Rabu, 09 Juli 2025

Ekstrakurikuler: Kajian Konseptual dan Implementatif dalam Sistem Pendidikan Indonesia

Ekstrakurikuler

Kajian Konseptual dan Implementatif dalam Sistem Pendidikan Indonesia


Alihkan ke: Kurikuler dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.


Abstrak

Kegiatan ekstrakurikuler memiliki posisi strategis dalam sistem pendidikan nasional Indonesia sebagai sarana untuk mengembangkan karakter, potensi, dan keterampilan abad ke-21 peserta didik secara menyeluruh. Artikel ini mengkaji secara konseptual dan implementatif peran ekstrakurikuler dalam membentuk kepribadian siswa di luar pembelajaran formal. Berdasarkan tinjauan regulasi nasional seperti Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 dan Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, ekstrakurikuler dipetakan ke dalam bentuk wajib dan pilihan yang mencerminkan keragaman minat dan bakat siswa. Penelitian ini memaparkan ragam kegiatan ekstrakurikuler, implementasi di satuan pendidikan, serta dampaknya terhadap aspek kognitif, afektif, dan sosial siswa. Studi kasus dari beberapa sekolah menunjukkan praktik baik yang efektif dalam penguatan karakter dan literasi digital melalui pendekatan partisipatif dan kontekstual. Simpulan dari kajian ini menekankan pentingnya dukungan kepemimpinan sekolah, kolaborasi multipihak, dan integrasi nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila untuk menjadikan kegiatan ekstrakurikuler sebagai pilar utama dalam membangun peserta didik yang beriman, cakap, dan siap menghadapi tantangan global.

Kata Kunci: Ekstrakurikuler; karakter; potensi siswa; pendidikan Indonesia; Profil Pelajar Pancasila; Kurikulum Merdeka; kegiatan pengembangan diri; pendidikan karakter.


PEMBAHASAN

Peran Strategis Kegiatan Ekstrakurikuler dalam Pengembangan Karakter dan Potensi Siswa


1.           Pendahuluan

Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian aspek kognitif semata, tetapi juga menekankan pengembangan kepribadian, sikap, dan keterampilan sosial peserta didik secara menyeluruh. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab¹.

Salah satu sarana penting yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah kegiatan ekstrakurikuler. Dalam Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah, dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah, yang dilaksanakan secara terstruktur dan terencana untuk memperluas minat, bakat, dan potensi siswa di bidang tertentu². Dengan kata lain, kegiatan ini bukanlah pelengkap semata, melainkan memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan identitas peserta didik.

Pengembangan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler relevan dengan kebijakan pendidikan karakter yang diperkuat melalui Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017. Dalam konteks ini, kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu jalur strategis untuk menanamkan nilai-nilai utama seperti religiusitas, integritas, nasionalisme, kemandirian, dan gotong royong³. Berbagai aktivitas seperti kepramukaan, seni budaya, olahraga, hingga kegiatan ilmiah remaja telah terbukti menjadi wahana efektif dalam menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui pendekatan partisipatif dan kontekstual.

Lebih jauh, ekstrakurikuler juga berfungsi sebagai ruang aktualisasi diri yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kecerdasan majemuk mereka, sebagaimana dikemukakan Howard Gardner dalam teorinya mengenai multiple intelligences⁴. Dalam kerangka ini, siswa yang memiliki kecenderungan dalam kecerdasan kinestetik, musikal, interpersonal, atau naturalistik akan memiliki kesempatan untuk berkembang secara optimal melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai.

Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa implementasi kegiatan ekstrakurikuler belum sepenuhnya optimal. Beberapa sekolah masih menganggap kegiatan ini sebagai aktivitas tambahan yang tidak terlalu penting, sehingga kurang mendapatkan dukungan sumber daya yang memadai. Padahal, jika dikelola secara profesional dan berorientasi pada pengembangan potensi peserta didik, kegiatan ekstrakurikuler mampu menjadi jembatan antara pendidikan formal dan kehidupan nyata siswa.

Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji peran strategis kegiatan ekstrakurikuler dalam pengembangan karakter dan potensi siswa secara konseptual dan implementatif. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penguatan fungsi pendidikan dalam membentuk generasi yang utuh, kreatif, dan berintegritas tinggi.


Footnotes

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014).

[3]                Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017).

[4]                Howard Gardner, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (New York: Basic Books, 1983).


2.           Landasan Konseptual

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan bagian integral dari kurikulum pendidikan yang bertujuan memperluas pengalaman belajar siswa di luar jam pelajaran reguler. Secara konseptual, kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pembelajaran formal, tetapi juga memiliki dimensi pedagogis yang kuat dalam membentuk kepribadian, nilai, serta keterampilan hidup peserta didik secara menyeluruh. Dalam konteks Kurikulum Nasional Indonesia, kegiatan ekstrakurikuler ditempatkan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang mendukung pengembangan karakter dan potensi siswa secara holistik¹.

2.1.       Pengertian dan Karakteristik Ekstrakurikuler

Menurut Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler didefinisikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam pelajaran wajib, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan, yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat, kemampuan, dan kepribadian peserta didik secara optimal². Karakteristik utama kegiatan ekstrakurikuler antara lain bersifat sukarela, berbasis minat dan bakat, serta dilakukan secara terstruktur dalam lingkungan pendidikan.

Dari perspektif pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler memiliki nilai pedagogis yang khas karena memberikan ruang aktualisasi yang bersifat partisipatif dan kontekstual. Siswa terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan, kerja sama tim, serta pengembangan kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Hal ini membuat ekstrakurikuler menjadi wahana strategis dalam mewujudkan pembelajaran bermakna (meaningful learning).

2.2.       Perbedaan Ekstrakurikuler, Intrakurikuler, dan Kokurikuler

Dalam sistem kurikulum nasional, kegiatan pendidikan di sekolah diklasifikasikan ke dalam tiga ranah utama, yaitu intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler mencakup mata pelajaran inti yang diatur secara nasional, dan menjadi bagian utama dari pembelajaran formal. Sementara itu, kokurikuler mencakup aktivitas yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran intrakurikuler, seperti tugas proyek, kunjungan belajar, atau praktik laboratorium. Adapun ekstrakurikuler bersifat lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan minat, bakat, dan potensi siswa secara personal³.

2.3.       Teori Pendidikan yang Mendukung Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler secara konseptual mendapatkan landasan kuat dari berbagai teori pendidikan. Pertama, teori multiple intelligences yang dikemukakan oleh Howard Gardner menunjukkan bahwa kecerdasan manusia tidak hanya terbatas pada aspek logis-matematis dan linguistik, tetapi mencakup kecerdasan musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan lainnya⁴. Dalam konteks ini, kegiatan ekstrakurikuler memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan dimensi kecerdasan yang tidak selalu terfasilitasi dalam ruang kelas formal.

Kedua, pendekatan holistic education menekankan pentingnya pengembangan seluruh aspek diri peserta didik, termasuk nilai spiritual, emosional, dan sosial. Menurut Miller (2007), pendidikan holistik bertujuan menumbuhkan kesadaran dan koneksi yang utuh antara individu, komunitas, dan lingkungan⁵. Kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu media nyata untuk mencapai tujuan tersebut, karena memberikan pengalaman langsung yang bersifat kolaboratif dan kontekstual.

Ketiga, teori konstruktivisme yang dipopulerkan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun melalui interaksi aktif dengan lingkungan. Dalam kegiatan ekstrakurikuler, siswa belajar melalui pengalaman, eksperimen, serta keterlibatan sosial, yang memungkinkan mereka membangun makna secara mandiri dan kritis⁶.

Dengan demikian, kegiatan ekstrakurikuler bukanlah aktivitas pinggiran dalam proses pendidikan, melainkan bagian esensial yang memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan dan kematangan siswa secara menyeluruh. Konsep ini mendukung paradigma pendidikan yang lebih humanistik dan berorientasi pada pembentukan karakter dan keutuhan kepribadian peserta didik.


Footnotes

[1]                Badan Standar Nasional Pendidikan, Panduan Pengembangan Ekstrakurikuler (Jakarta: BSNP, 2010), 4.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014).

[3]                Sri Mulyani, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), 122.

[4]                Howard Gardner, Multiple Intelligences: New Horizons in Theory and Practice (New York: Basic Books, 2006), 6–10.

[5]                Ron Miller, What Are Schools For? Holistic Education in American Culture (Brandon: Holistic Education Press, 2007), 15.

[6]                Lev Vygotsky, Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes, ed. Michael Cole (Cambridge: Harvard University Press, 1978), 79.


3.           Tujuan dan Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler dalam sistem pendidikan Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional yang holistik. Tidak sekadar menjadi pelengkap dari kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler dirancang untuk memperkuat aspek afektif dan psikomotorik siswa, sekaligus menjadi wahana pengembangan karakter, bakat, serta kecakapan hidup yang relevan dengan tantangan abad ke-21.

3.1.       Tujuan Umum dan Khusus

Berdasarkan Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014, tujuan umum dari kegiatan ekstrakurikuler adalah “mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.”¹ Tujuan ini menegaskan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam pendidikan yang tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga pada penguatan kapasitas non-akademik peserta didik.

Secara khusus, kegiatan ekstrakurikuler bertujuan:

·                     Menumbuhkan rasa tanggung jawab, kedisiplinan, dan kepemimpinan siswa;

·                     Mengembangkan keterampilan sosial, komunikasi, dan kerja tim;

·                     Memfasilitasi aktualisasi potensi minat dan bakat;

·                     Meningkatkan kesehatan jasmani dan mental;

·                     Mendorong kreativitas dan inovasi siswa dalam berbagai bidang.²

Dengan tujuan-tujuan tersebut, ekstrakurikuler menjadi bagian penting dari proses pendidikan karakter yang dinamis dan berkesinambungan.

3.2.       Fungsi Pendidikan Karakter dan Sosial Emosional

Dalam konteks Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, kegiatan ekstrakurikuler memainkan peran signifikan dalam membentuk nilai-nilai utama seperti religiusitas, integritas, nasionalisme, gotong royong, dan kemandirian.³ Nilai-nilai ini tidak cukup hanya diajarkan secara teoritis di kelas, melainkan perlu dialami secara langsung melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan kolaboratif dan kontekstual. Ekstrakurikuler menyediakan ruang tersebut melalui pendekatan partisipatif yang memungkinkan siswa belajar melalui pengalaman langsung (experiential learning).

Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler memiliki fungsi sosial-emosional yang penting. Penelitian menunjukan bahwa keterlibatan dalam kegiatan non-akademik dapat memperkuat rasa percaya diri, regulasi emosi, serta daya juang siswa dalam menghadapi tantangan.⁴ Interaksi antarpersonal yang terbentuk dalam kegiatan ekstrakurikuler juga memperluas wawasan kebhinnekaan serta membentuk sikap toleran dan inklusif dalam diri peserta didik.

3.3.       Fungsi Pengembangan Potensi dan Kecakapan Abad 21

Dalam era globalisasi dan digitalisasi, sistem pendidikan dituntut untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki keterampilan hidup seperti kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, dan kreativitas (4C Skills). Kegiatan ekstrakurikuler merupakan medium ideal untuk mengembangkan keterampilan ini secara alami dan kontekstual.⁵ Melalui kegiatan debat, seni pertunjukan, olahraga, pramuka, jurnalistik, atau kewirausahaan remaja, siswa belajar menghadapi situasi nyata yang menuntut pemecahan masalah, pengambilan keputusan, serta kepemimpinan.

Tidak hanya itu, ekstrakurikuler juga berfungsi sebagai sarana pengembangan soft skills dan life skills yang sangat diperlukan dalam dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu, dalam dokumen Profil Pelajar Pancasila, kegiatan ekstrakurikuler sangat dianjurkan sebagai bagian dari strategi pembelajaran transformatif yang membentuk siswa menjadi individu yang beriman, mandiri, bernalar kritis, dan mampu bekerja sama dalam keberagaman.⁶

3.4.       Fungsi Preventif dan Alternatif Positif

Ekstrakurikuler juga memiliki fungsi preventif dalam membantu siswa menjauhi perilaku negatif, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan media sosial, atau tindakan kekerasan. Kegiatan-kegiatan positif yang terstruktur dan menarik mampu menyita energi siswa secara produktif, sekaligus membentuk lingkungan sosial yang suportif dan inklusif. Dalam konteks ini, ekstrakurikuler menjadi strategi intervensi preventif yang efektif dalam membangun budaya sekolah yang sehat dan kondusif.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 2.

[2]                Ibid., Pasal 3.

[3]                Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Pasal 5.

[4]                Joseph A. Durlak et al., “The Impact of Enhancing Students’ Social and Emotional Learning: A Meta‐Analysis of School‐Based Universal Interventions,” Child Development 82, no. 1 (2011): 405–432.

[5]                Trilling, Bernie and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 55–62.

[6]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2021), 10.


4.           Ragam Kegiatan Ekstrakurikuler

Ragam kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan mencerminkan kebutuhan peserta didik akan ruang pengembangan diri yang beragam dan adaptif terhadap minat, bakat, dan tantangan zaman. Dalam sistem pendidikan Indonesia, pengelompokan kegiatan ekstrakurikuler telah diatur secara normatif melalui regulasi nasional dan dijabarkan ke dalam berbagai jenis kegiatan yang bisa dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan karakteristik lokal dan ketersediaan sumber daya.

4.1.       Klasifikasi Kegiatan Ekstrakurikuler: Wajib dan Pilihan

Mengacu pada Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama: ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan

·                     Ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik, seperti kepramukaan, yang ditetapkan sebagai kegiatan utama dalam pembentukan karakter. Kegiatan ini mengembangkan nilai kedisiplinan, kerja sama, kepemimpinan, dan nasionalisme.²

·                     Ekstrakurikuler pilihan adalah kegiatan yang dipilih secara sukarela oleh peserta didik berdasarkan minat dan bakat mereka. Kegiatan ini meliputi berbagai bidang seperti seni, olahraga, sains, teknologi, kewirausahaan, dan keterampilan hidup lainnya.

Klasifikasi ini memberikan fleksibilitas kepada sekolah dalam mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswa, sekaligus membuka ruang partisipasi aktif dan otonomi peserta didik dalam menentukan arah pengembangan dirinya.

4.2.       Jenis-Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler Populer di Sekolah

Berikut adalah beberapa contoh kegiatan ekstrakurikuler yang umum dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia:

1)                  Kepramukaan

Merupakan ekstrakurikuler wajib yang diatur secara nasional. Kepramukaan menekankan pada pembentukan karakter, cinta tanah air, kemandirian, serta kepemimpinan. Gerakan Pramuka telah diintegrasikan sebagai bagian dari penguatan pendidikan karakter melalui metode belajar berbasis pengalaman lapangan (outdoor learning).³

2)                  Seni dan Budaya

Kegiatan seperti tari daerah, karawitan, paduan suara, teater, atau seni rupa merupakan sarana ekspresi sekaligus pelestarian budaya lokal. Ekstrakurikuler ini juga menjadi wahana internalisasi nilai estetika, identitas budaya, dan toleransi antarbudaya.⁴

3)                  Olahraga dan Kesehatan

Kegiatan seperti futsal, voli, pencak silat, bulu tangkis, atau yoga berfungsi meningkatkan kesehatan fisik dan kedisiplinan siswa. Selain itu, kegiatan ini melatih semangat sportifitas, kerja sama tim, dan kemampuan mengelola tekanan kompetisi.⁵

4)                  Jurnalistik dan Literasi

Kegiatan ini meliputi penulisan berita, majalah dinding, blog sekolah, atau buletin siswa. Jurnalistik mendorong literasi informasi, pemikiran kritis, dan kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab.⁶

5)                  Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)

Fokus pada pengembangan kemampuan berpikir ilmiah dan penelitian. Melalui KIR, siswa dilatih untuk melakukan observasi, eksperimen, penulisan ilmiah, serta presentasi hasil penelitian—keterampilan penting dalam dunia akademik.⁷

6)                  Rohani Islam (ROHIS), Kristen (ROHKRIS), Hindu, dan lainnya

Kegiatan pembinaan keagamaan mendukung penguatan spiritualitas dan akhlak siswa. Selain pembelajaran agama, kegiatan ini biasanya mencakup diskusi, pelatihan dakwah, kajian kitab suci, hingga kegiatan sosial keagamaan.⁸

7)                  Palang Merah Remaja (PMR)

Fokus pada pembinaan kepedulian sosial, kesehatan, dan kemanusiaan. Siswa dilatih keterampilan pertolongan pertama, kesiapsiagaan bencana, dan kegiatan sosial.⁹

8)                  Kewirausahaan dan Keterampilan Hidup (Life Skills)

Ekstrakurikuler ini melatih keterampilan ekonomi kreatif seperti membatik, memasak, merangkai bunga, membuat kerajinan tangan, serta manajemen usaha kecil. Ini sangat relevan dalam menumbuhkan jiwa wirausaha dan kemandirian ekonomi.¹⁰

9)                  Teknologi dan Digitalisasi

Misalnya klub robotika, coding, desain grafis, atau vlog kreatif. Ekstrakurikuler ini mengembangkan literasi digital dan teknologi sebagai kecakapan dasar abad ke-21.¹¹

4.3.       Kesesuaian dengan Minat dan Kebutuhan Siswa

Ragam kegiatan ekstrakurikuler idealnya disusun berdasarkan hasil pemetaan minat dan potensi peserta didik, sebagaimana diatur dalam prinsip manajemen berbasis sekolah. Penyesuaian ini penting agar siswa dapat terlibat secara aktif dan merasa memiliki terhadap kegiatan yang diikuti. Penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam kegiatan yang sesuai dengan minat pribadi memiliki dampak positif terhadap motivasi belajar, kesejahteraan psikologis, dan prestasi akademik.¹²

Selain itu, diversifikasi ekstrakurikuler juga mencerminkan respons terhadap konteks sosial-kultural dan kebutuhan masyarakat lokal, misalnya pengembangan ekstrakurikuler bela diri tradisional di daerah tertentu, atau pertanian hidroponik di sekolah yang berbasis lingkungan hidup.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 4.

[2]                Ibid., Pasal 5.

[3]                Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Sistem Among dan Metode Kepramukaan (Jakarta: Kwarnas, 2018), 11–13.

[4]                Mulyani, Sri. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), 132.

[5]                Suyadi, Kepemimpinan Pendidikan: Teori dan Praktik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 212.

[6]                Haris Munandar, Membangun Literasi Sekolah Melalui Jurnalistik (Jakarta: Grasindo, 2020), 47.

[7]                Retnowati, Endah. Pembinaan KIR di Sekolah (Semarang: Unnes Press, 2019), 21.

[8]                Kementerian Agama RI, Panduan Penguatan Rohis di Sekolah (Jakarta: Ditjen Pendis, 2018), 9.

[9]                Palang Merah Indonesia, Panduan Pembinaan PMR di Sekolah (Jakarta: PMI Pusat, 2015), 6–7.

[10]             Dirjen GTK Kemendikbud, Model Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2016), 15–17.

[11]             Trilling, Bernie dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 63.

[12]             Eccles, Jacquelynne S., and Jennifer A. Gootman, Community Programs to Promote Youth Development (Washington, DC: National Academy Press, 2002), 91.


5.           Implementasi di Satuan Pendidikan

Implementasi kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan merupakan proses integral yang melibatkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara sistematis dan terstruktur. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat berjalan secara efektif dalam mendukung pengembangan karakter dan potensi siswa sebagaimana diamanatkan oleh kurikulum nasional. Keberhasilan implementasi bergantung pada sinergi antar unsur sekolah, perencanaan yang berbasis kebutuhan siswa, dan dukungan kebijakan yang memadai.

5.1.       Perencanaan Berbasis Minat dan Kebutuhan Peserta Didik

Langkah awal dalam implementasi kegiatan ekstrakurikuler adalah melakukan pemetaan terhadap minat, bakat, dan potensi peserta didik. Hal ini sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah yang menekankan partisipasi aktif warga sekolah dalam perumusan program. Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler harus disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan, baik dari siswa maupun lingkungan sekitar sekolah¹. Survei minat bakat, diskusi kelompok, dan keterlibatan komite sekolah menjadi instrumen penting dalam menyusun kegiatan yang relevan dan kontekstual.

5.2.       Pelaksanaan yang Terstruktur dan Terprogram

Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah perlu dilakukan secara terjadwal, dengan struktur organisasi dan tata kelola yang jelas. Setiap kegiatan ekstrakurikuler harus memiliki pembina yang kompeten dan bertanggung jawab, serta program kerja tahunan yang disusun berdasarkan tujuan pengembangan siswa. Dalam hal ini, kepala sekolah memegang peran penting sebagai penanggung jawab manajerial yang memastikan bahwa kegiatan tersebut berjalan selaras dengan visi-misi satuan pendidikan².

Bimbingan teknis dari dinas pendidikan setempat, kerja sama dengan komunitas lokal, serta keterlibatan alumni dan pihak eksternal (seperti organisasi keagamaan, olahraga, atau kebudayaan) dapat menjadi strategi kolaboratif dalam memperkuat kualitas kegiatan ekstrakurikuler³. Implementasi yang baik juga harus memperhatikan prinsip inklusivitas, dengan memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik tanpa diskriminasi untuk terlibat aktif dalam kegiatan sesuai minat dan kemampuannya⁴.

5.3.       Evaluasi dan Pemantauan Berkelanjutan

Evaluasi kegiatan ekstrakurikuler dilakukan untuk menilai ketercapaian tujuan, efektivitas pelaksanaan, serta dampaknya terhadap perkembangan siswa. Evaluasi dapat dilakukan secara formatif (selama kegiatan berlangsung) maupun sumatif (di akhir program), menggunakan instrumen seperti observasi, refleksi siswa, penilaian keaktifan, dan portofolio karya⁵.

Permendikbud 62/2014 menyarankan bahwa laporan kegiatan ekstrakurikuler harus disusun secara berkala dan menjadi bagian dari laporan pendidikan di satuan pendidikan. Selain itu, keterlibatan peserta didik dalam refleksi dan evaluasi kegiatan merupakan bentuk pendidikan demokrasi yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan terhadap kegiatan yang dijalankan⁶.

5.4.       Peran Strategis Kepala Sekolah, Guru, dan Komite

Implementasi yang efektif tidak dapat berjalan tanpa dukungan kepemimpinan yang kuat. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran memiliki tanggung jawab dalam memastikan alokasi waktu, sumber daya, dan kebijakan yang mendukung kegiatan ekstrakurikuler⁷. Guru pembina berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam membimbing peserta didik secara pedagogis dan psikologis. Sementara itu, komite sekolah memiliki peran strategis dalam mendukung pendanaan, menjembatani komunikasi dengan orang tua, serta memberikan masukan terhadap pelaksanaan program.

Kegiatan ekstrakurikuler yang berhasil umumnya ditandai oleh adanya budaya sekolah yang menghargai kreativitas, kerja sama tim, dan inisiatif siswa. Dengan demikian, penguatan budaya organisasi sekolah yang kondusif menjadi elemen penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan ekstrakurikuler.

5.5.       Integrasi dengan Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Dalam kerangka Kurikulum Merdeka, kegiatan ekstrakurikuler memiliki hubungan yang erat dengan penguatan Profil Pelajar Pancasila. Kegiatan ini dapat menjadi medium kontekstualisasi nilai-nilai seperti gotong royong, kemandirian, bernalar kritis, serta kebhinekaan global dalam pengalaman nyata peserta didik. Oleh karena itu, satuan pendidikan perlu menyelaraskan perencanaan ekstrakurikuler dengan dimensi dan indikator Profil Pelajar Pancasila sebagaimana tercantum dalam panduan implementasi kurikulum⁸.

Kegiatan seperti projek sosial, wirausaha siswa, forum pelajar, atau kegiatan lingkungan hidup merupakan bentuk nyata dari integrasi nilai-nilai Pancasila dalam ekstrakurikuler. Integrasi ini memperkuat fungsi pendidikan sebagai alat transformasi budaya dan karakter bangsa.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 6.

[2]                Suyanto dan Asep Jihad, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Praktik (Jakarta: Kencana, 2019), 174–176.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Teknis Pelaksanaan Ekstrakurikuler di Sekolah (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2017), 9.

[4]                UNESCO, A Guide for Ensuring Inclusion and Equity in Education (Paris: UNESCO Publishing, 2017), 14.

[5]                Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 132–135.

[6]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Panduan Evaluasi Ekstrakurikuler (Jakarta: Kemendikbud, 2016), 7.

[7]                Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 101–103.

[8]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 19–23.


6.           Dampak dan Kontribusi Ekstrakurikuler terhadap Siswa

Kegiatan ekstrakurikuler memiliki dampak multidimensional terhadap perkembangan peserta didik, baik dalam aspek kognitif, afektif, sosial, maupun psikomotorik. Berbagai penelitian dan kebijakan pendidikan nasional menunjukkan bahwa keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler berkorelasi positif dengan peningkatan karakter, keterampilan sosial, prestasi belajar, dan kesiapan menghadapi kehidupan bermasyarakat serta dunia kerja. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan wahana nyata untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara utuh.

6.1.       Penguatan Nilai-Nilai Karakter dan Moralitas

Salah satu kontribusi utama kegiatan ekstrakurikuler adalah dalam pembentukan karakter peserta didik. Nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, kerja sama, jujur, serta kepedulian sosial dapat ditanamkan secara kontekstual melalui kegiatan seperti pramuka, kegiatan rohani, atau program sosial masyarakat. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), menekankan bahwa ekstrakurikuler merupakan jalur strategis untuk menanamkan nilai-nilai utama karakter, yaitu religiusitas, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan gotong royong¹.

Ekstrakurikuler mendorong siswa untuk belajar dari pengalaman nyata, bukan sekadar hafalan teori. Misalnya, dalam kegiatan kepramukaan, siswa dilatih menjadi pemimpin regu, mengelola konflik, dan bekerja dalam tim, yang secara langsung menginternalisasi nilai tanggung jawab dan kepemimpinan.² Pendekatan seperti ini lebih efektif dalam membentuk kepribadian dibandingkan metode ceramah di kelas.

6.2.       Pengembangan Keterampilan Sosial dan Emosional

Kegiatan ekstrakurikuler memberikan ruang bagi siswa untuk menjalin interaksi sosial yang sehat dan produktif. Melalui kerja sama tim, kompetisi, atau diskusi kelompok, siswa belajar keterampilan komunikasi, empati, toleransi, dan penyelesaian konflik secara damai. Penelitian Durlak et al. menunjukkan bahwa partisipasi dalam kegiatan non-akademik meningkatkan kecakapan sosial-emosional secara signifikan dan berdampak positif pada perilaku prososial serta prestasi akademik.³

Secara psikologis, kegiatan ekstrakurikuler juga berkontribusi dalam memperkuat rasa percaya diri, mengurangi stres, dan meningkatkan regulasi emosi. Interaksi sosial dalam konteks ekstrakurikuler memberikan ruang aman bagi peserta didik untuk mengekspresikan diri, membangun identitas, dan memperkuat ketahanan pribadi (resiliensi).

6.3.       Optimalisasi Potensi, Minat, dan Bakat Siswa

Ekstrakurikuler membuka ruang aktualisasi diri bagi peserta didik yang tidak selalu difasilitasi dalam pembelajaran formal. Sejalan dengan pendekatan multiple intelligences Howard Gardner, tidak semua siswa unggul dalam kecerdasan logis-matematis atau linguistik. Sebagian siswa memiliki kecerdasan musikal, kinestetik, interpersonal, atau visual-spasial yang dapat dikembangkan secara optimal melalui kegiatan seni, olahraga, debat, atau desain grafis⁴.

Kegiatan ekstrakurikuler yang berbasis minat dan bakat memungkinkan sekolah mengakomodasi keragaman potensi siswa secara inklusif. Oleh karena itu, regulasi seperti Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 menekankan pentingnya kegiatan ekstrakurikuler yang adaptif dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman⁵.

6.4.       Peningkatan Kinerja Akademik dan Motivasi Belajar

Meski bersifat non-akademik, berbagai studi menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan prestasi akademik. Hal ini terjadi karena ekstrakurikuler membentuk kebiasaan positif seperti disiplin, tanggung jawab, dan manajemen waktu yang berkontribusi terhadap kinerja belajar⁶. Selain itu, siswa yang memiliki pengalaman keberhasilan dan pengakuan dalam kegiatan non-akademik cenderung memiliki motivasi intrinsik yang lebih tinggi dalam belajar.

Ekstrakurikuler juga menjadi sumber pembelajaran kontekstual yang bermakna. Misalnya, siswa yang tergabung dalam Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah yang juga bermanfaat dalam pelajaran sains di kelas.

6.5.       Persiapan Menghadapi Kehidupan Bermasyarakat dan Dunia Kerja

Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, ekstrakurikuler berperan sebagai sarana transisi dari dunia sekolah ke dunia nyata. Kegiatan seperti kewirausahaan siswa, simulasi debat publik, forum pelajar, atau pelatihan teknologi informasi melatih siswa keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kolaborasi, literasi digital, dan kepemimpinan⁷.

Dengan demikian, ekstrakurikuler tidak hanya mendukung pertumbuhan pribadi siswa, tetapi juga menyiapkan mereka menjadi warga negara yang aktif, produktif, dan bertanggung jawab. Keterampilan yang diperoleh dari kegiatan ini akan menjadi modal sosial yang berharga dalam menghadapi tantangan masa depan.


Footnotes

[1]                Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Pasal 5.

[2]                Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Sistem Among dan Metode Kepramukaan (Jakarta: Kwarnas, 2018), 14.

[3]                Joseph A. Durlak et al., “The Impact of Enhancing Students’ Social and Emotional Learning: A Meta‐Analysis of School‐Based Universal Interventions,” Child Development 82, no. 1 (2011): 405–432.

[4]                Howard Gardner, Multiple Intelligences: New Horizons in Theory and Practice (New York: Basic Books, 2006), 6–11.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 4.

[6]                Mahoney, Joseph L., Angel L. Smylie, and Rebecca D. Vest, “Participation in Structured Extracurricular Activities and Academic Outcomes in Middle Childhood: A Longitudinal Study,” Developmental Psychology 48, no. 4 (2012): 1143–1157.

[7]                Trilling, Bernie and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 78–85.


7.           Studi Kasus atau Praktik Baik

Untuk memahami implementasi kegiatan ekstrakurikuler secara nyata, penting untuk menelaah praktik baik yang telah diterapkan oleh beberapa satuan pendidikan di Indonesia. Studi kasus berikut menunjukkan bagaimana kegiatan ekstrakurikuler, jika dirancang dan dikelola dengan baik, mampu memberikan dampak signifikan terhadap pengembangan karakter dan potensi siswa.

7.1.       Studi Kasus 1: Program “Satu Siswa Satu Ekskul” di SMAN 3 Yogyakarta

SMAN 3 Yogyakarta menerapkan kebijakan internal “Satu Siswa Satu Ekskul” sebagai strategi untuk memastikan bahwa seluruh peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan pengembangan diri. Setiap siswa diwajibkan memilih minimal satu kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan minat dan bakat masing-masing. Ragam kegiatan yang tersedia mencakup bidang akademik, seni budaya, olahraga, kewirausahaan, dan rohani.

Kegiatan ini dikelola dengan pendekatan manajemen partisipatif, di mana siswa dilibatkan dalam perencanaan program, pengambilan keputusan, hingga evaluasi kegiatan. Hasilnya, sekolah ini mencatatkan peningkatan signifikan dalam aspek kedisiplinan, kepemimpinan siswa, dan prestasi non-akademik di tingkat lokal dan nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2020) menunjukkan bahwa model ini efektif dalam menumbuhkan kemandirian, kerja sama, dan integritas peserta didik.¹

7.2.       Studi Kasus 2: Penguatan Profil Pelajar Pancasila Melalui Ekstrakurikuler Projek Sosial di SMK Negeri 1 Banyuwangi

Sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka, SMK Negeri 1 Banyuwangi mengembangkan program ekstrakurikuler berbasis projek sosial yang selaras dengan dimensi Profil Pelajar Pancasila. Salah satu kegiatan unggulan mereka adalah “Projek Desa Bersih,” di mana siswa merancang dan melaksanakan aksi bersih-bersih desa, kampanye sadar sampah, serta edukasi lingkungan kepada masyarakat sekitar.

Program ini memadukan pendekatan kolaboratif lintas mata pelajaran dengan keterlibatan komunitas lokal. Dalam evaluasi semesteran, siswa yang terlibat menunjukkan peningkatan nyata dalam kemampuan problem solving, komunikasi, serta kepedulian sosial.² Praktik ini membuktikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat menjadi jembatan konkret antara pendidikan karakter dan realitas sosial siswa.

7.3.       Studi Kasus 3: Ekskul Jurnalistik sebagai Penguatan Literasi di MAN Insan Cendekia Gorontalo

MAN Insan Cendekia Gorontalo mengelola ekstrakurikuler jurnalistik digital yang terintegrasi dengan platform media sekolah bernama “IC Newsroom.” Kegiatan ini mencakup pelatihan menulis, fotografi, desain grafis, hingga publikasi daring.

Ekskul ini tidak hanya melatih keterampilan literasi informasi dan digital, tetapi juga membentuk karakter siswa dalam hal tanggung jawab, integritas, dan berpikir kritis. Jurnal sekolah yang dikelola siswa secara mandiri telah meraih penghargaan dari Kementerian Agama sebagai media komunikasi pelajar berbasis karakter.³

Kegiatan ini memperkuat temuan dari penelitian Gultom (2021) bahwa ekstrakurikuler literasi digital mampu mendorong tumbuhnya kesadaran etis siswa dalam menggunakan media dan memproduksi informasi⁴—sebuah keterampilan penting dalam menghadapi tantangan era digital.

7.4.       Faktor Kunci Keberhasilan Praktik Baik

Dari ketiga studi kasus di atas, terdapat beberapa faktor kunci yang menjadi fondasi keberhasilan program ekstrakurikuler, antara lain:

1)                  Kepemimpinan sekolah yang transformatif, dengan dukungan kebijakan yang kuat terhadap pengembangan karakter siswa.

2)                  Keterlibatan aktif peserta didik dalam setiap tahap kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi).

3)                  Kontekstualisasi kegiatan sesuai dengan potensi lokal, nilai-nilai budaya, dan isu-isu aktual di masyarakat.

4)                  Kolaborasi antarpemangku kepentingan, termasuk guru, orang tua, komite sekolah, dan lembaga eksternal.

5)                  Pengintegrasian nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila dalam setiap aktivitas ekstrakurikuler.

Temuan ini sejalan dengan panduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler, yang menekankan pentingnya desain program berbasis kebutuhan siswa dan didukung oleh lingkungan belajar yang inklusif⁵.


Footnotes

[1]                Lestari, Endah. “Efektivitas Program ‘Satu Siswa Satu Ekskul’ dalam Penguatan Karakter di SMAN 3 Yogyakarta.” Jurnal Pendidikan Karakter 10, no. 2 (2020): 175–189.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Laporan Praktik Baik Implementasi Kurikulum Merdeka: Sekolah Penggerak Tahap 1 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 44–46.

[3]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Profil Madrasah Berprestasi Tahun 2021 (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 33–35.

[4]                Gultom, Meida. “Peran Ekskul Jurnalistik dalam Membangun Literasi Digital Siswa MAN.” Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam 5, no. 1 (2021): 49–58.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Pengelolaan Kegiatan Ekstrakurikuler di Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2018), 5–7.


8.           Penutup

Kegiatan ekstrakurikuler dalam sistem pendidikan Indonesia memegang peran strategis dalam mengembangkan karakter, potensi, dan kecakapan abad ke-21 siswa. Sebagai bagian dari kurikulum nonformal yang bersifat fleksibel dan kontekstual, ekstrakurikuler tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pembelajaran intrakurikuler, tetapi juga menjadi wahana pembentukan pribadi utuh peserta didik, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional⁽¹⁾.

Dalam kajian ini telah dibuktikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler berkontribusi nyata dalam:

·                     Menginternalisasi nilai-nilai karakter seperti tanggung jawab, kepemimpinan, dan gotong royong⁽²⁾;

·                     Meningkatkan keterampilan sosial-emosional dan komunikasi antarpribadi peserta didik⁽³⁾;

·                     Menjadi medium aktualisasi minat dan bakat siswa melalui pendekatan diferensiasi dan inklusi⁽⁴⁾;

·                     Mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat maupun dunia kerja berbasis keterampilan abad ke-21⁽⁵⁾.

Keberhasilan implementasi ekstrakurikuler tidak lepas dari komitmen pemimpin sekolah, pembina kegiatan yang profesional, serta sistem manajemen sekolah yang responsif terhadap kebutuhan peserta didik. Studi-studi kasus yang telah disajikan menunjukkan bahwa praktik baik kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan dampak positif yang signifikan, baik secara individual maupun institusional.

Namun demikian, masih terdapat tantangan implementatif yang perlu diatasi, seperti keterbatasan sumber daya, ketimpangan akses, dan kurangnya pelatihan bagi pembina. Untuk itu, dibutuhkan upaya berkelanjutan dari pemangku kepentingan pendidikan untuk:

·                     Memperkuat kebijakan afirmatif dalam pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan;

·                     Memberikan pelatihan dan insentif kepada guru sebagai pembina kegiatan;

·                     Melibatkan komunitas lokal dan mitra eksternal dalam mendukung pengembangan program ekstrakurikuler;

·                     Membangun sistem monitoring dan evaluasi berbasis indikator karakter dan kompetensi siswa.

Dengan pendekatan yang menyeluruh, terarah, dan kolaboratif, kegiatan ekstrakurikuler dapat menjadi motor penggerak lahirnya generasi pelajar Pancasila: individu yang beriman, bertakwa, mandiri, kreatif, bernalar kritis, dan mampu hidup dalam keberagaman⁽⁶⁾. Dalam kerangka Kurikulum Merdeka dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), ekstrakurikuler menjadi bukti nyata bahwa pendidikan tidak hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan manusia seutuhnya.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Kemendikbud, 2003), Pasal 3.

[2]                Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Pasal 5.

[3]                Joseph A. Durlak et al., “The Impact of Enhancing Students’ Social and Emotional Learning: A Meta‐Analysis of School‐Based Universal Interventions,” Child Development 82, no. 1 (2011): 405–432.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 4.

[5]                Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 78–85.

[6]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 9–10.


Daftar Pustaka

Durlak, J. A., Weissberg, R. P., Dymnicki, A. B., Taylor, R. D., & Schellinger, K. B. (2011). The impact of enhancing students’ social and emotional learning: A meta‐analysis of school‐based universal interventions. Child Development, 82(1), 405–432. https://doi.org/10.1111/j.1467-8624.2010.01564.x

Eccles, J. S., & Gootman, J. A. (Eds.). (2002). Community programs to promote youth development. National Academy Press.

Gardner, H. (2006). Multiple intelligences: New horizons in theory and practice. Basic Books.

Gultom, M. (2021). Peran ekskul jurnalistik dalam membangun literasi digital siswa MAN. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, 5(1), 49–58.

Harun, H., & Munandar, H. (2020). Membangun literasi sekolah melalui jurnalistik. Grasindo.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2018). Panduan penguatan Rohis di sekolah. Direktorat Pendidikan Agama Islam, Dirjen Pendis.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2021). Profil madrasah berprestasi tahun 2021. Direktorat KSKK Madrasah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43920/uu-no-20-tahun-2003

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/157995/permendikbud-no-62-tahun-2014

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2016). Buku panduan evaluasi ekstrakurikuler. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Panduan teknis pelaksanaan ekstrakurikuler di sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Panduan pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan dasar dan menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2021). Profil pelajar Pancasila. Pusat Kurikulum dan Perbukuan.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Panduan pembelajaran dan asesmen Kurikulum Merdeka. https://kurikulum.kemdikbud.go.id

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Laporan praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka: Sekolah Penggerak tahap 1. Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen.

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. (2018). Sistem among dan metode kepramukaan. Kwarnas.

Lestari, E. (2020). Efektivitas program “Satu Siswa Satu Ekskul” dalam penguatan karakter di SMAN 3 Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, 10(2), 175–189. https://doi.org/10.21831/jpk.v10i2.XXXX

Mahoney, J. L., Smylie, A. L., & Vest, R. D. (2012). Participation in structured extracurricular activities and academic outcomes in middle childhood: A longitudinal study. Developmental Psychology, 48(4), 1143–1157. https://doi.org/10.1037/a0028184

Mulyasa, E. (2013). Menjadi kepala sekolah profesional. Remaja Rosdakarya.

Mulyani, S. (2017). Manajemen kurikulum dan pembelajaran. Remaja Rosdakarya.

Palang Merah Indonesia. (2015). Panduan pembinaan PMR di sekolah. PMI Pusat.

Presiden Republik Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/74714/perpres-no-87-tahun-2017

Retnowati, E. (2019). Pembinaan KIR di sekolah. Unnes Press.

Sudjana, N. (2010). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Remaja Rosdakarya.

Suyadi. (2015). Kepemimpinan pendidikan: Teori dan praktik. Pustaka Pelajar.

Suyanto, & Jihad, A. (2019). Manajemen pendidikan: Konsep dan praktik. Kencana.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. Jossey-Bass.

UNESCO. (2017). A guide for ensuring inclusion and equity in education. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000248254


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar