Intrakurikuler
Kajian Konseptual dan Implementatif
Alihkan ke: Kurikuler dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.
Abstrak
Intrakurikuler merupakan inti dari proses
pembelajaran dalam sistem pendidikan nasional Indonesia yang mencakup seluruh
kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis dalam struktur kurikulum
formal. Artikel ini bertujuan mengkaji secara konseptual dan implementatif
posisi strategis kegiatan intrakurikuler dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, termasuk penguatan kompetensi siswa dan pembentukan karakter.
Pembahasan mencakup definisi, landasan yuridis, bentuk dan ruang lingkup
intrakurikuler, strategi pelaksanaan, tantangan, serta inovasi dan praktik baik
yang telah diterapkan di berbagai satuan pendidikan. Temuan kajian menunjukkan
bahwa keberhasilan kegiatan intrakurikuler sangat dipengaruhi oleh kompetensi
guru, pendekatan pembelajaran yang digunakan, kesiapan sarana prasarana, serta
dukungan kebijakan yang adaptif terhadap dinamika kebutuhan siswa. Implementasi
Kurikulum Merdeka menjadi peluang strategis untuk mendorong pembelajaran yang
berdiferensiasi, kontekstual, dan berorientasi pada Profil Pelajar Pancasila.
Kesimpulannya, penguatan kegiatan intrakurikuler merupakan langkah krusial
dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional, baik dari sisi akademik maupun
karakter peserta didik.
Kata Kunci: Intrakurikuler,
pendidikan nasional, Kurikulum Merdeka, strategi pembelajaran, Profil Pelajar
Pancasila, inovasi pendidikan, kompetensi abad ke-21.
PEMBAHASAN
Intrakurikuler sebagai Inti Pembelajaran dalam Sistem
Pendidikan Nasional
1.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan
fondasi utama dalam pembangunan bangsa, dan keberhasilan sistem pendidikan
sangat ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya.
Dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia, kegiatan pembelajaran
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama, yaitu intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Dari ketiganya, kegiatan intrakurikuler
menempati posisi sentral karena mencerminkan struktur utama dari kurikulum
formal yang diatur secara nasional.
Intrakurikuler
merujuk pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara terstruktur dan
sistematis dalam ruang kelas, dengan mengacu pada kurikulum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Kegiatan ini meliputi pengajaran mata pelajaran
wajib, muatan lokal, serta mata pelajaran tambahan yang mendukung pencapaian
kompetensi dasar dan kompetensi inti siswa sesuai jenjang pendidikan. Sesuai dengan
amanat Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pembelajaran harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya.¹
Dalam praktiknya,
kegiatan intrakurikuler menjadi sarana utama bagi pencapaian Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021
tentang Standar Nasional Pendidikan. Kegiatan ini mencerminkan
pilar utama dari delapan standar nasional pendidikan, khususnya pada Standar
Isi, Standar Proses, dan Standar
Penilaian Pendidikan.² Dengan demikian, intrakurikuler tidak
hanya bertujuan untuk mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi
juga untuk membentuk karakter, meningkatkan keterampilan berpikir kritis, serta
membangun sikap dan nilai-nilai kebangsaan yang sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional.
Seiring dengan
implementasi Kurikulum 2013 dan kini Kurikulum
Merdeka, peran intrakurikuler mengalami penguatan dan
pengembangan melalui pendekatan yang lebih holistik, berbasis kompetensi, dan
berorientasi pada kebutuhan siswa abad ke-21. Pembelajaran dalam ruang lingkup
intrakurikuler saat ini tidak lagi berpusat pada guru, tetapi menempatkan siswa
sebagai subjek aktif yang berperan dalam membangun pemahamannya sendiri.³ Hal
ini selaras dengan visi pendidikan nasional yang menekankan pada pengembangan
Profil Pelajar Pancasila sebagai fondasi karakter bangsa.⁴
Namun, tantangan
dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler tetap ada. Kesenjangan sumber daya,
kurangnya pelatihan guru dalam strategi pembelajaran aktif, serta lemahnya
manajemen waktu dan beban kurikulum menjadi beberapa persoalan yang sering
muncul di lapangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang komprehensif
tentang posisi, fungsi, dan implementasi kegiatan intrakurikuler dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia. Kajian ini tidak hanya penting untuk memastikan
ketercapaian tujuan pendidikan, tetapi juga untuk mengidentifikasi strategi
peningkatan kualitas pembelajaran yang kontekstual dan relevan dengan dinamika
zaman.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 19 ayat (1).
[2]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021
tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab III.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Panduan Guru Kurikulum
2013 Revisi 2017, Jakarta: Kemdikbud, 2017.
[4]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek,
2022.
2.
Konsep Dasar Intrakurikuler
Dalam kerangka
sistem pendidikan nasional Indonesia, kegiatan intrakurikuler merupakan inti
dari proses pembelajaran yang berlangsung secara formal dan terstruktur.
Intrakurikuler secara umum didefinisikan sebagai semua bentuk kegiatan
pembelajaran yang terjadi dalam jam pelajaran resmi, yang berlandaskan pada
struktur kurikulum nasional dan dilaksanakan di bawah bimbingan langsung guru
atau pendidik.¹
2.1.
Definisi dan Karakteristik Intrakurikuler
Secara terminologis,
istilah intrakurikuler
berasal dari kata intra yang berarti "di
dalam" dan curriculum yang berarti "jalur
pelajaran atau rencana pembelajaran". Oleh karena itu, intrakurikuler
merujuk pada kegiatan yang sepenuhnya berada di dalam sistem kurikulum formal
dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Kegiatan ini meliputi mata pelajaran
pokok seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan
Agama, serta mata pelajaran lokal dan pilihan sesuai dengan jenjang dan jenis
satuan pendidikan.²
Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, kegiatan
intrakurikuler merupakan bagian dari pembelajaran inti yang bertujuan untuk
mencapai Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi
Dasar (KD) sesuai dengan kurikulum yang berlaku.³ Setiap
kegiatan intrakurikuler harus dirancang secara sistematis, mengintegrasikan
pendekatan saintifik, serta memperhatikan prinsip diferensiasi, relevansi, dan
kebermaknaan bagi peserta didik.
Karakteristik utama
kegiatan intrakurikuler meliputi: (1) terikat waktu dan struktur kurikulum; (2)
dilaksanakan dalam satuan waktu resmi (jam pelajaran); (3) berfokus pada
pencapaian tujuan pembelajaran nasional; dan (4) memiliki sistem penilaian
formal, baik formatif maupun sumatif.⁴
2.2.
Intrakurikuler dalam Perspektif Regulasi dan Kurikulum
Nasional
Dalam konteks
kebijakan pendidikan, kegiatan intrakurikuler dijelaskan secara eksplisit dalam
berbagai regulasi. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang
Perubahan atas PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan
menegaskan bahwa isi kurikulum terdiri atas kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang secara integral mendukung pencapaian
profil pelajar Pancasila.⁵ Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan intrakurikuler
tidak hanya memiliki dimensi akademik, tetapi juga memainkan peran strategis
dalam pembentukan karakter dan kompetensi abad ke-21.
Dalam Kurikulum
Merdeka, struktur intrakurikuler mengalami fleksibilitas dengan
pendekatan berbasis capaian pembelajaran (CP) dan alur tujuan pembelajaran
(ATP). Guru diberi kewenangan lebih besar untuk merancang kegiatan
intrakurikuler yang kontekstual, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
kondisi sekolah.⁶ Model ini menekankan pentingnya transisi dari teaching
to learning, yakni dari pengajaran yang berpusat pada guru menuju
pembelajaran yang berpusat pada siswa.
2.3.
Perbedaan Intrakurikuler, Kokurikuler, dan
Ekstrakurikuler
Meskipun saling
berkaitan, ketiga jenis kegiatan pembelajaran dalam sistem pendidikan nasional
memiliki perbedaan mendasar. Intrakurikuler adalah kegiatan inti yang wajib dan
bersifat akademik formal; kokurikuler bersifat pelengkap yang memperdalam dan
memperkaya kegiatan intrakurikuler, seperti proyek penguatan profil pelajar
Pancasila (P5); sementara ekstrakurikuler bersifat sukarela dan berfokus pada
pengembangan minat, bakat, serta kepribadian siswa di luar jam pembelajaran.⁷
Dengan memahami
posisi dan peran intrakurikuler secara konseptual, satuan pendidikan dan para
pemangku kepentingan diharapkan dapat mengelola kegiatan pembelajaran dengan
lebih efektif dan terarah, sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan nasional
secara utuh.
Footnotes
[1]
Ahmad Susanto, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Prinsip Dasar
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 137.
[2]
Sisdiknas Indonesia, Kamus Pendidikan Nasional, ed.
Kementerian Pendidikan Nasional (Jakarta: Balitbang Kemdiknas, 2010), 213.
[3]
Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Bab II, Pasal 3.
[4]
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2005), 85.
[5]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang
Perubahan atas PP No. 57 Tahun 2021 tentang SNP, Pasal 4.
[6]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Edisi Revisi 2022, 11–13.
[7]
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah, Petunjuk Teknis Kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler,
dan Ekstrakurikuler, Jakarta: Kemendikbudristek, 2021.
3.
Intrakurikuler dalam Kurikulum Nasional
Kegiatan
intrakurikuler memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam implementasi
kurikulum nasional Indonesia. Sebagai bagian utama dari struktur pembelajaran,
intrakurikuler menjadi wahana utama dalam mencapai kompetensi dasar, kompetensi
inti, serta profil lulusan yang diharapkan sesuai jenjang pendidikan. Kurikulum
nasional, baik dalam format Kurikulum 2013 (K-13) maupun Kurikulum Merdeka,
secara eksplisit menjadikan kegiatan intrakurikuler sebagai fondasi utama dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
3.1.
Intrakurikuler dalam Kurikulum 2013
Dalam Kurikulum
2013, kegiatan intrakurikuler dirancang untuk membentuk kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu melalui pendekatan ilmiah (scientific
approach). Struktur kurikulum mencakup mata pelajaran wajib
nasional, mata pelajaran pilihan, serta muatan lokal yang dijalankan dalam
kerangka kegiatan intrakurikuler.¹ Pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
tatap muka, tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri, yang keseluruhannya
diintegrasikan dalam satuan waktu pembelajaran resmi di kelas.²
Setiap mata
pelajaran memiliki Kompetensi Inti (KI) yang
terdiri atas empat dimensi utama: spiritual, sosial, pengetahuan, dan
keterampilan. Selanjutnya, Kompetensi Inti dijabarkan ke dalam Kompetensi
Dasar (KD) yang menjadi pedoman bagi guru dalam menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan mengevaluasi hasil belajar peserta
didik.³ Dengan demikian, kegiatan intrakurikuler menjadi tulang punggung dalam
pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.⁴
3.2.
Intrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka
Perkembangan
kebijakan pendidikan nasional mengarah pada penguatan fleksibilitas dan
personalisasi pembelajaran, yang diwujudkan melalui implementasi Kurikulum
Merdeka. Dalam kurikulum ini, kegiatan intrakurikuler tetap
menjadi pusat pembelajaran, namun dengan pendekatan yang lebih adaptif terhadap
konteks dan kebutuhan peserta didik.
Struktur Kurikulum
Merdeka menyederhanakan konten materi dan fokus pada pencapaian Capaian
Pembelajaran (CP), bukan lagi berbasis Kompetensi Dasar seperti
pada K-13. Guru diberikan ruang untuk mengembangkan Alur
Tujuan Pembelajaran (ATP) sesuai dengan karakteristik siswa dan
satuan pendidikan.⁵ Dalam model ini, kegiatan intrakurikuler tidak semata-mata
menyampaikan materi, tetapi lebih pada membentuk pemahaman konseptual,
keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan karakter profil pelajar Pancasila.⁶
Salah satu perbedaan
utama antara Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 terletak pada integrasi
kegiatan projek sebagai bagian dari pembelajaran intrakurikuler dan
kokurikuler. Meskipun Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) secara
teknis masuk ke dalam kegiatan kokurikuler, substansi nilai-nilainya diharapkan
terinternalisasi juga dalam kegiatan intrakurikuler.⁷ Oleh karena itu, guru
intrakurikuler diharapkan mengaitkan pembelajaran akademik dengan konteks
kehidupan nyata, membangun dialog lintas disiplin, dan menumbuhkan budaya
refleksi di kalangan siswa.
3.3.
Komponen Intrakurikuler dalam Struktur
Kurikulum
Komponen
intrakurikuler dalam kurikulum nasional secara umum mencakup:
·
Mata
pelajaran wajib nasional, seperti Pendidikan Agama, PPKn,
Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA/IPS.
·
Muatan
lokal, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kebutuhan
dan kearifan lokal.
·
Mata
pelajaran pilihan, termasuk kelompok keterampilan atau bahasa
asing tertentu.
·
Waktu
pembelajaran terstruktur, yang tercantum dalam struktur
kurikulum setiap jenjang pendidikan dan disusun berdasarkan satuan waktu
(mingguan/tahunan).⁸
Penetapan struktur
intrakurikuler ini tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 yang
mengatur tentang pedoman penerapan Kurikulum Merdeka. Dokumen ini menegaskan
pentingnya fleksibilitas dalam pelaksanaan kurikulum sambil tetap menjaga
standar kualitas nasional.⁹
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dokumen
Kurikulum 2013 SMA/MA, Edisi Revisi, Jakarta: Kemdikbud, 2017.
[2]
Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 3.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud Nomor 24 Tahun
2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, Lampiran I.
[4]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek,
2022, hlm. 11–14.
[6]
Ibid., hlm. 17.
[7]
Kemendikbudristek, Petunjuk Pelaksanaan Projek Penguatan Profil
Pelajar Pancasila, Jakarta: Direktorat GTK, 2022.
[8]
Kemendikbudristek, Struktur Kurikulum Merdeka Jenjang SMA/MA/SMK
Tahun 2022, https://kurikulum.kemdikbud.go.id
[9]
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam
Rangka Pemulihan Pembelajaran, Bab II.
4.
Strategi Implementasi Kegiatan Intrakurikuler
Implementasi
kegiatan intrakurikuler dalam sistem pendidikan nasional Indonesia memerlukan
perencanaan yang sistematis, pelaksanaan yang efektif, serta evaluasi yang
berkelanjutan. Agar pembelajaran intrakurikuler benar-benar menjadi wahana
utama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, diperlukan strategi yang
komprehensif, mencakup pendekatan pembelajaran, peran guru, pengelolaan kelas,
serta dukungan sarana dan teknologi.
4.1.
Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Salah satu prinsip
utama dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler adalah penggunaan pendekatan
pembelajaran yang aktif, partisipatif, dan kontekstual. Permendikbud
Nomor 22 Tahun 2016 menegaskan bahwa proses pembelajaran harus
dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta
memotivasi peserta didik untuk aktif dan mandiri.¹
Beberapa metode yang
direkomendasikan untuk kegiatan intrakurikuler antara lain:
·
Pendekatan
Saintifik (Scientific Approach): digunakan dalam Kurikulum 2013
dengan tahapan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan
yang bertujuan mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah.²
·
Project-Based
Learning (PjBL) dan Problem-Based Learning
(PBL): sangat efektif untuk melatih siswa berpikir kritis,
kolaboratif, dan kreatif dalam menghadapi permasalahan nyata.³
·
Inquiry
Learning: menekankan pencarian aktif oleh siswa terhadap
jawaban atas pertanyaan atau masalah, yang cocok digunakan dalam pembelajaran
berbasis kompetensi.⁴
Kurikulum Merdeka
memberi ruang lebih luas untuk pemanfaatan model pembelajaran berbasis diferensiasi
yang menyesuaikan materi, proses, dan produk belajar dengan karakteristik
peserta didik. Guru didorong untuk mengembangkan fleksibilitas pembelajaran
agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan potensinya.⁵
4.2.
Peran Guru sebagai Fasilitator dan Pengembang
Pembelajaran
Dalam pelaksanaan
kegiatan intrakurikuler, guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi,
melainkan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing.
Guru bertanggung jawab merancang pembelajaran yang adaptif melalui dokumen
perencanaan seperti RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) atau Modul Ajar
(dalam Kurikulum Merdeka) yang memuat tujuan pembelajaran, metode, media,
asesmen, dan refleksi.⁶
Selain itu, guru
juga harus mampu melakukan evaluasi pembelajaran berbasis autentik, yang tidak
hanya menilai aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik. Penilaian
autentik mencakup observasi, portofolio, unjuk kerja, proyek, serta penilaian
diri dan antar teman.⁷ Pendekatan ini memastikan bahwa pembelajaran
intrakurikuler tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga pada proses.
4.3.
Pengelolaan Kegiatan Intrakurikuler di Sekolah
Strategi
implementasi juga mencakup aspek manajerial dan teknis di tingkat satuan
pendidikan. Kepala sekolah dan tim kurikulum perlu memastikan bahwa:
·
Jadwal pelajaran
intrakurikuler disusun secara proporsional.
·
Rasio guru dan jumlah siswa
sesuai dengan kapasitas ideal.
·
Pembagian jam mengajar
tidak melebihi standar maksimal sebagaimana diatur dalam Permendikbud
Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru.⁸
·
Kegiatan intrakurikuler
didukung oleh supervisi akademik yang teratur dan bermakna.
Pemanfaatan rapat
dewan guru, forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran),
dan program
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) menjadi strategi
untuk memperkuat kompetensi pedagogis guru dan meningkatkan kualitas implementasi
intrakurikuler.⁹
4.4.
Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran
Intrakurikuler
Dalam era
transformasi digital, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
menjadi bagian integral dari pelaksanaan intrakurikuler. Kementerian Pendidikan
melalui kebijakan Merdeka Belajar mendorong
digitalisasi pembelajaran melalui platform seperti Merdeka
Mengajar, Rumah Belajar, dan Platform
Rapor Pendidikan.¹⁰
Pemanfaatan Learning
Management System (LMS), aplikasi kuis interaktif, video pembelajaran, dan
simulasi daring dapat memperkaya strategi pembelajaran intrakurikuler serta
meningkatkan keterlibatan siswa. Teknologi juga memungkinkan penerapan blended
learning dan differentiated instruction yang
mendukung prinsip keadilan dan inklusivitas dalam proses belajar.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah,
Pasal 1.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Pegangan Guru Kurikulum
2013 Revisi, Jakarta: Kemdikbud, 2017, hlm. 11–12.
[3]
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma
Pustaka, 2020), hlm. 89–92.
[4]
Sani, Ridwan Abdullah. Pembelajaran Berbasis Inkuiri,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 42–45.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek,
2022, hlm. 29–31.
[6]
Ibid., hlm. 35–38.
[7]
Zainal Aqib, Penilaian Hasil Belajar di Sekolah, (Bandung:
Yrama Widya, 2017), hlm. 113.
[8]
Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Pemenuhan Beban Kerja Guru, Pasal 2 dan 3.
[9]
Direktorat Jenderal GTK, Petunjuk Teknis Program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan, (Jakarta: Kemendikbud, 2020).
[10]
Kemendikbudristek, Kebijakan Merdeka Belajar dan Transformasi
Digital Pendidikan, 2021, https://pusdatin.kemdikbud.go.id
5.
Tantangan dan Permasalahan dalam Pelaksanaan
Intrakurikuler
Meskipun kegiatan
intrakurikuler telah dirancang sebagai komponen inti dalam sistem pendidikan
nasional, implementasinya di lapangan masih menghadapi beragam tantangan yang
kompleks. Permasalahan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga struktural
dan sistemik. Pemahaman terhadap berbagai kendala ini penting untuk merumuskan
strategi perbaikan dan penguatan kegiatan pembelajaran di sekolah.
5.1.
Ketimpangan Sumber Daya dan Sarana Prasarana
Salah satu tantangan
utama dalam pelaksanaan intrakurikuler adalah ketimpangan antar sekolah dalam
hal ketersediaan sarana prasarana. Sekolah-sekolah di daerah terpencil atau
tertinggal sering kali menghadapi keterbatasan fasilitas pembelajaran seperti
ruang kelas yang layak, laboratorium, perpustakaan, dan akses internet.¹
Ketimpangan ini berdampak langsung terhadap kualitas pembelajaran intrakurikuler,
terutama dalam menerapkan pendekatan aktif dan berbasis teknologi sebagaimana
dikehendaki dalam Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka.
Laporan Rapor
Pendidikan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 30% satuan
pendidikan masih berada di bawah standar minimum sarana pembelajaran, terutama
di wilayah Indonesia Timur dan daerah perdesaan.² Kondisi ini menyebabkan
terjadinya kesenjangan mutu pendidikan dan menghambat upaya pemerataan akses
terhadap pembelajaran berkualitas.
5.2.
Kompetensi Guru yang Belum Merata
Guru memegang peran
kunci dalam keberhasilan pelaksanaan intrakurikuler. Namun, banyak guru masih
menghadapi kendala dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang inovatif,
kontekstual, dan berpusat pada peserta didik. Menurut hasil evaluasi Program
Guru Penggerak, masih ditemukan kesenjangan signifikan dalam hal pemahaman
terhadap asesmen formatif, pembelajaran berdiferensiasi, serta perencanaan
berbasis capaian pembelajaran.³
Sebagian guru juga
mengalami kesulitan dalam memanfaatkan teknologi digital secara optimal.
Keterbatasan dalam literasi digital guru menjadi hambatan serius, terutama
dalam konteks pembelajaran daring atau blended learning yang diperkuat sejak
pandemi COVID-19.⁴ Meskipun pelatihan telah banyak disediakan, pelaksanaan program
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) masih belum optimal dari segi
jangkauan dan kualitas.
5.3.
Beban Kurikulum dan Waktu Pembelajaran
Pelaksanaan
intrakurikuler sering kali terbentur dengan persoalan beban kurikulum yang
padat. Dalam Kurikulum 2013, misalnya, banyak guru merasa terbebani oleh
tuntutan menyelesaikan seluruh Kompetensi Dasar dalam waktu yang terbatas,
sehingga pembelajaran cenderung menjadi berorientasi pada penuntasan materi
alih-alih pemahaman yang mendalam.⁵
Sementara itu,
meskipun Kurikulum Merdeka menawarkan fleksibilitas melalui penyusunan alur
tujuan pembelajaran (ATP), implementasinya masih menghadapi tantangan teknis di
sekolah-sekolah yang belum memiliki kapasitas perencanaan yang memadai.⁶
Beberapa guru masih merasa bingung dalam menyusun modul ajar yang kontekstual
dan sesuai dengan karakteristik siswa.
5.4.
Kesenjangan Implementasi Kebijakan dan Realitas
Sekolah
Sering kali terjadi
ketidaksesuaian antara kebijakan nasional yang progresif dan kondisi riil di
lapangan. Kebijakan Merdeka Belajar yang memberi otonomi kepada satuan
pendidikan untuk merancang pembelajaran sering tidak diiringi oleh dukungan
pendampingan dan supervisi yang memadai.⁷ Banyak sekolah masih bergantung pada
arahan teknis yang terpusat, sehingga belum mampu mengembangkan kreativitas dan
inovasi dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler.
Selain itu,
pelaporan administratif yang rumit dan beban administratif guru juga menjadi
keluhan yang berdampak pada efektivitas pengajaran. Guru lebih banyak
menghabiskan waktu untuk mengisi dokumen daripada melakukan refleksi dan
peningkatan kualitas pembelajaran.⁸
5.5.
Minimnya Pelibatan Siswa secara Aktif
Meskipun prinsip
pembelajaran aktif telah ditekankan dalam berbagai regulasi, kenyataannya masih
banyak proses pembelajaran yang berlangsung secara monoton dan berpusat pada
guru. Siswa masih menjadi objek yang pasif dalam kegiatan intrakurikuler,
terutama di sekolah-sekolah yang masih mempertahankan metode ceramah satu arah
sebagai strategi utama.⁹
Hal ini menunjukkan perlunya
perubahan paradigma dalam pembelajaran intrakurikuler yang tidak hanya fokus
pada capaian akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter, kreativitas,
kolaborasi, dan pemecahan masalah. Kurikulum Merdeka menawarkan peluang ke arah
tersebut, tetapi dibutuhkan perubahan budaya sekolah dan kepemimpinan
pembelajaran yang kuat.
Footnotes
[1]
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Profil
Pendidikan Nasional Tahun 2023, Jakarta: Kemendikbudristek, 2023, hlm. 21.
[2]
Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Rapor Pendidikan
Indonesia Tahun 2023, https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id
[3]
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Laporan Evaluasi
Program Guru Penggerak Gelombang 3, Jakarta: Kemdikbudristek, 2022.
[4]
Kompas, “Literasi Digital Guru Masih Rendah,” Kompas.id, 4
Oktober 2022, https://www.kompas.id
[5]
Mulyasa, E., Kurikulum 2013: Revisi dan Implementasi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 102.
[6]
Kemendikbudristek, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum
Merdeka, (Jakarta: 2022), hlm. 34.
[7]
Wahyudi, A., “Otonomi Sekolah dalam Merdeka Belajar: Tantangan dan
Solusi,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 8, No. 2 (2022):
175–182.
[8]
Tempo, “Guru Masih Terbebani Administrasi,” Tempo.co, 16
Agustus 2023, https://www.tempo.co
[9]
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 61–63.
6.
Inovasi dan Best Practices dalam Kegiatan
Intrakurikuler
Dalam menghadapi
tantangan kompleks abad ke-21, kegiatan intrakurikuler di Indonesia memerlukan
pembaruan dan inovasi yang berkelanjutan. Pembelajaran konvensional yang
didominasi ceramah satu arah dan berorientasi pada penguasaan konten faktual
harus digantikan dengan pendekatan yang lebih transformatif, interaktif, dan
kontekstual. Inovasi dalam kegiatan intrakurikuler menjadi strategi kunci untuk
meningkatkan kualitas hasil belajar serta membentuk kompetensi utuh yang
mencakup pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik.
6.1.
Inovasi Pembelajaran Berbasis Proyek dan
Konteks Kehidupan Nyata
Salah satu inovasi
yang menonjol dalam kegiatan intrakurikuler adalah penerapan model Project-Based
Learning (PjBL). Model ini mendorong peserta didik untuk
belajar melalui eksplorasi dan penyelesaian masalah nyata secara kolaboratif.
Kegiatan seperti proyek pemetaan sosial, pembuatan produk daur ulang, atau
simulasi kewirausahaan menjadi contoh kegiatan intrakurikuler yang
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan keterampilan abad ke-21.¹
Dalam Kurikulum
Merdeka, prinsip pembelajaran berbasis proyek diakomodasi dalam struktur
Capaian Pembelajaran (CP) dan dihubungkan dengan nilai-nilai Profil Pelajar
Pancasila.² Sekolah-sekolah yang menerapkan praktik ini menunjukkan peningkatan
keterlibatan siswa, kreativitas, dan daya pikir kritis, seperti ditunjukkan
oleh hasil evaluasi pembelajaran di sekolah-sekolah penggerak.³
6.2.
Integrasi Nilai Profil Pelajar Pancasila dalam
Pembelajaran
Implementasi Profil
Pelajar Pancasila (PPP) sebagai orientasi pembelajaran di
Kurikulum Merdeka mendorong satuan pendidikan untuk mengintegrasikan
nilai-nilai utama—seperti gotong royong, kebhinekaan global, dan kemandirian—ke
dalam pembelajaran intrakurikuler. Guru matematika, misalnya, dapat merancang
pembelajaran statistik dengan mengambil data lingkungan sekitar sebagai objek
kajian, yang tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga membentuk
kepedulian sosial siswa.⁴
Inovasi ini juga
diwujudkan dalam penggunaan refleksi nilai di akhir
pembelajaran, di mana peserta didik diminta menuliskan atau mendiskusikan
nilai-nilai yang mereka pelajari dari materi, proses, atau interaksi dalam
kelas. Praktik ini telah diterapkan di beberapa sekolah penggerak dan SMK Pusat
Keunggulan dengan hasil positif terhadap karakter siswa.⁵
6.3.
Praktik Inovatif Guru dan Kolaborasi Antarmata
Pelajaran
Beberapa guru di
Indonesia telah mengembangkan modul ajar tematik lintas mata pelajaran
yang menautkan konten pelajaran dengan isu-isu aktual, seperti perubahan iklim,
literasi digital, atau ketahanan pangan. Di SMAN 1 Sleman, misalnya, guru
Bahasa Indonesia, Biologi, dan Informatika berkolaborasi menyusun modul ajar
berbasis proyek pembuatan vlog edukatif tentang ekosistem lokal, yang mendorong
kolaborasi, keterampilan komunikasi, dan kemampuan literasi teknologi siswa.⁶
Kolaborasi antarguru
ini menjadi praktik baik (best practice) dalam membangun pembelajaran yang
bermakna dan integratif. Pendekatan ini mendorong guru keluar dari sekat-sekat
mata pelajaran dan membantu siswa memahami keterkaitan antarilmu.
6.4.
Pemanfaatan Teknologi untuk Meningkatkan
Interaktivitas dan Akses
Pemanfaatan
teknologi digital dalam kegiatan intrakurikuler telah membuka ruang baru dalam
inovasi pembelajaran. Platform seperti Google Classroom, Canva, Kahoot, Quizziz,
hingga Merdeka
Mengajar telah membantu guru dalam merancang pembelajaran yang
lebih menarik, interaktif, dan terdiferensiasi.⁷
Di SMPN 3 Cibinong,
guru IPA mengembangkan e-modul berbasis video eksperimen yang dapat diakses
melalui ponsel, sehingga siswa tetap dapat belajar secara mandiri di luar
kelas. Inovasi ini penting terutama untuk menjembatani ketimpangan akses dan
memperkuat semangat belajar sepanjang hayat (lifelong learning).⁸
6.5.
Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi dan
Universal Design for Learning (UDL)
Pembelajaran
intrakurikuler juga telah mengalami kemajuan melalui penerapan pendekatan
berdiferensiasi dan prinsip Universal Design for Learning (UDL).
Pendekatan ini memungkinkan guru untuk menyesuaikan isi, proses, dan produk
pembelajaran sesuai gaya belajar, minat, dan tingkat kesiapan peserta didik.⁹
Misalnya, dalam
pembelajaran sejarah, guru dapat menawarkan pilihan: siswa dapat menulis esai,
membuat peta pikiran digital, atau merekam video penjelasan tentang tokoh
sejarah. Praktik ini menciptakan rasa kepemilikan belajar, meningkatkan
motivasi, serta mengakomodasi keragaman kemampuan dalam satu kelas.¹⁰
Footnotes
[1]
Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Berbasis Proyek, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2016), hlm. 33–36.
[2]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek,
2022, hlm. 27–28.
[3]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdasmen, Laporan Evaluasi Implementasi
Sekolah Penggerak Tahun 2022, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022.
[4]
Kemendikbudristek, Modul Ajar Matematika: Integrasi Profil Pelajar
Pancasila, 2022.
[5]
Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan, Praktik Baik SMK Pusat
Keunggulan, (Jakarta: 2022), hlm. 15.
[6]
Dinas Pendidikan DIY, Laporan Inovasi Pembelajaran Berbasis
Kolaborasi Antarmata Pelajaran, Yogyakarta: Disdik DIY, 2022.
[7]
Kemendikbudristek, Kebijakan Digitalisasi Sekolah dan Pemanfaatan
Platform Merdeka Mengajar, 2023, https://guru.kemdikbud.go.id
[8]
Dokumentasi Inovasi Sekolah SMPN 3 Cibinong, “Penggunaan E-Modul
Berbasis Video Praktikum IPA,” 2023.
[9]
Tomlinson, Carol Ann, The Differentiated Classroom: Responding to
the Needs of All Learners, (Alexandria: ASCD, 2017), hlm. 7–9.
[10]
CAST, Universal Design for Learning Guidelines Version 2.2,
2018, https://udlguidelines.cast.org
7.
Implikasi Intrakurikuler terhadap Capaian
Pendidikan
Sebagai komponen
inti dalam sistem pembelajaran formal, kegiatan intrakurikuler memiliki
implikasi yang luas dan signifikan terhadap capaian pendidikan di Indonesia.
Implikasi ini tidak hanya terbatas pada aspek akademik (kognitif), tetapi juga
mencakup perkembangan afektif dan psikomotorik siswa, serta ketercapaian
standar kompetensi lulusan dan tujuan pendidikan nasional.
7.1.
Pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Intrakurikuler
memainkan peran utama dalam realisasi Standar Nasional Pendidikan (SNP)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021.
Di antara delapan standar tersebut, kegiatan intrakurikuler secara langsung
berkaitan dengan Standar Isi, Standar
Proses, Standar Kompetensi Lulusan, dan
Standar
Penilaian Pendidikan.¹ Dalam konteks ini, intrakurikuler
merupakan wahana utama dalam menginternalisasi kurikulum formal dan mengukur
keberhasilan sistem pendidikan pada setiap jenjang.
Kegiatan
pembelajaran intrakurikuler memungkinkan siswa untuk mengembangkan kompetensi
dasar sesuai dengan muatan kurikulum, seperti kemampuan literasi, numerasi,
penalaran logis, serta kepekaan sosial dan lingkungan. Ketika pelaksanaan
intrakurikuler dirancang dengan baik, capaian kompetensi siswa pun meningkat
secara signifikan, sebagaimana tercermin dalam peningkatan rerata nilai rapor
pendidikan dan hasil asesmen nasional.²
7.2.
Kontribusi terhadap Pembentukan Karakter dan
Profil Pelajar Pancasila
Kurikulum Merdeka
menekankan bahwa intrakurikuler bukan hanya media untuk transmisi pengetahuan,
tetapi juga sarana strategis dalam membentuk Profil Pelajar Pancasila yang
mencakup enam dimensi utama: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.³
Integrasi
nilai-nilai karakter dalam intrakurikuler, misalnya melalui metode diskusi
etika dalam pembelajaran PPKn atau refleksi dalam pelajaran Agama,
berkontribusi terhadap pembentukan watak siswa yang berintegritas dan
bertanggung jawab. Dengan demikian, capaian pendidikan tidak hanya dilihat dari
segi nilai ujian, tetapi juga dari kemampuan siswa menjadi warga negara yang
baik, partisipatif, dan berdaya saing.⁴
7.3.
Peningkatan Kompetensi Abad ke-21
Pembelajaran
intrakurikuler yang dirancang dengan pendekatan modern, seperti project-based
learning, collaborative learning, dan digital
literacy integration, memberikan kontribusi nyata terhadap
penguasaan keterampilan abad ke-21. Hal ini meliputi kemampuan berpikir kritis,
komunikasi efektif, kolaborasi, dan kreativitas (4C).⁵
Berbagai studi
menunjukkan bahwa sekolah yang aktif mengembangkan kegiatan intrakurikuler
inovatif cenderung menghasilkan lulusan yang lebih adaptif terhadap perubahan,
lebih terampil dalam memecahkan masalah kompleks, dan lebih percaya diri dalam
berkompetisi di tingkat nasional maupun internasional.⁶ Implikasi ini sangat
penting dalam konteks persaingan global dan transformasi digital yang semakin
cepat.
7.4.
Efek Terhadap Hasil Asesmen dan Evaluasi
Pendidikan
Kegiatan
intrakurikuler memiliki korelasi erat dengan hasil berbagai asesmen nasional,
seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
dan Survei
Karakter. Satuan pendidikan yang mampu menyelenggarakan
pembelajaran intrakurikuler secara bermutu, terpantau memiliki hasil AKM yang
lebih tinggi dibanding sekolah dengan pelaksanaan pembelajaran yang pasif dan
monoton.⁷
Implikasi lain juga
terlihat dalam pelaporan capaian belajar melalui Rapor
Pendidikan yang kini menjadi bagian dari sistem evaluasi
nasional berbasis data. Melalui analisis terhadap indikator mutu, kegiatan
intrakurikuler yang kuat berkontribusi terhadap peningkatan indeks literasi,
numerasi, dan lingkungan belajar yang aman serta inklusif.⁸
7.5.
Penguatan Fungsi Sekolah sebagai Pusat
Pembelajaran Bermakna
Ketika kegiatan
intrakurikuler dirancang secara kontekstual, menyenangkan, dan sesuai dengan
kebutuhan siswa, maka sekolah tidak lagi menjadi sekadar tempat menerima
pelajaran, melainkan berkembang menjadi pusat pembelajaran yang bermakna (center
of meaningful learning). Siswa menjadi lebih antusias, terlibat
secara aktif, dan menunjukkan motivasi belajar yang tinggi.
Implikasi jangka
panjang dari hal ini adalah terciptanya budaya belajar yang sehat dan
berkelanjutan, yang pada akhirnya mendukung pembangunan sumber daya manusia
unggul sebagaimana dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020–2024.⁹
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021
tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 2.
[2]
Pusat Data dan Teknologi Informasi, Rapor Pendidikan Nasional Tahun
2023, https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id
[3]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek,
2022, hlm. 20–21.
[4]
Direktorat Pendidikan Pancasila dan Karakter, Integrasi Pendidikan
Karakter dalam Mata Pelajaran, Jakarta: Kemdikbud, 2020.
[5]
Trilling, Bernie & Fadel, Charles, 21st Century Skills:
Learning for Life in Our Times, (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), hlm.
49.
[6]
UNICEF Indonesia, Education and Skills for the Future of Work,
2021, https://www.unicef.org/indonesia
[7]
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Laporan Hasil AKM
Nasional Tahun 2022, Jakarta: Kemdikbudristek, 2023.
[8]
Kemendikbudristek, Platform Rapor Pendidikan dan Implikasinya
terhadap Mutu Sekolah, 2023.
[9]
Republik Indonesia, RPJMN 2020–2024: Pembangunan SDM Unggul,
Bappenas, 2020.
8.
Penutup
Kegiatan
intrakurikuler memiliki peran yang sangat fundamental dalam sistem pendidikan
nasional Indonesia. Sebagai inti dari proses pembelajaran formal,
intrakurikuler tidak hanya menjadi wahana penyampaian pengetahuan, tetapi juga
instrumen strategis dalam membentuk karakter, keterampilan, dan kompetensi abad
ke-21 peserta didik. Melalui pendekatan yang terstruktur, intrakurikuler
memungkinkan ketercapaian Standar Nasional Pendidikan dan
mendukung visi besar pendidikan nasional untuk menciptakan sumber daya manusia
yang unggul, mandiri, dan berdaya saing.
Dalam kurikulum
nasional—baik Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka—kegiatan intrakurikuler
telah dirancang sebagai tulang punggung pembelajaran. Kurikulum 2013 menekankan
integrasi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendekatan
saintifik, sementara Kurikulum Merdeka memperkenalkan capaian pembelajaran yang
lebih fleksibel, personal, dan kontekstual.¹ Dalam keduanya, kegiatan
intrakurikuler diarahkan untuk memperkuat dimensi kognitif sekaligus afektif
dan psikomotorik dalam diri siswa.
Meskipun demikian,
pelaksanaan intrakurikuler di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan,
mulai dari ketimpangan sumber daya, keterbatasan kompetensi guru, hingga beban
administratif yang menyita waktu.² Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama
dari semua pemangku kepentingan pendidikan—pemerintah, sekolah, guru, orang
tua, dan masyarakat—untuk memperkuat implementasi intrakurikuler secara
inovatif dan inklusif.
Beberapa langkah
strategis dapat direkomendasikan untuk meningkatkan kualitas kegiatan
intrakurikuler ke depan. Pertama, penguatan kapasitas guru melalui pelatihan
yang berkelanjutan dan berbasis praktik nyata perlu diperluas, khususnya dalam
penerapan pembelajaran berdiferensiasi, asesmen autentik, dan penggunaan
teknologi pendidikan.³ Kedua, pengembangan budaya kolaboratif antarguru dan
antarmata pelajaran perlu didorong untuk menciptakan pembelajaran yang
integratif dan lintas disiplin.⁴ Ketiga, pelibatan aktif siswa dalam proses
pembelajaran harus menjadi perhatian utama, dengan memberikan ruang untuk berekspresi,
bereksplorasi, dan merefleksi.
Selain itu,
pendekatan berbasis nilai melalui integrasi Profil Pelajar Pancasila perlu
terus diperkuat dalam praktik intrakurikuler. Dengan menjadikan nilai-nilai
seperti gotong royong, kebinekaan, dan kemandirian sebagai bagian integral dari
pembelajaran di kelas, maka proses pendidikan tidak hanya menghasilkan siswa
yang cerdas secara akademis, tetapi juga tangguh secara moral dan sosial.⁵
Akhirnya,
keberhasilan implementasi intrakurikuler akan sangat menentukan arah dan mutu
pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Dalam konteks globalisasi dan revolusi
industri 4.0, sistem pendidikan yang kuat adalah sistem yang mampu memanfaatkan
kegiatan intrakurikuler sebagai sarana pengembangan potensi manusia secara utuh.
Seperti dinyatakan oleh Kemendikbudristek, “pendidikan harus memerdekakan siswa
untuk tumbuh sesuai kodratnya, baik sebagai individu, anggota masyarakat,
maupun warga dunia.”⁶ Oleh sebab itu, penguatan intrakurikuler bukanlah
pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis demi masa depan bangsa.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek,
2022, hlm. 17–21.
[2]
Pusat Data dan Teknologi Informasi, Rapor Pendidikan Nasional Tahun
2023, https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id
[3]
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Petunjuk Teknis
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), Jakarta: Kemendikbud, 2021.
[4]
Dinas Pendidikan DIY, Laporan Inovasi Pembelajaran Kolaboratif
Antarmata Pelajaran, Yogyakarta: Disdik DIY, 2022.
[5]
Kemendikbudristek, Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka,
2022.
[6]
Nadiem Anwar Makarim, Sambutan Menteri Pendidikan dalam Peluncuran
Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022.
Daftar Pustaka
Badan Standar, Kurikulum,
dan Asesmen Pendidikan. (2023). Profil Pendidikan Nasional Tahun 2023.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
CAST. (2018). Universal
Design for Learning Guidelines Version 2.2. https://udlguidelines.cast.org
Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan. (2021). Petunjuk teknis pengembangan keprofesian
berkelanjutan (PKB). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi.
Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan. (2022). Laporan evaluasi Program Guru Penggerak
Gelombang 3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Direktorat Jenderal PAUD,
Dikdasmen. (2022). Laporan evaluasi implementasi Sekolah Penggerak Tahun
2022. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Direktorat Pendidikan
Pancasila dan Karakter. (2020). Integrasi pendidikan karakter dalam mata
pelajaran. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Sekolah Menengah
Kejuruan. (2022). Praktik baik SMK Pusat Keunggulan. Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dinas Pendidikan Daerah
Istimewa Yogyakarta. (2022). Laporan inovasi pembelajaran kolaboratif
antarmata pelajaran. Disdik DIY.
Kemendikbudristek. (2022). Panduan
pembelajaran dan asesmen Kurikulum Merdeka. Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kemendikbudristek. (2022). Modul
ajar Matematika: Integrasi Profil Pelajar Pancasila. Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kemendikbudristek. (2023). Kebijakan
digitalisasi sekolah dan pemanfaatan platform Merdeka Mengajar. https://guru.kemdikbud.go.id
Kemendikbudristek. (2023). Platform
Rapor Pendidikan dan implikasinya terhadap mutu sekolah. Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kompas. (2022, Oktober 4).
Literasi digital guru masih rendah. Kompas.id. https://www.kompas.id
Mulyasa, E. (2017). Kurikulum
2013: Revisi dan implementasi. Remaja Rosdakarya.
Pusat Data dan Teknologi
Informasi. (2023). Rapor Pendidikan Indonesia Tahun 2023. https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id
Republik Indonesia. (2016).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. https://jdih.kemdikbud.go.id
Republik Indonesia. (2018).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Pemenuhan Beban Kerja Guru. https://jdih.kemdikbud.go.id
Republik Indonesia. (2020).
RPJMN 2020–2024: Pembangunan SDM Unggul. Kementerian PPN/Bappenas.
Republik Indonesia. (2021).
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan. https://peraturan.bpk.go.id
Sani, R. A. (2014). Pembelajaran
berbasis inkuiri. Bumi Aksara.
Sani, R. A. (2016). Pembelajaran
berbasis proyek. Bumi Aksara.
Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar
proses belajar mengajar. Sinar Baru Algensindo.
Sugiyanto. (2020). Model-model
pembelajaran inovatif. Yuma Pustaka.
Tempo. (2023, Agustus 16).
Guru masih terbebani administrasi. Tempo.co. https://www.tempo.co
Tomlinson, C. A. (2017). The
differentiated classroom: Responding to the needs of all learners (2nd
ed.). ASCD.
Trilling, B., & Fadel,
C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times.
Jossey-Bass.
UNICEF Indonesia. (2021). Education
and skills for the future of work. https://www.unicef.org/indonesia
Wahyudi, A. (2022). Otonomi
sekolah dalam Merdeka Belajar: Tantangan dan solusi. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 8(2), 175–182.
Zainal Aqib. (2017). Penilaian
hasil belajar di sekolah. Yrama Widya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar