Jumat, 19 September 2025

Perencanaan Karir Masa Depan: Landasan Teoretis, Regulasi, dan Relevansinya dalam Pendidikan Indonesia

Perencanaan Karir Masa Depan

Landasan Teoretis, Regulasi, dan Relevansinya dalam Pendidikan Indonesia


Alihkan ke: Pohon Karir, Solusi Mengejar Karir.


Abstrak

Perencanaan karir merupakan aspek penting dalam perkembangan peserta didik, khususnya pada masa remaja yang berada pada tahap eksplorasi identitas dan penentuan arah masa depan. Kajian ini membahas secara komprehensif konsep dasar, tujuan, langkah-langkah, teori-teori, serta model praktis perencanaan karir dengan mengacu pada regulasi pendidikan di Indonesia dan literatur akademik internasional. Landasan normatif seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling, serta kebijakan Kurikulum Merdeka menegaskan bahwa layanan bimbingan karir di sekolah dan madrasah merupakan bagian integral dari pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Secara teoretis, perencanaan karir didukung oleh berbagai teori, antara lain teori perkembangan karir Donald Super, tipologi kepribadian John Holland, teori tiga faktor Frank Parsons, teori konstruksi karir Mark Savickas, dan teori kognitif sosial karir (SCCT). Teori-teori tersebut kemudian diaplikasikan dalam model praktis, seperti rumus KARIER (T + 2P + E + V), Career Decision Making Skills (CDMS), CASVE Cycle, dan model 5-D. Faktor internal (minat, bakat, kepribadian, nilai, motivasi) dan faktor eksternal (keluarga, sekolah, teman sebaya, kondisi ekonomi, budaya, perkembangan teknologi) turut memengaruhi proses perencanaan karir.

Kajian ini menegaskan relevansi perencanaan karir dalam konteks pendidikan Indonesia, baik dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan global dan revolusi industri 4.0, mengatasi masalah pengangguran terdidik, maupun mendorong lahirnya generasi mandiri dan berdaya saing. Dengan bimbingan karir yang komprehensif, integratif, dan adaptif, sekolah dan madrasah dapat membantu peserta didik menjadi pribadi yang terarah, produktif, dan siap berkontribusi bagi pembangunan bangsa.

Kata Kunci: Perencanaan Karir, Bimbingan dan Konseling, Peserta Didik, Pendidikan Indonesia, Teori Karir, Kurikulum Merdeka.


PEMBAHASAN

Kajian Teori Perencanaan Karir Masa Depan


1.           Pendahuluan

Perencanaan karir merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan peserta didik, terutama pada masa remaja yang sedang berada dalam fase pencarian jati diri dan penentuan arah kehidupan. Menurut Donald Super, perkembangan karir merupakan bagian integral dari perkembangan individu secara menyeluruh, yang meliputi proses pengenalan diri, eksplorasi lingkungan, serta pengambilan keputusan yang berkesinambungan sepanjang hayat.¹ Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan karir bukanlah aktivitas yang bersifat insidental, melainkan proses sistematis yang menuntut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan khusus.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, urgensi perencanaan karir ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.² Potensi tersebut mencakup aspek akademik maupun non-akademik yang perlu diintegrasikan dengan arah karir masa depan peserta didik.

Selain itu, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling menegaskan bahwa salah satu fungsi layanan BK adalah membantu peserta didik dalam memahami dan merencanakan pilihan karir sesuai dengan bakat, minat, serta kondisi lingkungannya.³ Dengan demikian, layanan bimbingan karir di sekolah maupun madrasah merupakan upaya sistematis untuk memfasilitasi peserta didik agar mampu merancang masa depan yang realistis, adaptif, dan sesuai dengan tuntutan zaman.

Fenomena sosial-ekonomi juga semakin menekankan pentingnya perencanaan karir. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan masih adanya ketidaksesuaian antara lulusan pendidikan dan kebutuhan pasar kerja, yang berimplikasi pada tingginya angka pengangguran terdidik. Hal ini memperlihatkan bahwa banyak peserta didik belum memiliki wawasan, kesiapan, dan strategi karir yang memadai. Oleh karena itu, sekolah dan madrasah memiliki tanggung jawab besar dalam membekali peserta didik dengan keterampilan perencanaan karir sejak dini.

Berdasarkan uraian tersebut, kajian teori mengenai Perencanaan Karir Masa Depan diperlukan untuk memberikan landasan konseptual bagi konselor, guru BK, maupun tenaga pendidik dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) Bimbingan dan Konseling. Kajian ini diharapkan mampu menjembatani kebutuhan peserta didik dengan realitas dunia kerja, sekaligus meneguhkan peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi yang produktif, berdaya saing, serta memiliki arah hidup yang jelas dan bermakna.


Footnotes

[1]                Donald Super, Career Development Theory: A Life-Span Approach (New York: Routledge, 1990).

[2]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.


2.           Landasan Normatif dan Regulasi

Perencanaan karir peserta didik tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum dan regulasi yang mengatur sistem pendidikan nasional. Landasan normatif ini memberikan pijakan yuridis, filosofis, dan operasional bagi penyelenggaraan layanan bimbingan karir di sekolah maupun madrasah. Beberapa regulasi yang menjadi dasar dalam pelaksanaan perencanaan karir antara lain sebagai berikut:

2.1.       Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Sisdiknas menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Pasal 3).¹ Tujuan ini mengisyaratkan pentingnya pengembangan potensi diri yang terarah, termasuk melalui perencanaan karir yang sistematis. Pendidikan tidak hanya mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi juga memfasilitasi mereka untuk memiliki keterampilan hidup (life skills) dalam menghadapi dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.

2.2.       Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan

Dalam PP ini ditegaskan bahwa salah satu standar kompetensi lulusan adalah memiliki kemampuan untuk merencanakan dan mengembangkan karir.² Hal ini memberikan penguatan bahwa sekolah dan madrasah wajib memberikan dukungan layanan pengembangan karir agar peserta didik mampu menata masa depan sesuai dengan potensi dan minatnya.

2.3.       Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling

Permendikbud ini menjadi rujukan utama dalam pelaksanaan layanan BK di pendidikan dasar dan menengah. Salah satu bidang layanan yang ditekankan adalah layanan perencanaan karir, yang mencakup upaya sistematis untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya, serta merencanakan masa depan pendidikan maupun pekerjaan.³ Dalam regulasi ini, perencanaan karir diposisikan sebagai bagian dari fungsi pengembangan dan fungsi penyaluran, yang menuntut konselor untuk mengarahkan peserta didik memilih jalur pendidikan dan pekerjaan yang sesuai dengan potensinya.

2.4.       Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah

Khusus untuk madrasah, regulasi ini mengatur bahwa penguatan kompetensi peserta didik tidak hanya pada aspek akademis, tetapi juga pada pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan kesiapan menghadapi tantangan global.⁴ Hal ini memperkuat posisi perencanaan karir sebagai bagian integral dari layanan BK di madrasah dalam rangka mewujudkan profil pelajar Rahmatan lil ‘Alamin yang siap berkompetisi di era global.

2.5.       Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila

Kebijakan Kurikulum Merdeka memberikan ruang fleksibilitas bagi peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakatnya melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Salah satu dimensi P5 adalah mandiri, yang sangat terkait dengan kemampuan merencanakan karir masa depan.⁵ Dengan demikian, layanan perencanaan karir menjadi salah satu instrumen penting untuk mewujudkan peserta didik yang berdaya, kreatif, dan mampu menata kehidupan sesuai dengan cita-citanya.


Simpulan Sementara

Dengan adanya regulasi-regulasi tersebut, layanan perencanaan karir memiliki legitimasi hukum dan arah yang jelas dalam sistem pendidikan nasional. Guru BK dan konselor tidak hanya bertugas memberikan bimbingan secara teknis, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai filosofis pendidikan, kebutuhan perkembangan peserta didik, serta tuntutan masyarakat dan dunia kerja ke dalam layanan bimbingan karir.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

[2]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.

[4]                Kementerian Agama Republik Indonesia, KMA Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kebijakan Implementasi Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila, 2022.


3.           Konsep Dasar Perencanaan Karir

3.1.       Pengertian Karir

Secara etimologis, istilah karir berasal dari bahasa Latin carrus yang berarti jalan atau lintasan. Dalam konteks pendidikan dan pekerjaan, karir diartikan sebagai perjalanan hidup seseorang yang mencakup pengalaman belajar, pekerjaan, dan peran-peran sosial yang dijalani sepanjang hayat.¹ Menurut Super, karir merupakan rangkaian posisi yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya yang memberikan makna dalam pengembangan diri.² Dengan demikian, karir tidak hanya dimaknai sebagai pekerjaan, melainkan proses hidup yang berkesinambungan dan dinamis.

3.2.       Pengertian Perencanaan Karir

Perencanaan karir adalah suatu proses sistematis yang dilakukan individu untuk mengidentifikasi minat, bakat, nilai, serta potensi dirinya; mengkaji peluang pendidikan dan pekerjaan; serta merancang langkah-langkah yang terarah guna mencapai tujuan hidup dan karirnya. Ginzberg menegaskan bahwa perencanaan karir merupakan proses perkembangan yang berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dimulai dari masa remaja hingga dewasa.³

Di Indonesia, konsep ini sejalan dengan Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling, yang menekankan pentingnya layanan perencanaan karir sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengenali potensi dirinya, memahami peluang, serta menyusun keputusan karir secara tepat.⁴

3.3.       Tujuan Perencanaan Karir

Tujuan utama perencanaan karir adalah memfasilitasi individu, khususnya peserta didik, agar mampu:

1)                  Mengenal diri secara mendalam (self-understanding), mencakup minat, bakat, nilai, dan kepribadian.

2)                  Mengenal peluang pendidikan dan pekerjaan sesuai dengan perkembangan zaman.

3)                  Menentukan tujuan karir jangka pendek, menengah, dan panjang.

4)                  Mengembangkan strategi pengembangan diri, seperti melalui pendidikan lanjutan, pelatihan, dan pengalaman kerja.

5)                  Mengantisipasi tantangan dunia kerja, termasuk era digitalisasi, globalisasi, dan revolusi industri 4.0.

Dengan kata lain, perencanaan karir bukan hanya menyiapkan peserta didik untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan membekali mereka dengan keterampilan hidup (life skills) dan sikap adaptif dalam menghadapi perubahan.

3.4.       Karir, Pekerjaan, dan Profesi

Penting untuk membedakan antara karir, pekerjaan, dan profesi. Pekerjaan (job) merujuk pada aktivitas tertentu yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan. Profesi (profession) mengandung makna pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus, standar kompetensi, dan kode etik. Adapun karir (career) bersifat lebih luas, mencakup perjalanan hidup seseorang dalam menempuh berbagai pekerjaan, profesi, serta peran sosial yang memberikan makna dan kontribusi dalam kehidupannya.⁵

3.5.       Hakikat Perencanaan Karir di Sekolah/ Madrasah

Dalam konteks pendidikan menengah, perencanaan karir menjadi bagian integral dari tugas perkembangan remaja, yaitu mempersiapkan pilihan studi lanjut dan pekerjaan.⁶ Guru BK dan konselor berperan sebagai fasilitator yang membantu peserta didik mengeksplorasi diri, mengakses informasi karir, serta merumuskan pilihan karir yang realistis. Perencanaan karir juga terkait erat dengan penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin, khususnya pada dimensi mandiri, bernalar kritis, dan berkebinekaan global.


Simpulan Sementara

Konsep dasar perencanaan karir menekankan bahwa karir bukan sekadar pekerjaan, tetapi merupakan perjalanan hidup yang penuh makna. Perencanaan karir adalah proses sistematis untuk membantu individu mengenal diri, memahami lingkungan, serta mengarahkan masa depan yang sesuai dengan potensi dan peluang. Dalam konteks pendidikan Indonesia, perencanaan karir memiliki legitimasi normatif dan regulatif, serta relevansi praktis bagi pembentukan generasi muda yang adaptif, produktif, dan berdaya saing.


Footnotes

[1]                Herr, Edwin L., Stanley H. Cramer, and Spencer G. Niles, Career Guidance and Counseling Through the Lifespan (Boston: Allyn & Bacon, 2004).

[2]                Donald Super, Career Development Theory: A Life-Span Approach (New York: Routledge, 1990).

[3]                Eli Ginzberg, Occupational Choice: An Approach to a General Theory (New York: Columbia University Press, 1951).

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.

[5]                John Holland, Making Vocational Choices: A Theory of Vocational Personalities and Work Environments (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1997).

[6]                Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta: Erlangga, 1999).


4.           Tujuan Perencanaan Karir Masa Depan

Perencanaan karir masa depan memiliki posisi strategis dalam pendidikan karena membantu peserta didik mempersiapkan diri menghadapi dinamika kehidupan, baik dalam bidang pendidikan maupun dunia kerja. Tujuan dari perencanaan karir tidak sekadar mengarahkan individu pada pilihan pekerjaan tertentu, tetapi lebih luas, yaitu memfasilitasi perkembangan potensi diri, pengambilan keputusan yang bijak, serta kesiapan menghadapi tantangan global.

4.1.       Membantu Peserta Didik Mengenal Diri (Self-Understanding)

Salah satu tujuan utama perencanaan karir adalah memfasilitasi peserta didik dalam mengenali potensi dirinya, yang meliputi minat, bakat, kepribadian, nilai, serta aspirasi hidup.¹ Dengan pemahaman diri yang baik, peserta didik akan lebih mudah menentukan arah pendidikan dan karir yang sesuai dengan identitas serta potensi unik yang dimilikinya.

4.2.       Mengembangkan Kemampuan Mengambil Keputusan Karir

Ginzberg menegaskan bahwa perencanaan karir membantu individu melatih keterampilan pengambilan keputusan yang realistis dan rasional.² Melalui proses ini, peserta didik belajar menyusun alternatif pilihan, mempertimbangkan risiko, serta memilih jalan terbaik yang dapat ditempuh. Kemampuan ini penting karena keputusan karir tidak hanya berdampak pada masa depan pekerjaan, tetapi juga pada aspek kehidupan pribadi dan sosial.

4.3.       Mengarahkan Peserta Didik pada Pilihan Pendidikan dan Pekerjaan yang Tepat

Perencanaan karir bertujuan agar peserta didik mampu menyelaraskan potensi diri dengan peluang pendidikan maupun pekerjaan.³ Hal ini sejalan dengan fungsi penyaluran dalam layanan bimbingan dan konseling sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014, yaitu membantu peserta didik memilih jalur pendidikan lanjutan, bidang keahlian, atau dunia kerja yang sesuai dengan kompetensi dan aspirasinya.⁴

4.4.       Mempersiapkan Kesiapan Hidup dan Keterampilan Abad 21

Dalam era revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0, peserta didik dituntut memiliki keterampilan abad 21, seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi (4C). Perencanaan karir membantu peserta didik menyiapkan strategi pengembangan diri untuk menguasai keterampilan tersebut, sehingga mereka tidak hanya siap bekerja, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

4.5.       Mencegah Mismatch antara Pendidikan dan Dunia Kerja

Salah satu persoalan utama di Indonesia adalah ketidaksesuaian antara bidang pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, yang berimplikasi pada meningkatnya angka pengangguran terdidik.⁵ Perencanaan karir bertujuan untuk mengantisipasi persoalan ini dengan membekali peserta didik wawasan karir, informasi dunia kerja, serta perencanaan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat.

4.6.       Mendorong Kemandirian dan Tanggung Jawab Peserta Didik

Sejalan dengan dimensi mandiri dalam Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin, perencanaan karir bertujuan melatih peserta didik untuk merancang dan menanggung konsekuensi atas pilihan hidupnya. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya menjadi pencari kerja (job seeker), tetapi dapat berkembang menjadi pencipta lapangan kerja (job creator).


Simpulan Sementara

Tujuan perencanaan karir masa depan adalah membantu peserta didik mengenal diri, mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan, memilih pendidikan dan pekerjaan yang tepat, serta menyiapkan diri menghadapi tantangan global. Dengan dasar regulasi dan teori perkembangan karir, layanan ini menjadi instrumen penting bagi sekolah/madrasah dalam membentuk generasi muda yang adaptif, mandiri, produktif, dan berdaya saing.


Footnotes

[1]                Donald Super, Career Development Theory: A Life-Span Approach (New York: Routledge, 1990).

[2]                Eli Ginzberg, Occupational Choice: An Approach to a General Theory (New York: Columbia University Press, 1951).

[3]                John L. Holland, Making Vocational Choices: A Theory of Vocational Personalities and Work Environments (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1997).

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.

[5]                Badan Pusat Statistik, Statistik Ketenagakerjaan Indonesia 2023.


5.           Langkah-Langkah Perencanaan Karir

Perencanaan karir tidak terjadi secara spontan, melainkan melalui proses sistematis dan terarah. Setiap individu, khususnya peserta didik, perlu melewati serangkaian tahapan yang membantu mereka mengenali diri, memahami peluang, serta merancang masa depan secara realistis. Beberapa langkah penting dalam perencanaan karir dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.1.       Pengenalan Diri (Self-Assessment)

Langkah awal dalam perencanaan karir adalah mengenali potensi diri, mencakup minat, bakat, nilai, kemampuan, serta kepribadian.¹ Teori tipologi karir John Holland menegaskan bahwa kesesuaian antara tipe kepribadian dengan lingkungan kerja merupakan faktor penting dalam keberhasilan karir.² Oleh karena itu, peserta didik perlu melakukan asesmen diri dengan bantuan konselor, tes psikologi, maupun refleksi pribadi untuk menemukan potensi yang dimiliki.

5.2.       Eksplorasi Informasi Karir (Career Exploration)

Setelah mengenali diri, peserta didik perlu mengeksplorasi informasi mengenai berbagai pilihan pendidikan dan pekerjaan.³ Informasi ini meliputi kualifikasi pendidikan, prospek kerja, kondisi lingkungan kerja, peluang karir di masa depan, serta perkembangan teknologi yang memengaruhi pasar tenaga kerja. Eksplorasi dapat dilakukan melalui kunjungan industri, konseling karir, membaca literatur, atau mengikuti kegiatan career day di sekolah/madrasah.

5.3.       Perumusan Tujuan Karir (Goal Setting)

Langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan karir, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Donald Super menekankan pentingnya visi karir sebagai arah yang memberi makna pada proses perkembangan diri.⁴ Tujuan karir jangka pendek dapat berupa penyelesaian studi menengah, tujuan menengah berupa melanjutkan pendidikan tinggi sesuai minat, dan tujuan jangka panjang berupa profesi yang diinginkan.

5.4.       Perencanaan Strategi dan Aksi (Planning and Action Strategy)

Tujuan karir yang telah ditetapkan harus disertai strategi konkret untuk mencapainya. Strategi tersebut meliputi pemilihan jurusan pendidikan yang sesuai, mengikuti pelatihan keterampilan tambahan, membangun jejaring (networking), serta melibatkan diri dalam kegiatan yang relevan. Permendikbud No. 111 Tahun 2014 menegaskan bahwa konselor berperan membantu peserta didik menyusun rencana aksi yang selaras dengan potensi dan kondisi lingkungan.⁵

5.5.       Pelaksanaan dan Pengembangan Kompetensi (Implementation)

Langkah selanjutnya adalah melaksanakan strategi yang telah disusun, disertai pengembangan kompetensi diri. Peserta didik perlu disiplin dalam belajar, aktif mengikuti kegiatan pengembangan diri, serta menumbuhkan etos kerja yang baik. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, hal ini sejalan dengan projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) yang menekankan kemandirian, kreativitas, dan kemampuan kolaborasi.

5.6.       Evaluasi dan Penyesuaian (Evaluation and Adjustment)

Perencanaan karir bersifat dinamis, sehingga perlu dievaluasi secara berkala.⁶ Evaluasi dilakukan dengan meninjau kembali tujuan karir, menilai kesesuaian strategi, serta melakukan penyesuaian apabila terjadi perubahan kondisi, baik dari dalam diri maupun lingkungan. Dengan demikian, peserta didik dapat tetap fleksibel dan adaptif dalam menghadapi dinamika kehidupan dan dunia kerja.


Simpulan Sementara

Langkah-langkah perencanaan karir terdiri dari pengenalan diri, eksplorasi informasi karir, perumusan tujuan, perencanaan strategi, pelaksanaan, serta evaluasi. Proses ini menuntut keterlibatan aktif peserta didik, bimbingan konselor, serta dukungan dari sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan mengikuti langkah-langkah ini secara konsisten, peserta didik akan lebih siap dalam menata masa depan yang terarah, realistis, dan bermakna.


Footnotes

[1]                Herr, Edwin L., Stanley H. Cramer, and Spencer G. Niles, Career Guidance and Counseling Through the Lifespan (Boston: Allyn & Bacon, 2004).

[2]                John L. Holland, Making Vocational Choices: A Theory of Vocational Personalities and Work Environments (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1997).

[3]                Savickas, Mark L., Career Construction Theory and Practice (Boston: Pearson, 2013).

[4]                Donald Super, Career Development Theory: A Life-Span Approach (New York: Routledge, 1990).

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.

[6]                Lent, Robert W., and Steven D. Brown, Social Cognitive Career Theory (Washington, DC: APA Press, 2013).


6.           Teori-Teori Karir yang Relevan

Perencanaan karir peserta didik tidak terlepas dari landasan teoretis yang dikembangkan oleh para ahli. Teori-teori karir ini menjadi acuan penting dalam memahami proses perkembangan karir individu, sekaligus menjadi dasar bagi guru bimbingan dan konseling dalam menyusun strategi layanan karir di sekolah maupun madrasah. Beberapa teori yang relevan antara lain:

6.1.       Teori Perkembangan Karir Donald Super (Life-Span, Life-Space Theory)

Donald Super menekankan bahwa karir merupakan proses perkembangan sepanjang hayat yang dipengaruhi oleh peran-peran kehidupan (life roles) dan tahapan usia (life span).¹ Ia membagi perkembangan karir ke dalam lima tahap:

1)                  Growth (pertumbuhan, usia 0–14 tahun) – individu mulai mengenal diri dan lingkungannya.

2)                  Exploration (eksplorasi, usia 15–24 tahun) – masa remaja mencari pengalaman dan mencoba berbagai pilihan.

3)                  Establishment (pembentukan, usia 25–44 tahun) – individu mulai menata karir secara serius.

4)                  Maintenance (pemeliharaan, usia 45–64 tahun) – individu mempertahankan karir yang dimiliki.

5)                  Decline (penurunan, usia 65 tahun ke atas) – individu mulai mengurangi aktivitas kerja.

Dalam konteks pendidikan menengah, teori ini menekankan pentingnya tahap eksplorasi, di mana peserta didik perlu mendapatkan bimbingan dalam mengenali potensi diri dan merencanakan masa depan.

6.2.       Teori Tipologi Karir John Holland (RIASEC Theory)

John Holland mengemukakan bahwa pilihan karir sangat dipengaruhi oleh kesesuaian antara tipe kepribadian dan lingkungan kerja.² Ia mengklasifikasikan individu ke dalam enam tipe kepribadian:

1)                  Realistic (R) – menyukai aktivitas fisik dan teknis.

2)                  Investigative (I) – menyukai pemecahan masalah dan analisis.

3)                  Artistic (A) – kreatif dan ekspresif.

4)                  Social (S) – suka membantu dan bekerja sama.

5)                  Enterprising (E) – suka memimpin, berbisnis, dan mengambil risiko.

6)                  Conventional (C) – menyukai keteraturan, administrasi, dan detail.

Teori ini membantu peserta didik memahami kepribadiannya dan mencocokkannya dengan pilihan karir yang sesuai.

6.3.       Teori Tiga Faktor Frank Parsons (Trait and Factor Theory)

Frank Parsons dianggap sebagai “Bapak Bimbingan Karir” dengan gagasan awalnya tentang tiga faktor dasar pemilihan karir.³ Menurutnya, keputusan karir yang tepat bergantung pada:

1)                  Pemahaman mendalam tentang diri (minat, bakat, nilai, kemampuan).

2)                  Pengetahuan tentang persyaratan dan kondisi pekerjaan.

3)                  Keterampilan dalam menggunakan penalaran logis untuk mencocokkan kedua aspek tersebut.

Teori Parsons menekankan bahwa konselor berperan penting dalam membantu peserta didik mengintegrasikan potensi diri dengan tuntutan dunia kerja.

6.4.       Teori Konstruksi Karir Mark Savickas (Career Construction Theory)

Savickas mengembangkan teori konstruksi karir yang berfokus pada narasi pribadi individu.⁴ Ia menekankan bahwa karir bukan hanya hasil dari faktor eksternal, tetapi juga dari interpretasi pribadi terhadap pengalaman hidup. Peserta didik diajak untuk “membangun cerita hidup” yang bermakna, sehingga karir dipandang sebagai bagian dari perjalanan identitas.

6.5.       Teori Kognitif Sosial Karir (Social Cognitive Career Theory – SCCT)

Lent, Brown, dan Hackett mengembangkan SCCT yang menekankan peran self-efficacy (keyakinan diri), ekspektasi hasil, dan tujuan dalam menentukan pilihan karir.⁵ Teori ini relevan untuk remaja, karena seringkali hambatan dalam memilih karir bukan hanya kurangnya informasi, tetapi juga kurangnya kepercayaan diri dalam mengambil keputusan.

6.6.       Integrasi Teori dalam Konteks Pendidikan Indonesia

Dalam praktik bimbingan karir di sekolah/madrasah, teori-teori di atas tidak digunakan secara terpisah, tetapi saling melengkapi. Super menekankan pentingnya perkembangan, Holland menekankan kesesuaian kepribadian, Parsons menekankan pencocokan diri-lingkungan, Savickas menekankan narasi hidup, dan SCCT menekankan keyakinan diri. Jika diintegrasikan, kelima teori ini mampu memberikan dasar yang komprehensif bagi guru BK dalam membimbing peserta didik menyusun perencanaan karir yang sesuai dengan potensi, minat, dan tantangan global.


Simpulan Sementara

Teori-teori karir memberikan kerangka konseptual yang penting dalam memahami dan memfasilitasi proses perencanaan karir peserta didik. Dengan menggunakan teori Super, Holland, Parsons, Savickas, dan SCCT, konselor dapat membantu peserta didik merumuskan pilihan karir yang realistis, sesuai potensi diri, dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang.


Footnotes

[1]                Donald Super, Career Development Theory: A Life-Span Approach (New York: Routledge, 1990).

[2]                John L. Holland, Making Vocational Choices: A Theory of Vocational Personalities and Work Environments (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1997).

[3]                Frank Parsons, Choosing a Vocation (Boston: Houghton Mifflin, 1909).

[4]                Mark L. Savickas, Career Construction Theory and Practice (Boston: Pearson, 2013).

[5]                Robert W. Lent, Steven D. Brown, and Gail Hackett, Social Cognitive Career Theory (Washington, DC: APA Press, 1994).


7.           Rumus dan Model Praktis Perencanaan Karir

Selain landasan teoretis, perencanaan karir juga memerlukan model praktis yang dapat dijadikan panduan oleh peserta didik maupun konselor dalam menyusun strategi masa depan. Model ini membantu individu menerjemahkan teori ke dalam langkah nyata yang lebih sederhana, terukur, dan aplikatif. Beberapa model praktis yang relevan antara lain:

7.1.       Rumus Richard Leider: KARIER = T + 2P + E + V

Richard Leider, seorang konsultan karir dari Amerika Serikat, mengembangkan rumus sederhana namun mendalam dalam memetakan perencanaan karir.¹

KARIER = T + 2P + E + V

·                     T (Talent/Bakat): setiap individu perlu mengenali kekuatan dan kelemahannya sebagai dasar dalam memilih karir.

·                     2P (Passion & Purpose): gairah (passion) dan tujuan hidup (purpose) harus selaras agar pilihan karir memberikan makna dan kepuasan.

·                     E (Environment): lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, dan dunia kerja) menjadi faktor penting yang memengaruhi perkembangan karir.

·                     V (Vision): visi hidup yang jelas membantu individu merancang arah karir jangka panjang.

Rumus ini menekankan keseimbangan antara potensi pribadi dan kondisi eksternal, sehingga peserta didik mampu membuat keputusan karir yang realistis sekaligus bermakna.

7.2.       Model Career Decision Making Skills (CDMS)

Model CDMS menekankan bahwa keterampilan pengambilan keputusan merupakan inti dari perencanaan karir.² Tahapannya meliputi:

1)                  Identifikasi masalah – menyadari perlunya menentukan pilihan karir.

2)                  Pengumpulan informasi – mengenai diri (self-assessment) dan dunia kerja.

3)                  Identifikasi alternatif – menyusun berbagai opsi pendidikan atau pekerjaan.

4)                  Analisis konsekuensi – menimbang kelebihan dan kekurangan tiap pilihan.

5)                  Pengambilan keputusan – memilih alternatif yang paling sesuai.

6)                  Implementasi rencana – menyusun langkah aksi nyata.

7)                  Evaluasi ulang – meninjau hasil keputusan dan melakukan penyesuaian bila diperlukan.

Model ini sangat berguna di sekolah/madrasah karena dapat diterapkan dalam layanan bimbingan klasikal maupun konseling individual.

7.3.       Model CASVE (Communication, Analysis, Synthesis, Valuing, Execution)

Model CASVE yang dikembangkan oleh Peterson, Sampson, dan Reardon (2002) dalam Cognitive Information Processing Theory menjelaskan siklus pengambilan keputusan karir melalui lima tahapan.³

·                     Communication: menyadari adanya kebutuhan karir.

·                     Analysis: menganalisis diri dan lingkungan.

·                     Synthesis: menyusun alternatif karir.

·                     Valuing: menilai dan membandingkan alternatif.

·                     Execution: melaksanakan keputusan yang dipilih.

CASVE menekankan pentingnya proses kognitif dalam pengambilan keputusan karir, sehingga melatih peserta didik untuk berpikir sistematis.

7.4.       Model 5-D (Define, Discover, Dream, Design, Deliver)

Model ini terinspirasi dari pendekatan Appreciative Inquiry yang lebih bersifat positif dan memberdayakan.⁴

1)                  Define: mendefinisikan tujuan karir.

2)                  Discover: menemukan potensi, pengalaman, dan kekuatan diri.

3)                  Dream: membayangkan masa depan karir yang diinginkan.

4)                  Design: merancang langkah-langkah konkrit.

5)                  Deliver: melaksanakan rencana secara konsisten.

Model 5-D efektif digunakan untuk memotivasi peserta didik agar tidak sekadar realistis, tetapi juga optimis dan visioner dalam merencanakan karirnya.

7.5.       Integrasi dengan Konteks Pendidikan Indonesia

Dalam layanan BK di sekolah/madrasah, model-model praktis ini dapat diintegrasikan dengan kurikulum nasional dan kebutuhan peserta didik. Misalnya:

·                     Rumus KARIER dapat digunakan dalam layanan orientasi dan informasi karir.

·                     Model CDMS cocok diterapkan dalam konseling individual saat peserta didik mengalami kebingungan memilih jurusan.

·                     Model CASVE dapat digunakan untuk pembelajaran berbasis proyek (projek P5 dan P2RA).

·                     Model 5-D relevan diterapkan dalam kegiatan reflektif untuk menumbuhkan motivasi dan visi hidup peserta didik.


Simpulan Sementara

Rumus dan model praktis perencanaan karir seperti KARIER, CDMS, CASVE, dan 5-D memberikan panduan operasional bagi peserta didik dalam merancang masa depan. Model-model ini menekankan pentingnya keseimbangan antara potensi diri, lingkungan, visi hidup, serta keterampilan mengambil keputusan. Dengan mengintegrasikan model ini ke dalam layanan bimbingan dan konseling, guru BK dapat membantu peserta didik menjadi pribadi yang terarah, mandiri, dan siap menghadapi tantangan global.


Footnotes

[1]                Richard Leider, The Power of Purpose: Find Meaning, Live Longer, Better (San Francisco: Berrett-Koehler, 2010).

[2]                Janis, Irving L., and Leon Mann, Decision Making: A Psychological Analysis of Conflict, Choice, and Commitment (New York: Free Press, 1977).

[3]                James P. Sampson, Gary W. Peterson, Janet G. Lenz, and Robert C. Reardon, Career Counseling and Services: A Cognitive Information Processing Approach (Pacific Grove: Brooks/Cole, 2002).

[4]                David L. Cooperrider, Diana Whitney, and Jacqueline M. Stavros, Appreciative Inquiry Handbook (Oakland: Berrett-Koehler, 2008).


8.           Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Karir

Perencanaan karir merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari lingkungannya. Faktor-faktor ini menentukan sejauh mana peserta didik mampu mengenali potensi, memahami peluang, serta mengambil keputusan karir yang tepat. Secara umum, faktor yang memengaruhi perencanaan karir dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

8.1.       Faktor Internal

Faktor internal adalah aspek-aspek pribadi yang melekat pada diri individu, meliputi:

1)                  Minat (Interest)

Minat merupakan kecenderungan hati seseorang terhadap suatu bidang tertentu. Holland menegaskan bahwa minat yang selaras dengan lingkungan kerja akan meningkatkan kepuasan dan keberhasilan karir.¹

2)                  Bakat dan Kemampuan (Aptitude and Ability)

Setiap individu memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda-beda. Perencanaan karir akan lebih realistis jika didasarkan pada pemetaan bakat dan kemampuan yang dimiliki sejak dini, misalnya melalui tes psikologi atau observasi prestasi belajar.

3)                  Nilai-Nilai Hidup (Values)

Nilai yang dianut, seperti religiusitas, integritas, kesejahteraan, atau pengabdian, berpengaruh besar pada arah pilihan karir. Peserta didik yang menempatkan nilai kebermanfaatan sosial tinggi, cenderung memilih bidang pekerjaan sosial atau pendidikan.

4)                  Kepribadian (Personality)

Tipe kepribadian menentukan gaya seseorang dalam bekerja. Teori Holland (RIASEC) menunjukkan bahwa kesesuaian antara tipe kepribadian dengan jenis pekerjaan merupakan faktor penting dalam keberhasilan karir.

5)                  Motivasi dan Keyakinan Diri (Motivation and Self-Efficacy)

Menurut teori Social Cognitive Career Theory (SCCT), keyakinan diri (self-efficacy) sangat menentukan keberanian individu dalam membuat keputusan karir dan bertahan menghadapi tantangan.²

8.2.       Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar individu, antara lain:

1)                  Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memengaruhi pemikiran karir anak. Dukungan orang tua dalam bentuk motivasi, informasi, maupun pembiayaan pendidikan sangat berperan penting dalam menentukan arah karir.

2)                  Sekolah dan Guru

Sekolah sebagai institusi pendidikan berperan memberikan layanan bimbingan karir, menyediakan informasi studi lanjut, serta membimbing peserta didik dalam mengeksplorasi potensi diri. Permendikbud No. 111 Tahun 2014 menegaskan bahwa layanan BK bertugas memfasilitasi pengembangan karir peserta didik.³

3)                  Teman Sebaya

Remaja sering dipengaruhi oleh kelompok teman dalam mengambil keputusan. Lingkungan sebaya dapat menjadi faktor pendukung atau justru penghambat, tergantung pada pola interaksi yang terbangun.

4)                  Kondisi Sosial-Ekonomi

Latar belakang ekonomi keluarga dapat memperluas atau membatasi pilihan karir peserta didik. Misalnya, peserta didik dari keluarga kurang mampu cenderung mempertimbangkan biaya pendidikan sebagai faktor utama dalam merencanakan karir.

5)                  Budaya dan Nilai Sosial

Dalam masyarakat Indonesia, budaya masih sangat memengaruhi pandangan karir. Misalnya, profesi guru dan dokter sering dianggap lebih bergengsi dibanding profesi lain, sehingga memengaruhi aspirasi peserta didik.

6)                  Perkembangan Dunia Kerja dan Teknologi

Perubahan global, revolusi industri 4.0, dan era society 5.0 telah melahirkan banyak jenis pekerjaan baru berbasis teknologi.⁴ Hal ini menuntut peserta didik untuk adaptif, mengembangkan literasi digital, dan menyiapkan diri menghadapi jenis karir yang belum pernah ada sebelumnya.

8.3.       Interaksi Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal dan eksternal tidak bekerja secara terpisah, melainkan saling memengaruhi. Misalnya, seorang peserta didik yang memiliki minat di bidang teknologi (faktor internal), namun baru dapat berkembang jika mendapat dukungan fasilitas dari sekolah dan keluarga (faktor eksternal). Oleh karena itu, konselor perlu memfasilitasi keterpaduan kedua faktor tersebut dalam membantu peserta didik merumuskan karir masa depannya.


Simpulan Sementara

Perencanaan karir peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal seperti minat, bakat, nilai, kepribadian, dan motivasi; serta faktor eksternal seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, kondisi ekonomi, budaya, dan perkembangan dunia kerja. Pemahaman menyeluruh atas faktor-faktor ini penting agar guru BK dapat merancang layanan karir yang tepat, adaptif, dan kontekstual sesuai kebutuhan peserta didik di Indonesia.


Footnotes

[1]                John L. Holland, Making Vocational Choices: A Theory of Vocational Personalities and Work Environments (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1997).

[2]                Robert W. Lent, Steven D. Brown, and Gail Hackett, Social Cognitive Career Theory (Washington, DC: APA Press, 1994).

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.

[4]                Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution (Geneva: World Economic Forum, 2016).


9.           Relevansi Perencanaan Karir dalam Konteks Pendidikan Indonesia

Perencanaan karir masa depan memiliki relevansi yang sangat penting dalam konteks pendidikan Indonesia, mengingat dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang terus berkembang. Sekolah dan madrasah tidak hanya bertugas mencetak lulusan yang cerdas secara akademik, tetapi juga menyiapkan peserta didik agar mampu menghadapi dunia kerja, melanjutkan pendidikan tinggi, serta berkontribusi bagi masyarakat.

9.1.       Penguatan Tujuan Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.¹ Salah satu implikasi dari tujuan ini adalah membentuk peserta didik yang mampu merencanakan masa depannya dengan baik. Dengan demikian, perencanaan karir menjadi instrumen penting untuk mewujudkan visi pendidikan nasional.

9.2.       Keterkaitan dengan Kurikulum Nasional

Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, salah satu fokus utama adalah penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin pada madrasah.² Dimensi mandiri dan bernalar kritis sangat erat kaitannya dengan kemampuan perencanaan karir, di mana peserta didik diarahkan untuk mengenali potensi diri, mengambil keputusan, serta mengelola masa depannya secara bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa layanan perencanaan karir bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian integral dari kurikulum.

9.3.       Menghadapi Tantangan Global dan Revolusi Industri 4.0

Indonesia saat ini menghadapi tantangan global berupa disrupsi teknologi, persaingan tenaga kerja internasional, serta kebutuhan akan keterampilan abad ke-21 (4C: critical thinking, creativity, communication, collaboration).³ Perencanaan karir menjadi relevan karena membantu peserta didik mengantisipasi kebutuhan keterampilan baru, seperti literasi digital, literasi data, dan literasi manusia, yang sangat penting dalam dunia kerja modern.

9.4.       Mengatasi Masalah Pengangguran Terdidik

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih didominasi oleh lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi.⁴ Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara bidang pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja (mismatch). Perencanaan karir yang baik dapat menjadi solusi dengan membantu peserta didik memilih jalur pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan minat, bakat, serta kebutuhan dunia kerja.

9.5.       Mendorong Kemandirian dan Kewirausahaan

Relevansi perencanaan karir juga terlihat dalam upaya pemerintah mendorong semangat kewirausahaan di kalangan generasi muda. Dengan bimbingan karir yang tepat, peserta didik tidak hanya dipersiapkan menjadi job seeker (pencari kerja), tetapi juga job creator (pencipta lapangan kerja). Hal ini sejalan dengan visi pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan berdaya saing.

9.6.       Penguatan Peran Bimbingan dan Konseling di Sekolah/ Madrasah

Permendikbud No. 111 Tahun 2014 menegaskan bahwa layanan bimbingan karir merupakan salah satu fungsi utama konselor di sekolah.⁵ Dalam konteks Indonesia, peran ini sangat penting mengingat banyak peserta didik yang masih kurang informasi tentang pilihan studi lanjut maupun prospek kerja. Dengan adanya perencanaan karir, konselor dapat berperan sebagai fasilitator, motivator, sekaligus mediator antara peserta didik dengan dunia pendidikan tinggi dan dunia kerja.


Simpulan Sementara

Perencanaan karir sangat relevan dalam konteks pendidikan Indonesia karena berkontribusi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, penguatan kurikulum, kesiapan menghadapi tantangan global, penanggulangan pengangguran terdidik, serta pengembangan kemandirian peserta didik. Dengan layanan karir yang terencana, sekolah dan madrasah dapat memastikan bahwa peserta didik tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga siap menghadapi kehidupan nyata sebagai generasi yang adaptif, produktif, dan berdaya saing global.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

[2]                Kementerian Agama RI, KMA Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah.

[3]                Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution (Geneva: World Economic Forum, 2016).

[4]                Badan Pusat Statistik, Statistik Ketenagakerjaan Indonesia 2023.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling.


10.       Penutup

Perencanaan karir masa depan merupakan aspek fundamental dalam proses pendidikan, khususnya pada tahap perkembangan remaja. Karir tidak hanya dipahami sebagai pekerjaan yang ditekuni, melainkan sebagai perjalanan hidup yang menyangkut aktualisasi diri, peran sosial, dan kontribusi terhadap masyarakat. Oleh karena itu, perencanaan karir yang matang harus dipandang sebagai bagian integral dari tugas perkembangan peserta didik.

Kajian teori ini menegaskan bahwa perencanaan karir memiliki landasan normatif yang kuat melalui regulasi nasional, mulai dari UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, PP No. 57 Tahun 2021, Permendikbud No. 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling, hingga kebijakan Kurikulum Merdeka dan KMA 183 Tahun 2019 di madrasah. Regulasi tersebut menempatkan layanan perencanaan karir sebagai salah satu pilar penting dalam membimbing peserta didik menuju masa depan yang terarah.

Secara konseptual, perencanaan karir berakar pada teori-teori karir yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh seperti Donald Super, John Holland, Frank Parsons, Mark Savickas, dan Lent dkk. Teori-teori tersebut memberikan kerangka pemahaman mengenai perkembangan karir, kesesuaian kepribadian-lingkungan, faktor internal-eksternal, narasi hidup, hingga peran self-efficacy dalam pengambilan keputusan. Dalam praktiknya, teori ini dapat dioperasionalkan melalui berbagai model perencanaan karir, seperti rumus KARIER (T + 2P + E + V), Career Decision Making Skills (CDMS), CASVE Cycle, maupun Model 5-D, yang mempermudah peserta didik menyusun strategi karir secara terstruktur.

Faktor-faktor internal (minat, bakat, nilai, kepribadian, motivasi) dan eksternal (keluarga, sekolah, teman sebaya, kondisi ekonomi, budaya, serta perkembangan dunia kerja) menunjukkan bahwa perencanaan karir adalah proses dinamis yang membutuhkan keterpaduan berbagai pihak. Oleh karena itu, guru BK/konselor tidak hanya berfungsi sebagai pemberi informasi, tetapi juga sebagai fasilitator, motivator, dan mediator antara peserta didik dengan dunia pendidikan lanjut dan dunia kerja.

Dalam konteks pendidikan Indonesia, perencanaan karir sangat relevan untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional, penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin, serta penyiapan generasi muda menghadapi tantangan global. Layanan perencanaan karir juga berperan strategis dalam menekan angka pengangguran terdidik dan mendorong lahirnya generasi yang tidak hanya menjadi pencari kerja (job seeker), tetapi juga pencipta lapangan kerja (job creator).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan karir masa depan bukan sekadar kebutuhan individual peserta didik, melainkan juga bagian dari strategi pembangunan bangsa. Melalui bimbingan karir yang komprehensif, integratif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman, sekolah dan madrasah dapat melahirkan lulusan yang berdaya saing global, memiliki arah hidup yang jelas, dan siap berkontribusi bagi kemajuan masyarakat.


Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik ketenagakerjaan Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

Cooperrider, D. L., Whitney, D., & Stavros, J. M. (2008). Appreciative inquiry handbook. Oakland, CA: Berrett-Koehler.

Ginzberg, E. (1951). Occupational choice: An approach to a general theory. New York, NY: Columbia University Press.

Herr, E. L., Cramer, S. H., & Niles, S. G. (2004). Career guidance and counseling through the lifespan: Systematic approaches (6th ed.). Boston, MA: Allyn & Bacon.

Holland, J. L. (1997). Making vocational choices: A theory of vocational personalities and work environments (3rd ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Terj.). Jakarta: Erlangga.

Janis, I. L., & Mann, L. (1977). Decision making: A psychological analysis of conflict, choice, and commitment. New York, NY: Free Press.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2019). Keputusan Menteri Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah. Jakarta: Kemenag RI.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud RI.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Kebijakan implementasi Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek RI.

Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (1994). Social cognitive career theory. Washington, DC: American Psychological Association.

Leider, R. (2010). The power of purpose: Find meaning, live longer, better. San Francisco, CA: Berrett-Koehler.

Parsons, F. (1909). Choosing a vocation. Boston, MA: Houghton Mifflin.

Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78.

Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 87.

Sampson, J. P., Peterson, G. W., Lenz, J. G., & Reardon, R. C. (2002). Career counseling and services: A cognitive information processing approach. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.

Savickas, M. L. (2013). Career construction theory and practice. Boston, MA: Pearson.

Schwab, K. (2016). The fourth industrial revolution. Geneva, Switzerland: World Economic Forum.

Super, D. E. (1990). Career development theory: A life-span approach. New York, NY: Routledge.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar