasi ini dalam konteks sejarah yang lebih luas.
Catatan Kaki
[1]
Jean M. Twenge, Generation Me: Why Today's Young Americans Are More
Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before (New
York: Atria Books, 2006), hlm. 30.
[2]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
16.
[3]
Richard Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s
Transforming Work, Leisure, Community, and Everyday Life (New York: Basic
Books, 2002), hlm. 50.
[4]
Thomas S. Bateman dan Scott Snell, Management: Leading &
Collaborating in a Competitive World (Boston: McGraw-Hill, 2017), hlm. 48.
[5]
Neil Howe dan William Strauss, Generations: The History of America's
Future, 1584 to 2069 (New York: Harper Perennial, 1992), hlm. 319.
[6]
Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated Culture
(New York: St. Martin’s Press, 1991), hlm. 4.
[7]
David Halle, Inside Culture: Art and Class in the American Home
(Chicago: University of Chicago Press, 1993), hlm. 93.
[8]
Ron Alsop, The Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is
Shaking Up the Workplace (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), hlm. 14.
[9]
Tamara Erickson, Retire Retirement: Career Strategies for the Boomer
Generation (Boston: Harvard Business Press, 2008), hlm. 67.
[10]
Neil Howe dan William Strauss, Millennials Rising: The Next Great
Generation (New York: Vintage Books, 2000), hlm. 91.
[11]
Peter S. Fader, Customer Centricity: Focus on the Right Customers for
Strategic Advantage (Philadelphia: Wharton Digital Press, 2012), hlm. 57.
[12]
Jean M. Twenge, iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up
Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy—and Completely Unprepared for
Adulthood (New York: Atria Books, 2017), hlm. 46.
[13]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
18.
4.
Warisan
Generasi X untuk Generasi Setelahnya
Generasi X telah meninggalkan warisan yang
signifikan bagi generasi berikutnya, baik dalam aspek sosial, ekonomi, budaya,
maupun teknologi. Sebagai generasi transisi antara dunia analog dan digital,
Generasi X memainkan peran penting dalam membentuk fondasi bagi perubahan yang
mendalam di berbagai sektor. Warisan mereka mencerminkan kemampuan mereka untuk
beradaptasi dengan perubahan serta mendobrak norma lama demi membuka jalan bagi
kemajuan.
4.1. Fondasi Kemajuan Teknologi dan Inovasi Digital
Generasi X adalah pelopor dalam adopsi teknologi
modern. Mereka menjadi pengguna awal komputer pribadi, internet, dan telepon
seluler, yang membuka jalan bagi pengembangan teknologi lebih lanjut di era
Milenial dan Gen Z.¹ Teknologi yang mereka kembangkan dan adopsi tidak hanya
mengubah cara hidup manusia tetapi juga mendukung transformasi di berbagai
bidang, termasuk komunikasi, bisnis, pendidikan, dan hiburan.² Generasi X juga
memainkan peran penting dalam mendirikan perusahaan teknologi besar seperti
Microsoft, yang didirikan oleh Bill Gates (lahir 1955, bagian awal Generasi X),
dan Amazon, yang didirikan oleh Jeff Bezos (lahir 1964).³
4.2. Perubahan Budaya Kerja
Salah satu warisan signifikan Generasi X adalah
transformasi budaya kerja. Mereka memperjuangkan fleksibilitas kerja, seperti
kerja jarak jauh dan jadwal yang lebih seimbang antara kehidupan pribadi dan
profesional.⁴ Hal ini didorong oleh pengalaman mereka tumbuh dengan orang tua
yang bekerja keras tetapi sering kali mengorbankan waktu keluarga.⁵ Upaya
mereka membuka jalan bagi generasi berikutnya untuk menuntut keseimbangan yang
lebih baik dan fleksibilitas dalam pekerjaan.⁶
4.3. Pengayaan Budaya Pop
Generasi X meninggalkan jejak mendalam dalam dunia
budaya pop melalui kontribusi mereka di bidang musik, seni, dan film. Mereka
menciptakan dan mempopulerkan subkultur seperti grunge, punk rock, dan hip-hop,
yang tetap berpengaruh hingga kini.⁷ Selain itu, mereka menghasilkan film dan
literatur yang mengangkat isu-isu identitas, alienasi, dan kritik sosial yang
relevan hingga saat ini.⁸ Dalam seni visual, Generasi X mengembangkan
pendekatan yang lebih eksperimental, memadukan tradisi lama dengan inovasi
baru.⁹
4.4. Kemandirian dan Keberanian Melawan Norma Lama
Generasi X juga mewariskan nilai-nilai kemandirian
dan keberanian untuk menentang norma yang tidak relevan. Mereka menolak banyak
tradisi yang dianggap usang, seperti struktur kerja yang kaku dan hierarki
sosial yang tidak adil.¹⁰ Sikap skeptis mereka terhadap institusi tradisional
memberi inspirasi generasi berikutnya untuk lebih kritis dalam menilai
kebijakan pemerintah, sistem pendidikan, dan struktur ekonomi.¹¹
4.5. Membangun Jembatan Antar Generasi
Sebagai generasi transisi, Generasi X memainkan
peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara Baby Boomers dan generasi
yang lebih muda, seperti Milenial dan Gen Z.¹² Mereka menggabungkan nilai-nilai
kerja keras dari Baby Boomers dengan pendekatan kreatif dan teknologi modern
yang diadopsi oleh generasi berikutnya.¹³
Kesimpulan Warisan
Warisan Generasi X tidak hanya terletak pada
inovasi teknologi dan transformasi budaya, tetapi juga pada nilai-nilai
kemandirian, fleksibilitas, dan keberanian melawan norma lama. Generasi ini
telah menciptakan dasar bagi generasi berikutnya untuk berkembang dalam dunia
yang terus berubah, sekaligus memberikan pelajaran tentang pentingnya adaptasi,
kreativitas, dan keseimbangan hidup.
Catatan Kaki
[1]
Neil Howe dan William Strauss, Generations: The History of America's
Future, 1584 to 2069 (New York: Harper Perennial, 1992), hlm. 320.
[2]
Peter S. Fader, Customer Centricity: Focus on the Right Customers for
Strategic Advantage (Philadelphia: Wharton Digital Press, 2012), hlm. 57.
[3]
Walter Isaacson, The Innovators: How a Group of Hackers, Geniuses,
and Geeks Created the Digital Revolution (New York: Simon & Schuster,
2014), hlm. 145.
[4]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
20.
[5]
Jean M. Twenge, Generation Me: Why Today's Young Americans Are More
Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before (New
York: Atria Books, 2006), hlm. 32.
[6]
Thomas S. Bateman dan Scott Snell, Management: Leading &
Collaborating in a Competitive World (Boston: McGraw-Hill, 2017), hlm. 49.
[7]
David Halle, Inside Culture: Art and Class in the American Home
(Chicago: University of Chicago Press, 1993), hlm. 93.
[8]
Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated Culture
(New York: St. Martin’s Press, 1991), hlm. 5.
[9]
Richard Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s
Transforming Work, Leisure, Community, and Everyday Life (New York: Basic
Books, 2002), hlm. 51.
[10]
Tamara Erickson, Retire Retirement: Career Strategies for the Boomer
Generation (Boston: Harvard Business Press, 2008), hlm. 67.
[11]
Ron Alsop, The Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is
Shaking Up the Workplace (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), hlm. 14.
[12]
Neil Howe dan William Strauss, Millennials Rising: The Next Great
Generation (New York: Vintage Books, 2000), hlm. 92.
[13]
Jean M. Twenge, iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up
Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy—and Completely Unprepared for
Adulthood (New York: Atria Books, 2017), hlm. 48.
Penutup
Generasi X menempati posisi yang unik dalam sejarah
modern. Sebagai generasi transisi antara Baby Boomers dan Milenial, mereka
memainkan peran penting dalam menjembatani nilai-nilai tradisional dan inovasi
modern. Meskipun kerap diabaikan dalam wacana publik karena jumlah populasi
mereka yang relatif kecil dibandingkan dengan generasi sebelum dan sesudahnya,
kontribusi Generasi X terhadap teknologi, budaya kerja, dan masyarakat secara
keseluruhan tidak dapat diabaikan.
Generasi ini tumbuh di tengah tantangan besar,
seperti resesi ekonomi, ketidakstabilan politik, dan disrupsi teknologi.¹
Namun, mereka berhasil mengubah tantangan tersebut menjadi peluang. Kemandirian
yang mereka pelajari sejak dini membantu mereka menjadi generasi yang tangguh
dan adaptif.² Dalam dunia teknologi, Generasi X menjadi pelopor dalam
mengadopsi komputer pribadi, internet, dan perangkat komunikasi modern, yang
menjadi dasar bagi transformasi digital yang dinikmati oleh generasi-generasi
berikutnya.³
Di dunia kerja, mereka memperjuangkan
fleksibilitas, keseimbangan kehidupan kerja, dan inovasi, yang menginspirasi
generasi setelahnya untuk menuntut kondisi kerja yang lebih baik.⁴ Selain itu,
mereka meninggalkan jejak yang mendalam dalam budaya pop melalui musik, seni,
dan film yang sering kali menggambarkan isu-isu sosial yang relevan dan menjadi
cerminan zaman mereka.⁵
Namun, Generasi X juga menghadapi kritik, seperti
kecenderungan individualisme dan apatisme politik.⁶ Kritik ini mencerminkan
tantangan sosial yang mereka hadapi serta respons mereka terhadap kondisi
zaman. Meskipun demikian, nilai-nilai yang mereka perjuangkan—seperti
kemandirian, kreativitas, dan fleksibilitas—tetap relevan hingga kini.
Sebagai generasi yang hidup di era transisi,
Generasi X telah mewariskan banyak pelajaran berharga. Mereka mengajarkan
pentingnya adaptasi dalam menghadapi perubahan dan keberanian untuk mendobrak
norma yang tidak relevan.⁷ Generasi setelahnya dapat mengambil inspirasi dari
sikap pragmatis dan inovatif Generasi X dalam menghadapi tantangan global yang
terus berkembang.
Dengan memahami kontribusi dan kelemahan Generasi
X, kita dapat menghargai peran mereka dalam sejarah dan memanfaatkan pelajaran
dari pengalaman mereka untuk membangun masyarakat yang lebih baik di masa
depan.
Catatan Kaki
[1]
Neil Howe dan William Strauss, Generations: The History of America's
Future, 1584 to 2069 (New York: Harper Perennial, 1992), hlm. 320.
[2]
Jean M. Twenge, Generation Me: Why Today's Young Americans Are More
Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before (New
York: Atria Books, 2006), hlm. 30.
[3]
Walter Isaacson, The Innovators: How a Group of Hackers, Geniuses,
and Geeks Created the Digital Revolution (New York: Simon & Schuster,
2014), hlm. 145.
[4]
Tamara Erickson, What’s Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and
Getting the Career You Want (Boston: Harvard Business Press, 2010), hlm.
20.
[5]
Douglas Coupland, Generation X: Tales for an Accelerated Culture
(New York: St. Martin’s Press, 1991), hlm. 5.
[6]
Richard Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s
Transforming Work, Leisure, Community, and Everyday Life (New York: Basic
Books, 2002), hlm. 51.
[7]
Ron Alsop, The Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is
Shaking Up the Workplace (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), hlm. 14.
Daftar Pustaka
Alsop, Ron.
The
Trophy Kids Grow Up: How the Millennial Generation is Shaking Up the Workplace.
San Francisco: Jossey-Bass, 2008.
Bateman,
Thomas S., dan Scott Snell. Management: Leading & Collaborating in a
Competitive World. Boston: McGraw-Hill, 2017.
Coupland,
Douglas. Generation
X: Tales for an Accelerated Culture. New York: St. Martin’s Press,
1991.
Erickson,
Tamara. Retire
Retirement: Career Strategies for the Boomer Generation. Boston:
Harvard Business Press, 2008.
———. What’s
Next, Gen X? Keeping Up, Moving Ahead, and Getting the Career You Want.
Boston: Harvard Business Press, 2010.
Fader,
Peter S. Customer
Centricity: Focus on the Right Customers for Strategic Advantage.
Philadelphia: Wharton Digital Press, 2012.
Florida,
Richard. The Rise
of the Creative Class: And How It’s Transforming Work, Leisure, Community, and
Everyday Life. New York: Basic Books, 2002.
Halle,
David. Inside
Culture: Art and Class in the American Home. Chicago: University of
Chicago Press, 1993.
Howe, Neil,
dan William Strauss. Generations: The History of America's Future,
1584 to 2069. New York: Harper Perennial, 1992.
———. Millennials
Rising: The Next Great Generation. New York: Vintage Books, 2000.
Isaacson,
Walter. The
Innovators: How a Group of Hackers, Geniuses, and Geeks Created the Digital
Revolution. New York: Simon & Schuster, 2014.
Twenge,
Jean M. Generation
Me: Why Today's Young Americans Are More Confident, Assertive, Entitled—and
More Miserable Than Ever Before. New York: Atria Books, 2006.
———. iGen: Why
Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious, More Tolerant,
Less Happy—and Completely Unprepared for Adulthood. New York: Atria
Books, 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar