Senin, 29 September 2025

Pemikiran Gottlob Frege: Rekonstruksi Logika Modern, Teori Makna, dan Dasar-Dasar Aritmetika

Pemikiran Gottlob Frege

Rekonstruksi Logika Modern, Teori Makna, dan Dasar-Dasar Aritmetika


Alihkan ke: Tokoh-Tokoh Filsafat, Tokoh-Tokoh Filsafat Islam.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif pemikiran Gottlob Frege, seorang filsuf logika modern yang dianggap sebagai peletak dasar filsafat analitik dan logika simbolik. Analisis dimulai dari kontribusinya dalam Begriffsschrift (1879) yang merevolusi logika melalui kalkulus predikat, berlanjut pada Die Grundlagen der Arithmetik (1884) yang memformulasikan tesis logikisme dan prinsip konteks, hingga proyek besar Grundgesetze der Arithmetik (1893/1903) yang runtuh akibat paradoks Russell. Selain membedah dimensi logika dan fondasi matematika, artikel ini juga menelaah kontribusi Frege dalam filsafat bahasa melalui distingsi Sinn (sense) dan Bedeutung (reference) yang menjadi fondasi semantik formal modern.

Lebih jauh, artikel ini menyoroti aspek ontologis dan metafisik dalam pemikiran Frege, seperti distingsi konsep–objek dan gagasan tentang “ranah ketiga” sebagai locus objektivitas makna. Bagian selanjutnya menguraikan kontroversi yang mengiringi pemikirannya—perdebatan dengan Hilbert, kegagalan Basic Law V, serta polemik interpretatif antara Dummett dan penafsir lain—serta resepsi intelektual yang memengaruhi Russell, Wittgenstein, Carnap, hingga Montague. Artikel ini juga membahas kebangkitan neo-logikisme yang berusaha menyelamatkan inti program Frege melalui Hume’s Principle dan Frege’s Theorem.

Secara metodologis, artikel ini menegaskan kekuatan Frege dalam merancang kerangka logis yang presisi, tetapi juga menunjukkan keterbatasannya dalam aspek ontologi dan konsistensi sistem formal. Implikasi lintas-disiplin dari pemikirannya meluas ke linguistik, ilmu komputer, dan filsafat kognitif, sekaligus membuka ruang riset lanjutan terkait semantik formal, representasi pengetahuan, serta fondasi matematika modern. Dengan demikian, Frege tidak hanya dikenang sebagai perintis logika modern, tetapi juga sebagai arsitek intelektual yang memengaruhi arah filsafat abad ke-20 dan tetap relevan dalam perdebatan kontemporer.

Kata Kunci: Frege; logikisme; Begriffsschrift; Die Grundlagen der Arithmetik; Grundgesetze der Arithmetik; sense–reference; filsafat bahasa; ontologi logis; neo-logikisme; filsafat analitik.


PEMBAHASAN

Telaah Kritis atas Pemikiran Gottlob Frege


1.           Pendahuluan: Latar, Ruang Lingkup, dan Metode

Gottlob Frege (1848–1925) sering dianggap sebagai peletak dasar logika modern sekaligus salah satu pendiri filsafat analitik.¹ Melalui karya monumentalnya Begriffsschrift (1879), ia memperkenalkan kalkulus predikat yang merevolusi cara berpikir logis dengan meninggalkan tradisi silogistik Aristotelian dan memperkenalkan sistem formal yang lebih presisi.² Perkembangan ini tidak hanya berimplikasi bagi logika, melainkan juga membentuk fondasi filsafat bahasa, matematika, hingga semantik formal kontemporer.³

Latar belakang pemikiran Frege lahir dari kegelisahannya atas status epistemologis aritmetika. Ia berusaha menunjukkan bahwa hukum-hukum aritmetika bukan sekadar generalisasi empiris ataupun hasil konstruksi psikologis, melainkan dapat diturunkan dari prinsip-prinsip logika murni.⁴ Melalui proyek logikisme, Frege menegaskan tesis bahwa “aritmetika adalah cabang dari logika” dan berupaya mengonstruksi ulang bilangan sebagai entitas yang terdefinisi secara logis.⁵ Namun, program ini menghadapi kegagalan mendasar setelah Bertrand Russell menemukan paradoks dalam Grundgesetze der Arithmetik (1893/1903).⁶ Meskipun demikian, gagasan-gagasan Frege tetap menjadi titik pijak utama bagi berbagai aliran filsafat abad ke-20, dari analisis bahasa hingga teori semantik.⁷

Ruang lingkup artikel ini mencakup tiga ranah utama dari pemikiran Frege: (1) revolusi logika formal dalam Begriffsschrift, (2) proyek logikisme dalam Die Grundlagen der Arithmetik dan Grundgesetze der Arithmetik, serta (3) kontribusi fundamental pada filsafat bahasa melalui esai “Über Sinn und Bedeutung” (1892). Kajian ini akan menguraikan secara sistematis konteks historis, isi konseptual, serta perdebatan filosofis yang muncul dari karya-karya tersebut. Selain itu, artikel juga akan meninjau pengaruh Frege terhadap generasi filsuf sesudahnya—terutama Russell, Wittgenstein awal, Carnap, dan perkembangan neo-logikisme—serta relevansi gagasannya dalam perdebatan filsafat kontemporer.

Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah telaah pustaka kritis dengan menitikberatkan pada sumber primer, yaitu karya-karya asli Frege, serta sumber sekunder otoritatif seperti Stanford Encyclopedia of Philosophy (SEP), Internet Encyclopedia of Philosophy (IEP), dan studi monograf Michael Dummett serta Christopher Peacocke.⁸ Telaah ini bersifat analitis-kritis dengan pendekatan historis-filosofis: menelusuri argumen, menimbang kekuatan dan kelemahan, serta menunjukkan kontribusi yang masih relevan hingga saat ini. Dengan demikian, artikel ini bertujuan tidak hanya mendeskripsikan pemikiran Frege, tetapi juga mengevaluasi posisinya dalam perkembangan logika, filsafat bahasa, dan fondasi matematika.


Footnotes

[1]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[2]                Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879).

[3]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 15–17.

[4]                Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §2–3.

[5]                Ibid., §87.

[6]                Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[7]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 5–7.

[8]                Lihat, misalnya, Beaney, “Gottlob Frege,” SEP; Joan Weiner, Frege Explained; Dummett, Frege: Philosophy of Language; serta Christopher Peacocke, A Study of Concepts (Cambridge, MA: MIT Press, 1992).


2.           Biografi Intelektual Singkat

Gottlob Frege (1848–1925) lahir di Wismar, sebuah kota pelabuhan kecil di Jerman Utara, pada 8 November 1848.¹ Ayahnya, Carl Alexander Frege, adalah seorang guru dan kepala sekolah, sementara ibunya, Auguste Wilhelmine Sophie Frege, mengambil alih pengelolaan sekolah setelah sang ayah meninggal ketika Frege masih berusia muda.² Lingkungan keluarga yang sarat dengan tradisi pendidikan ini memberikan pengaruh awal yang signifikan terhadap minat intelektual Frege, khususnya dalam bidang matematika dan logika.

Pada tahun 1869, Frege memulai studi di Universitas Jena, tempat ia berguru kepada filsuf Kuno Fischer dan ahli matematika Ernst Abbe.³ Fischer memberikan fondasi filosofis yang menekankan analisis kritis terhadap teks-teks klasik Kant dan Hegel, sementara Abbe mendorong penguasaan matematis yang ketat. Kombinasi keduanya membentuk karakter intelektual Frege yang unik: ketertarikan pada filsafat teoretis sekaligus kemampuan teknis dalam matematika. Setelah menyelesaikan studi awal, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Göttingen, salah satu pusat matematika terbesar pada masa itu. Di Göttingen, ia terpengaruh oleh tradisi matematika rigoristik yang sedang berkembang, meski tidak banyak berinteraksi langsung dengan tokoh besar seperti Riemann yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya.⁴

Pada tahun 1874, Frege kembali ke Jena untuk menyelesaikan habilitasi, sebuah syarat untuk dapat mengajar di universitas. Disertasi habilitasinya, Über eine geometrische Darstellung der imaginären Gebilde in der Ebene (Tentang Representasi Geometris dari Objek Imajiner di Bidang), meskipun tidak inovatif secara besar-besaran, menunjukkan kecenderungan Frege untuk mengembangkan representasi formal dalam matematika.⁵ Pada 1879, ia menerbitkan Begriffsschrift, yang kemudian diakui sebagai karya revolusioner karena memperkenalkan kalkulus predikat pertama. Karya ini pada awalnya hampir tidak mendapat perhatian luas di dunia akademik, namun menjadi fondasi bagi perkembangan logika modern abad ke-20.⁶

Frege mengabdikan hampir seluruh karier akademiknya di Universitas Jena, di mana ia diangkat menjadi profesor luar biasa (ausserordentlicher Professor) pada 1896.⁷ Meskipun status akademiknya relatif rendah dibandingkan dengan pencapaiannya, Frege tetap produktif menulis. Di antara karya-karya pentingnya adalah Die Grundlagen der Arithmetik (1884), Grundgesetze der Arithmetik (1893/1903), serta sejumlah artikel berpengaruh seperti “Über Sinn und Bedeutung” (1892). Karya-karya ini mencerminkan dua bidang utama minatnya: fondasi aritmetika dan filsafat bahasa.

Dalam kehidupan pribadinya, Frege dikenal sebagai sosok yang tertutup dan cenderung soliter. Ia tidak banyak menjalin komunikasi dengan filsuf dan matematikawan lain, kecuali melalui surat-menyurat dengan tokoh-tokoh seperti Bertrand Russell, Giuseppe Peano, dan David Hilbert.⁸ Hubungannya dengan Russell menjadi sangat penting karena melalui surat pada 1902, Russell menunjukkan adanya kontradiksi dalam sistem logika Frege, yang kemudian dikenal sebagai Paradoks Russell.⁹ Frege menerima kritik tersebut dengan sikap terbuka, bahkan menambahkan lampiran khusus dalam jilid kedua Grundgesetze der Arithmetik untuk mengakui kelemahan sistemnya.¹⁰

Meskipun kontribusinya tidak banyak diakui pada masa hidupnya—bahkan ia pensiun pada 1918 tanpa penghormatan akademik yang memadai—pemikiran Frege memperoleh pengaruh luar biasa pada abad ke-20.¹¹ Karyanya menjadi sumber inspirasi utama bagi filsafat analitik, memengaruhi Russell dan Whitehead dalam Principia Mathematica serta Wittgenstein dalam Tractatus Logico-Philosophicus.¹² Dengan demikian, meski Frege meninggal dalam kesunyian pada 26 Juli 1925 di Bad Kleinen, warisan intelektualnya terus bertahan dan bahkan semakin relevan dalam diskursus filsafat dan logika kontemporer.


Footnotes

[1]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[2]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 5–7.

[3]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 11–12.

[4]                Dirk Greimann, “Frege’s Early Work and the Foundations of Logicism,” History and Philosophy of Logic 22, no. 2 (2001): 119–21.

[5]                Gottlob Frege, Über eine geometrische Darstellung der imaginären Gebilde in der Ebene (Jena: Friedrich Frommann, 1874).

[6]                Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879).

[7]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 3–4.

[8]                Beaney, “Gottlob Frege,” SEP.

[9]                Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[10]             Gottlob Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 2 (Jena: Hermann Pohle, 1903), Lampiran.

[11]             Weiner, Frege Explained, 17–19.

[12]             Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York: Free Press, 1990), 47–50.


3.           Revolusi Notasi dan Sistem: Begriffsschrift (1879)

Terbitnya Begriffsschrift pada tahun 1879 menandai sebuah revolusi dalam sejarah logika.¹ Karya ini secara harfiah berarti “bahasa konsep” dan berfungsi sebagai sebuah kalkulus formal yang dirancang untuk mengekspresikan isi pemikiran secara presisi matematis. Frege menegaskan bahwa bahasa alami penuh dengan ambiguitas sehingga tidak memadai untuk analisis logis yang ketat.² Oleh karena itu, ia memperkenalkan sistem simbolis baru yang tidak sekadar memperluas logika tradisional Aristotelian, melainkan benar-benar menciptakan kerangka logika modern.³

Inti inovasi Frege terletak pada dua aspek: pertama, pengenalan struktur fungsi–argumen sebagai kerangka analisis proposisi; kedua, formulasi kuantifikasi universal dan eksistensial dalam bentuk yang eksplisit.⁴ Melalui perangkat ini, Frege berhasil mengatasi keterbatasan silogistik tradisional yang tidak mampu menangani proposisi dengan kuantifikasi ganda atau pernyataan matematis kompleks. Misalnya, kalimat matematika seperti “untuk setiap bilangan ada bilangan yang lebih besar” dapat direpresentasikan secara sistematis dalam Begriffsschrift, sesuatu yang mustahil dalam kerangka logika Aristotelian.⁵

Selain itu, Begriffsschrift memperkenalkan sistem notasi diagramatis yang khas. Alih-alih menggunakan simbol-simbol algebrais konvensional, Frege memilih representasi garis vertikal dan horizontal untuk menunjukkan hubungan logis, yang kemudian menjadi inspirasi awal bagi perkembangan kalkulus predikat.⁶ Meskipun notasi Frege dianggap sulit dipahami bahkan oleh sezamannya, esensi struktural dari sistem ini menjadi tonggak penting dalam lahirnya logika simbolik modern.⁷

Metodologis, Frege menekankan bahwa logika harus dibedakan dari psikologi. Ia menolak pandangan yang menyamakan hukum logika dengan hukum berpikir subjektif, suatu pandangan yang lazim di Jerman pada abad ke-19.⁸ Dengan demikian, Begriffsschrift bukan hanya proyek teknis, melainkan juga program filosofis yang menegaskan objektivitas hukum logika sebagai kerangka normatif bagi penalaran.

Meskipun awalnya karya ini kurang mendapat perhatian luas—bahkan ditanggapi dingin oleh banyak matematikawan kontemporer—dampaknya baru benar-benar dirasakan setelah Russell, Peano, dan Hilbert mengakui nilai fundamentalnya.⁹ Sejak saat itu, Begriffsschrift dipandang sebagai permulaan era baru logika yang secara langsung membuka jalan bagi teori himpunan, fondasi aritmetika, dan perkembangan filsafat analitik.¹⁰


Footnotes

[1]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[2]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 21–23.

[3]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 34–35.

[4]                Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879), §2–5.

[5]                Dirk Greimann, “Frege’s Early Work and the Foundations of Logicism,” History and Philosophy of Logic 22, no. 2 (2001): 124–26.

[6]                Frege, Begriffsschrift, §9–12.

[7]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 8–9.

[8]                Beaney, “Gottlob Frege,” SEP.

[9]                Bertrand Russell, Principles of Mathematics (Cambridge: Cambridge University Press, 1903), 8–10.

[10]             William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 206–8.


4.           Proyek Logikisme I: Die Grundlagen der Arithmetik (1884)

Publikasi Die Grundlagen der Arithmetik (1884) merupakan titik krusial dalam upaya Gottlob Frege meletakkan dasar filsafat matematika modern.¹ Karya ini lahir dari kegelisahan Frege atas status epistemologis bilangan: apakah bilangan merupakan entitas empiris yang diperoleh melalui pengalaman ataukah ia memiliki status objektif yang dapat dijelaskan secara rasional? Frege menolak pandangan empirisme—seperti yang dikemukakan oleh John Stuart Mill—yang menganggap aritmetika sebagai generalisasi dari pengalaman.² Ia juga menolak psikologisme yang populer di Jerman abad ke-19, yakni pandangan yang menyamakan hukum logika dan bilangan dengan proses mental manusia.³

Dalam Grundlagen, Frege merumuskan Prinsip Konteks (Context Principle), yakni bahwa makna sebuah kata hanya dapat dipahami dalam konteks kalimat lengkap.⁴ Prinsip ini menjadi dasar pendekatan semantik yang menekankan bahwa istilah numerik, seperti “dua” atau “tiga,” tidak berdiri sebagai nama benda, melainkan memperoleh maknanya dalam struktur proposisional. Dengan prinsip ini, Frege berupaya menghindari reduksi bilangan menjadi entitas empiris atau psikologis, serta memastikan bahwa pembicaraan tentang bilangan dapat dianalisis secara logis.

Frege juga memperkenalkan definisi aritmetika melalui analisis konsep dan fungsi. Ia menegaskan bahwa bilangan adalah hasil dari penerapan konsep tingkat kedua, yaitu konsep “jumlah objek yang jatuh di bawah suatu konsep tertentu.”⁵ Misalnya, bilangan “tiga” tidak merujuk pada suatu benda tertentu, melainkan pada ekstensi dari konsep “memiliki tiga unsur.” Melalui pendekatan ini, Frege mencoba memberikan definisi non-psikologis dan objektif tentang bilangan.

Namun, di dalam Grundlagen pula muncul problem yang kemudian dikenal sebagai “masalah Julius Caesar.” Frege menanyakan apakah definisi yang ia tawarkan cukup untuk mencegah pernyataan absurd seperti “Julius Caesar adalah bilangan.”⁶ Permasalahan ini menunjukkan bahwa definisi Frege belum memberikan kriteria identitas yang jelas bagi bilangan sebagai objek logis. Meski demikian, masalah ini juga memperlihatkan kejujuran intelektual Frege dalam menghadapi keterbatasan konseptual teorinya.

Secara metodologis, Grundlagen menandai usaha serius pertama dalam filsafat modern untuk membangun aritmetika di atas landasan logika. Buku ini bukan sekadar eksposisi teknis, tetapi juga polemik filosofis yang secara sistematis menyerang pandangan empirisme, intuisionisme awal, dan psikologisme.⁷ Meski proyek logikisme Frege belum mencapai bentuk finalnya dalam karya ini, Grundlagen berhasil membuka jalan menuju pengembangan lebih lanjut dalam Grundgesetze der Arithmetik (1893/1903).

Dengan demikian, Die Grundlagen der Arithmetik dapat dipandang sebagai tonggak peralihan: di satu sisi ia meruntuhkan otoritas empirisme dan psikologisme dalam memahami aritmetika, dan di sisi lain ia memberikan fondasi bagi program logikisme yang lebih ambisius. Pengaruhnya meluas hingga ke abad ke-20, terutama dalam membentuk tradisi filsafat analitik serta perdebatan tentang status ontologis bilangan.⁸


Footnotes

[1]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Frege’s Theorem and Foundations for Arithmetic,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[2]                John Stuart Mill, A System of Logic (London: John W. Parker, 1843), Book II, chap. 7.

[3]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 45–47.

[4]                Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §62.

[5]                Ibid., §68–70.

[6]                Ibid., §56; lihat juga Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 49–51.

[7]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 14–16.

[8]                Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 5–7.


5.           Proyek Logikisme II: Grundgesetze der Arithmetik (1893/1903)

Setelah mengemukakan gagasan awalnya dalam Die Grundlagen der Arithmetik (1884), Gottlob Frege melanjutkan proyek logikisme secara lebih teknis dan sistematis dalam dua jilid Grundgesetze der Arithmetik (1893 dan 1903).¹ Karya ini dimaksudkan sebagai upaya puncak Frege untuk mendemonstrasikan bahwa seluruh aritmetika dapat diturunkan dari prinsip-prinsip logika murni. Jika Grundlagen bersifat filosofis dan polemis, maka Grundgesetze berkarakter formal dan teknis, dengan perangkat simbolis yang lebih canggih untuk mendukung klaim logikisme.²

Elemen sentral dari sistem Frege dalam Grundgesetze adalah Basic Law V (BLV), yang menetapkan bahwa ekstensi dari dua fungsi konsep adalah identik jika dan hanya jika fungsi-fungsi tersebut memiliki nilai yang sama untuk setiap argumen.³ Dengan kata lain, BLV berfungsi sebagai prinsip identitas untuk “ekstensi konsep” (extensions of concepts), yang dipandang Frege sebagai entitas objektif tempat bilangan dapat didefinisikan. Melalui kerangka ini, Frege mendefinisikan bilangan sebagai objek logis yang diturunkan dari ekstensi konsep, sehingga berupaya menjawab masalah Julius Caesar yang sebelumnya membayangi Grundlagen.⁴

Namun, BLV terbukti menjadi titik lemah fatal dari sistem Frege. Pada tahun 1902, Bertrand Russell mengirimkan surat kepada Frege yang menunjukkan bahwa BLV menghasilkan kontradiksi logis yang kemudian dikenal sebagai Paradoks Russell.⁵ Paradoks ini muncul ketika kita mempertimbangkan “himpunan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri” — sebuah konstruksi yang membuat sistem Frege tidak konsisten. Kontradiksi tersebut menghancurkan fondasi logikisme Frege karena menyingkap bahwa sistem formal yang ia bangun memungkinkan pembentukan objek kontradiktif.⁶

Frege menanggapi kabar tersebut dengan penuh keterkejutan, namun juga kejujuran intelektual. Dalam jilid kedua Grundgesetze (1903), ia menambahkan lampiran panjang yang berisi pengakuan bahwa sistemnya runtuh karena kontradiksi Russell.⁷ Ia mencoba menyelamatkan sistem dengan merevisi BLV, tetapi upaya tersebut tidak berhasil. Akibatnya, proyek logikisme dalam bentuk asli Frege secara umum dianggap gagal, meskipun gagasan-gagasannya tetap mengilhami perkembangan logika abad ke-20.⁸

Meskipun sistemnya kolaps, Grundgesetze memberikan kontribusi metodologis yang luar biasa. Pertama, ia memperlihatkan bahwa logika dapat diperlakukan sebagai bahasa formal yang ketat, membuka jalan bagi perkembangan teori himpunan, teori model, dan metamatematika.⁹ Kedua, upaya Frege menjadi titik awal bagi generasi penerus seperti Russell dan Whitehead dalam Principia Mathematica (1910–1913), serta mendorong munculnya diskusi mendalam tentang batas-batas konsistensi dalam sistem formal.¹⁰ Ketiga, proyek ini pada akhirnya melahirkan gerakan neo-logikisme abad ke-20 yang berusaha menyelamatkan inti program Frege dengan mengganti BLV dengan prinsip yang lebih aman, seperti Hume’s Principle.¹¹

Dengan demikian, Grundgesetze der Arithmetik menandai puncak sekaligus kegagalan dari proyek logikisme Frege. Di satu sisi, karya ini menegaskan ambisi filosofis untuk meletakkan aritmetika di atas dasar logika murni. Di sisi lain, kontradiksi internal yang melemahkannya menunjukkan keterbatasan pendekatan logis mutlak, sekaligus membuka jalan bagi refleksi baru mengenai fondasi matematika di abad ke-20.¹²


Footnotes

[1]                Gottlob Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 1 (Jena: Hermann Pohle, 1893); vol. 2 (Jena: Hermann Pohle, 1903).

[2]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 35–38.

[3]                Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 1, §20.

[4]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 73–76.

[5]                Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[6]                Gregory H. Moore, Zermelo’s Axiom of Choice: Its Origins, Development, and Influence (New York: Springer, 1982), 17–19.

[7]                Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 2, “Appendix.”

[8]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 112–14.

[9]                William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 209–11.

[10]             Alfred North Whitehead and Bertrand Russell, Principia Mathematica, vol. 1 (Cambridge: Cambridge University Press, 1910), xiii–xv.

[11]             Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 12–14.

[12]             Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy, s.v. “Frege’s Theorem and Foundations for Arithmetic.”


6.           Filsafat Bahasa: Über Sinn und Bedeutung (1892)

Esai Über Sinn und Bedeutung (1892) merupakan salah satu karya paling berpengaruh dalam filsafat bahasa modern.¹ Di dalamnya, Frege memperkenalkan distingsi konseptual antara Sinn (sense/makna) dan Bedeutung (reference/referensi), yang kemudian menjadi fondasi bagi semantik formal abad ke-20. Dengan analisis ini, Frege berupaya menjawab pertanyaan klasik: bagaimana mungkin sebuah identitas seperti “Bintang Kejora = Bintang Fajar” bersifat informatif, padahal kedua istilah itu merujuk pada objek yang sama, yakni planet Venus?²

Menurut Frege, setiap ekspresi linguistik memiliki dua aspek: Bedeutung merujuk pada objek yang ditunjuk oleh ekspresi, sedangkan Sinn adalah cara penyajian (mode of presentation) objek tersebut.³ Dengan demikian, “Bintang Kejora” dan “Bintang Fajar” memiliki referensi identik (Venus), tetapi berbeda dalam makna karena masing-masing menghadirkan objek melalui perspektif konseptual yang berlainan. Distingsi ini memungkinkan Frege menjelaskan mengapa pernyataan identitas dapat menambah informasi baru: meskipun referensinya sama, sensenya berbeda.⁴

Frege juga memperluas gagasan ini pada kalimat secara keseluruhan. Ia menegaskan bahwa nilai kebenaran (truth-value) merupakan referensi (Bedeutung) dari sebuah kalimat, sedangkan kandungan proposisionalnya adalah sense.⁵ Artinya, kalimat “Salju itu putih” merujuk pada nilai kebenaran (benar), sementara sense-nya adalah cara tertentu menyajikan fakta. Dengan kerangka ini, Frege memberikan dasar bagi analisis semantik komposisional, di mana makna kalimat ditentukan oleh makna bagian-bagiannya serta aturan kombinasi logis.⁶

Selain itu, Frege membedakan antara gaya langsung (direct discourse) dan gaya tidak langsung (indirect discourse). Dalam kalimat pelaporan seperti “Galileo percaya bahwa bumi bergerak,” kata “bumi bergerak” tidak merujuk langsung pada nilai kebenaran, melainkan pada sense dari ekspresi tersebut.⁷ Distingsi ini membuka jalan bagi analisis intensionalitas, yang kelak dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh seperti Rudolf Carnap, Alfred Tarski, hingga Richard Montague.

Secara metodologis, Über Sinn und Bedeutung menegaskan posisi anti-psikologisme Frege: makna (sense) bukanlah representasi mental subjektif, melainkan entitas objektif yang dapat diakses oleh subjek berbeda.⁸ Dengan demikian, Frege mengklaim bahwa ranah makna bersifat intersubjektif, sebuah “ranah ketiga” (drittes Reich) yang tidak identik dengan dunia fisik maupun dunia mental.⁹

Pengaruh esai ini sangat luas. Ia tidak hanya membentuk tradisi filsafat analitik, tetapi juga memengaruhi linguistik formal, teori deskripsi Russell, dan diskusi tentang identitas informatif, nama diri, serta semantik kebenaran.¹⁰ Melalui Über Sinn und Bedeutung, Frege menunjukkan bahwa filsafat bahasa dapat menjadi titik awal bagi pemahaman filsafat secara keseluruhan, sebagaimana kelak ditegaskan oleh Wittgenstein dan para penerusnya.


Footnotes

[1]                Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.

[2]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Frege: Sense and Reference,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[3]                Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 26–27.

[4]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 92–95.

[5]                Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 31–33.

[6]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 151–54.

[7]                Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 34–36.

[8]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 98–100.

[9]                Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” 39; lihat juga Dirk Greimann, “Frege’s Conception of Thoughts: A Neo-Fregean Perspective,” Grazer Philosophische Studien 65, no. 1 (2002): 1–30.

[10]             Bertrand Russell, “On Denoting,” Mind 14, no. 56 (1905): 479–93; Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria 36, no. 3 (1970): 373–98.


7.           Ontologi dan Metafisika Logis

Salah satu kontribusi terbesar Frege yang kerap kurang diperhatikan adalah dimensi ontologis dan metafisik dari filsafat logisnya.¹ Meskipun dikenal terutama sebagai logikawan dan perintis filsafat bahasa, Frege secara implisit mengembangkan sebuah pandangan ontologis yang konsisten dengan kerangka formal yang ia ciptakan. Bagi Frege, realitas tidak hanya terdiri atas dunia empiris (objek fisik) dan dunia mental (representasi subjektif), melainkan juga sebuah “ranah ketiga” (drittes Reich) yang berisi entitas logis dan makna objektif.²

7.1. Konsep dan Objek

Frege membedakan secara ketat antara konsep dan objek. Konsep dipahami sebagai fungsi yang mengembalikan nilai kebenaran: misalnya, konsep “adalah manusia” berlaku bagi Sokrates, tetapi tidak bagi segitiga.³ Konsep bersifat tak lengkap (unsaturated), membutuhkan argumen agar dapat menghasilkan nilai kebenaran. Sebaliknya, objek adalah entitas lengkap yang dapat dijadikan argumen bagi suatu konsep.⁴ Dengan distingsi ini, Frege menghindari kekacauan ontologis yang sering terjadi dalam bahasa sehari-hari ketika istilah abstrak diperlakukan seolah-olah benda.

7.2. Ranah Ketiga (Drittes Reich)

Bagi Frege, makna (Sinn) dan hukum logika tidak dapat direduksi baik ke dunia empiris maupun ke dunia mental.⁵ Ia menolak empirisme yang menyamakan hukum logika dengan regularitas pengalaman, sekaligus menolak psikologisme yang menganggap hukum logika sebagai hukum berpikir subjektif.⁶ Dengan demikian, Frege menegaskan adanya ranah makna objektif, di mana kebenaran dan isi pikiran (Gedanken, thoughts) berada. Pikiran, bagi Frege, tidak bersifat fisik ataupun mental, melainkan objektif dan dapat diakses secara intersubjektif.⁷ Posisi ini menjelaskan mengapa kebenaran logis bersifat universal dan tidak tergantung pada kondisi psikologis manusia.

7.3. Identitas, Predikasi, dan Ekstensi Konsep

Dalam kerangka Fregean, identitas merupakan relasi antara referensi (Bedeutungen), bukan sekadar kesamaan tanda.⁸ Pernyataan seperti “a = b” hanya informatif apabila meskipun a dan b memiliki referensi yang sama, keduanya menyajikan objek tersebut dengan sense yang berbeda. Di samping itu, Frege juga menekankan bahwa konsep dapat memiliki ekstensi, yakni kumpulan objek yang jatuh di bawah konsep tersebut.⁹ Upaya ini kemudian ia formaliskan dalam Grundgesetze der Arithmetik melalui penggunaan “ekstensi konsep,” meskipun pada akhirnya menghasilkan paradoks Russell.¹⁰

7.4. Implikasi Metafisik

Ontologi logis Frege membawa implikasi penting bagi metafisika modern. Pertama, ia memperkenalkan gagasan bahwa struktur logis dunia dapat ditangkap melalui bahasa formal, sehingga ontologi bersifat tergantung pada logika, bukan sebaliknya.¹¹ Kedua, posisinya menandai pergeseran dari metafisika spekulatif menuju “metafisika logis,” yang menekankan analisis bahasa dan konsep sebagai jalan memahami realitas.¹² Akhirnya, pandangan Frege tentang “ranah ketiga” memunculkan perdebatan panjang tentang status ontologis makna dan proposisi: apakah mereka benar-benar entitas objektif, atau hanya konstruksi konseptual? Pertanyaan ini menjadi salah satu titik berangkat bagi filsafat analitik selanjutnya, termasuk dalam karya Russell, Wittgenstein, dan Carnap.¹³

Dengan demikian, meskipun Frege tidak pernah menulis risalah ontologi yang sistematis, seluruh karyanya mengandung sebuah metafisika implisit yang konsisten: realitas logis dan semantik bersifat objektif, intersubjektif, dan mendasari segala bentuk pengetahuan. Melalui kerangka ini, Frege memberikan dasar filosofis yang kokoh bagi lahirnya analisis logis abad ke-20.


Footnotes

[1]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 97–101.

[2]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[3]                Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879), §3–4.

[4]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 66–68.

[5]                Gottlob Frege, “Der Gedanke” (1892), dalam Kleine Schriften, ed. Ignacio Angelelli (Hildesheim: Georg Olms, 1967), 342–61.

[6]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 155–57.

[7]                Dirk Greimann, “Frege’s Conception of Thoughts: A Neo-Fregean Perspective,” Grazer Philosophische Studien 65, no. 1 (2002): 1–30.

[8]                Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.

[9]                Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 1 (Jena: Hermann Pohle, 1893), §20.

[10]             Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[11]             William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 207–9.

[12]             Sluga, Gottlob Frege, 118–20.

[13]             Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York: Free Press, 1990), 53–56.


8.           Kontroversi dan Perdebatan Klasik

Pemikiran Frege tidak hanya melahirkan inovasi, tetapi juga memicu sejumlah kontroversi dan perdebatan filosofis yang panjang. Tiga di antaranya menonjol dalam sejarah filsafat: perdebatan dengan David Hilbert mengenai dasar matematika, kritik terhadap Basic Law V dan paradoks Russell, serta perdebatan hermeneutik modern tentang cara membaca karya Frege, khususnya melalui interpretasi Michael Dummett.

8.1. Perdebatan Frege–Hilbert

Salah satu polemik besar yang muncul adalah kontroversi dengan David Hilbert terkait status ontologis objek matematika dan peran konsistensi.¹ Hilbert menekankan bahwa keabsahan teori matematika cukup dijamin apabila sistem itu konsisten, tanpa memerlukan komitmen ontologis terhadap eksistensi nyata objek-objek matematis.² Sebaliknya, Frege berpendapat bahwa matematika harus memiliki landasan logis dan bahwa objek bilangan sungguh-sungguh ada dalam ranah logis yang objektif.³ Perbedaan ini mencerminkan dua paradigma besar dalam filsafat matematika: pendekatan formalistik Hilbert versus logikisme Frege.

8.2. Kritik terhadap Basic Law V dan Paradoks Russell

Kontroversi kedua berkaitan langsung dengan keruntuhan proyek logikisme Frege akibat Basic Law V (BLV). BLV memungkinkan definisi ekstensi konsep secara bebas, namun justru melahirkan kontradiksi ketika dihadapkan pada konstruksi Russell tentang “himpunan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri.”⁴ Paradoks ini memperlihatkan bahwa sistem Frege mengizinkan pembentukan objek yang kontradiktif, sehingga seluruh kerangka Grundgesetze der Arithmetik runtuh.⁵ Frege sendiri, dalam lampiran jilid kedua Grundgesetze, mengakui kelemahan ini dengan jujur, meski menyisakan perasaan pahit karena kegagalan sistem yang ia bangun selama puluhan tahun.⁶ Kritik ini kemudian mendorong berkembangnya logika modern, teori himpunan Zermelo–Fraenkel, dan usaha penyelamatan melalui fragmen predikatif dari sistem Frege.⁷

8.3. Perdebatan Interpretatif: Dummett dan Para Penerus

Kontroversi ketiga bersifat hermeneutik, menyangkut cara memahami karya Frege. Michael Dummett menegaskan bahwa filsafat Frege harus dibaca sebagai filsafat bahasa, di mana analisis makna mendahului logika dan matematika.⁸ Menurut Dummett, kontribusi utama Frege adalah teori sense–reference, yang membuka jalan bagi semantik modern. Pandangan ini ditentang oleh beberapa penafsir lain yang melihat Frege pertama-tama sebagai logikawan dan filsuf matematika, bukan sebagai filsuf bahasa.⁹ Perdebatan ini menghasilkan dua arus interpretasi: Frege sebagai “ahli logika dan matematika” versus Frege sebagai “pendiri filsafat bahasa analitik.” Meskipun berbeda, kedua arus sepakat bahwa karya Frege bersifat paradigmatik bagi filsafat abad ke-20.

8.4. Signifikansi Kontroversi

Kontroversi dan perdebatan ini menegaskan betapa radikalnya kontribusi Frege. Ia menantang asumsi lama, memunculkan teori yang berani, dan pada saat yang sama menyingkap keterbatasan fundamental dari sistem logis yang tampak kokoh. Dari kegagalan BLV hingga perdebatan interpretatif, jejak kontroversi Frege memperlihatkan bagaimana filsafat berkembang melalui dialektika kritik dan pembelaan, sekaligus memastikan bahwa warisan intelektualnya tetap relevan dalam diskursus kontemporer.¹⁰


Footnotes

[1]                William Ewald, From Kant to Hilbert: A Source Book in the Foundations of Mathematics, vol. 2 (Oxford: Clarendon Press, 1996), 1140–45.

[2]                David Hilbert, “Über den Zahlbegriff,” Jahresbericht der Deutschen Mathematiker-Vereinigung 8 (1900): 180–84.

[3]                Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §87.

[4]                Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[5]                Gregory H. Moore, Zermelo’s Axiom of Choice: Its Origins, Development, and Influence (New York: Springer, 1982), 17–19.

[6]                Gottlob Frege, Grundgesetze der Arithmetik, vol. 2 (Jena: Hermann Pohle, 1903), “Appendix.”

[7]                Richard G. Heck, “The Development of Arithmetic in Frege’s Grundgesetze der Arithmetik,” Journal of Symbolic Logic 58, no. 2 (1993): 579–601.

[8]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), xv–xviii.

[9]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 3–6.

[10]             Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 120–22.


9.           Resepsi dan Pengaruh

Pemikiran Gottlob Frege, meskipun pada masa hidupnya relatif diabaikan, kemudian memperoleh pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan filsafat, logika, linguistik, dan bahkan ilmu komputer modern.¹ Warisan intelektual Frege dapat dilihat dalam tiga jalur utama: pengaruh langsung terhadap filsuf kontemporer dan penerusnya, dampaknya terhadap semantik formal dan linguistik, serta relevansinya dalam sains komputer dan logika matematika modern.

9.1. Dampak pada Russell, Wittgenstein, dan Lingkaran Wina

Frege memengaruhi secara langsung generasi awal filsafat analitik. Bertrand Russell, yang mula-mula mengkritik sistem Frege melalui penemuan paradoks terkenal, tetap mengadopsi banyak gagasan Frege ke dalam kerangka Principia Mathematica (1910–1913) yang ditulis bersama Alfred North Whitehead.² Karya monumental ini tidak mungkin lahir tanpa kerangka logika predikat yang diwariskan Frege. Selain itu, Ludwig Wittgenstein muda terinspirasi oleh gagasan Frege tentang struktur logis bahasa dalam menyusun Tractatus Logico-Philosophicus (1921), meskipun kemudian ia mengembangkan arah yang lebih radikal tentang batas-batas bahasa.³ Lingkaran Wina (Carnap, Schlick, Neurath) juga menganggap Frege sebagai pionir yang meletakkan fondasi logika simbolik bagi positivisme logis.⁴

9.2. Kontribusi terhadap Semantik Formal dan Linguistik

Distingsi Frege antara Sinn dan Bedeutung menjadi landasan bagi semantik formal modern. Melalui pandangan ini, makna kalimat dapat dianalisis secara komposisional: arti keseluruhan ditentukan oleh arti bagian-bagiannya dan cara bagian itu digabungkan.⁵ Tokoh-tokoh seperti Alfred Tarski mengembangkan teori kebenaran semantik yang jelas terinspirasi oleh struktur Fregean.⁶ Sementara itu, Richard Montague pada 1970-an memperluas pendekatan ini ke dalam linguistik formal, melahirkan apa yang dikenal sebagai Montague Grammar, yang berusaha menunjukkan bahwa bahasa alami dapat diperlakukan dengan perangkat logika formal ala Frege.⁷

9.3. Pengaruh pada Ilmu Komputer dan Logika Modern

Pengaruh Frege juga terasa dalam perkembangan logika matematika dan ilmu komputer. Logika predikat yang ia rumuskan menjadi fondasi bagi teori himpunan Zermelo–Fraenkel, teori model, dan teori bukti.⁸ Dalam ilmu komputer, kalkulus predikat Frege mendasari bahasa pemrograman deklaratif, sistem basis data, serta mesin inferensi dalam kecerdasan buatan.⁹ Konsep komposisionalitas makna juga menjadi prinsip penting dalam pemrosesan bahasa alami (natural language processing).

9.4. Resepsi Kritis dan Neo-Logikisme

Meskipun program asli logikisme Frege runtuh akibat paradoks Russell, minat untuk menyelamatkan inti proyeknya tetap hidup. Gerakan neo-logikisme yang dipelopori oleh Crispin Wright dan Bob Hale berusaha membangun kembali aritmetika berdasarkan Hume’s Principle, bukan Basic Law V yang bermasalah.¹⁰ Melalui pendekatan ini, Frege tetap hadir dalam perdebatan kontemporer tentang filsafat matematika, menunjukkan bahwa warisan intelektualnya masih menjadi medan eksplorasi yang subur.

Dengan demikian, resepsi pemikiran Frege membentang luas melampaui konteks abad ke-19. Dari Russell hingga Montague, dari logika simbolik hingga pemrosesan bahasa alami, jejak pemikirannya terus membentuk lanskap filsafat dan sains modern. Ia bukan hanya seorang tokoh penting dalam sejarah logika, melainkan juga salah satu arsitek intelektual utama abad ke-20.


Footnotes

[1]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 1–3.

[2]                Alfred North Whitehead and Bertrand Russell, Principia Mathematica, vol. 1 (Cambridge: Cambridge University Press, 1910), xiii–xv.

[3]                Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York: Free Press, 1990), 53–55.

[4]                Michael Friedman, Reconsidering Logical Positivism (Cambridge: Cambridge University Press, 1999), 22–24.

[5]                Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.

[6]                Alfred Tarski, “The Concept of Truth in Formalized Languages,” in Logic, Semantics, Metamathematics, trans. J. H. Woodger (Oxford: Clarendon Press, 1956), 152–278.

[7]                Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria 36, no. 3 (1970): 373–98.

[8]                William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 209–11.

[9]                John F. Sowa, Knowledge Representation: Logical, Philosophical, and Computational Foundations (Pacific Grove, CA: Brooks/Cole, 2000), 51–54.

[10]             Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 15–17.


10.       Neo-Logikisme dan Rehabilitasi Parsial

Meskipun proyek logikisme Frege mengalami kehancuran akibat paradoks Russell yang melemahkan Basic Law V, gagasan fundamentalnya tetap menjadi sumber inspirasi dalam filsafat matematika kontemporer. Sejak dekade 1980-an, muncul gerakan yang dikenal sebagai neo-logikisme, yang bertujuan merehabilitasi inti proyek Frege dengan menyingkirkan elemen yang rentan terhadap kontradiksi.¹

10.1. Frege’s Theorem dan Hume’s Principle

Salah satu penemuan penting dalam studi Frege modern adalah apa yang dikenal sebagai Frege’s Theorem: aritmetika dasar dapat diturunkan dari logika kedua orde ditambah Hume’s PrincipleHume’s Principle menyatakan bahwa jumlah dari dua konsep sama jika dan hanya jika terdapat korespondensi satu-satu antara objek yang termasuk dalam kedua konsep tersebut.³ Prinsip ini secara intuitif konsisten, tidak mengandung kontradiksi seperti BLV, dan cukup kuat untuk menghasilkan aritmetika Peano. Dengan demikian, inti program Frege—bahwa aritmetika dapat dipahami sebagai cabang logika—dapat direkonstruksi dalam bentuk yang lebih aman.⁴

10.2. Agenda Neo-Logikisme

Neo-logikisme terutama dikembangkan oleh Crispin Wright dan Bob Hale.⁵ Mereka berpendapat bahwa Hume’s Principle dapat dipandang sebagai kebenaran analitis, sehingga memenuhi aspirasi Frege untuk mendasarkan aritmetika pada prinsip logis.⁶ Melalui pendekatan ini, aritmetika memperoleh status epistemik yang kokoh: ia tidak bergantung pada pengalaman empiris, melainkan pada aturan-aturan inferensial yang bersifat rasional.

Namun, proyek neo-logikisme menimbulkan sejumlah pertanyaan baru. Pertama, apakah Hume’s Principle benar-benar bersifat logis atau justru merupakan prinsip matematika yang menyelundup masuk?⁷ Kedua, apakah definisi bilangan melalui prinsip ini memberikan kriteria identitas yang cukup, sehingga menghindari masalah “Julius Caesar” yang pernah menghantui teori Frege?⁸ Ketiga, bagaimana kedudukan prinsip ini dalam hierarki metafisik: apakah ia bersifat konvensional, konseptual, atau niscaya logis?

10.3. Signifikansi Filosofis

Upaya neo-logikisme merepresentasikan bentuk rehabilitasi parsial atas program Frege. Ia tidak lagi bergantung pada BLV, tetapi tetap setia pada aspirasi logikisme: menjelaskan aritmetika melalui logika.⁹ Secara metodologis, neo-logikisme menegaskan kembali pentingnya analisis konsep identitas numerik dan memberikan alternatif terhadap formalismenya Hilbert atau intuisionismenya Brouwer.¹⁰ Secara historis, gerakan ini menunjukkan bahwa meskipun sistem Frege asli gagal, struktur konseptual yang ia bangun masih memiliki daya hidup filosofis.

Dengan demikian, neo-logikisme dapat dipandang sebagai bukti bahwa filsafat tidak berhenti pada kegagalan, tetapi justru berkembang melalui revisi kritis. Rehabilitasi parsial program Frege memperlihatkan bagaimana tradisi analitik terus berinteraksi dengan warisan abad ke-19, sambil berusaha menjawab tantangan ontologis dan epistemologis yang muncul dalam filsafat matematika kontemporer.¹¹


Footnotes

[1]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 123–25.

[2]                George Boolos, “The Standard of Equality of Numbers,” Philosophical Review 83, no. 3 (1974): 321–32.

[3]                Gottlob Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §63.

[4]                Richard Heck, Reading Frege’s Grundgesetze (Oxford: Oxford University Press, 2012), 45–47.

[5]                Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford: Clarendon Press, 2001), 1–5.

[6]                Crispin Wright, Frege’s Conception of Numbers as Objects (Aberdeen: Aberdeen University Press, 1983), 24–27.

[7]                Hartry Field, Realism, Mathematics, and Modality (Oxford: Blackwell, 1989), 240–42.

[8]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 98–100.

[9]                Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Frege’s Theorem and Foundations for Arithmetic.”

[10]             Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 162–65.

[11]             Stewart Shapiro, Foundations without Foundationalism: A Case for Second-Order Logic (Oxford: Oxford University Press, 1991), 115–17.


11.       Evaluasi Kritis Terpadu

Proyek intelektual Gottlob Frege menghadirkan sebuah sintesis unik antara logika, filsafat bahasa, dan fondasi matematika. Untuk menilai kontribusinya secara utuh, diperlukan evaluasi kritis yang menimbang kekuatan, kelemahan, serta relevansi metodologis dari seluruh sistem pemikirannya.

11.1. Kekuatan: Presisi dan Inovasi

Kekuatan utama pemikiran Frege terletak pada keberhasilannya merevolusi logika melalui kalkulus predikat.¹ Ia menegaskan bahwa struktur proposisi dapat dianalisis dengan kerangka fungsi–argumen dan bahwa kuantifikasi dapat diformalkan secara eksplisit. Inovasi ini tidak hanya memecah dominasi logika silogistik Aristotelian, tetapi juga memungkinkan analisis formal terhadap bahasa matematika.²

Selain itu, distingsi antara Sinn dan Bedeutung memberikan dasar yang kokoh bagi semantik modern.³ Analisis ini memungkinkan penjelasan yang elegan atas identitas informatif, komposisionalitas bahasa, dan perbedaan antara makna proposisional dan nilai kebenaran. Kerangka ini kemudian menjadi titik pijak bagi teori deskripsi Russell dan semantik Tarski, yang keduanya membentuk fondasi bagi linguistik dan filsafat bahasa kontemporer.⁴

11.2. Kelemahan: Ontologi dan Konsistensi

Namun, proyek Frege tidak bebas dari kelemahan serius. Ontologi ekstensional yang ia gunakan melalui Basic Law V terbukti rapuh, karena membuka jalan bagi paradoks Russell.⁵ Hal ini menyingkap bahwa kebebasan dalam membentuk ekstensi konsep tidak dapat dipertahankan tanpa meruntuhkan konsistensi sistem. Kelemahan kedua berkaitan dengan masalah Julius Caesar: definisi bilangan Frege gagal memberikan kriteria identitas yang cukup jelas, sehingga bilangan dapat diperlakukan secara keliru sebagai objek apa pun.⁶

Lebih jauh, meskipun Frege menekankan objektivitas makna dalam “ranah ketiga,” posisinya memunculkan perdebatan ontologis yang belum terselesaikan: apakah makna benar-benar entitas objektif yang eksis secara independen, ataukah mereka sekadar konstruksi teoretis?⁷ Kritik ini menandai bahwa, di balik kekuatan analisis logis, sistem Frege tetap memikul beban metafisik yang kontroversial.

11.3. Penilaian Metodologis

Secara metodologis, proyek Frege menunjukkan keberanian filosofis: ia berupaya membangun sistem menyeluruh yang mengintegrasikan logika, bahasa, dan matematika.⁸ Namun, kegagalan konsistensi dalam Grundgesetze der Arithmetik menjadi pelajaran penting bahwa fondasi logis absolut bagi matematika mungkin tidak dapat dicapai. Dari sisi lain, keberhasilan Frege’s Theorem dan neo-logikisme membuktikan bahwa gagasan inti Frege masih relevan, meski harus dimodifikasi.⁹

Dengan demikian, evaluasi kritis atas pemikiran Frege harus bersifat ganda: ia adalah pelopor yang membuka jalan bagi filsafat analitik modern, tetapi juga contoh klasik bahwa proyek filosofis paling ambisius dapat runtuh oleh paradoks internal. Posisi Frege tetap unik: kegagalannya justru memperkaya filsafat dengan pertanyaan baru tentang makna, logika, dan dasar matematika.¹⁰


Footnotes

[1]                Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879), §2–5.

[2]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 33–36.

[3]                Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.

[4]                Bertrand Russell, “On Denoting,” Mind 14, no. 56 (1905): 479–93; Alfred Tarski, “The Concept of Truth in Formalized Languages,” in Logic, Semantics, Metamathematics, trans. J. H. Woodger (Oxford: Clarendon Press, 1956), 152–278.

[5]                Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[6]                Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §56.

[7]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Language, 2nd ed. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1981), 155–57.

[8]                Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 85–87.

[9]                Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford: Clarendon Press, 2001), 15–18.

[10]             William W. Tait, “Frege versus Cantor and Dedekind: On the Concept of Number,” Philosophy of Mathematics 5, no. 3 (1996): 207–9.


12.       Implikasi Lintas-Disiplin dan Arah Riset Lanjutan

Warisan intelektual Gottlob Frege tidak berhenti pada ranah logika formal atau filsafat matematika semata. Karya-karyanya justru memperlihatkan implikasi luas lintas disiplin yang memengaruhi berbagai bidang ilmu modern, mulai dari semantik formal, filsafat bahasa, hingga ilmu komputer dan ilmu kognitif. Evaluasi atas implikasi ini sekaligus membuka arah penelitian baru yang relevan untuk konteks kontemporer.

12.1. Logika dan Fondasi Matematika Modern

Paradoks yang muncul dari Basic Law V telah mendorong lahirnya teori himpunan Zermelo–Fraenkel dengan Aksioma Pilihan (ZFC), yang hingga kini menjadi kerangka dominan fondasi matematika.¹ Kendati proyek asli Frege gagal, kerangka logis yang ia ciptakan tetap menjadi basis bagi pengembangan teori model dan teori bukti.² Secara metodologis, pelajaran dari kegagalan Grundgesetze der Arithmetik mengingatkan bahwa pembangunan sistem formal harus mempertimbangkan konsistensi dan keterbatasan internal. Penelitian lanjutan dalam logika matematis, seperti studi tentang fragmentasi predikatif sistem Frege, menunjukkan bahwa sebagian besar konstruksi aritmetika tetap dapat direkonstruksi tanpa melibatkan paradoks.³

12.2. Semantik Formal dan Linguistik Kontemporer

Distingsi Sinn dan Bedeutung menjadi landasan semantik komposisional dalam linguistik modern.⁴ Richard Montague, misalnya, mengembangkan Montague Grammar untuk menunjukkan bahwa bahasa alami dapat dianalisis dengan perangkat logika formal ala Frege.⁵ Hal ini membuka ruang riset interdisipliner antara filsafat bahasa, linguistik, dan logika formal. Penelitian kontemporer dalam semantik formal, terutama di bidang semantik intensional dan semantik dinamis, masih menggunakan prinsip-prinsip Fregean sebagai titik berangkat.⁶ Arah riset lanjutan dapat mencakup penerapan prinsip konteks Frege dalam pemrosesan bahasa alami (NLP), termasuk analisis semantik korpus dan sistem kecerdasan buatan berbasis bahasa.

12.3. Ilmu Komputer dan Kecerdasan Buatan

Kalkulus predikat Frege menjadi dasar bagi desain bahasa pemrograman deklaratif seperti Prolog, serta sistem inferensi dalam kecerdasan buatan.⁷ Konsep komposisionalitas juga berpengaruh pada teori representasi pengetahuan dalam ilmu komputer. Dengan semakin berkembangnya machine learning dan NLP, gagasan Frege mengenai ranah makna objektif dapat dijadikan kerangka kritis untuk menilai apakah sistem berbasis data benar-benar “memahami” makna atau sekadar melakukan pemrosesan simbolik.⁸ Penelitian ke depan dapat menjajaki integrasi antara semantik formal Fregean dengan model distribusional dalam NLP, sehingga menghasilkan representasi makna yang lebih kaya.

12.4. Filsafat Kognitif dan Epistemologi

Gagasan Frege tentang pikiran (Gedanken) sebagai entitas objektif menimbulkan pertanyaan baru dalam filsafat kognitif: apakah makna dan proposisi dapat direduksi pada representasi mental, ataukah mereka harus dipahami sebagai struktur logis independen?⁹ Riset lintas-disiplin antara filsafat, psikologi kognitif, dan ilmu saraf dapat mengeksplorasi validitas anti-psikologisme Frege dalam era ilmu otak modern.

12.5. Arah Riset Lanjutan

Beberapa arah riset potensial meliputi:

·                     Reinterpretasi Prinsip Konteks Frege untuk semantik korpus dalam linguistik komputasional.

·                     Studi komparatif Frege–Tarski terkait teori kebenaran, untuk meninjau ulang konsep nilai kebenaran dalam sistem formal.

·                     Evaluasi ulang anti-psikologisme Frege dalam konteks ilmu kognitif kontemporer, terutama mengenai hubungan antara representasi mental dan makna logis.

·                     Pengembangan neo-logikisme lanjutan, dengan eksplorasi prinsip-prinsip baru yang dapat menggantikan BLV tanpa kehilangan kekuatan deduktif.¹⁰

Dengan demikian, implikasi lintas-disiplin dari pemikiran Frege menunjukkan bahwa meskipun proyek logikisme klasiknya runtuh, kerangka konseptual yang ia bangun tetap menjadi sumber inspirasi produktif. Dari logika formal hingga ilmu komputer modern, Frege tetap relevan sebagai arsitek intelektual yang memperluas cakrawala riset filosofis dan ilmiah.


Footnotes

[1]                Gregory H. Moore, Zermelo’s Axiom of Choice: Its Origins, Development, and Influence (New York: Springer, 1982), 22–25.

[2]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 41–44.

[3]                Richard G. Heck, “The Development of Arithmetic in Frege’s Grundgesetze der Arithmetik,” Journal of Symbolic Logic 58, no. 2 (1993): 579–601.

[4]                Gottlob Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.

[5]                Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria 36, no. 3 (1970): 373–98.

[6]                Barbara Partee, Compositionality in Formal Semantics: Selected Papers (Oxford: Blackwell, 2004), 135–39.

[7]                John F. Sowa, Knowledge Representation: Logical, Philosophical, and Computational Foundations (Pacific Grove, CA: Brooks/Cole, 2000), 48–53.

[8]                Emily M. Bender and Alexander Koller, “Climbing towards NLU: On Meaning, Form, and Understanding in the Age of Data,” Proceedings of ACL (2020): 5185–98.

[9]                Dirk Greimann, “Frege’s Conception of Thoughts: A Neo-Fregean Perspective,” Grazer Philosophische Studien 65, no. 1 (2002): 1–30.

[10]             Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford: Clarendon Press, 2001), 20–24.


13.       Kesimpulan

Pemikiran Gottlob Frege merupakan salah satu tonggak paling menentukan dalam sejarah filsafat modern, khususnya dalam bidang logika, filsafat bahasa, dan fondasi matematika.¹ Melalui Begriffsschrift (1879), ia merintis logika predikat yang menggantikan dominasi silogistik Aristotelian dan membuka jalan bagi analisis formal yang menjadi standar hingga hari ini.² Selanjutnya, dalam Die Grundlagen der Arithmetik (1884), Frege mengajukan tesis logikisme bahwa aritmetika adalah cabang dari logika, dengan menegaskan prinsip konteks dan definisi bilangan sebagai ekstensi konsep.³ Upaya ini mencapai bentuk paling sistematis dalam Grundgesetze der Arithmetik (1893/1903), meskipun akhirnya runtuh akibat paradoks Russell yang mengguncang validitas Basic Law V.⁴

Meskipun proyek aslinya gagal, kontribusi konseptual Frege tetap monumental. Distingsi antara Sinn dan Bedeutung dalam esai “Über Sinn und Bedeutung” (1892) meletakkan dasar bagi semantik formal dan analisis bahasa, sekaligus memengaruhi generasi berikutnya, termasuk Russell, Wittgenstein, dan Lingkaran Wina.⁵ Dengan kerangka anti-psikologisme, Frege menegaskan objektivitas hukum logika dan makna, bahkan memperkenalkan gagasan tentang “ranah ketiga” yang terus memicu perdebatan metafisik hingga kini.⁶

Evaluasi kritis menunjukkan bahwa kekuatan Frege terletak pada presisi formal dan kerangka konseptual yang kaya, sementara kelemahannya terdapat pada beban ontologis ekstensional dan masalah konsistensi dalam Grundgesetze.⁷ Namun, gerakan neo-logikisme modern, yang memanfaatkan Hume’s Principle untuk menghindari kontradiksi, membuktikan bahwa inti dari proyek Frege masih hidup dan relevan.⁸ Selain itu, implikasi lintas-disiplin—dari teori semantik dalam linguistik hingga representasi pengetahuan dalam ilmu komputer—menunjukkan daya tahan pemikirannya melampaui konteks abad ke-19.⁹

Dengan demikian, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Frege bukan hanya pelopor logika simbolik, melainkan juga arsitek intelektual yang meletakkan fondasi bagi filsafat analitik. Kegagalannya justru memperkaya filsafat dengan pertanyaan-pertanyaan baru yang tetap relevan: tentang status bilangan, makna bahasa, dan batas sistem formal.¹⁰ Melalui keberanian intelektual dan kedalaman analisis, Frege telah memastikan dirinya sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dalam sejarah filsafat modern.¹¹


Footnotes

[1]                Michael Beaney, The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2021 Edition), s.v. “Gottlob Frege,” ed. Edward N. Zalta, plato.stanford.edu.

[2]                Gottlob Frege, Begriffsschrift: eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens (Halle: Louis Nebert, 1879).

[3]                Frege, Die Grundlagen der Arithmetik (Breslau: Wilhelm Koebner, 1884), §62–70.

[4]                Bertrand Russell, letter to Frege, in From Frege to Gödel: A Source Book in Mathematical Logic, 1879–1931, ed. Jean van Heijenoort (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1967), 124–25.

[5]                Frege, “Über Sinn und Bedeutung,” Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik 100 (1892): 25–50.

[6]                Hans Sluga, Gottlob Frege (London: Routledge, 1980), 97–101.

[7]                Michael Dummett, Frege: Philosophy of Mathematics (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1991), 162–65.

[8]                Bob Hale and Crispin Wright, The Reason’s Proper Study: Essays toward a Neo-Fregean Philosophy of Mathematics (Oxford: Clarendon Press, 2001), 15–18.

[9]                Richard Montague, “Universal Grammar,” Theoria 36, no. 3 (1970): 373–98.

[10]             Joan Weiner, Frege Explained: From Arithmetic to Analytic Philosophy (Chicago: Open Court, 2004), 98–102.

[11]             Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius (New York: Free Press, 1990), 53–56.


Daftar Pustaka

Beaney, M. (2021). Gottlob Frege. In E. N. Zalta (Ed.), The Stanford encyclopedia of philosophy (Fall 2021 ed.). Stanford University.

Boolos, G. (1974). The standard of equality of numbers. Philosophical Review, 83(3), 321–332.

Bender, E. M., & Koller, A. (2020). Climbing towards NLU: On meaning, form, and understanding in the age of data. In Proceedings of ACL (pp. 5185–5198). Association for Computational Linguistics.

Carnap, R. (1934). Logische Syntax der Sprache. Springer.

Dummett, M. (1981). Frege: Philosophy of language (2nd ed.). Harvard University Press.

Dummett, M. (1991). Frege: Philosophy of mathematics. Harvard University Press.

Ewald, W. (Ed.). (1996). From Kant to Hilbert: A source book in the foundations of mathematics (Vol. 2). Clarendon Press.

Frege, G. (1874). Über eine geometrische Darstellung der imaginären Gebilde in der Ebene. Friedrich Frommann.

Frege, G. (1879). Begriffsschrift: Eine der arithmetischen nachgebildete Formelsprache des reinen Denkens. Louis Nebert.

Frege, G. (1884). Die Grundlagen der Arithmetik. Wilhelm Koebner.

Frege, G. (1892). Über Sinn und Bedeutung. Zeitschrift für Philosophie und philosophische Kritik, 100, 25–50.

Frege, G. (1893/1903). Grundgesetze der Arithmetik (Vols. 1–2). Hermann Pohle.

Frege, G. (1892/1967). Der Gedanke. In I. Angelelli (Ed.), Kleine Schriften (pp. 342–361). Georg Olms.

Friedman, M. (1999). Reconsidering logical positivism. Cambridge University Press.

Greimann, D. (2001). Frege’s early work and the foundations of logicism. History and Philosophy of Logic, 22(2), 119–135.

Greimann, D. (2002). Frege’s conception of thoughts: A neo-Fregean perspective. Grazer Philosophische Studien, 65(1), 1–30.

Hale, B., & Wright, C. (2001). The reason’s proper study: Essays toward a neo-Fregean philosophy of mathematics. Clarendon Press.

Heck, R. G. (1993). The development of arithmetic in Frege’s Grundgesetze der Arithmetik. Journal of Symbolic Logic, 58(2), 579–601.

Heck, R. G. (2012). Reading Frege’s Grundgesetze. Oxford University Press.

Hilbert, D. (1900). Über den Zahlbegriff. Jahresbericht der Deutschen Mathematiker-Vereinigung, 8, 180–184.

Mill, J. S. (1843). A system of logic. John W. Parker.

Monk, R. (1990). Ludwig Wittgenstein: The duty of genius. Free Press.

Montague, R. (1970). Universal grammar. Theoria, 36(3), 373–398.

Moore, G. H. (1982). Zermelo’s axiom of choice: Its origins, development, and influence. Springer.

Partee, B. H. (2004). Compositionality in formal semantics: Selected papers. Blackwell.

Russell, B. (1905). On denoting. Mind, 14(56), 479–493.

Russell, B. (1903). The principles of mathematics. Cambridge University Press.

Russell, B. (1967). Letter to Frege. In J. van Heijenoort (Ed.), From Frege to Gödel: A source book in mathematical logic, 1879–1931 (pp. 124–125). Harvard University Press.

Shapiro, S. (1991). Foundations without foundationalism: A case for second-order logic. Oxford University Press.

Sluga, H. (1980). Gottlob Frege. Routledge.

Sowa, J. F. (2000). Knowledge representation: Logical, philosophical, and computational foundations. Brooks/Cole.

Tait, W. W. (1996). Frege versus Cantor and Dedekind: On the concept of number. Philosophy of Mathematics, 5(3), 206–211.

Tarski, A. (1956). The concept of truth in formalized languages (J. H. Woodger, Trans.). In A. Tarski, Logic, semantics, metamathematics (pp. 152–278). Clarendon Press.

Weiner, J. (2004). Frege explained: From arithmetic to analytic philosophy. Open Court.

Whitehead, A. N., & Russell, B. (1910). Principia mathematica (Vol. 1). Cambridge University Press.

Wright, C. (1983). Frege’s conception of numbers as objects. Aberdeen University Press.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar