Pemikiran Gottlob Frege
Rekonstruksi Logika Modern, Teori Makna, dan
Dasar-Dasar Aritmetika
Alihkan ke: Tokoh-Tokoh Filsafat, Tokoh-Tokoh Filsafat Islam.
Abstrak
Artikel ini membahas secara komprehensif pemikiran
Gottlob Frege, seorang filsuf logika modern yang dianggap sebagai peletak dasar
filsafat analitik dan logika simbolik. Analisis dimulai dari kontribusinya
dalam Begriffsschrift (1879) yang merevolusi logika melalui kalkulus
predikat, berlanjut pada Die Grundlagen der Arithmetik (1884) yang
memformulasikan tesis logikisme dan prinsip konteks, hingga proyek besar Grundgesetze
der Arithmetik (1893/1903) yang runtuh akibat paradoks Russell. Selain
membedah dimensi logika dan fondasi matematika, artikel ini juga menelaah
kontribusi Frege dalam filsafat bahasa melalui distingsi Sinn (sense)
dan Bedeutung (reference) yang menjadi fondasi semantik formal modern.
Lebih jauh, artikel ini menyoroti aspek ontologis
dan metafisik dalam pemikiran Frege, seperti distingsi konsep–objek dan gagasan
tentang “ranah ketiga” sebagai locus objektivitas makna. Bagian selanjutnya
menguraikan kontroversi yang mengiringi pemikirannya—perdebatan dengan Hilbert,
kegagalan Basic Law V, serta polemik interpretatif antara Dummett dan
penafsir lain—serta resepsi intelektual yang memengaruhi Russell, Wittgenstein,
Carnap, hingga Montague. Artikel ini juga membahas kebangkitan neo-logikisme
yang berusaha menyelamatkan inti program Frege melalui Hume’s Principle
dan Frege’s Theorem.
Secara metodologis, artikel ini menegaskan kekuatan
Frege dalam merancang kerangka logis yang presisi, tetapi juga menunjukkan
keterbatasannya dalam aspek ontologi dan konsistensi sistem formal. Implikasi
lintas-disiplin dari pemikirannya meluas ke linguistik, ilmu komputer, dan
filsafat kognitif, sekaligus membuka ruang riset lanjutan terkait semantik
formal, representasi pengetahuan, serta fondasi matematika modern. Dengan
demikian, Frege tidak hanya dikenang sebagai perintis logika modern, tetapi
juga sebagai arsitek intelektual yang memengaruhi arah filsafat abad ke-20 dan
tetap relevan dalam perdebatan kontemporer.
Kata Kunci: Frege; logikisme; Begriffsschrift; Die
Grundlagen der Arithmetik; Grundgesetze der Arithmetik;
sense–reference; filsafat bahasa; ontologi logis; neo-logikisme; filsafat
analitik.
PEMBAHASAN
Telaah Kritis atas Pemikiran Gottlob Frege
1.
Pendahuluan: Latar, Ruang Lingkup, dan Metode
Gottlob Frege
(1848–1925) sering dianggap sebagai peletak dasar logika modern sekaligus salah
satu pendiri filsafat analitik.¹ Melalui karya monumentalnya Begriffsschrift
(1879), ia memperkenalkan kalkulus predikat yang merevolusi cara berpikir logis
dengan meninggalkan tradisi silogistik Aristotelian dan memperkenalkan sistem
formal yang lebih presisi.² Perkembangan ini tidak hanya berimplikasi bagi
logika, melainkan juga membentuk fondasi filsafat bahasa, matematika, hingga
semantik formal kontemporer.³
Latar belakang
pemikiran Frege lahir dari kegelisahannya atas status epistemologis aritmetika.
Ia berusaha menunjukkan bahwa hukum-hukum aritmetika bukan sekadar generalisasi
empiris ataupun hasil konstruksi psikologis, melainkan dapat diturunkan dari
prinsip-prinsip logika murni.⁴ Melalui proyek logikisme, Frege menegaskan tesis
bahwa “aritmetika adalah cabang dari logika” dan berupaya mengonstruksi ulang
bilangan sebagai entitas yang terdefinisi secara logis.⁵ Namun, program ini
menghadapi kegagalan mendasar setelah Bertrand Russell menemukan paradoks dalam
Grundgesetze
der Arithmetik (1893/1903).⁶ Meskipun demikian, gagasan-gagasan
Frege tetap menjadi titik pijak utama bagi berbagai aliran filsafat abad ke-20,
dari analisis bahasa hingga teori semantik.⁷
Ruang lingkup
artikel ini mencakup tiga ranah utama dari pemikiran Frege: (1) revolusi logika
formal dalam Begriffsschrift, (2) proyek
logikisme dalam Die Grundlagen der Arithmetik dan Grundgesetze
der Arithmetik, serta (3) kontribusi fundamental pada filsafat
bahasa melalui esai “Über Sinn und Bedeutung” (1892). Kajian ini akan
menguraikan secara sistematis konteks historis, isi konseptual, serta
perdebatan filosofis yang muncul dari karya-karya tersebut. Selain itu, artikel
juga akan meninjau pengaruh Frege terhadap generasi filsuf sesudahnya—terutama
Russell, Wittgenstein awal, Carnap, dan perkembangan neo-logikisme—serta
relevansi gagasannya dalam perdebatan filsafat kontemporer.
Metode yang
digunakan dalam artikel ini adalah telaah pustaka kritis dengan menitikberatkan
pada sumber primer, yaitu karya-karya asli Frege, serta sumber sekunder
otoritatif seperti Stanford Encyclopedia of Philosophy
(SEP), Internet
Encyclopedia of Philosophy (IEP), dan studi monograf Michael
Dummett serta Christopher Peacocke.⁸ Telaah ini bersifat analitis-kritis dengan
pendekatan historis-filosofis: menelusuri argumen, menimbang kekuatan dan
kelemahan, serta menunjukkan kontribusi yang masih relevan hingga saat ini.
Dengan demikian, artikel ini bertujuan tidak hanya mendeskripsikan pemikiran
Frege, tetapi juga mengevaluasi posisinya dalam perkembangan logika, filsafat
bahasa, dan fondasi matematika.
Footnotes
[1]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[2]
Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete
Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879).
[3]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic
Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 15–17.
[4]
Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm
Koebner, 1884), §2–3.
[5]
Ibid., §87.
[6]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source
Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[7]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed.
(Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 5–7.
[8]
Lihat, misalnya, Beaney, “Gottlob Frege,” SEP; Joan Weiner, Frege
Explained; Dummett, Frege: Philosophy of Language; serta
Christopher Peacocke, A Study of Concepts (Cambridge, MA: MIT Press,
1992).
2.
Biografi Intelektual Singkat
Gottlob Frege
(1848–1925) lahir di Wismar, sebuah kota pelabuhan kecil di Jerman Utara, pada
8 November 1848.¹ Ayahnya, Carl Alexander Frege, adalah seorang guru dan kepala
sekolah, sementara ibunya, Auguste Wilhelmine Sophie Frege, mengambil alih
pengelolaan sekolah setelah sang ayah meninggal ketika Frege masih berusia
muda.² Lingkungan keluarga yang sarat dengan tradisi pendidikan ini memberikan
pengaruh awal yang signifikan terhadap minat intelektual Frege, khususnya dalam
bidang matematika dan logika.
Pada tahun 1869,
Frege memulai studi di Universitas Jena, tempat ia berguru kepada filsuf Kuno
Fischer dan ahli matematika Ernst Abbe.³ Fischer memberikan fondasi filosofis
yang menekankan analisis kritis terhadap teks-teks klasik Kant dan Hegel,
sementara Abbe mendorong penguasaan matematis yang ketat. Kombinasi keduanya
membentuk karakter intelektual Frege yang unik: ketertarikan pada filsafat
teoretis sekaligus kemampuan teknis dalam matematika. Setelah menyelesaikan
studi awal, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Göttingen, salah satu
pusat matematika terbesar pada masa itu. Di Göttingen, ia terpengaruh oleh
tradisi matematika rigoristik yang sedang berkembang, meski tidak banyak
berinteraksi langsung dengan tokoh besar seperti Riemann yang telah meninggal
beberapa tahun sebelumnya.⁴
Pada tahun 1874,
Frege kembali ke Jena untuk menyelesaikan habilitasi, sebuah syarat untuk dapat
mengajar di universitas. Disertasi habilitasinya, Über eine geometrische Darstellung der
imaginären Gebilde in der Ebene (Tentang Representasi Geometris
dari Objek Imajiner di Bidang), meskipun tidak inovatif secara besar-besaran,
menunjukkan kecenderungan Frege untuk mengembangkan representasi formal dalam
matematika.⁵ Pada 1879, ia menerbitkan Begriffsschrift, yang kemudian diakui
sebagai karya revolusioner karena memperkenalkan kalkulus predikat pertama.
Karya ini pada awalnya hampir tidak mendapat perhatian luas di dunia akademik,
namun menjadi fondasi bagi perkembangan logika modern abad ke-20.⁶
Frege mengabdikan
hampir seluruh karier akademiknya di Universitas Jena, di mana ia diangkat
menjadi profesor luar biasa (ausserordentlicher Professor) pada 1896.⁷ Meskipun
status akademiknya relatif rendah dibandingkan dengan pencapaiannya, Frege
tetap produktif menulis. Di antara karya-karya pentingnya adalah Die
Grundlagen der Arithmetik (1884), Grundgesetze der Arithmetik
(1893/1903), serta sejumlah artikel berpengaruh seperti “Über Sinn und
Bedeutung” (1892). Karya-karya ini mencerminkan dua bidang utama minatnya:
fondasi aritmetika dan filsafat bahasa.
Dalam kehidupan
pribadinya, Frege dikenal sebagai sosok yang tertutup dan cenderung soliter. Ia
tidak banyak menjalin komunikasi dengan filsuf dan matematikawan lain, kecuali
melalui surat-menyurat dengan tokoh-tokoh seperti Bertrand Russell, Giuseppe
Peano, dan David Hilbert.⁸ Hubungannya dengan Russell menjadi sangat penting
karena melalui surat pada 1902, Russell menunjukkan adanya kontradiksi dalam
sistem logika Frege, yang kemudian dikenal sebagai Paradoks Russell.⁹ Frege menerima
kritik tersebut dengan sikap terbuka, bahkan menambahkan lampiran khusus dalam
jilid kedua Grundgesetze der Arithmetik untuk
mengakui kelemahan sistemnya.¹⁰
Meskipun
kontribusinya tidak banyak diakui pada masa hidupnya—bahkan ia pensiun pada
1918 tanpa penghormatan akademik yang memadai—pemikiran Frege memperoleh
pengaruh luar biasa pada abad ke-20.¹¹ Karyanya menjadi sumber inspirasi utama
bagi filsafat analitik, memengaruhi Russell dan Whitehead dalam Principia
Mathematica serta Wittgenstein dalam Tractatus Logico-Philosophicus.¹²
Dengan demikian, meski Frege meninggal dalam kesunyian pada 26 Juli 1925 di Bad
Kleinen, warisan intelektualnya terus bertahan dan bahkan semakin relevan dalam
diskursus filsafat dan logika kontemporer.
Footnotes
[1]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[2]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 5–7.
[3]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic
Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 11–12.
[4]
Dirk Greimann, “Frege’s Early Work and the Foundations of Logicism,” History
and Philosophy of Logic 22, no. 2 (2001): 119–21.
[5]
Gottlob Frege, Über eine geometrische Darstellung der imaginären
Gebilde in der Ebene (Jena: Friedrich Frommann, 1874).
[6]
Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete
Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879).
[7]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed.
(Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 3–4.
[8]
Beaney, “Gottlob Frege,” SEP.
[9]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source
Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[10]
Gottlob Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 2 (Jena:
Hermann Pohle, 1903), Lampiran.
[11]
Weiner, Frege Explained, 17–19.
[12]
Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York:
Free Press, 1990), 47–50.
3.
Revolusi Notasi dan Sistem: Begriffsschrift
(1879)
Terbitnya Begriffsschrift
pada tahun 1879 menandai sebuah revolusi dalam sejarah logika.¹ Karya ini
secara harfiah berarti “bahasa konsep” dan berfungsi sebagai sebuah kalkulus
formal yang dirancang untuk mengekspresikan isi pemikiran secara presisi
matematis. Frege menegaskan bahwa bahasa alami penuh dengan ambiguitas sehingga
tidak memadai untuk analisis logis yang ketat.² Oleh karena itu, ia memperkenalkan
sistem simbolis baru yang tidak sekadar memperluas logika tradisional
Aristotelian, melainkan benar-benar menciptakan kerangka logika modern.³
Inti inovasi Frege
terletak pada dua aspek: pertama, pengenalan struktur fungsi–argumen
sebagai kerangka analisis proposisi; kedua, formulasi kuantifikasi universal
dan eksistensial dalam bentuk yang eksplisit.⁴ Melalui perangkat ini, Frege
berhasil mengatasi keterbatasan silogistik tradisional yang tidak mampu
menangani proposisi dengan kuantifikasi ganda atau pernyataan matematis
kompleks. Misalnya, kalimat matematika seperti “untuk setiap bilangan ada
bilangan yang lebih besar” dapat direpresentasikan secara sistematis dalam Begriffsschrift,
sesuatu yang mustahil dalam kerangka logika Aristotelian.⁵
Selain itu, Begriffsschrift
memperkenalkan sistem notasi diagramatis yang khas. Alih-alih menggunakan
simbol-simbol algebrais konvensional, Frege memilih representasi garis vertikal
dan horizontal untuk menunjukkan hubungan logis, yang kemudian menjadi
inspirasi awal bagi perkembangan kalkulus predikat.⁶ Meskipun notasi Frege
dianggap sulit dipahami bahkan oleh sezamannya, esensi struktural dari sistem
ini menjadi tonggak penting dalam lahirnya logika simbolik modern.⁷
Metodologis, Frege
menekankan bahwa logika harus dibedakan dari psikologi. Ia menolak pandangan
yang menyamakan hukum logika dengan hukum berpikir subjektif, suatu pandangan
yang lazim di Jerman pada abad ke-19.⁸ Dengan demikian, Begriffsschrift
bukan hanya proyek teknis, melainkan juga program filosofis yang menegaskan
objektivitas hukum logika sebagai kerangka normatif bagi penalaran.
Meskipun awalnya
karya ini kurang mendapat perhatian luas—bahkan ditanggapi dingin oleh banyak
matematikawan kontemporer—dampaknya baru benar-benar dirasakan setelah Russell,
Peano, dan Hilbert mengakui nilai fundamentalnya.⁹ Sejak saat itu, Begriffsschrift
dipandang sebagai permulaan era baru logika yang secara langsung membuka jalan
bagi teori himpunan, fondasi aritmetika, dan perkembangan filsafat analitik.¹⁰
Footnotes
[1]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[2]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic
Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 21–23.
[3]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 34–35.
[4]
Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen
nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert,
1879), §2–5.
[5]
Dirk Greimann, “Frege’s Early Work and the Foundations of Logicism,” History
and Philosophy of Logic 22, no. 2 (2001): 124–26.
[6]
Frege, Begriffsschrift, §9–12.
[7]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed.
(Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 8–9.
[8]
Beaney, “Gottlob Frege,” SEP.
[9]
Bertrand Russell, Principles of Mathematics (Cambridge:
Cambridge University Press, 1903), 8–10.
[10]
William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of
Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 206–8.
4.
Proyek Logikisme I: Die Grundlagen der Arithmetik
(1884)
Publikasi Die
Grundlagen der Arithmetik (1884) merupakan titik krusial dalam upaya
Gottlob Frege meletakkan dasar filsafat matematika modern.¹ Karya ini lahir
dari kegelisahan Frege atas status epistemologis bilangan: apakah bilangan
merupakan entitas empiris yang diperoleh melalui pengalaman ataukah ia memiliki
status objektif yang dapat dijelaskan secara rasional? Frege menolak pandangan
empirisme—seperti yang dikemukakan oleh John Stuart Mill—yang menganggap
aritmetika sebagai generalisasi dari pengalaman.² Ia juga menolak psikologisme
yang populer di Jerman abad ke-19, yakni pandangan yang menyamakan hukum logika
dan bilangan dengan proses mental manusia.³
Dalam Grundlagen,
Frege merumuskan Prinsip Konteks (Context
Principle), yakni bahwa makna sebuah kata hanya dapat dipahami dalam konteks
kalimat lengkap.⁴ Prinsip ini menjadi dasar pendekatan semantik yang menekankan
bahwa istilah numerik, seperti “dua” atau “tiga,” tidak berdiri sebagai nama
benda, melainkan memperoleh maknanya dalam struktur proposisional. Dengan
prinsip ini, Frege berupaya menghindari reduksi bilangan menjadi entitas
empiris atau psikologis, serta memastikan bahwa pembicaraan tentang bilangan
dapat dianalisis secara logis.
Frege juga
memperkenalkan definisi aritmetika melalui analisis konsep dan fungsi. Ia
menegaskan bahwa bilangan adalah hasil dari penerapan konsep tingkat kedua,
yaitu konsep “jumlah objek yang jatuh di bawah suatu konsep tertentu.”⁵
Misalnya, bilangan “tiga” tidak merujuk pada suatu benda tertentu, melainkan
pada ekstensi dari konsep “memiliki tiga unsur.” Melalui pendekatan ini, Frege
mencoba memberikan definisi non-psikologis dan objektif tentang bilangan.
Namun, di dalam Grundlagen
pula muncul problem yang kemudian dikenal sebagai “masalah
Julius Caesar.” Frege menanyakan apakah definisi yang ia
tawarkan cukup untuk mencegah pernyataan absurd seperti “Julius Caesar adalah
bilangan.”⁶ Permasalahan ini menunjukkan bahwa definisi Frege belum memberikan
kriteria identitas yang jelas bagi bilangan sebagai objek logis. Meski
demikian, masalah ini juga memperlihatkan kejujuran intelektual Frege dalam menghadapi
keterbatasan konseptual teorinya.
Secara metodologis, Grundlagen
menandai usaha serius pertama dalam filsafat modern untuk membangun aritmetika
di atas landasan logika. Buku ini bukan sekadar eksposisi teknis, tetapi juga
polemik filosofis yang secara sistematis menyerang pandangan empirisme,
intuisionisme awal, dan psikologisme.⁷ Meski proyek logikisme Frege belum
mencapai bentuk finalnya dalam karya ini, Grundlagen berhasil membuka jalan
menuju pengembangan lebih lanjut dalam Grundgesetze der Arithmetik
(1893/1903).
Dengan demikian, Die
Grundlagen der Arithmetik dapat dipandang sebagai tonggak
peralihan: di satu sisi ia meruntuhkan otoritas empirisme dan psikologisme
dalam memahami aritmetika, dan di sisi lain ia memberikan fondasi bagi program logikisme
yang lebih ambisius. Pengaruhnya meluas hingga ke abad ke-20, terutama dalam
membentuk tradisi filsafat analitik serta perdebatan tentang status ontologis
bilangan.⁸
Footnotes
[1]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Frege’s Theorem and Foundations for Arithmetic,” ed.
Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[2]
John Stuart Mill, A System of Logic (London: John W. Parker,
1843), Book II, chap. 7.
[3]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 45–47.
[4]
Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm
Koebner, 1884), §62.
[5]
Ibid., §68–70.
[6]
Ibid., §56; lihat juga Joan Weiner, Frege Explained: From
Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 49–51.
[7]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1991), 14–16.
[8]
Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as Objects
(Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 5–7.
5.
Proyek Logikisme II: Grundgesetze der Arithmetik
(1893/1903)
Setelah mengemukakan gagasan awalnya dalam Die
Grundlagen der Arithmetik (1884), Gottlob Frege melanjutkan proyek
logikisme secara lebih teknis dan sistematis dalam dua jilid Grundgesetze
der Arithmetik (1893 dan 1903).¹ Karya ini dimaksudkan sebagai upaya puncak
Frege untuk mendemonstrasikan bahwa seluruh aritmetika dapat diturunkan dari
prinsip-prinsip logika murni. Jika Grundlagen bersifat filosofis dan polemis,
maka Grundgesetze berkarakter formal dan teknis, dengan perangkat
simbolis yang lebih canggih untuk mendukung klaim logikisme.²
Elemen sentral dari sistem Frege dalam Grundgesetze
adalah Basic Law V (BLV), yang menetapkan bahwa ekstensi dari dua fungsi
konsep adalah identik jika dan hanya jika fungsi-fungsi tersebut memiliki nilai
yang sama untuk setiap argumen.³ Dengan kata lain, BLV berfungsi sebagai
prinsip identitas untuk “ekstensi konsep” (extensions of concepts), yang
dipandang Frege sebagai entitas objektif tempat bilangan dapat didefinisikan.
Melalui kerangka ini, Frege mendefinisikan bilangan sebagai objek logis yang
diturunkan dari ekstensi konsep, sehingga berupaya menjawab masalah Julius
Caesar yang sebelumnya membayangi Grundlagen.⁴
Namun, BLV terbukti menjadi titik lemah fatal dari
sistem Frege. Pada tahun 1902, Bertrand Russell mengirimkan surat kepada Frege
yang menunjukkan bahwa BLV menghasilkan kontradiksi logis yang kemudian dikenal
sebagai Paradoks Russell.⁵ Paradoks ini muncul ketika kita
mempertimbangkan “himpunan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri” —
sebuah konstruksi yang membuat sistem Frege tidak konsisten. Kontradiksi
tersebut menghancurkan fondasi logikisme Frege karena menyingkap bahwa sistem
formal yang ia bangun memungkinkan pembentukan objek kontradiktif.⁶
Frege menanggapi kabar tersebut dengan penuh
keterkejutan, namun juga kejujuran intelektual. Dalam jilid kedua Grundgesetze
(1903), ia menambahkan lampiran panjang yang berisi pengakuan bahwa sistemnya
runtuh karena kontradiksi Russell.⁷ Ia mencoba menyelamatkan sistem dengan
merevisi BLV, tetapi upaya tersebut tidak berhasil. Akibatnya, proyek logikisme
dalam bentuk asli Frege secara umum dianggap gagal, meskipun gagasan-gagasannya
tetap mengilhami perkembangan logika abad ke-20.⁸
Meskipun sistemnya kolaps, Grundgesetze
memberikan kontribusi metodologis yang luar biasa. Pertama, ia memperlihatkan
bahwa logika dapat diperlakukan sebagai bahasa formal yang ketat, membuka jalan
bagi perkembangan teori himpunan, teori model, dan metamatematika.⁹ Kedua,
upaya Frege menjadi titik awal bagi generasi penerus seperti Russell dan
Whitehead dalam Principia Mathematica (1910–1913), serta mendorong
munculnya diskusi mendalam tentang batas-batas konsistensi dalam sistem formal.¹⁰
Ketiga, proyek ini pada akhirnya melahirkan gerakan neo-logikisme abad ke-20
yang berusaha menyelamatkan inti program Frege dengan mengganti BLV dengan
prinsip yang lebih aman, seperti Hume’s Principle.¹¹
Dengan demikian, Grundgesetze der Arithmetik
menandai puncak sekaligus kegagalan dari proyek logikisme Frege. Di satu sisi,
karya ini menegaskan ambisi filosofis untuk meletakkan aritmetika di atas dasar
logika murni. Di sisi lain, kontradiksi internal yang melemahkannya menunjukkan
keterbatasan pendekatan logis mutlak, sekaligus membuka jalan bagi refleksi
baru mengenai fondasi matematika di abad ke-20.¹²
Footnotes
[1]
Gottlob Frege, Grundgesetze der Arithmetik,
vol. 1 (Jena: Hermann Pohle, 1893); vol. 2 (Jena: Hermann Pohle, 1903).
[2]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of
Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 35–38.
[3]
Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 1,
§20.
[4]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to
Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 73–76.
[5]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege
to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van
Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[6]
Gregory H. Moore, Zermelo’s Axiom of Choice: Its
Origins, Development, and Influence (New York: Springer, 1982), 17–19.
[7]
Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 2,
“Appendix.”
[8]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London:
Routledge, 1980), 112–14.
[9]
William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind:
On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996):
209–11.
[10]
Alfred North Whitehead and Bertrand Russell, Principia
Mathematica, vol. 1 (Cambridge: Cambridge University Press, 1910), xiii–xv.
[11]
Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as
Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 12–14.
[12]
Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy,
s.v. “Frege’s Theorem and Foundations for Arithmetic.”
6.
Filsafat Bahasa: Über Sinn und Bedeutung (1892)
Esai Über
Sinn und Bedeutung (1892) merupakan salah satu karya paling
berpengaruh dalam filsafat bahasa modern.¹ Di dalamnya, Frege memperkenalkan
distingsi konseptual antara Sinn (sense/makna) dan Bedeutung
(reference/referensi), yang kemudian menjadi fondasi bagi semantik formal abad
ke-20. Dengan analisis ini, Frege berupaya menjawab pertanyaan klasik:
bagaimana mungkin sebuah identitas seperti “Bintang Kejora = Bintang Fajar”
bersifat informatif, padahal kedua istilah itu merujuk pada objek yang sama,
yakni planet Venus?²
Menurut Frege,
setiap ekspresi linguistik memiliki dua aspek: Bedeutung merujuk pada objek
yang ditunjuk oleh ekspresi, sedangkan Sinn adalah cara penyajian
(mode of presentation) objek tersebut.³ Dengan demikian, “Bintang Kejora” dan
“Bintang Fajar” memiliki referensi identik (Venus), tetapi berbeda dalam makna
karena masing-masing menghadirkan objek melalui perspektif konseptual yang
berlainan. Distingsi ini memungkinkan Frege menjelaskan mengapa pernyataan
identitas dapat menambah informasi baru: meskipun referensinya sama, sensenya berbeda.⁴
Frege juga
memperluas gagasan ini pada kalimat secara keseluruhan. Ia menegaskan bahwa nilai
kebenaran (truth-value) merupakan referensi (Bedeutung) dari
sebuah kalimat, sedangkan kandungan proposisionalnya adalah sense.⁵ Artinya,
kalimat “Salju itu putih” merujuk pada nilai kebenaran (benar), sementara
sense-nya adalah cara tertentu menyajikan fakta. Dengan kerangka ini, Frege
memberikan dasar bagi analisis semantik komposisional, di mana makna kalimat
ditentukan oleh makna bagian-bagiannya serta aturan kombinasi logis.⁶
Selain itu, Frege
membedakan antara gaya langsung (direct
discourse) dan gaya tidak langsung (indirect
discourse). Dalam kalimat pelaporan seperti “Galileo percaya bahwa bumi
bergerak,” kata “bumi bergerak” tidak merujuk langsung pada nilai kebenaran,
melainkan pada sense dari ekspresi tersebut.⁷ Distingsi ini membuka jalan bagi
analisis intensionalitas, yang kelak dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh
seperti Rudolf Carnap, Alfred Tarski, hingga Richard Montague.
Secara metodologis, Über
Sinn und Bedeutung menegaskan posisi anti-psikologisme Frege: makna
(sense) bukanlah representasi mental subjektif, melainkan entitas objektif yang
dapat diakses oleh subjek berbeda.⁸ Dengan demikian, Frege mengklaim bahwa
ranah makna bersifat intersubjektif, sebuah “ranah ketiga” (drittes Reich) yang
tidak identik dengan dunia fisik maupun dunia mental.⁹
Pengaruh esai ini
sangat luas. Ia tidak hanya membentuk tradisi filsafat analitik, tetapi juga
memengaruhi linguistik formal, teori deskripsi Russell, dan diskusi tentang
identitas informatif, nama diri, serta semantik kebenaran.¹⁰ Melalui Über
Sinn und Bedeutung, Frege menunjukkan bahwa filsafat bahasa dapat
menjadi titik awal bagi pemahaman filsafat secara keseluruhan, sebagaimana
kelak ditegaskan oleh Wittgenstein dan para penerusnya.
Footnotes
[1]
Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für
Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.
[2]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Frege: Sense and Reference,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[3]
Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 26–27.
[4]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic
Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 92–95.
[5]
Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 31–33.
[6]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed.
(Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 151–54.
[7]
Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 34–36.
[8]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 98–100.
[9]
Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 39; lihat juga Dirk Greimann,
“Frege’s Conception of Thoughts: A Neo-Fregean Perspective,” Grazer
Philosophische Studien 65, no. 1 (2002): 1–30.
[10]
Bertrand Russell, “On Denoting,” Mind 14, no. 56 (1905):
479–93; Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria 36, no. 3
(1970): 373–98.
7.
Ontologi dan Metafisika Logis
Salah satu
kontribusi terbesar Frege yang kerap kurang diperhatikan adalah dimensi
ontologis dan metafisik dari filsafat logisnya.¹ Meskipun dikenal terutama
sebagai logikawan dan perintis filsafat bahasa, Frege secara implisit
mengembangkan sebuah pandangan ontologis yang konsisten dengan kerangka formal
yang ia ciptakan. Bagi Frege, realitas tidak hanya terdiri atas dunia empiris
(objek fisik) dan dunia mental (representasi subjektif), melainkan juga sebuah
“ranah ketiga” (drittes Reich) yang berisi entitas
logis dan makna objektif.²
7.1. Konsep dan
Objek
Frege membedakan
secara ketat antara konsep dan objek.
Konsep dipahami sebagai fungsi yang mengembalikan nilai kebenaran: misalnya,
konsep “adalah manusia” berlaku bagi Sokrates, tetapi tidak bagi segitiga.³
Konsep bersifat tak lengkap (unsaturated), membutuhkan argumen
agar dapat menghasilkan nilai kebenaran. Sebaliknya, objek adalah entitas
lengkap yang dapat dijadikan argumen bagi suatu konsep.⁴ Dengan distingsi ini,
Frege menghindari kekacauan ontologis yang sering terjadi dalam bahasa
sehari-hari ketika istilah abstrak diperlakukan seolah-olah benda.
7.2. Ranah Ketiga
(Drittes Reich)
Bagi Frege, makna (Sinn)
dan hukum logika tidak dapat direduksi baik ke dunia empiris maupun ke dunia
mental.⁵ Ia menolak empirisme yang menyamakan hukum logika dengan regularitas
pengalaman, sekaligus menolak psikologisme yang menganggap hukum logika sebagai
hukum berpikir subjektif.⁶ Dengan demikian, Frege menegaskan adanya ranah makna
objektif, di mana kebenaran dan isi pikiran (Gedanken, thoughts) berada.
Pikiran, bagi Frege, tidak bersifat fisik ataupun mental, melainkan objektif
dan dapat diakses secara intersubjektif.⁷ Posisi ini menjelaskan mengapa
kebenaran logis bersifat universal dan tidak tergantung pada kondisi psikologis
manusia.
7.3. Identitas,
Predikasi, dan Ekstensi Konsep
Dalam kerangka
Fregean, identitas merupakan relasi antara referensi (Bedeutungen),
bukan sekadar kesamaan tanda.⁸ Pernyataan seperti “a = b” hanya informatif
apabila meskipun a dan b memiliki referensi yang sama,
keduanya menyajikan objek tersebut dengan sense yang berbeda. Di samping itu,
Frege juga menekankan bahwa konsep dapat memiliki ekstensi, yakni kumpulan
objek yang jatuh di bawah konsep tersebut.⁹ Upaya ini kemudian ia formaliskan dalam
Grundgesetze
der Arithmetik melalui penggunaan “ekstensi konsep,” meskipun pada
akhirnya menghasilkan paradoks Russell.¹⁰
7.4. Implikasi
Metafisik
Ontologi logis Frege
membawa implikasi penting bagi metafisika modern. Pertama, ia memperkenalkan
gagasan bahwa struktur logis dunia dapat ditangkap melalui bahasa formal,
sehingga ontologi bersifat tergantung pada logika, bukan sebaliknya.¹¹ Kedua,
posisinya menandai pergeseran dari metafisika spekulatif menuju “metafisika
logis,” yang menekankan analisis bahasa dan konsep sebagai jalan memahami
realitas.¹² Akhirnya, pandangan Frege tentang “ranah ketiga” memunculkan
perdebatan panjang tentang status ontologis makna dan proposisi: apakah mereka
benar-benar entitas objektif, atau hanya konstruksi konseptual? Pertanyaan ini
menjadi salah satu titik berangkat bagi filsafat analitik selanjutnya, termasuk
dalam karya Russell, Wittgenstein, dan Carnap.¹³
Dengan demikian,
meskipun Frege tidak pernah menulis risalah ontologi yang sistematis, seluruh
karyanya mengandung sebuah metafisika implisit yang konsisten: realitas logis
dan semantik bersifat objektif, intersubjektif, dan mendasari segala bentuk
pengetahuan. Melalui kerangka ini, Frege memberikan dasar filosofis yang kokoh
bagi lahirnya analisis logis abad ke-20.
Footnotes
[1]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 97–101.
[2]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[3]
Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen
nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert,
1879), §3–4.
[4]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic
Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 66–68.
[5]
Gottlob Frege, “Der Gedanke” (1892), dalam Kleine Schriften,
ed. Ignacio Angelelli (Hildesheim: Georg Olms, 1967), 342–61.
[6]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1981), 155–57.
[7]
Dirk Greimann, “Frege’s Conception of Thoughts: A Neo-Fregean
Perspective,” Grazer Philosophische Studien 65, no. 1 (2002): 1–30.
[8]
Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und
philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.
[9]
Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 1 (Jena: Hermann
Pohle, 1893), §20.
[10]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source
Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[11]
William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of
Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 207–9.
[12]
Sluga, Gottlob Frege, 118–20.
[13]
Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York:
Free Press, 1990), 53–56.
8.
Kontroversi dan Perdebatan Klasik
Pemikiran Frege tidak hanya melahirkan inovasi,
tetapi juga memicu sejumlah kontroversi dan perdebatan filosofis yang panjang.
Tiga di antaranya menonjol dalam sejarah filsafat: perdebatan dengan David
Hilbert mengenai dasar matematika, kritik terhadap Basic Law V dan
paradoks Russell, serta perdebatan hermeneutik modern tentang cara membaca
karya Frege, khususnya melalui interpretasi Michael Dummett.
8.1. Perdebatan
Frege–Hilbert
Salah satu polemik besar yang muncul adalah
kontroversi dengan David Hilbert terkait status ontologis objek matematika dan
peran konsistensi.¹ Hilbert menekankan bahwa keabsahan teori matematika cukup
dijamin apabila sistem itu konsisten, tanpa memerlukan komitmen ontologis
terhadap eksistensi nyata objek-objek matematis.² Sebaliknya, Frege berpendapat
bahwa matematika harus memiliki landasan logis dan bahwa objek bilangan
sungguh-sungguh ada dalam ranah logis yang objektif.³ Perbedaan ini
mencerminkan dua paradigma besar dalam filsafat matematika: pendekatan
formalistik Hilbert versus logikisme Frege.
8.2. Kritik terhadap
Basic Law V dan Paradoks Russell
Kontroversi kedua berkaitan langsung dengan
keruntuhan proyek logikisme Frege akibat Basic Law V (BLV). BLV
memungkinkan definisi ekstensi konsep secara bebas, namun justru melahirkan
kontradiksi ketika dihadapkan pada konstruksi Russell tentang “himpunan semua
himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri.”⁴ Paradoks ini memperlihatkan bahwa
sistem Frege mengizinkan pembentukan objek yang kontradiktif, sehingga seluruh
kerangka Grundgesetze der Arithmetik runtuh.⁵ Frege sendiri, dalam lampiran
jilid kedua Grundgesetze, mengakui kelemahan ini dengan jujur, meski
menyisakan perasaan pahit karena kegagalan sistem yang ia bangun selama puluhan
tahun.⁶ Kritik ini kemudian mendorong berkembangnya logika modern, teori
himpunan Zermelo–Fraenkel, dan usaha penyelamatan melalui fragmen predikatif
dari sistem Frege.⁷
8.3. Perdebatan
Interpretatif: Dummett dan Para Penerus
Kontroversi ketiga bersifat hermeneutik, menyangkut
cara memahami karya Frege. Michael Dummett menegaskan bahwa filsafat Frege harus
dibaca sebagai filsafat bahasa, di mana analisis makna mendahului logika dan
matematika.⁸ Menurut Dummett, kontribusi utama Frege adalah teori
sense–reference, yang membuka jalan bagi semantik modern. Pandangan ini
ditentang oleh beberapa penafsir lain yang melihat Frege pertama-tama sebagai
logikawan dan filsuf matematika, bukan sebagai filsuf bahasa.⁹ Perdebatan ini
menghasilkan dua arus interpretasi: Frege sebagai “ahli logika dan matematika”
versus Frege sebagai “pendiri filsafat bahasa analitik.” Meskipun berbeda,
kedua arus sepakat bahwa karya Frege bersifat paradigmatik bagi filsafat abad
ke-20.
8.4. Signifikansi
Kontroversi
Kontroversi dan perdebatan ini menegaskan betapa
radikalnya kontribusi Frege. Ia menantang asumsi lama, memunculkan teori yang
berani, dan pada saat yang sama menyingkap keterbatasan fundamental dari sistem
logis yang tampak kokoh. Dari kegagalan BLV hingga perdebatan interpretatif,
jejak kontroversi Frege memperlihatkan bagaimana filsafat berkembang melalui
dialektika kritik dan pembelaan, sekaligus memastikan bahwa warisan
intelektualnya tetap relevan dalam diskursus kontemporer.¹⁰
Footnotes
[1]
William Ewald, From Kant to Hilbert: A Source
Book in the Foundations of Mathematics, vol. 2 (Oxford: Clarendon Press,
1996), 1140–45.
[2]
David Hilbert, “Über den Zahlbegriff,” Jahresbericht
der Deutschen Mathematiker-Vereinigung 8 (1900): 180–84.
[3]
Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik
(Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §87.
[4]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege
to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van
Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[5]
Gregory H. Moore, Zermelo’s Axiom of Choice: Its
Origins, Development, and Influence (New York: Springer, 1982), 17–19.
[6]
Gottlob Frege, Grundgesetze der Arithmetik,
vol. 2 (Jena: Hermann Pohle, 1903), “Appendix.”
[7]
Richard G. Heck, “The Development of Arithmetic in
Frege’s Grundgesetze der Arithmetik,” Journal of Symbolic Logic
58, no. 2 (1993): 579–601.
[8]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language,
2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), xv–xviii.
[9]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to
Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 3–6.
[10]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London:
Routledge, 1980), 120–22.
9.
Resepsi dan Pengaruh
Pemikiran Gottlob Frege, meskipun pada masa
hidupnya relatif diabaikan, kemudian memperoleh pengaruh yang sangat besar
dalam perkembangan filsafat, logika, linguistik, dan bahkan ilmu komputer
modern.¹ Warisan intelektual Frege dapat dilihat dalam tiga jalur utama:
pengaruh langsung terhadap filsuf kontemporer dan penerusnya, dampaknya
terhadap semantik formal dan linguistik, serta relevansinya dalam sains
komputer dan logika matematika modern.
9.1. Dampak pada
Russell, Wittgenstein, dan Lingkaran Wina
Frege memengaruhi secara langsung generasi awal
filsafat analitik. Bertrand Russell, yang mula-mula mengkritik sistem Frege
melalui penemuan paradoks terkenal, tetap mengadopsi banyak gagasan Frege ke
dalam kerangka Principia Mathematica (1910–1913) yang ditulis bersama
Alfred North Whitehead.² Karya monumental ini tidak mungkin lahir tanpa
kerangka logika predikat yang diwariskan Frege. Selain itu, Ludwig Wittgenstein
muda terinspirasi oleh gagasan Frege tentang struktur logis bahasa dalam
menyusun Tractatus Logico-Philosophicus (1921), meskipun kemudian ia
mengembangkan arah yang lebih radikal tentang batas-batas bahasa.³ Lingkaran
Wina (Carnap, Schlick, Neurath) juga menganggap Frege sebagai pionir yang
meletakkan fondasi logika simbolik bagi positivisme logis.⁴
9.2. Kontribusi
terhadap Semantik Formal dan Linguistik
Distingsi Frege antara Sinn dan Bedeutung
menjadi landasan bagi semantik formal modern. Melalui pandangan ini, makna
kalimat dapat dianalisis secara komposisional: arti keseluruhan ditentukan oleh
arti bagian-bagiannya dan cara bagian itu digabungkan.⁵ Tokoh-tokoh seperti
Alfred Tarski mengembangkan teori kebenaran semantik yang jelas terinspirasi
oleh struktur Fregean.⁶ Sementara itu, Richard Montague pada 1970-an memperluas
pendekatan ini ke dalam linguistik formal, melahirkan apa yang dikenal sebagai Montague
Grammar, yang berusaha menunjukkan bahwa bahasa alami dapat diperlakukan
dengan perangkat logika formal ala Frege.⁷
9.3. Pengaruh pada
Ilmu Komputer dan Logika Modern
Pengaruh Frege juga terasa dalam perkembangan
logika matematika dan ilmu komputer. Logika predikat yang ia rumuskan menjadi
fondasi bagi teori himpunan Zermelo–Fraenkel, teori model, dan teori bukti.⁸
Dalam ilmu komputer, kalkulus predikat Frege mendasari bahasa pemrograman deklaratif,
sistem basis data, serta mesin inferensi dalam kecerdasan buatan.⁹ Konsep
komposisionalitas makna juga menjadi prinsip penting dalam pemrosesan bahasa
alami (natural language processing).
9.4. Resepsi Kritis
dan Neo-Logikisme
Meskipun program asli logikisme Frege runtuh akibat
paradoks Russell, minat untuk menyelamatkan inti proyeknya tetap hidup. Gerakan
neo-logikisme yang dipelopori oleh Crispin Wright dan Bob Hale berusaha
membangun kembali aritmetika berdasarkan Hume’s Principle, bukan Basic
Law V yang bermasalah.¹⁰ Melalui pendekatan ini, Frege tetap hadir dalam
perdebatan kontemporer tentang filsafat matematika, menunjukkan bahwa warisan
intelektualnya masih menjadi medan eksplorasi yang subur.
Dengan demikian, resepsi pemikiran Frege membentang
luas melampaui konteks abad ke-19. Dari Russell hingga Montague, dari logika
simbolik hingga pemrosesan bahasa alami, jejak pemikirannya terus membentuk
lanskap filsafat dan sains modern. Ia bukan hanya seorang tokoh penting dalam
sejarah logika, melainkan juga salah satu arsitek intelektual utama abad ke-20.
Footnotes
[1]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to
Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 1–3.
[2]
Alfred North Whitehead and Bertrand Russell, Principia
Mathematica, vol. 1 (Cambridge: Cambridge University Press, 1910), xiii–xv.
[3]
Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of
Genius (New York: Free Press, 1990), 53–55.
[4]
Michael Friedman, Reconsidering Logical
Positivism (Cambridge: Cambridge University Press, 1999), 22–24.
[5]
Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift
für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.
[6]
Alfred Tarski, “The Concept of Truth in Formalized
Languages,” in Logic, Semantics, Metamathematics, trans. J. H. Woodger
(Oxford: Clarendon Press, 1956), 152–278.
[7]
Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria
36, no. 3 (1970): 373–98.
[8]
William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind:
On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996):
209–11.
[9]
John F. Sowa, Knowledge Representation: Logical,
Philosophical, and Computational Foundations (Pacific Grove, CA:
Brooks/Cole, 2000), 51–54.
[10]
Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as
Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 15–17.
10.
Neo-Logikisme dan Rehabilitasi Parsial
Meskipun proyek logikisme Frege mengalami
kehancuran akibat paradoks Russell yang melemahkan Basic Law V, gagasan
fundamentalnya tetap menjadi sumber inspirasi dalam filsafat matematika
kontemporer. Sejak dekade 1980-an, muncul gerakan yang dikenal sebagai neo-logikisme,
yang bertujuan merehabilitasi inti proyek Frege dengan menyingkirkan elemen
yang rentan terhadap kontradiksi.¹
10.1. Frege’s
Theorem dan Hume’s Principle
Salah satu penemuan penting dalam studi Frege
modern adalah apa yang dikenal sebagai Frege’s Theorem: aritmetika dasar
dapat diturunkan dari logika kedua orde ditambah Hume’s Principle.² Hume’s
Principle menyatakan bahwa jumlah dari dua konsep sama jika dan hanya jika
terdapat korespondensi satu-satu antara objek yang termasuk dalam kedua konsep
tersebut.³ Prinsip ini secara intuitif konsisten, tidak mengandung kontradiksi
seperti BLV, dan cukup kuat untuk menghasilkan aritmetika Peano. Dengan
demikian, inti program Frege—bahwa aritmetika dapat dipahami sebagai cabang
logika—dapat direkonstruksi dalam bentuk yang lebih aman.⁴
10.2. Agenda
Neo-Logikisme
Neo-logikisme terutama dikembangkan oleh Crispin
Wright dan Bob Hale.⁵ Mereka berpendapat bahwa Hume’s Principle dapat
dipandang sebagai kebenaran analitis, sehingga memenuhi aspirasi Frege untuk
mendasarkan aritmetika pada prinsip logis.⁶ Melalui pendekatan ini, aritmetika
memperoleh status epistemik yang kokoh: ia tidak bergantung pada pengalaman
empiris, melainkan pada aturan-aturan inferensial yang bersifat rasional.
Namun, proyek neo-logikisme menimbulkan sejumlah
pertanyaan baru. Pertama, apakah Hume’s Principle benar-benar bersifat
logis atau justru merupakan prinsip matematika yang menyelundup masuk?⁷ Kedua,
apakah definisi bilangan melalui prinsip ini memberikan kriteria identitas yang
cukup, sehingga menghindari masalah “Julius Caesar” yang pernah menghantui
teori Frege?⁸ Ketiga, bagaimana kedudukan prinsip ini dalam hierarki metafisik:
apakah ia bersifat konvensional, konseptual, atau niscaya logis?
10.3. Signifikansi
Filosofis
Upaya neo-logikisme merepresentasikan bentuk rehabilitasi
parsial atas program Frege. Ia tidak lagi bergantung pada BLV, tetapi tetap
setia pada aspirasi logikisme: menjelaskan aritmetika melalui logika.⁹ Secara
metodologis, neo-logikisme menegaskan kembali pentingnya analisis konsep
identitas numerik dan memberikan alternatif terhadap formalismenya Hilbert atau
intuisionismenya Brouwer.¹⁰ Secara historis, gerakan ini menunjukkan bahwa
meskipun sistem Frege asli gagal, struktur konseptual yang ia bangun masih
memiliki daya hidup filosofis.
Dengan demikian, neo-logikisme dapat dipandang
sebagai bukti bahwa filsafat tidak berhenti pada kegagalan, tetapi justru
berkembang melalui revisi kritis. Rehabilitasi parsial program Frege
memperlihatkan bagaimana tradisi analitik terus berinteraksi dengan warisan
abad ke-19, sambil berusaha menjawab tantangan ontologis dan epistemologis yang
muncul dalam filsafat matematika kontemporer.¹¹
Footnotes
[1]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London:
Routledge, 1980), 123–25.
[2]
George Boolos, “The Standard of Equality of
Numbers,” Philosophical Review 83, no. 3 (1974): 321–32.
[3]
Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik
(Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §63.
[4]
Richard Heck, Reading Frege’s Grundgesetze
(Oxford: Oxford University Press, 2012), 45–47.
[5]
Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper
Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford:
Clarendon Press, 2001), 1–5.
[6]
Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as
Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 24–27.
[7]
Hartry Field, Realism, Mathematics, and Modality
(Oxford: Blackwell, 1989), 240–42.
[8]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to
Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 98–100.
[9]
Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy
(Fall 2021 Edition), s.v. “Frege’s Theorem and Foundations for Arithmetic.”
[10]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of
Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 162–65.
[11]
Stewart Shapiro, Foundations without
Foundationalism: A Case for Second-Order Logic (Oxford: Oxford University
Press, 1991), 115–17.
11.
Evaluasi Kritis Terpadu
Proyek intelektual Gottlob Frege menghadirkan
sebuah sintesis unik antara logika, filsafat bahasa, dan fondasi matematika.
Untuk menilai kontribusinya secara utuh, diperlukan evaluasi kritis yang
menimbang kekuatan, kelemahan, serta relevansi metodologis dari seluruh sistem
pemikirannya.
11.1. Kekuatan:
Presisi dan Inovasi
Kekuatan utama pemikiran Frege terletak pada
keberhasilannya merevolusi logika melalui kalkulus predikat.¹ Ia menegaskan
bahwa struktur proposisi dapat dianalisis dengan kerangka fungsi–argumen dan
bahwa kuantifikasi dapat diformalkan secara eksplisit. Inovasi ini tidak hanya
memecah dominasi logika silogistik Aristotelian, tetapi juga memungkinkan
analisis formal terhadap bahasa matematika.²
Selain itu, distingsi antara Sinn dan Bedeutung
memberikan dasar yang kokoh bagi semantik modern.³ Analisis ini memungkinkan
penjelasan yang elegan atas identitas informatif, komposisionalitas bahasa, dan
perbedaan antara makna proposisional dan nilai kebenaran. Kerangka ini kemudian
menjadi titik pijak bagi teori deskripsi Russell dan semantik Tarski, yang
keduanya membentuk fondasi bagi linguistik dan filsafat bahasa kontemporer.⁴
11.2. Kelemahan:
Ontologi dan Konsistensi
Namun, proyek Frege tidak bebas dari kelemahan
serius. Ontologi ekstensional yang ia gunakan melalui Basic Law V
terbukti rapuh, karena membuka jalan bagi paradoks Russell.⁵ Hal ini menyingkap
bahwa kebebasan dalam membentuk ekstensi konsep tidak dapat dipertahankan tanpa
meruntuhkan konsistensi sistem. Kelemahan kedua berkaitan dengan masalah Julius
Caesar: definisi bilangan Frege gagal memberikan kriteria identitas yang cukup
jelas, sehingga bilangan dapat diperlakukan secara keliru sebagai objek apa
pun.⁶
Lebih jauh, meskipun Frege menekankan objektivitas
makna dalam “ranah ketiga,” posisinya memunculkan perdebatan ontologis yang
belum terselesaikan: apakah makna benar-benar entitas objektif yang eksis
secara independen, ataukah mereka sekadar konstruksi teoretis?⁷ Kritik ini
menandai bahwa, di balik kekuatan analisis logis, sistem Frege tetap memikul
beban metafisik yang kontroversial.
11.3. Penilaian
Metodologis
Secara metodologis, proyek Frege menunjukkan
keberanian filosofis: ia berupaya membangun sistem menyeluruh yang
mengintegrasikan logika, bahasa, dan matematika.⁸ Namun, kegagalan konsistensi
dalam Grundgesetze der Arithmetik menjadi pelajaran penting bahwa
fondasi logis absolut bagi matematika mungkin tidak dapat dicapai. Dari sisi
lain, keberhasilan Frege’s Theorem dan neo-logikisme membuktikan bahwa
gagasan inti Frege masih relevan, meski harus dimodifikasi.⁹
Dengan demikian, evaluasi kritis atas pemikiran
Frege harus bersifat ganda: ia adalah pelopor yang membuka jalan bagi filsafat
analitik modern, tetapi juga contoh klasik bahwa proyek filosofis paling
ambisius dapat runtuh oleh paradoks internal. Posisi Frege tetap unik:
kegagalannya justru memperkaya filsafat dengan pertanyaan baru tentang makna,
logika, dan dasar matematika.¹⁰
Footnotes
[1]
Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der
arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis
Nebert, 1879), §2–5.
[2]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London:
Routledge, 1980), 33–36.
[3]
Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift
für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.
[4]
Bertrand Russell, “On Denoting,” Mind 14,
no. 56 (1905): 479–93; Alfred Tarski, “The Concept of Truth in Formalized
Languages,” in Logic, Semantics, Metamathematics, trans. J. H. Woodger
(Oxford: Clarendon Press, 1956), 152–278.
[5]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege
to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van
Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[6]
Frege, Die Grundlagen der Arithmetik
(Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §56.
[7]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language,
2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 155–57.
[8]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to
Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 85–87.
[9]
Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper
Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford:
Clarendon Press, 2001), 15–18.
[10]
William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind:
On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996):
207–9.
12.
Implikasi Lintas-Disiplin dan Arah Riset Lanjutan
Warisan intelektual Gottlob Frege tidak berhenti
pada ranah logika formal atau filsafat matematika semata. Karya-karyanya justru
memperlihatkan implikasi luas lintas disiplin yang memengaruhi berbagai bidang
ilmu modern, mulai dari semantik formal, filsafat bahasa, hingga ilmu komputer dan
ilmu kognitif. Evaluasi atas implikasi ini sekaligus membuka arah penelitian
baru yang relevan untuk konteks kontemporer.
12.1. Logika dan
Fondasi Matematika Modern
Paradoks yang muncul dari Basic Law V telah
mendorong lahirnya teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan Aksioma Pilihan
(ZFC), yang hingga kini menjadi kerangka dominan fondasi matematika.¹ Kendati
proyek asli Frege gagal, kerangka logis yang ia ciptakan tetap menjadi basis
bagi pengembangan teori model dan teori bukti.² Secara metodologis, pelajaran
dari kegagalan Grundgesetze der Arithmetik mengingatkan bahwa
pembangunan sistem formal harus mempertimbangkan konsistensi dan keterbatasan
internal. Penelitian lanjutan dalam logika matematis, seperti studi tentang
fragmentasi predikatif sistem Frege, menunjukkan bahwa sebagian besar
konstruksi aritmetika tetap dapat direkonstruksi tanpa melibatkan paradoks.³
12.2. Semantik
Formal dan Linguistik Kontemporer
Distingsi Sinn dan Bedeutung menjadi
landasan semantik komposisional dalam linguistik modern.⁴ Richard Montague,
misalnya, mengembangkan Montague Grammar untuk menunjukkan bahwa bahasa
alami dapat dianalisis dengan perangkat logika formal ala Frege.⁵ Hal ini
membuka ruang riset interdisipliner antara filsafat bahasa, linguistik, dan
logika formal. Penelitian kontemporer dalam semantik formal, terutama di bidang
semantik intensional dan semantik dinamis, masih menggunakan prinsip-prinsip
Fregean sebagai titik berangkat.⁶ Arah riset lanjutan dapat mencakup penerapan
prinsip konteks Frege dalam pemrosesan bahasa alami (NLP), termasuk analisis
semantik korpus dan sistem kecerdasan buatan berbasis bahasa.
12.3. Ilmu Komputer
dan Kecerdasan Buatan
Kalkulus predikat Frege menjadi dasar bagi desain
bahasa pemrograman deklaratif seperti Prolog, serta sistem inferensi dalam
kecerdasan buatan.⁷ Konsep komposisionalitas juga berpengaruh pada teori
representasi pengetahuan dalam ilmu komputer. Dengan semakin berkembangnya machine
learning dan NLP, gagasan Frege mengenai ranah makna objektif dapat
dijadikan kerangka kritis untuk menilai apakah sistem berbasis data benar-benar
“memahami” makna atau sekadar melakukan pemrosesan simbolik.⁸ Penelitian ke
depan dapat menjajaki integrasi antara semantik formal Fregean dengan model
distribusional dalam NLP, sehingga menghasilkan representasi makna yang lebih
kaya.
12.4. Filsafat
Kognitif dan Epistemologi
Gagasan Frege tentang pikiran (Gedanken)
sebagai entitas objektif menimbulkan pertanyaan baru dalam filsafat kognitif:
apakah makna dan proposisi dapat direduksi pada representasi mental, ataukah
mereka harus dipahami sebagai struktur logis independen?⁹ Riset lintas-disiplin
antara filsafat, psikologi kognitif, dan ilmu saraf dapat mengeksplorasi validitas
anti-psikologisme Frege dalam era ilmu otak modern.
12.5. Arah Riset
Lanjutan
Beberapa arah riset potensial meliputi:
·
Reinterpretasi Prinsip Konteks Frege untuk semantik korpus dalam linguistik komputasional.
·
Studi komparatif Frege–Tarski terkait teori kebenaran, untuk meninjau ulang konsep nilai kebenaran
dalam sistem formal.
·
Evaluasi ulang anti-psikologisme Frege dalam konteks ilmu kognitif kontemporer, terutama mengenai
hubungan antara representasi mental dan makna logis.
·
Pengembangan neo-logikisme lanjutan, dengan eksplorasi prinsip-prinsip baru yang dapat menggantikan BLV
tanpa kehilangan kekuatan deduktif.¹⁰
Dengan demikian, implikasi lintas-disiplin dari
pemikiran Frege menunjukkan bahwa meskipun proyek logikisme klasiknya runtuh,
kerangka konseptual yang ia bangun tetap menjadi sumber inspirasi produktif.
Dari logika formal hingga ilmu komputer modern, Frege tetap relevan sebagai
arsitek intelektual yang memperluas cakrawala riset filosofis dan ilmiah.
Footnotes
[1]
Gregory H. Moore, Zermelo’s Axiom of Choice: Its
Origins, Development, and Influence (New York: Springer, 1982), 22–25.
[2]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of
Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 41–44.
[3]
Richard G. Heck, “The Development of Arithmetic in
Frege’s Grundgesetze der Arithmetik,” Journal of Symbolic Logic
58, no. 2 (1993): 579–601.
[4]
Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift
für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.
[5]
Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria
36, no. 3 (1970): 373–98.
[6]
Barbara Partee, Compositionality in Formal
Semantics: Selected Papers (Oxford: Blackwell, 2004), 135–39.
[7]
John F. Sowa, Knowledge Representation: Logical,
Philosophical, and Computational Foundations (Pacific Grove, CA:
Brooks/Cole, 2000), 48–53.
[8]
Emily M. Bender and Alexander Koller, “Climbing
towards NLU: On Meaning, Form, and Understanding in the Age of Data,” Proceedings
of ACL (2020): 5185–98.
[9]
Dirk Greimann, “Frege’s Conception of Thoughts: A
Neo-Fregean Perspective,” Grazer Philosophische Studien 65, no. 1
(2002): 1–30.
[10]
Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper
Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford:
Clarendon Press, 2001), 20–24.
13.
Kesimpulan
Pemikiran Gottlob
Frege merupakan salah satu tonggak paling menentukan dalam sejarah filsafat
modern, khususnya dalam bidang logika, filsafat bahasa, dan fondasi
matematika.¹ Melalui Begriffsschrift (1879), ia merintis
logika predikat yang menggantikan dominasi silogistik Aristotelian dan membuka
jalan bagi analisis formal yang menjadi standar hingga hari ini.² Selanjutnya,
dalam Die
Grundlagen der Arithmetik (1884), Frege mengajukan tesis logikisme
bahwa aritmetika adalah cabang dari logika, dengan menegaskan prinsip konteks
dan definisi bilangan sebagai ekstensi konsep.³ Upaya ini mencapai bentuk
paling sistematis dalam Grundgesetze der Arithmetik
(1893/1903), meskipun akhirnya runtuh akibat paradoks Russell yang mengguncang
validitas Basic
Law V.⁴
Meskipun proyek
aslinya gagal, kontribusi konseptual Frege tetap monumental. Distingsi antara Sinn
dan Bedeutung
dalam esai “Über Sinn und Bedeutung” (1892) meletakkan dasar bagi semantik
formal dan analisis bahasa, sekaligus memengaruhi generasi berikutnya, termasuk
Russell, Wittgenstein, dan Lingkaran Wina.⁵ Dengan kerangka anti-psikologisme,
Frege menegaskan objektivitas hukum logika dan makna, bahkan memperkenalkan
gagasan tentang “ranah ketiga” yang terus memicu perdebatan metafisik hingga
kini.⁶
Evaluasi kritis
menunjukkan bahwa kekuatan Frege terletak pada presisi formal dan kerangka
konseptual yang kaya, sementara kelemahannya terdapat pada beban ontologis
ekstensional dan masalah konsistensi dalam Grundgesetze.⁷ Namun, gerakan
neo-logikisme modern, yang memanfaatkan Hume’s Principle untuk menghindari
kontradiksi, membuktikan bahwa inti dari proyek Frege masih hidup dan relevan.⁸
Selain itu, implikasi lintas-disiplin—dari teori semantik dalam linguistik
hingga representasi pengetahuan dalam ilmu komputer—menunjukkan daya tahan
pemikirannya melampaui konteks abad ke-19.⁹
Dengan demikian,
kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Frege bukan hanya pelopor logika
simbolik, melainkan juga arsitek intelektual yang meletakkan fondasi bagi
filsafat analitik. Kegagalannya justru memperkaya filsafat dengan
pertanyaan-pertanyaan baru yang tetap relevan: tentang status bilangan, makna
bahasa, dan batas sistem formal.¹⁰ Melalui keberanian intelektual dan kedalaman
analisis, Frege telah memastikan dirinya sebagai salah satu pemikir paling
berpengaruh dalam sejarah filsafat modern.¹¹
Footnotes
[1]
Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall
2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.
[2]
Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen
nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert,
1879).
[3]
Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm
Koebner, 1884), §62–70.
[4]
Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source
Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.
[5]
Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und
philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.
[6]
Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 97–101.
[7]
Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1991), 162–65.
[8]
Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper Study: Essays
toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford: Clarendon Press,
2001), 15–18.
[9]
Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria 36, no. 3
(1970): 373–98.
[10]
Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic
Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 98–102.
[11]
Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York:
Free Press, 1990), 53–56.
Daftar Pustaka
Beaney, M. (2021). Gottlob
Frege. In E. N. Zalta (Ed.), The
Stanford encyclopedia of philosophy (Fall 2021 ed.). Stanford
University.
Boolos, G. (1974). The
standard of equality of numbers. Philosophical Review, 83(3), 321–332.
Bender, E. M., &
Koller, A. (2020). Climbing towards NLU: On meaning, form, and understanding in
the age of data. In Proceedings of ACL (pp. 5185–5198). Association
for Computational Linguistics.
Carnap, R. (1934). Logische
Syntax der Sprache. Springer.
Dummett, M. (1981). Frege:
Philosophy of language (2nd ed.). Harvard University Press.
Dummett, M. (1991). Frege:
Philosophy of mathematics. Harvard University Press.
Ewald, W. (Ed.). (1996). From
Kant to Hilbert: A source book in the foundations of mathematics (Vol. 2).
Clarendon Press.
Frege, G. (1874). Über
eine geometrische Darstellung der imaginären Gebilde in der Ebene.
Friedrich Frommann.
Frege, G. (1879). Begriffsschrift:
Eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens.
Louis Nebert.
Frege, G. (1884). Die
Grundlagen der Arithmetik. Wilhelm Koebner.
Frege, G. (1892). Über Sinn
und Bedeutung. Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik, 100,
25–50.
Frege, G. (1893/1903). Grundgesetze
der Arithmetik (Vols. 1–2). Hermann Pohle.
Frege, G. (1892/1967). Der
Gedanke. In I. Angelelli (Ed.), Kleine Schriften (pp. 342–361). Georg
Olms.
Friedman, M. (1999). Reconsidering
logical positivism. Cambridge University Press.
Greimann, D. (2001).
Frege’s early work and the foundations of logicism. History and Philosophy
of Logic, 22(2), 119–135.
Greimann, D. (2002).
Frege’s conception of thoughts: A neo-Fregean perspective. Grazer
Philosophische Studien, 65(1), 1–30.
Hale, B., & Wright, C.
(2001). The reason’s proper study: Essays toward a neo-Fregean philosophy
of mathematics. Clarendon Press.
Heck, R. G. (1993). The
development of arithmetic in Frege’s Grundgesetze der Arithmetik. Journal
of Symbolic Logic, 58(2), 579–601.
Heck, R. G. (2012). Reading
Frege’s Grundgesetze. Oxford University Press.
Hilbert, D. (1900). Über
den Zahlbegriff. Jahresbericht der Deutschen Mathematiker-Vereinigung, 8,
180–184.
Mill, J. S. (1843). A
system of logic. John W. Parker.
Monk, R. (1990). Ludwig
Wittgenstein: The duty of genius. Free Press.
Montague, R. (1970).
Universal grammar. Theoria, 36(3), 373–398.
Moore, G. H. (1982). Zermelo’s
axiom of choice: Its origins, development, and influence. Springer.
Partee, B. H. (2004). Compositionality
in formal semantics: Selected papers. Blackwell.
Russell, B. (1905). On
denoting. Mind, 14(56), 479–493.
Russell, B. (1903). The
principles of mathematics. Cambridge University Press.
Russell, B. (1967). Letter
to Frege. In J. van Heijenoort (Ed.), From Frege to Gödel: A source book in
mathematical logic, 1879–1931 (pp. 124–125). Harvard University Press.
Shapiro, S. (1991). Foundations
without foundationalism: A case for second-order logic. Oxford University
Press.
Sluga, H. (1980). Gottlob
Frege. Routledge.
Sowa, J. F. (2000). Knowledge
representation: Logical, philosophical, and computational foundations.
Brooks/Cole.
Tait, W. W. (1996). Frege
versus Cantor and Dedekind: On the concept of number. Philosophy of
Mathematics, 5(3), 206–211.
Tarski, A. (1956). The
concept of truth in formalized languages (J. H. Woodger, Trans.). In A. Tarski,
Logic, semantics, metamathematics (pp. 152–278). Clarendon Press.
Weiner, J. (2004). Frege
explained: From arithmetic to analytic philosophy. Open Court.
Whitehead, A. N., &
Russell, B. (1910). Principia mathematica (Vol. 1). Cambridge
University Press.
Wright, C. (1983). Frege’s
conception of numbers as objects. Aberdeen University Press.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar