Rabu, 09 Juli 2025

Intrakurikuler: Kajian Konseptual dan Implementatif

Intrakurikuler

Kajian Konseptual dan Implementatif


Alihkan ke: Kurikuler dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.


Abstrak

Intrakurikuler merupakan inti dari proses pembelajaran dalam sistem pendidikan nasional Indonesia yang mencakup seluruh kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis dalam struktur kurikulum formal. Artikel ini bertujuan mengkaji secara konseptual dan implementatif posisi strategis kegiatan intrakurikuler dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, termasuk penguatan kompetensi siswa dan pembentukan karakter. Pembahasan mencakup definisi, landasan yuridis, bentuk dan ruang lingkup intrakurikuler, strategi pelaksanaan, tantangan, serta inovasi dan praktik baik yang telah diterapkan di berbagai satuan pendidikan. Temuan kajian menunjukkan bahwa keberhasilan kegiatan intrakurikuler sangat dipengaruhi oleh kompetensi guru, pendekatan pembelajaran yang digunakan, kesiapan sarana prasarana, serta dukungan kebijakan yang adaptif terhadap dinamika kebutuhan siswa. Implementasi Kurikulum Merdeka menjadi peluang strategis untuk mendorong pembelajaran yang berdiferensiasi, kontekstual, dan berorientasi pada Profil Pelajar Pancasila. Kesimpulannya, penguatan kegiatan intrakurikuler merupakan langkah krusial dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional, baik dari sisi akademik maupun karakter peserta didik.

Kata Kunci: Intrakurikuler, pendidikan nasional, Kurikulum Merdeka, strategi pembelajaran, Profil Pelajar Pancasila, inovasi pendidikan, kompetensi abad ke-21.


PEMBAHASAN

Intrakurikuler sebagai Inti Pembelajaran dalam Sistem Pendidikan Nasional


1.           Pendahuluan

Pendidikan merupakan fondasi utama dalam pembangunan bangsa, dan keberhasilan sistem pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya. Dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia, kegiatan pembelajaran diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama, yaitu intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Dari ketiganya, kegiatan intrakurikuler menempati posisi sentral karena mencerminkan struktur utama dari kurikulum formal yang diatur secara nasional.

Intrakurikuler merujuk pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis dalam ruang kelas, dengan mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kegiatan ini meliputi pengajaran mata pelajaran wajib, muatan lokal, serta mata pelajaran tambahan yang mendukung pencapaian kompetensi dasar dan kompetensi inti siswa sesuai jenjang pendidikan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya.¹

Dalam praktiknya, kegiatan intrakurikuler menjadi sarana utama bagi pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kegiatan ini mencerminkan pilar utama dari delapan standar nasional pendidikan, khususnya pada Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian Pendidikan.² Dengan demikian, intrakurikuler tidak hanya bertujuan untuk mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga untuk membentuk karakter, meningkatkan keterampilan berpikir kritis, serta membangun sikap dan nilai-nilai kebangsaan yang sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.

Seiring dengan implementasi Kurikulum 2013 dan kini Kurikulum Merdeka, peran intrakurikuler mengalami penguatan dan pengembangan melalui pendekatan yang lebih holistik, berbasis kompetensi, dan berorientasi pada kebutuhan siswa abad ke-21. Pembelajaran dalam ruang lingkup intrakurikuler saat ini tidak lagi berpusat pada guru, tetapi menempatkan siswa sebagai subjek aktif yang berperan dalam membangun pemahamannya sendiri.³ Hal ini selaras dengan visi pendidikan nasional yang menekankan pada pengembangan Profil Pelajar Pancasila sebagai fondasi karakter bangsa.⁴

Namun, tantangan dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler tetap ada. Kesenjangan sumber daya, kurangnya pelatihan guru dalam strategi pembelajaran aktif, serta lemahnya manajemen waktu dan beban kurikulum menjadi beberapa persoalan yang sering muncul di lapangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang komprehensif tentang posisi, fungsi, dan implementasi kegiatan intrakurikuler dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Kajian ini tidak hanya penting untuk memastikan ketercapaian tujuan pendidikan, tetapi juga untuk mengidentifikasi strategi peningkatan kualitas pembelajaran yang kontekstual dan relevan dengan dinamika zaman.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 19 ayat (1).

[2]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab III.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Panduan Guru Kurikulum 2013 Revisi 2017, Jakarta: Kemdikbud, 2017.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022.


2.           Konsep Dasar Intrakurikuler

Dalam kerangka sistem pendidikan nasional Indonesia, kegiatan intrakurikuler merupakan inti dari proses pembelajaran yang berlangsung secara formal dan terstruktur. Intrakurikuler secara umum didefinisikan sebagai semua bentuk kegiatan pembelajaran yang terjadi dalam jam pelajaran resmi, yang berlandaskan pada struktur kurikulum nasional dan dilaksanakan di bawah bimbingan langsung guru atau pendidik.¹

2.1.       Definisi dan Karakteristik Intrakurikuler

Secara terminologis, istilah intrakurikuler berasal dari kata intra yang berarti "di dalam" dan curriculum yang berarti "jalur pelajaran atau rencana pembelajaran". Oleh karena itu, intrakurikuler merujuk pada kegiatan yang sepenuhnya berada di dalam sistem kurikulum formal dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Kegiatan ini meliputi mata pelajaran pokok seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Agama, serta mata pelajaran lokal dan pilihan sesuai dengan jenjang dan jenis satuan pendidikan.²

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, kegiatan intrakurikuler merupakan bagian dari pembelajaran inti yang bertujuan untuk mencapai Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan kurikulum yang berlaku.³ Setiap kegiatan intrakurikuler harus dirancang secara sistematis, mengintegrasikan pendekatan saintifik, serta memperhatikan prinsip diferensiasi, relevansi, dan kebermaknaan bagi peserta didik.

Karakteristik utama kegiatan intrakurikuler meliputi: (1) terikat waktu dan struktur kurikulum; (2) dilaksanakan dalam satuan waktu resmi (jam pelajaran); (3) berfokus pada pencapaian tujuan pembelajaran nasional; dan (4) memiliki sistem penilaian formal, baik formatif maupun sumatif.⁴

2.2.       Intrakurikuler dalam Perspektif Regulasi dan Kurikulum Nasional

Dalam konteks kebijakan pendidikan, kegiatan intrakurikuler dijelaskan secara eksplisit dalam berbagai regulasi. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan menegaskan bahwa isi kurikulum terdiri atas kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang secara integral mendukung pencapaian profil pelajar Pancasila.⁵ Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan intrakurikuler tidak hanya memiliki dimensi akademik, tetapi juga memainkan peran strategis dalam pembentukan karakter dan kompetensi abad ke-21.

Dalam Kurikulum Merdeka, struktur intrakurikuler mengalami fleksibilitas dengan pendekatan berbasis capaian pembelajaran (CP) dan alur tujuan pembelajaran (ATP). Guru diberi kewenangan lebih besar untuk merancang kegiatan intrakurikuler yang kontekstual, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan kondisi sekolah.⁶ Model ini menekankan pentingnya transisi dari teaching to learning, yakni dari pengajaran yang berpusat pada guru menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa.

2.3.       Perbedaan Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler

Meskipun saling berkaitan, ketiga jenis kegiatan pembelajaran dalam sistem pendidikan nasional memiliki perbedaan mendasar. Intrakurikuler adalah kegiatan inti yang wajib dan bersifat akademik formal; kokurikuler bersifat pelengkap yang memperdalam dan memperkaya kegiatan intrakurikuler, seperti proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5); sementara ekstrakurikuler bersifat sukarela dan berfokus pada pengembangan minat, bakat, serta kepribadian siswa di luar jam pembelajaran.⁷

Dengan memahami posisi dan peran intrakurikuler secara konseptual, satuan pendidikan dan para pemangku kepentingan diharapkan dapat mengelola kegiatan pembelajaran dengan lebih efektif dan terarah, sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan nasional secara utuh.


Footnotes

[1]                Ahmad Susanto, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Prinsip Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 137.

[2]                Sisdiknas Indonesia, Kamus Pendidikan Nasional, ed. Kementerian Pendidikan Nasional (Jakarta: Balitbang Kemdiknas, 2010), 213.

[3]                Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Bab II, Pasal 3.

[4]                Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), 85.

[5]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP No. 57 Tahun 2021 tentang SNP, Pasal 4.

[6]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Edisi Revisi 2022, 11–13.

[7]                Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Petunjuk Teknis Kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler, Jakarta: Kemendikbudristek, 2021.


3.           Intrakurikuler dalam Kurikulum Nasional

Kegiatan intrakurikuler memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam implementasi kurikulum nasional Indonesia. Sebagai bagian utama dari struktur pembelajaran, intrakurikuler menjadi wahana utama dalam mencapai kompetensi dasar, kompetensi inti, serta profil lulusan yang diharapkan sesuai jenjang pendidikan. Kurikulum nasional, baik dalam format Kurikulum 2013 (K-13) maupun Kurikulum Merdeka, secara eksplisit menjadikan kegiatan intrakurikuler sebagai fondasi utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

3.1.       Intrakurikuler dalam Kurikulum 2013

Dalam Kurikulum 2013, kegiatan intrakurikuler dirancang untuk membentuk kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu melalui pendekatan ilmiah (scientific approach). Struktur kurikulum mencakup mata pelajaran wajib nasional, mata pelajaran pilihan, serta muatan lokal yang dijalankan dalam kerangka kegiatan intrakurikuler.¹ Pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri, yang keseluruhannya diintegrasikan dalam satuan waktu pembelajaran resmi di kelas.²

Setiap mata pelajaran memiliki Kompetensi Inti (KI) yang terdiri atas empat dimensi utama: spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Selanjutnya, Kompetensi Inti dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar (KD) yang menjadi pedoman bagi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan mengevaluasi hasil belajar peserta didik.³ Dengan demikian, kegiatan intrakurikuler menjadi tulang punggung dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.⁴

3.2.       Intrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka

Perkembangan kebijakan pendidikan nasional mengarah pada penguatan fleksibilitas dan personalisasi pembelajaran, yang diwujudkan melalui implementasi Kurikulum Merdeka. Dalam kurikulum ini, kegiatan intrakurikuler tetap menjadi pusat pembelajaran, namun dengan pendekatan yang lebih adaptif terhadap konteks dan kebutuhan peserta didik.

Struktur Kurikulum Merdeka menyederhanakan konten materi dan fokus pada pencapaian Capaian Pembelajaran (CP), bukan lagi berbasis Kompetensi Dasar seperti pada K-13. Guru diberikan ruang untuk mengembangkan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) sesuai dengan karakteristik siswa dan satuan pendidikan.⁵ Dalam model ini, kegiatan intrakurikuler tidak semata-mata menyampaikan materi, tetapi lebih pada membentuk pemahaman konseptual, keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan karakter profil pelajar Pancasila.⁶

Salah satu perbedaan utama antara Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 terletak pada integrasi kegiatan projek sebagai bagian dari pembelajaran intrakurikuler dan kokurikuler. Meskipun Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) secara teknis masuk ke dalam kegiatan kokurikuler, substansi nilai-nilainya diharapkan terinternalisasi juga dalam kegiatan intrakurikuler.⁷ Oleh karena itu, guru intrakurikuler diharapkan mengaitkan pembelajaran akademik dengan konteks kehidupan nyata, membangun dialog lintas disiplin, dan menumbuhkan budaya refleksi di kalangan siswa.

3.3.       Komponen Intrakurikuler dalam Struktur Kurikulum

Komponen intrakurikuler dalam kurikulum nasional secara umum mencakup:

·                     Mata pelajaran wajib nasional, seperti Pendidikan Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA/IPS.

·                     Muatan lokal, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kebutuhan dan kearifan lokal.

·                     Mata pelajaran pilihan, termasuk kelompok keterampilan atau bahasa asing tertentu.

·                     Waktu pembelajaran terstruktur, yang tercantum dalam struktur kurikulum setiap jenjang pendidikan dan disusun berdasarkan satuan waktu (mingguan/tahunan).⁸

Penetapan struktur intrakurikuler ini tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 yang mengatur tentang pedoman penerapan Kurikulum Merdeka. Dokumen ini menegaskan pentingnya fleksibilitas dalam pelaksanaan kurikulum sambil tetap menjaga standar kualitas nasional.⁹


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dokumen Kurikulum 2013 SMA/MA, Edisi Revisi, Jakarta: Kemdikbud, 2017.

[2]                Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 3.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, Lampiran I.

[4]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, hlm. 11–14.

[6]                Ibid., hlm. 17.

[7]                Kemendikbudristek, Petunjuk Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Jakarta: Direktorat GTK, 2022.

[8]                Kemendikbudristek, Struktur Kurikulum Merdeka Jenjang SMA/MA/SMK Tahun 2022, https://kurikulum.kemdikbud.go.id

[9]                Republik Indonesia, Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, Bab II.


4.           Strategi Implementasi Kegiatan Intrakurikuler

Implementasi kegiatan intrakurikuler dalam sistem pendidikan nasional Indonesia memerlukan perencanaan yang sistematis, pelaksanaan yang efektif, serta evaluasi yang berkelanjutan. Agar pembelajaran intrakurikuler benar-benar menjadi wahana utama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, diperlukan strategi yang komprehensif, mencakup pendekatan pembelajaran, peran guru, pengelolaan kelas, serta dukungan sarana dan teknologi.

4.1.       Pendekatan dan Metode Pembelajaran

Salah satu prinsip utama dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler adalah penggunaan pendekatan pembelajaran yang aktif, partisipatif, dan kontekstual. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 menegaskan bahwa proses pembelajaran harus dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk aktif dan mandiri.¹

Beberapa metode yang direkomendasikan untuk kegiatan intrakurikuler antara lain:

·                     Pendekatan Saintifik (Scientific Approach): digunakan dalam Kurikulum 2013 dengan tahapan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan yang bertujuan mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah.²

·                     Project-Based Learning (PjBL) dan Problem-Based Learning (PBL): sangat efektif untuk melatih siswa berpikir kritis, kolaboratif, dan kreatif dalam menghadapi permasalahan nyata.³

·                     Inquiry Learning: menekankan pencarian aktif oleh siswa terhadap jawaban atas pertanyaan atau masalah, yang cocok digunakan dalam pembelajaran berbasis kompetensi.⁴

Kurikulum Merdeka memberi ruang lebih luas untuk pemanfaatan model pembelajaran berbasis diferensiasi yang menyesuaikan materi, proses, dan produk belajar dengan karakteristik peserta didik. Guru didorong untuk mengembangkan fleksibilitas pembelajaran agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan potensinya.⁵

4.2.       Peran Guru sebagai Fasilitator dan Pengembang Pembelajaran

Dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler, guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing. Guru bertanggung jawab merancang pembelajaran yang adaptif melalui dokumen perencanaan seperti RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) atau Modul Ajar (dalam Kurikulum Merdeka) yang memuat tujuan pembelajaran, metode, media, asesmen, dan refleksi.⁶

Selain itu, guru juga harus mampu melakukan evaluasi pembelajaran berbasis autentik, yang tidak hanya menilai aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik. Penilaian autentik mencakup observasi, portofolio, unjuk kerja, proyek, serta penilaian diri dan antar teman.⁷ Pendekatan ini memastikan bahwa pembelajaran intrakurikuler tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga pada proses.

4.3.       Pengelolaan Kegiatan Intrakurikuler di Sekolah

Strategi implementasi juga mencakup aspek manajerial dan teknis di tingkat satuan pendidikan. Kepala sekolah dan tim kurikulum perlu memastikan bahwa:

·                     Jadwal pelajaran intrakurikuler disusun secara proporsional.

·                     Rasio guru dan jumlah siswa sesuai dengan kapasitas ideal.

·                     Pembagian jam mengajar tidak melebihi standar maksimal sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru.⁸

·                     Kegiatan intrakurikuler didukung oleh supervisi akademik yang teratur dan bermakna.

Pemanfaatan rapat dewan guru, forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) menjadi strategi untuk memperkuat kompetensi pedagogis guru dan meningkatkan kualitas implementasi intrakurikuler.⁹

4.4.       Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran Intrakurikuler

Dalam era transformasi digital, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi bagian integral dari pelaksanaan intrakurikuler. Kementerian Pendidikan melalui kebijakan Merdeka Belajar mendorong digitalisasi pembelajaran melalui platform seperti Merdeka Mengajar, Rumah Belajar, dan Platform Rapor Pendidikan.¹⁰

Pemanfaatan Learning Management System (LMS), aplikasi kuis interaktif, video pembelajaran, dan simulasi daring dapat memperkaya strategi pembelajaran intrakurikuler serta meningkatkan keterlibatan siswa. Teknologi juga memungkinkan penerapan blended learning dan differentiated instruction yang mendukung prinsip keadilan dan inklusivitas dalam proses belajar.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 1.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Pegangan Guru Kurikulum 2013 Revisi, Jakarta: Kemdikbud, 2017, hlm. 11–12.

[3]                Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2020), hlm. 89–92.

[4]                Sani, Ridwan Abdullah. Pembelajaran Berbasis Inkuiri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 42–45.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, hlm. 29–31.

[6]                Ibid., hlm. 35–38.

[7]                Zainal Aqib, Penilaian Hasil Belajar di Sekolah, (Bandung: Yrama Widya, 2017), hlm. 113.

[8]                Republik Indonesia, Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Pasal 2 dan 3.

[9]                Direktorat Jenderal GTK, Petunjuk Teknis Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, (Jakarta: Kemendikbud, 2020).

[10]             Kemendikbudristek, Kebijakan Merdeka Belajar dan Transformasi Digital Pendidikan, 2021, https://pusdatin.kemdikbud.go.id


5.           Tantangan dan Permasalahan dalam Pelaksanaan Intrakurikuler

Meskipun kegiatan intrakurikuler telah dirancang sebagai komponen inti dalam sistem pendidikan nasional, implementasinya di lapangan masih menghadapi beragam tantangan yang kompleks. Permasalahan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga struktural dan sistemik. Pemahaman terhadap berbagai kendala ini penting untuk merumuskan strategi perbaikan dan penguatan kegiatan pembelajaran di sekolah.

5.1.       Ketimpangan Sumber Daya dan Sarana Prasarana

Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan intrakurikuler adalah ketimpangan antar sekolah dalam hal ketersediaan sarana prasarana. Sekolah-sekolah di daerah terpencil atau tertinggal sering kali menghadapi keterbatasan fasilitas pembelajaran seperti ruang kelas yang layak, laboratorium, perpustakaan, dan akses internet.¹ Ketimpangan ini berdampak langsung terhadap kualitas pembelajaran intrakurikuler, terutama dalam menerapkan pendekatan aktif dan berbasis teknologi sebagaimana dikehendaki dalam Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka.

Laporan Rapor Pendidikan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 30% satuan pendidikan masih berada di bawah standar minimum sarana pembelajaran, terutama di wilayah Indonesia Timur dan daerah perdesaan.² Kondisi ini menyebabkan terjadinya kesenjangan mutu pendidikan dan menghambat upaya pemerataan akses terhadap pembelajaran berkualitas.

5.2.       Kompetensi Guru yang Belum Merata

Guru memegang peran kunci dalam keberhasilan pelaksanaan intrakurikuler. Namun, banyak guru masih menghadapi kendala dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang inovatif, kontekstual, dan berpusat pada peserta didik. Menurut hasil evaluasi Program Guru Penggerak, masih ditemukan kesenjangan signifikan dalam hal pemahaman terhadap asesmen formatif, pembelajaran berdiferensiasi, serta perencanaan berbasis capaian pembelajaran.³

Sebagian guru juga mengalami kesulitan dalam memanfaatkan teknologi digital secara optimal. Keterbatasan dalam literasi digital guru menjadi hambatan serius, terutama dalam konteks pembelajaran daring atau blended learning yang diperkuat sejak pandemi COVID-19.⁴ Meskipun pelatihan telah banyak disediakan, pelaksanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) masih belum optimal dari segi jangkauan dan kualitas.

5.3.       Beban Kurikulum dan Waktu Pembelajaran

Pelaksanaan intrakurikuler sering kali terbentur dengan persoalan beban kurikulum yang padat. Dalam Kurikulum 2013, misalnya, banyak guru merasa terbebani oleh tuntutan menyelesaikan seluruh Kompetensi Dasar dalam waktu yang terbatas, sehingga pembelajaran cenderung menjadi berorientasi pada penuntasan materi alih-alih pemahaman yang mendalam.⁵

Sementara itu, meskipun Kurikulum Merdeka menawarkan fleksibilitas melalui penyusunan alur tujuan pembelajaran (ATP), implementasinya masih menghadapi tantangan teknis di sekolah-sekolah yang belum memiliki kapasitas perencanaan yang memadai.⁶ Beberapa guru masih merasa bingung dalam menyusun modul ajar yang kontekstual dan sesuai dengan karakteristik siswa.

5.4.       Kesenjangan Implementasi Kebijakan dan Realitas Sekolah

Sering kali terjadi ketidaksesuaian antara kebijakan nasional yang progresif dan kondisi riil di lapangan. Kebijakan Merdeka Belajar yang memberi otonomi kepada satuan pendidikan untuk merancang pembelajaran sering tidak diiringi oleh dukungan pendampingan dan supervisi yang memadai.⁷ Banyak sekolah masih bergantung pada arahan teknis yang terpusat, sehingga belum mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam pelaksanaan kegiatan intrakurikuler.

Selain itu, pelaporan administratif yang rumit dan beban administratif guru juga menjadi keluhan yang berdampak pada efektivitas pengajaran. Guru lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengisi dokumen daripada melakukan refleksi dan peningkatan kualitas pembelajaran.⁸

5.5.       Minimnya Pelibatan Siswa secara Aktif

Meskipun prinsip pembelajaran aktif telah ditekankan dalam berbagai regulasi, kenyataannya masih banyak proses pembelajaran yang berlangsung secara monoton dan berpusat pada guru. Siswa masih menjadi objek yang pasif dalam kegiatan intrakurikuler, terutama di sekolah-sekolah yang masih mempertahankan metode ceramah satu arah sebagai strategi utama.⁹

Hal ini menunjukkan perlunya perubahan paradigma dalam pembelajaran intrakurikuler yang tidak hanya fokus pada capaian akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter, kreativitas, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Kurikulum Merdeka menawarkan peluang ke arah tersebut, tetapi dibutuhkan perubahan budaya sekolah dan kepemimpinan pembelajaran yang kuat.


Footnotes

[1]                Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Profil Pendidikan Nasional Tahun 2023, Jakarta: Kemendikbudristek, 2023, hlm. 21.

[2]                Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Rapor Pendidikan Indonesia Tahun 2023, https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id

[3]                Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Laporan Evaluasi Program Guru Penggerak Gelombang 3, Jakarta: Kemdikbudristek, 2022.

[4]                Kompas, “Literasi Digital Guru Masih Rendah,” Kompas.id, 4 Oktober 2022, https://www.kompas.id

[5]                Mulyasa, E., Kurikulum 2013: Revisi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 102.

[6]                Kemendikbudristek, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, (Jakarta: 2022), hlm. 34.

[7]                Wahyudi, A., “Otonomi Sekolah dalam Merdeka Belajar: Tantangan dan Solusi,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 8, No. 2 (2022): 175–182.

[8]                Tempo, “Guru Masih Terbebani Administrasi,” Tempo.co, 16 Agustus 2023, https://www.tempo.co

[9]                Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 61–63.


6.           Inovasi dan Best Practices dalam Kegiatan Intrakurikuler

Dalam menghadapi tantangan kompleks abad ke-21, kegiatan intrakurikuler di Indonesia memerlukan pembaruan dan inovasi yang berkelanjutan. Pembelajaran konvensional yang didominasi ceramah satu arah dan berorientasi pada penguasaan konten faktual harus digantikan dengan pendekatan yang lebih transformatif, interaktif, dan kontekstual. Inovasi dalam kegiatan intrakurikuler menjadi strategi kunci untuk meningkatkan kualitas hasil belajar serta membentuk kompetensi utuh yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik.

6.1.       Inovasi Pembelajaran Berbasis Proyek dan Konteks Kehidupan Nyata

Salah satu inovasi yang menonjol dalam kegiatan intrakurikuler adalah penerapan model Project-Based Learning (PjBL). Model ini mendorong peserta didik untuk belajar melalui eksplorasi dan penyelesaian masalah nyata secara kolaboratif. Kegiatan seperti proyek pemetaan sosial, pembuatan produk daur ulang, atau simulasi kewirausahaan menjadi contoh kegiatan intrakurikuler yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan keterampilan abad ke-21.¹

Dalam Kurikulum Merdeka, prinsip pembelajaran berbasis proyek diakomodasi dalam struktur Capaian Pembelajaran (CP) dan dihubungkan dengan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila.² Sekolah-sekolah yang menerapkan praktik ini menunjukkan peningkatan keterlibatan siswa, kreativitas, dan daya pikir kritis, seperti ditunjukkan oleh hasil evaluasi pembelajaran di sekolah-sekolah penggerak.³

6.2.       Integrasi Nilai Profil Pelajar Pancasila dalam Pembelajaran

Implementasi Profil Pelajar Pancasila (PPP) sebagai orientasi pembelajaran di Kurikulum Merdeka mendorong satuan pendidikan untuk mengintegrasikan nilai-nilai utama—seperti gotong royong, kebhinekaan global, dan kemandirian—ke dalam pembelajaran intrakurikuler. Guru matematika, misalnya, dapat merancang pembelajaran statistik dengan mengambil data lingkungan sekitar sebagai objek kajian, yang tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga membentuk kepedulian sosial siswa.⁴

Inovasi ini juga diwujudkan dalam penggunaan refleksi nilai di akhir pembelajaran, di mana peserta didik diminta menuliskan atau mendiskusikan nilai-nilai yang mereka pelajari dari materi, proses, atau interaksi dalam kelas. Praktik ini telah diterapkan di beberapa sekolah penggerak dan SMK Pusat Keunggulan dengan hasil positif terhadap karakter siswa.⁵

6.3.       Praktik Inovatif Guru dan Kolaborasi Antarmata Pelajaran

Beberapa guru di Indonesia telah mengembangkan modul ajar tematik lintas mata pelajaran yang menautkan konten pelajaran dengan isu-isu aktual, seperti perubahan iklim, literasi digital, atau ketahanan pangan. Di SMAN 1 Sleman, misalnya, guru Bahasa Indonesia, Biologi, dan Informatika berkolaborasi menyusun modul ajar berbasis proyek pembuatan vlog edukatif tentang ekosistem lokal, yang mendorong kolaborasi, keterampilan komunikasi, dan kemampuan literasi teknologi siswa.⁶

Kolaborasi antarguru ini menjadi praktik baik (best practice) dalam membangun pembelajaran yang bermakna dan integratif. Pendekatan ini mendorong guru keluar dari sekat-sekat mata pelajaran dan membantu siswa memahami keterkaitan antarilmu.

6.4.       Pemanfaatan Teknologi untuk Meningkatkan Interaktivitas dan Akses

Pemanfaatan teknologi digital dalam kegiatan intrakurikuler telah membuka ruang baru dalam inovasi pembelajaran. Platform seperti Google Classroom, Canva, Kahoot, Quizziz, hingga Merdeka Mengajar telah membantu guru dalam merancang pembelajaran yang lebih menarik, interaktif, dan terdiferensiasi.⁷

Di SMPN 3 Cibinong, guru IPA mengembangkan e-modul berbasis video eksperimen yang dapat diakses melalui ponsel, sehingga siswa tetap dapat belajar secara mandiri di luar kelas. Inovasi ini penting terutama untuk menjembatani ketimpangan akses dan memperkuat semangat belajar sepanjang hayat (lifelong learning).⁸

6.5.       Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Universal Design for Learning (UDL)

Pembelajaran intrakurikuler juga telah mengalami kemajuan melalui penerapan pendekatan berdiferensiasi dan prinsip Universal Design for Learning (UDL). Pendekatan ini memungkinkan guru untuk menyesuaikan isi, proses, dan produk pembelajaran sesuai gaya belajar, minat, dan tingkat kesiapan peserta didik.⁹

Misalnya, dalam pembelajaran sejarah, guru dapat menawarkan pilihan: siswa dapat menulis esai, membuat peta pikiran digital, atau merekam video penjelasan tentang tokoh sejarah. Praktik ini menciptakan rasa kepemilikan belajar, meningkatkan motivasi, serta mengakomodasi keragaman kemampuan dalam satu kelas.¹⁰


Footnotes

[1]                Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Berbasis Proyek, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hlm. 33–36.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, hlm. 27–28.

[3]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdasmen, Laporan Evaluasi Implementasi Sekolah Penggerak Tahun 2022, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022.

[4]                Kemendikbudristek, Modul Ajar Matematika: Integrasi Profil Pelajar Pancasila, 2022.

[5]                Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan, Praktik Baik SMK Pusat Keunggulan, (Jakarta: 2022), hlm. 15.

[6]                Dinas Pendidikan DIY, Laporan Inovasi Pembelajaran Berbasis Kolaborasi Antarmata Pelajaran, Yogyakarta: Disdik DIY, 2022.

[7]                Kemendikbudristek, Kebijakan Digitalisasi Sekolah dan Pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar, 2023, https://guru.kemdikbud.go.id

[8]                Dokumentasi Inovasi Sekolah SMPN 3 Cibinong, “Penggunaan E-Modul Berbasis Video Praktikum IPA,” 2023.

[9]                Tomlinson, Carol Ann, The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners, (Alexandria: ASCD, 2017), hlm. 7–9.

[10]             CAST, Universal Design for Learning Guidelines Version 2.2, 2018, https://udlguidelines.cast.org


7.           Implikasi Intrakurikuler terhadap Capaian Pendidikan

Sebagai komponen inti dalam sistem pembelajaran formal, kegiatan intrakurikuler memiliki implikasi yang luas dan signifikan terhadap capaian pendidikan di Indonesia. Implikasi ini tidak hanya terbatas pada aspek akademik (kognitif), tetapi juga mencakup perkembangan afektif dan psikomotorik siswa, serta ketercapaian standar kompetensi lulusan dan tujuan pendidikan nasional.

7.1.       Pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Intrakurikuler memainkan peran utama dalam realisasi Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021. Di antara delapan standar tersebut, kegiatan intrakurikuler secara langsung berkaitan dengan Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, dan Standar Penilaian Pendidikan.¹ Dalam konteks ini, intrakurikuler merupakan wahana utama dalam menginternalisasi kurikulum formal dan mengukur keberhasilan sistem pendidikan pada setiap jenjang.

Kegiatan pembelajaran intrakurikuler memungkinkan siswa untuk mengembangkan kompetensi dasar sesuai dengan muatan kurikulum, seperti kemampuan literasi, numerasi, penalaran logis, serta kepekaan sosial dan lingkungan. Ketika pelaksanaan intrakurikuler dirancang dengan baik, capaian kompetensi siswa pun meningkat secara signifikan, sebagaimana tercermin dalam peningkatan rerata nilai rapor pendidikan dan hasil asesmen nasional.²

7.2.       Kontribusi terhadap Pembentukan Karakter dan Profil Pelajar Pancasila

Kurikulum Merdeka menekankan bahwa intrakurikuler bukan hanya media untuk transmisi pengetahuan, tetapi juga sarana strategis dalam membentuk Profil Pelajar Pancasila yang mencakup enam dimensi utama: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.³

Integrasi nilai-nilai karakter dalam intrakurikuler, misalnya melalui metode diskusi etika dalam pembelajaran PPKn atau refleksi dalam pelajaran Agama, berkontribusi terhadap pembentukan watak siswa yang berintegritas dan bertanggung jawab. Dengan demikian, capaian pendidikan tidak hanya dilihat dari segi nilai ujian, tetapi juga dari kemampuan siswa menjadi warga negara yang baik, partisipatif, dan berdaya saing.⁴

7.3.       Peningkatan Kompetensi Abad ke-21

Pembelajaran intrakurikuler yang dirancang dengan pendekatan modern, seperti project-based learning, collaborative learning, dan digital literacy integration, memberikan kontribusi nyata terhadap penguasaan keterampilan abad ke-21. Hal ini meliputi kemampuan berpikir kritis, komunikasi efektif, kolaborasi, dan kreativitas (4C).⁵

Berbagai studi menunjukkan bahwa sekolah yang aktif mengembangkan kegiatan intrakurikuler inovatif cenderung menghasilkan lulusan yang lebih adaptif terhadap perubahan, lebih terampil dalam memecahkan masalah kompleks, dan lebih percaya diri dalam berkompetisi di tingkat nasional maupun internasional.⁶ Implikasi ini sangat penting dalam konteks persaingan global dan transformasi digital yang semakin cepat.

7.4.       Efek Terhadap Hasil Asesmen dan Evaluasi Pendidikan

Kegiatan intrakurikuler memiliki korelasi erat dengan hasil berbagai asesmen nasional, seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Satuan pendidikan yang mampu menyelenggarakan pembelajaran intrakurikuler secara bermutu, terpantau memiliki hasil AKM yang lebih tinggi dibanding sekolah dengan pelaksanaan pembelajaran yang pasif dan monoton.⁷

Implikasi lain juga terlihat dalam pelaporan capaian belajar melalui Rapor Pendidikan yang kini menjadi bagian dari sistem evaluasi nasional berbasis data. Melalui analisis terhadap indikator mutu, kegiatan intrakurikuler yang kuat berkontribusi terhadap peningkatan indeks literasi, numerasi, dan lingkungan belajar yang aman serta inklusif.⁸

7.5.       Penguatan Fungsi Sekolah sebagai Pusat Pembelajaran Bermakna

Ketika kegiatan intrakurikuler dirancang secara kontekstual, menyenangkan, dan sesuai dengan kebutuhan siswa, maka sekolah tidak lagi menjadi sekadar tempat menerima pelajaran, melainkan berkembang menjadi pusat pembelajaran yang bermakna (center of meaningful learning). Siswa menjadi lebih antusias, terlibat secara aktif, dan menunjukkan motivasi belajar yang tinggi.

Implikasi jangka panjang dari hal ini adalah terciptanya budaya belajar yang sehat dan berkelanjutan, yang pada akhirnya mendukung pembangunan sumber daya manusia unggul sebagaimana dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.⁹


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 2.

[2]                Pusat Data dan Teknologi Informasi, Rapor Pendidikan Nasional Tahun 2023, https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, hlm. 20–21.

[4]                Direktorat Pendidikan Pancasila dan Karakter, Integrasi Pendidikan Karakter dalam Mata Pelajaran, Jakarta: Kemdikbud, 2020.

[5]                Trilling, Bernie & Fadel, Charles, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), hlm. 49.

[6]                UNICEF Indonesia, Education and Skills for the Future of Work, 2021, https://www.unicef.org/indonesia

[7]                Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Laporan Hasil AKM Nasional Tahun 2022, Jakarta: Kemdikbudristek, 2023.

[8]                Kemendikbudristek, Platform Rapor Pendidikan dan Implikasinya terhadap Mutu Sekolah, 2023.

[9]                Republik Indonesia, RPJMN 2020–2024: Pembangunan SDM Unggul, Bappenas, 2020.


8.           Penutup

Kegiatan intrakurikuler memiliki peran yang sangat fundamental dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Sebagai inti dari proses pembelajaran formal, intrakurikuler tidak hanya menjadi wahana penyampaian pengetahuan, tetapi juga instrumen strategis dalam membentuk karakter, keterampilan, dan kompetensi abad ke-21 peserta didik. Melalui pendekatan yang terstruktur, intrakurikuler memungkinkan ketercapaian Standar Nasional Pendidikan dan mendukung visi besar pendidikan nasional untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul, mandiri, dan berdaya saing.

Dalam kurikulum nasional—baik Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka—kegiatan intrakurikuler telah dirancang sebagai tulang punggung pembelajaran. Kurikulum 2013 menekankan integrasi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendekatan saintifik, sementara Kurikulum Merdeka memperkenalkan capaian pembelajaran yang lebih fleksibel, personal, dan kontekstual.¹ Dalam keduanya, kegiatan intrakurikuler diarahkan untuk memperkuat dimensi kognitif sekaligus afektif dan psikomotorik dalam diri siswa.

Meskipun demikian, pelaksanaan intrakurikuler di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketimpangan sumber daya, keterbatasan kompetensi guru, hingga beban administratif yang menyita waktu.² Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan pendidikan—pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat—untuk memperkuat implementasi intrakurikuler secara inovatif dan inklusif.

Beberapa langkah strategis dapat direkomendasikan untuk meningkatkan kualitas kegiatan intrakurikuler ke depan. Pertama, penguatan kapasitas guru melalui pelatihan yang berkelanjutan dan berbasis praktik nyata perlu diperluas, khususnya dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi, asesmen autentik, dan penggunaan teknologi pendidikan.³ Kedua, pengembangan budaya kolaboratif antarguru dan antarmata pelajaran perlu didorong untuk menciptakan pembelajaran yang integratif dan lintas disiplin.⁴ Ketiga, pelibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran harus menjadi perhatian utama, dengan memberikan ruang untuk berekspresi, bereksplorasi, dan merefleksi.

Selain itu, pendekatan berbasis nilai melalui integrasi Profil Pelajar Pancasila perlu terus diperkuat dalam praktik intrakurikuler. Dengan menjadikan nilai-nilai seperti gotong royong, kebinekaan, dan kemandirian sebagai bagian integral dari pembelajaran di kelas, maka proses pendidikan tidak hanya menghasilkan siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga tangguh secara moral dan sosial.⁵

Akhirnya, keberhasilan implementasi intrakurikuler akan sangat menentukan arah dan mutu pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Dalam konteks globalisasi dan revolusi industri 4.0, sistem pendidikan yang kuat adalah sistem yang mampu memanfaatkan kegiatan intrakurikuler sebagai sarana pengembangan potensi manusia secara utuh. Seperti dinyatakan oleh Kemendikbudristek, “pendidikan harus memerdekakan siswa untuk tumbuh sesuai kodratnya, baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun warga dunia.”⁶ Oleh sebab itu, penguatan intrakurikuler bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis demi masa depan bangsa.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, hlm. 17–21.

[2]                Pusat Data dan Teknologi Informasi, Rapor Pendidikan Nasional Tahun 2023, https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id

[3]                Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Petunjuk Teknis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), Jakarta: Kemendikbud, 2021.

[4]                Dinas Pendidikan DIY, Laporan Inovasi Pembelajaran Kolaboratif Antarmata Pelajaran, Yogyakarta: Disdik DIY, 2022.

[5]                Kemendikbudristek, Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka, 2022.

[6]                Nadiem Anwar Makarim, Sambutan Menteri Pendidikan dalam Peluncuran Kurikulum Merdeka, Jakarta: Kemendikbudristek, 2022.


Daftar Pustaka

Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan. (2023). Profil Pendidikan Nasional Tahun 2023. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

CAST. (2018). Universal Design for Learning Guidelines Version 2.2. https://udlguidelines.cast.org

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. (2021). Petunjuk teknis pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. (2022). Laporan evaluasi Program Guru Penggerak Gelombang 3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Direktorat Jenderal PAUD, Dikdasmen. (2022). Laporan evaluasi implementasi Sekolah Penggerak Tahun 2022. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Direktorat Pendidikan Pancasila dan Karakter. (2020). Integrasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan. (2022). Praktik baik SMK Pusat Keunggulan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2022). Laporan inovasi pembelajaran kolaboratif antarmata pelajaran. Disdik DIY.

Kemendikbudristek. (2022). Panduan pembelajaran dan asesmen Kurikulum Merdeka. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kemendikbudristek. (2022). Modul ajar Matematika: Integrasi Profil Pelajar Pancasila. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kemendikbudristek. (2023). Kebijakan digitalisasi sekolah dan pemanfaatan platform Merdeka Mengajar. https://guru.kemdikbud.go.id

Kemendikbudristek. (2023). Platform Rapor Pendidikan dan implikasinya terhadap mutu sekolah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kompas. (2022, Oktober 4). Literasi digital guru masih rendah. Kompas.id. https://www.kompas.id

Mulyasa, E. (2017). Kurikulum 2013: Revisi dan implementasi. Remaja Rosdakarya.

Pusat Data dan Teknologi Informasi. (2023). Rapor Pendidikan Indonesia Tahun 2023. https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id

Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. https://jdih.kemdikbud.go.id

Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru. https://jdih.kemdikbud.go.id

Republik Indonesia. (2020). RPJMN 2020–2024: Pembangunan SDM Unggul. Kementerian PPN/Bappenas.

Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. https://peraturan.bpk.go.id

Sani, R. A. (2014). Pembelajaran berbasis inkuiri. Bumi Aksara.

Sani, R. A. (2016). Pembelajaran berbasis proyek. Bumi Aksara.

Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Sinar Baru Algensindo.

Sugiyanto. (2020). Model-model pembelajaran inovatif. Yuma Pustaka.

Tempo. (2023, Agustus 16). Guru masih terbebani administrasi. Tempo.co. https://www.tempo.co

Tomlinson, C. A. (2017). The differentiated classroom: Responding to the needs of all learners (2nd ed.). ASCD.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. Jossey-Bass.

UNICEF Indonesia. (2021). Education and skills for the future of work. https://www.unicef.org/indonesia

Wahyudi, A. (2022). Otonomi sekolah dalam Merdeka Belajar: Tantangan dan solusi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 8(2), 175–182.

Zainal Aqib. (2017). Penilaian hasil belajar di sekolah. Yrama Widya.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar