Ekstrakurikuler
Kajian Konseptual dan Implementatif dalam Sistem
Pendidikan Indonesia
Alihkan ke: Kurikuler dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.
Abstrak
Kegiatan ekstrakurikuler memiliki posisi strategis
dalam sistem pendidikan nasional Indonesia sebagai sarana untuk mengembangkan
karakter, potensi, dan keterampilan abad ke-21 peserta didik secara menyeluruh.
Artikel ini mengkaji secara konseptual dan implementatif peran ekstrakurikuler
dalam membentuk kepribadian siswa di luar pembelajaran formal. Berdasarkan
tinjauan regulasi nasional seperti Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 dan Perpres
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, ekstrakurikuler
dipetakan ke dalam bentuk wajib dan pilihan yang mencerminkan keragaman minat
dan bakat siswa. Penelitian ini memaparkan ragam kegiatan ekstrakurikuler,
implementasi di satuan pendidikan, serta dampaknya terhadap aspek kognitif,
afektif, dan sosial siswa. Studi kasus dari beberapa sekolah menunjukkan
praktik baik yang efektif dalam penguatan karakter dan literasi digital melalui
pendekatan partisipatif dan kontekstual. Simpulan dari kajian ini menekankan
pentingnya dukungan kepemimpinan sekolah, kolaborasi multipihak, dan integrasi
nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila untuk menjadikan kegiatan ekstrakurikuler
sebagai pilar utama dalam membangun peserta didik yang beriman, cakap, dan siap
menghadapi tantangan global.
Kata Kunci: Ekstrakurikuler; karakter; potensi siswa;
pendidikan Indonesia; Profil Pelajar Pancasila; Kurikulum Merdeka; kegiatan
pengembangan diri; pendidikan karakter.
PEMBAHASAN
Peran Strategis Kegiatan Ekstrakurikuler dalam
Pengembangan Karakter dan Potensi Siswa
1.
Pendahuluan
Dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia, pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian
aspek kognitif semata, tetapi juga menekankan pengembangan kepribadian, sikap,
dan keterampilan sosial peserta didik secara menyeluruh. Hal ini sejalan dengan
amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab¹.
Salah satu sarana
penting yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah
kegiatan ekstrakurikuler. Dalam
Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada
Pendidikan Dasar dan Menengah, dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral
dari kurikulum sekolah, yang dilaksanakan secara terstruktur dan terencana
untuk memperluas minat, bakat, dan potensi siswa di bidang tertentu². Dengan
kata lain, kegiatan ini bukanlah pelengkap semata, melainkan memiliki peran
strategis dalam membentuk karakter dan identitas peserta didik.
Pengembangan
karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler relevan dengan kebijakan pendidikan
karakter yang diperkuat melalui Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017. Dalam
konteks ini, kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu jalur strategis untuk
menanamkan nilai-nilai utama seperti religiusitas, integritas, nasionalisme,
kemandirian, dan gotong royong³. Berbagai aktivitas seperti kepramukaan, seni
budaya, olahraga, hingga kegiatan ilmiah remaja telah terbukti menjadi wahana
efektif dalam menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui pendekatan partisipatif
dan kontekstual.
Lebih jauh,
ekstrakurikuler juga berfungsi sebagai ruang aktualisasi diri yang memungkinkan
peserta didik mengembangkan kecerdasan majemuk mereka, sebagaimana dikemukakan
Howard Gardner dalam teorinya mengenai multiple intelligences⁴. Dalam
kerangka ini, siswa yang memiliki kecenderungan dalam kecerdasan kinestetik,
musikal, interpersonal, atau naturalistik akan memiliki kesempatan untuk
berkembang secara optimal melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai.
Namun demikian,
realitas di lapangan menunjukkan bahwa implementasi kegiatan ekstrakurikuler
belum sepenuhnya optimal. Beberapa sekolah masih menganggap kegiatan ini
sebagai aktivitas tambahan yang tidak terlalu penting, sehingga kurang
mendapatkan dukungan sumber daya yang memadai. Padahal, jika dikelola secara
profesional dan berorientasi pada pengembangan potensi peserta didik, kegiatan
ekstrakurikuler mampu menjadi jembatan antara pendidikan formal dan kehidupan
nyata siswa.
Oleh karena itu,
tulisan ini bertujuan untuk mengkaji peran strategis kegiatan ekstrakurikuler
dalam pengembangan karakter dan potensi siswa secara konseptual dan
implementatif. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penguatan
fungsi pendidikan dalam membentuk generasi yang utuh, kreatif, dan
berintegritas tinggi.
Footnotes
[1]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 3.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014).
[3]
Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta:
Sekretariat Negara, 2017).
[4]
Howard Gardner, Frames of Mind: The Theory of Multiple
Intelligences (New York: Basic Books, 1983).
2.
Landasan Konseptual
Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan bagian integral dari kurikulum pendidikan yang
bertujuan memperluas pengalaman belajar siswa di luar jam pelajaran reguler.
Secara konseptual, kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap
pembelajaran formal, tetapi juga memiliki dimensi pedagogis yang kuat dalam
membentuk kepribadian, nilai, serta keterampilan hidup peserta didik secara
menyeluruh. Dalam konteks Kurikulum Nasional Indonesia, kegiatan
ekstrakurikuler ditempatkan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang
mendukung pengembangan karakter dan potensi siswa secara holistik¹.
2.1.
Pengertian dan Karakteristik Ekstrakurikuler
Menurut Permendikbud
Nomor 62 Tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler didefinisikan sebagai kegiatan
pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam pelajaran wajib, di
bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan, yang bertujuan untuk
mengembangkan bakat, minat, kemampuan, dan kepribadian peserta didik secara
optimal². Karakteristik utama kegiatan ekstrakurikuler antara lain bersifat
sukarela, berbasis minat dan bakat, serta dilakukan secara terstruktur dalam
lingkungan pendidikan.
Dari perspektif
pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler memiliki nilai pedagogis yang khas karena
memberikan ruang aktualisasi yang bersifat partisipatif dan kontekstual. Siswa
terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan, kerja sama tim, serta
pengembangan kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Hal ini membuat
ekstrakurikuler menjadi wahana strategis dalam mewujudkan pembelajaran bermakna
(meaningful
learning).
2.2.
Perbedaan Ekstrakurikuler, Intrakurikuler, dan
Kokurikuler
Dalam sistem
kurikulum nasional, kegiatan pendidikan di sekolah diklasifikasikan ke dalam
tiga ranah utama, yaitu intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler mencakup mata
pelajaran inti yang diatur secara nasional, dan menjadi bagian utama dari
pembelajaran formal. Sementara itu, kokurikuler mencakup aktivitas
yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran intrakurikuler, seperti
tugas proyek, kunjungan belajar, atau praktik laboratorium. Adapun ekstrakurikuler
bersifat lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan minat, bakat, dan
potensi siswa secara personal³.
2.3.
Teori Pendidikan yang Mendukung Kegiatan
Ekstrakurikuler
Kegiatan
ekstrakurikuler secara konseptual mendapatkan landasan kuat dari berbagai teori
pendidikan. Pertama, teori multiple intelligences yang
dikemukakan oleh Howard Gardner menunjukkan bahwa kecerdasan manusia tidak
hanya terbatas pada aspek logis-matematis dan linguistik, tetapi mencakup
kecerdasan musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan
lainnya⁴. Dalam konteks ini, kegiatan ekstrakurikuler memberikan ruang bagi
siswa untuk mengembangkan dimensi kecerdasan yang tidak selalu terfasilitasi
dalam ruang kelas formal.
Kedua, pendekatan holistic
education menekankan pentingnya pengembangan seluruh aspek diri
peserta didik, termasuk nilai spiritual, emosional, dan sosial. Menurut Miller
(2007), pendidikan holistik bertujuan menumbuhkan kesadaran dan koneksi yang
utuh antara individu, komunitas, dan lingkungan⁵. Kegiatan ekstrakurikuler
menjadi salah satu media nyata untuk mencapai tujuan tersebut, karena
memberikan pengalaman langsung yang bersifat kolaboratif dan kontekstual.
Ketiga, teori
konstruktivisme yang dipopulerkan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky menekankan
bahwa pengetahuan dibangun melalui interaksi aktif dengan lingkungan. Dalam
kegiatan ekstrakurikuler, siswa belajar melalui pengalaman, eksperimen, serta
keterlibatan sosial, yang memungkinkan mereka membangun makna secara mandiri
dan kritis⁶.
Dengan demikian,
kegiatan ekstrakurikuler bukanlah aktivitas pinggiran dalam proses pendidikan,
melainkan bagian esensial yang memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan
dan kematangan siswa secara menyeluruh. Konsep ini mendukung paradigma
pendidikan yang lebih humanistik dan berorientasi pada pembentukan karakter dan
keutuhan kepribadian peserta didik.
Footnotes
[1]
Badan Standar Nasional Pendidikan, Panduan Pengembangan
Ekstrakurikuler (Jakarta: BSNP, 2010), 4.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014).
[3]
Sri Mulyani, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2017), 122.
[4]
Howard Gardner, Multiple Intelligences: New Horizons in Theory and
Practice (New York: Basic Books, 2006), 6–10.
[5]
Ron Miller, What Are Schools For? Holistic Education in American
Culture (Brandon: Holistic Education Press, 2007), 15.
[6]
Lev Vygotsky, Mind in Society: The Development of Higher
Psychological Processes, ed. Michael Cole (Cambridge: Harvard University
Press, 1978), 79.
3.
Tujuan dan Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan
ekstrakurikuler dalam sistem pendidikan Indonesia memiliki posisi yang
strategis dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional yang holistik.
Tidak sekadar menjadi pelengkap dari kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler
dirancang untuk memperkuat aspek afektif dan psikomotorik siswa, sekaligus
menjadi wahana pengembangan karakter, bakat, serta kecakapan hidup yang relevan
dengan tantangan abad ke-21.
3.1.
Tujuan Umum dan Khusus
Berdasarkan Permendikbud
Nomor 62 Tahun 2014, tujuan umum dari kegiatan ekstrakurikuler
adalah “mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja
sama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk mendukung pencapaian
tujuan pendidikan nasional.”¹ Tujuan ini menegaskan pentingnya pendekatan
menyeluruh dalam pendidikan yang tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi
juga pada penguatan kapasitas non-akademik peserta didik.
Secara khusus,
kegiatan ekstrakurikuler bertujuan:
·
Menumbuhkan rasa tanggung
jawab, kedisiplinan, dan kepemimpinan siswa;
·
Mengembangkan keterampilan
sosial, komunikasi, dan kerja tim;
·
Memfasilitasi aktualisasi
potensi minat dan bakat;
·
Meningkatkan kesehatan
jasmani dan mental;
·
Mendorong kreativitas dan
inovasi siswa dalam berbagai bidang.²
Dengan tujuan-tujuan
tersebut, ekstrakurikuler menjadi bagian penting dari proses pendidikan karakter
yang dinamis dan berkesinambungan.
3.2.
Fungsi Pendidikan Karakter dan Sosial Emosional
Dalam konteks Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017, kegiatan ekstrakurikuler
memainkan peran signifikan dalam membentuk nilai-nilai utama seperti
religiusitas, integritas, nasionalisme, gotong royong, dan kemandirian.³
Nilai-nilai ini tidak cukup hanya diajarkan secara teoritis di kelas, melainkan
perlu dialami secara langsung melalui keterlibatan aktif dalam berbagai
kegiatan kolaboratif dan kontekstual. Ekstrakurikuler menyediakan ruang
tersebut melalui pendekatan partisipatif yang memungkinkan siswa belajar
melalui pengalaman langsung (experiential learning).
Selain itu, kegiatan
ekstrakurikuler memiliki fungsi sosial-emosional yang penting. Penelitian
menunjukan bahwa keterlibatan dalam kegiatan non-akademik dapat memperkuat rasa
percaya diri, regulasi emosi, serta daya juang siswa dalam menghadapi
tantangan.⁴ Interaksi antarpersonal yang terbentuk dalam kegiatan
ekstrakurikuler juga memperluas wawasan kebhinnekaan serta membentuk sikap
toleran dan inklusif dalam diri peserta didik.
3.3.
Fungsi Pengembangan Potensi dan Kecakapan Abad
21
Dalam era
globalisasi dan digitalisasi, sistem pendidikan dituntut untuk menghasilkan
lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki
keterampilan hidup seperti kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, dan
kreativitas (4C Skills). Kegiatan ekstrakurikuler merupakan medium ideal untuk
mengembangkan keterampilan ini secara alami dan kontekstual.⁵ Melalui kegiatan
debat, seni pertunjukan, olahraga, pramuka, jurnalistik, atau kewirausahaan
remaja, siswa belajar menghadapi situasi nyata yang menuntut pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, serta kepemimpinan.
Tidak hanya itu,
ekstrakurikuler juga berfungsi sebagai sarana pengembangan soft
skills dan life skills yang sangat diperlukan
dalam dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu, dalam dokumen Profil
Pelajar Pancasila, kegiatan ekstrakurikuler sangat dianjurkan
sebagai bagian dari strategi pembelajaran transformatif yang membentuk siswa
menjadi individu yang beriman, mandiri, bernalar kritis, dan mampu bekerja sama
dalam keberagaman.⁶
3.4.
Fungsi Preventif dan Alternatif Positif
Ekstrakurikuler juga
memiliki fungsi preventif dalam membantu siswa menjauhi perilaku negatif,
seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan media sosial, atau tindakan kekerasan.
Kegiatan-kegiatan positif yang terstruktur dan menarik mampu menyita energi
siswa secara produktif, sekaligus membentuk lingkungan sosial yang suportif dan
inklusif. Dalam konteks ini, ekstrakurikuler menjadi strategi intervensi
preventif yang efektif dalam membangun budaya sekolah yang sehat dan kondusif.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 2.
[2]
Ibid., Pasal 3.
[3]
Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta:
Sekretariat Negara, 2017), Pasal 5.
[4]
Joseph A. Durlak et al., “The Impact of Enhancing Students’ Social and
Emotional Learning: A Meta‐Analysis of School‐Based Universal Interventions,” Child
Development 82, no. 1 (2011): 405–432.
[5]
Trilling, Bernie and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 55–62.
[6]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Profil
Pelajar Pancasila (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2021), 10.
4.
Ragam Kegiatan Ekstrakurikuler
Ragam kegiatan
ekstrakurikuler di satuan pendidikan mencerminkan kebutuhan peserta didik akan
ruang pengembangan diri yang beragam dan adaptif terhadap minat, bakat, dan
tantangan zaman. Dalam sistem pendidikan Indonesia, pengelompokan kegiatan
ekstrakurikuler telah diatur secara normatif melalui regulasi nasional dan
dijabarkan ke dalam berbagai jenis kegiatan yang bisa dikembangkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan karakteristik lokal dan ketersediaan sumber daya.
4.1.
Klasifikasi Kegiatan Ekstrakurikuler: Wajib dan
Pilihan
Mengacu pada Permendikbud
Nomor 62 Tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler diklasifikasikan
ke dalam dua kategori utama: ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler
pilihan.¹
·
Ekstrakurikuler
wajib adalah kegiatan yang harus diikuti oleh seluruh peserta
didik, seperti kepramukaan, yang ditetapkan sebagai kegiatan utama
dalam pembentukan karakter. Kegiatan ini mengembangkan nilai kedisiplinan,
kerja sama, kepemimpinan, dan nasionalisme.²
·
Ekstrakurikuler
pilihan adalah kegiatan yang dipilih secara sukarela oleh
peserta didik berdasarkan minat dan bakat mereka. Kegiatan ini meliputi
berbagai bidang seperti seni, olahraga, sains, teknologi, kewirausahaan, dan
keterampilan hidup lainnya.
Klasifikasi ini
memberikan fleksibilitas kepada sekolah dalam mengembangkan program yang sesuai
dengan kebutuhan dan potensi siswa, sekaligus membuka ruang partisipasi aktif
dan otonomi peserta didik dalam menentukan arah pengembangan dirinya.
4.2.
Jenis-Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler Populer di
Sekolah
Berikut adalah
beberapa contoh kegiatan ekstrakurikuler yang umum dijumpai di sekolah-sekolah
di Indonesia:
1)
Kepramukaan
Merupakan ekstrakurikuler wajib yang diatur
secara nasional. Kepramukaan menekankan pada pembentukan karakter, cinta tanah
air, kemandirian, serta kepemimpinan. Gerakan Pramuka telah diintegrasikan
sebagai bagian dari penguatan pendidikan karakter melalui metode belajar
berbasis pengalaman lapangan (outdoor learning).³
2)
Seni dan Budaya
Kegiatan seperti tari daerah, karawitan, paduan
suara, teater, atau seni rupa merupakan sarana ekspresi sekaligus pelestarian
budaya lokal. Ekstrakurikuler ini juga menjadi wahana internalisasi nilai
estetika, identitas budaya, dan toleransi antarbudaya.⁴
3)
Olahraga dan Kesehatan
Kegiatan seperti futsal, voli, pencak silat, bulu
tangkis, atau yoga berfungsi meningkatkan kesehatan fisik dan kedisiplinan
siswa. Selain itu, kegiatan ini melatih semangat sportifitas, kerja sama tim,
dan kemampuan mengelola tekanan kompetisi.⁵
4)
Jurnalistik dan
Literasi
Kegiatan ini meliputi penulisan berita, majalah
dinding, blog sekolah, atau buletin siswa. Jurnalistik mendorong literasi
informasi, pemikiran kritis, dan kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab.⁶
5)
Kelompok Ilmiah Remaja
(KIR)
Fokus pada pengembangan kemampuan berpikir ilmiah
dan penelitian. Melalui KIR, siswa dilatih untuk melakukan observasi,
eksperimen, penulisan ilmiah, serta presentasi hasil penelitian—keterampilan
penting dalam dunia akademik.⁷
6)
Rohani Islam (ROHIS),
Kristen (ROHKRIS), Hindu, dan lainnya
Kegiatan pembinaan keagamaan mendukung penguatan
spiritualitas dan akhlak siswa. Selain pembelajaran agama, kegiatan ini
biasanya mencakup diskusi, pelatihan dakwah, kajian kitab suci, hingga kegiatan
sosial keagamaan.⁸
7)
Palang Merah Remaja
(PMR)
Fokus pada pembinaan kepedulian sosial,
kesehatan, dan kemanusiaan. Siswa dilatih keterampilan pertolongan pertama,
kesiapsiagaan bencana, dan kegiatan sosial.⁹
8)
Kewirausahaan dan
Keterampilan Hidup (Life Skills)
Ekstrakurikuler ini melatih keterampilan ekonomi
kreatif seperti membatik, memasak, merangkai bunga, membuat kerajinan tangan,
serta manajemen usaha kecil. Ini sangat relevan dalam menumbuhkan jiwa
wirausaha dan kemandirian ekonomi.¹⁰
9)
Teknologi dan
Digitalisasi
Misalnya klub robotika, coding, desain grafis,
atau vlog kreatif. Ekstrakurikuler ini mengembangkan literasi digital dan
teknologi sebagai kecakapan dasar abad ke-21.¹¹
4.3.
Kesesuaian dengan Minat dan Kebutuhan Siswa
Ragam kegiatan
ekstrakurikuler idealnya disusun berdasarkan hasil pemetaan minat dan potensi
peserta didik, sebagaimana diatur dalam prinsip manajemen berbasis sekolah.
Penyesuaian ini penting agar siswa dapat terlibat secara aktif dan merasa
memiliki terhadap kegiatan yang diikuti. Penelitian menunjukkan bahwa
partisipasi dalam kegiatan yang sesuai dengan minat pribadi memiliki dampak
positif terhadap motivasi belajar, kesejahteraan psikologis, dan prestasi
akademik.¹²
Selain itu,
diversifikasi ekstrakurikuler juga mencerminkan respons terhadap konteks
sosial-kultural dan kebutuhan masyarakat lokal, misalnya pengembangan
ekstrakurikuler bela diri tradisional di daerah tertentu, atau pertanian
hidroponik di sekolah yang berbasis lingkungan hidup.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 4.
[2]
Ibid., Pasal 5.
[3]
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Sistem Among dan Metode
Kepramukaan (Jakarta: Kwarnas, 2018), 11–13.
[4]
Mulyani, Sri. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2017), 132.
[5]
Suyadi, Kepemimpinan Pendidikan: Teori dan Praktik
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 212.
[6]
Haris Munandar, Membangun Literasi Sekolah Melalui Jurnalistik
(Jakarta: Grasindo, 2020), 47.
[7]
Retnowati, Endah. Pembinaan KIR di Sekolah (Semarang: Unnes
Press, 2019), 21.
[8]
Kementerian Agama RI, Panduan Penguatan Rohis di Sekolah
(Jakarta: Ditjen Pendis, 2018), 9.
[9]
Palang Merah Indonesia, Panduan Pembinaan PMR di Sekolah
(Jakarta: PMI Pusat, 2015), 6–7.
[10]
Dirjen GTK Kemendikbud, Model Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah
Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2016), 15–17.
[11]
Trilling, Bernie dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 63.
[12]
Eccles, Jacquelynne S., and Jennifer A. Gootman, Community Programs
to Promote Youth Development (Washington, DC: National Academy Press,
2002), 91.
5.
Implementasi di Satuan Pendidikan
Implementasi
kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan merupakan proses integral yang
melibatkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara sistematis dan
terstruktur. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
dapat berjalan secara efektif dalam mendukung pengembangan karakter dan potensi
siswa sebagaimana diamanatkan oleh kurikulum nasional. Keberhasilan
implementasi bergantung pada sinergi antar unsur sekolah, perencanaan yang
berbasis kebutuhan siswa, dan dukungan kebijakan yang memadai.
5.1.
Perencanaan Berbasis Minat dan Kebutuhan
Peserta Didik
Langkah awal dalam
implementasi kegiatan ekstrakurikuler adalah melakukan pemetaan terhadap minat,
bakat, dan potensi peserta didik. Hal ini sesuai dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah yang menekankan partisipasi aktif warga sekolah dalam
perumusan program. Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa
kegiatan ekstrakurikuler harus disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan,
baik dari siswa maupun lingkungan sekitar sekolah¹. Survei minat bakat, diskusi
kelompok, dan keterlibatan komite sekolah menjadi instrumen penting dalam
menyusun kegiatan yang relevan dan kontekstual.
5.2.
Pelaksanaan yang Terstruktur dan Terprogram
Pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah perlu dilakukan secara terjadwal, dengan struktur
organisasi dan tata kelola yang jelas. Setiap kegiatan ekstrakurikuler harus
memiliki pembina yang kompeten dan bertanggung jawab, serta program kerja
tahunan yang disusun berdasarkan tujuan pengembangan siswa. Dalam hal ini,
kepala sekolah memegang peran penting sebagai penanggung jawab manajerial yang
memastikan bahwa kegiatan tersebut berjalan selaras dengan visi-misi satuan
pendidikan².
Bimbingan teknis
dari dinas pendidikan setempat, kerja sama dengan komunitas lokal, serta
keterlibatan alumni dan pihak eksternal (seperti organisasi keagamaan,
olahraga, atau kebudayaan) dapat menjadi strategi kolaboratif dalam memperkuat
kualitas kegiatan ekstrakurikuler³. Implementasi yang baik juga harus
memperhatikan prinsip inklusivitas, dengan memberi kesempatan kepada seluruh
peserta didik tanpa diskriminasi untuk terlibat aktif dalam kegiatan sesuai
minat dan kemampuannya⁴.
5.3.
Evaluasi dan Pemantauan Berkelanjutan
Evaluasi kegiatan
ekstrakurikuler dilakukan untuk menilai ketercapaian tujuan, efektivitas
pelaksanaan, serta dampaknya terhadap perkembangan siswa. Evaluasi dapat
dilakukan secara formatif (selama kegiatan berlangsung) maupun sumatif (di
akhir program), menggunakan instrumen seperti observasi, refleksi siswa,
penilaian keaktifan, dan portofolio karya⁵.
Permendikbud 62/2014
menyarankan bahwa laporan kegiatan ekstrakurikuler harus disusun secara berkala
dan menjadi bagian dari laporan pendidikan di satuan pendidikan. Selain itu,
keterlibatan peserta didik dalam refleksi dan evaluasi kegiatan merupakan
bentuk pendidikan demokrasi yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan
kepemilikan terhadap kegiatan yang dijalankan⁶.
5.4.
Peran Strategis Kepala Sekolah, Guru, dan
Komite
Implementasi yang
efektif tidak dapat berjalan tanpa dukungan kepemimpinan yang kuat. Kepala
sekolah sebagai pemimpin pembelajaran memiliki tanggung jawab dalam memastikan
alokasi waktu, sumber daya, dan kebijakan yang mendukung kegiatan
ekstrakurikuler⁷. Guru pembina berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam
membimbing peserta didik secara pedagogis dan psikologis. Sementara itu, komite
sekolah memiliki peran strategis dalam mendukung pendanaan, menjembatani
komunikasi dengan orang tua, serta memberikan masukan terhadap pelaksanaan
program.
Kegiatan
ekstrakurikuler yang berhasil umumnya ditandai oleh adanya budaya sekolah yang
menghargai kreativitas, kerja sama tim, dan inisiatif siswa. Dengan demikian,
penguatan budaya organisasi sekolah yang kondusif menjadi elemen penting dalam
mendukung keberlanjutan kegiatan ekstrakurikuler.
5.5.
Integrasi dengan Program Penguatan Profil
Pelajar Pancasila
Dalam kerangka
Kurikulum Merdeka, kegiatan ekstrakurikuler memiliki hubungan yang erat dengan
penguatan Profil
Pelajar Pancasila. Kegiatan ini dapat menjadi medium
kontekstualisasi nilai-nilai seperti gotong royong, kemandirian, bernalar
kritis, serta kebhinekaan global dalam pengalaman nyata peserta didik. Oleh
karena itu, satuan pendidikan perlu menyelaraskan perencanaan ekstrakurikuler
dengan dimensi dan indikator Profil Pelajar Pancasila sebagaimana tercantum
dalam panduan implementasi kurikulum⁸.
Kegiatan seperti
projek sosial, wirausaha siswa, forum pelajar, atau kegiatan lingkungan hidup
merupakan bentuk nyata dari integrasi nilai-nilai Pancasila dalam
ekstrakurikuler. Integrasi ini memperkuat fungsi pendidikan sebagai alat
transformasi budaya dan karakter bangsa.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 6.
[2]
Suyanto dan Asep Jihad, Manajemen Pendidikan: Konsep dan Praktik
(Jakarta: Kencana, 2019), 174–176.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Teknis Pelaksanaan
Ekstrakurikuler di Sekolah (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2017), 9.
[4]
UNESCO, A Guide for Ensuring Inclusion and Equity in Education
(Paris: UNESCO Publishing, 2017), 14.
[5]
Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 132–135.
[6]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Panduan Evaluasi
Ekstrakurikuler (Jakarta: Kemendikbud, 2016), 7.
[7]
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), 101–103.
[8]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 19–23.
6.
Dampak dan Kontribusi Ekstrakurikuler terhadap
Siswa
Kegiatan
ekstrakurikuler memiliki dampak multidimensional terhadap perkembangan peserta
didik, baik dalam aspek kognitif, afektif, sosial, maupun psikomotorik.
Berbagai penelitian dan kebijakan pendidikan nasional menunjukkan bahwa
keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler berkorelasi positif
dengan peningkatan karakter, keterampilan sosial, prestasi belajar, dan
kesiapan menghadapi kehidupan bermasyarakat serta dunia kerja. Dengan kata
lain, ekstrakurikuler merupakan wahana nyata untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional secara utuh.
6.1.
Penguatan Nilai-Nilai Karakter dan Moralitas
Salah satu
kontribusi utama kegiatan ekstrakurikuler adalah dalam pembentukan karakter
peserta didik. Nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, kerja sama, jujur,
serta kepedulian sosial dapat ditanamkan secara kontekstual melalui kegiatan
seperti pramuka, kegiatan rohani, atau program sosial masyarakat. Pemerintah
melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017
tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), menekankan bahwa ekstrakurikuler
merupakan jalur strategis untuk menanamkan nilai-nilai utama karakter, yaitu
religiusitas, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan gotong royong¹.
Ekstrakurikuler
mendorong siswa untuk belajar dari pengalaman nyata, bukan sekadar hafalan
teori. Misalnya, dalam kegiatan kepramukaan, siswa dilatih menjadi pemimpin
regu, mengelola konflik, dan bekerja dalam tim, yang secara langsung
menginternalisasi nilai tanggung jawab dan kepemimpinan.² Pendekatan seperti
ini lebih efektif dalam membentuk kepribadian dibandingkan metode ceramah di
kelas.
6.2.
Pengembangan Keterampilan Sosial dan Emosional
Kegiatan
ekstrakurikuler memberikan ruang bagi siswa untuk menjalin interaksi sosial
yang sehat dan produktif. Melalui kerja sama tim, kompetisi, atau diskusi
kelompok, siswa belajar keterampilan komunikasi, empati, toleransi, dan
penyelesaian konflik secara damai. Penelitian Durlak et al. menunjukkan bahwa
partisipasi dalam kegiatan non-akademik meningkatkan kecakapan sosial-emosional
secara signifikan dan berdampak positif pada perilaku prososial serta prestasi
akademik.³
Secara psikologis,
kegiatan ekstrakurikuler juga berkontribusi dalam memperkuat rasa percaya diri,
mengurangi stres, dan meningkatkan regulasi emosi. Interaksi sosial dalam
konteks ekstrakurikuler memberikan ruang aman bagi peserta didik untuk
mengekspresikan diri, membangun identitas, dan memperkuat ketahanan pribadi
(resiliensi).
6.3.
Optimalisasi Potensi, Minat, dan Bakat Siswa
Ekstrakurikuler
membuka ruang aktualisasi diri bagi peserta didik yang tidak selalu
difasilitasi dalam pembelajaran formal. Sejalan dengan pendekatan multiple
intelligences Howard Gardner, tidak semua siswa unggul dalam
kecerdasan logis-matematis atau linguistik. Sebagian siswa memiliki kecerdasan
musikal, kinestetik, interpersonal, atau visual-spasial yang dapat dikembangkan
secara optimal melalui kegiatan seni, olahraga, debat, atau desain grafis⁴.
Kegiatan
ekstrakurikuler yang berbasis minat dan bakat memungkinkan sekolah
mengakomodasi keragaman potensi siswa secara inklusif. Oleh karena itu,
regulasi seperti Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014
menekankan pentingnya kegiatan ekstrakurikuler yang adaptif dan relevan dengan
kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman⁵.
6.4.
Peningkatan Kinerja Akademik dan Motivasi
Belajar
Meski bersifat
non-akademik, berbagai studi menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler dapat meningkatkan prestasi akademik. Hal ini terjadi karena
ekstrakurikuler membentuk kebiasaan positif seperti disiplin, tanggung jawab,
dan manajemen waktu yang berkontribusi terhadap kinerja belajar⁶. Selain itu,
siswa yang memiliki pengalaman keberhasilan dan pengakuan dalam kegiatan
non-akademik cenderung memiliki motivasi intrinsik yang lebih tinggi dalam
belajar.
Ekstrakurikuler juga
menjadi sumber pembelajaran kontekstual yang bermakna. Misalnya, siswa yang
tergabung dalam Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan pemecahan masalah yang juga bermanfaat dalam pelajaran
sains di kelas.
6.5.
Persiapan Menghadapi Kehidupan Bermasyarakat
dan Dunia Kerja
Di era globalisasi
dan revolusi industri 4.0, ekstrakurikuler berperan sebagai sarana transisi dari
dunia sekolah ke dunia nyata. Kegiatan seperti kewirausahaan siswa, simulasi
debat publik, forum pelajar, atau pelatihan teknologi informasi melatih siswa
keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kolaborasi, literasi digital,
dan kepemimpinan⁷.
Dengan demikian,
ekstrakurikuler tidak hanya mendukung pertumbuhan pribadi siswa, tetapi juga
menyiapkan mereka menjadi warga negara yang aktif, produktif, dan bertanggung
jawab. Keterampilan yang diperoleh dari kegiatan ini akan menjadi modal sosial
yang berharga dalam menghadapi tantangan masa depan.
Footnotes
[1]
Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta:
Sekretariat Negara, 2017), Pasal 5.
[2]
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Sistem Among dan Metode
Kepramukaan (Jakarta: Kwarnas, 2018), 14.
[3]
Joseph A. Durlak et al., “The Impact of Enhancing Students’ Social and
Emotional Learning: A Meta‐Analysis of School‐Based Universal Interventions,” Child
Development 82, no. 1 (2011): 405–432.
[4]
Howard Gardner, Multiple Intelligences: New Horizons in Theory and
Practice (New York: Basic Books, 2006), 6–11.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 4.
[6]
Mahoney, Joseph L., Angel L. Smylie, and Rebecca D. Vest,
“Participation in Structured Extracurricular Activities and Academic Outcomes
in Middle Childhood: A Longitudinal Study,” Developmental Psychology
48, no. 4 (2012): 1143–1157.
[7]
Trilling, Bernie and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 78–85.
7.
Studi Kasus atau Praktik Baik
Untuk memahami
implementasi kegiatan ekstrakurikuler secara nyata, penting untuk menelaah
praktik baik yang telah diterapkan oleh beberapa satuan pendidikan di
Indonesia. Studi kasus berikut menunjukkan bagaimana kegiatan ekstrakurikuler,
jika dirancang dan dikelola dengan baik, mampu memberikan dampak signifikan
terhadap pengembangan karakter dan potensi siswa.
7.1.
Studi Kasus 1: Program “Satu Siswa Satu Ekskul”
di SMAN 3 Yogyakarta
SMAN 3 Yogyakarta
menerapkan kebijakan internal “Satu Siswa Satu Ekskul” sebagai strategi untuk
memastikan bahwa seluruh peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan
pengembangan diri. Setiap siswa diwajibkan memilih minimal satu kegiatan
ekstrakurikuler berdasarkan minat dan bakat masing-masing. Ragam kegiatan yang
tersedia mencakup bidang akademik, seni budaya, olahraga, kewirausahaan, dan
rohani.
Kegiatan ini
dikelola dengan pendekatan manajemen partisipatif, di mana siswa dilibatkan
dalam perencanaan program, pengambilan keputusan, hingga evaluasi kegiatan. Hasilnya,
sekolah ini mencatatkan peningkatan signifikan dalam aspek kedisiplinan,
kepemimpinan siswa, dan prestasi non-akademik di tingkat lokal dan nasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2020) menunjukkan bahwa model ini
efektif dalam menumbuhkan kemandirian, kerja sama, dan integritas peserta
didik.¹
7.2.
Studi Kasus 2: Penguatan Profil Pelajar
Pancasila Melalui Ekstrakurikuler Projek Sosial di SMK Negeri 1 Banyuwangi
Sebagai bagian dari
implementasi Kurikulum Merdeka, SMK Negeri 1 Banyuwangi mengembangkan program
ekstrakurikuler berbasis projek sosial yang selaras dengan dimensi Profil
Pelajar Pancasila. Salah satu kegiatan unggulan mereka adalah “Projek Desa
Bersih,” di mana siswa merancang dan melaksanakan aksi bersih-bersih desa,
kampanye sadar sampah, serta edukasi lingkungan kepada masyarakat sekitar.
Program ini
memadukan pendekatan kolaboratif lintas mata pelajaran dengan keterlibatan
komunitas lokal. Dalam evaluasi semesteran, siswa yang terlibat menunjukkan
peningkatan nyata dalam kemampuan problem solving, komunikasi, serta kepedulian
sosial.² Praktik ini membuktikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat menjadi
jembatan konkret antara pendidikan karakter dan realitas sosial siswa.
7.3.
Studi Kasus 3: Ekskul Jurnalistik sebagai
Penguatan Literasi di MAN Insan Cendekia Gorontalo
MAN Insan Cendekia
Gorontalo mengelola ekstrakurikuler jurnalistik digital yang terintegrasi
dengan platform media sekolah bernama “IC Newsroom.” Kegiatan ini
mencakup pelatihan menulis, fotografi, desain grafis, hingga publikasi daring.
Ekskul ini tidak
hanya melatih keterampilan literasi informasi dan digital, tetapi juga
membentuk karakter siswa dalam hal tanggung jawab, integritas, dan berpikir
kritis. Jurnal sekolah yang dikelola siswa secara mandiri telah meraih penghargaan
dari Kementerian Agama sebagai media komunikasi pelajar berbasis karakter.³
Kegiatan ini
memperkuat temuan dari penelitian Gultom (2021) bahwa ekstrakurikuler literasi
digital mampu mendorong tumbuhnya kesadaran etis siswa dalam menggunakan media
dan memproduksi informasi⁴—sebuah keterampilan penting dalam menghadapi
tantangan era digital.
7.4.
Faktor Kunci Keberhasilan Praktik Baik
Dari ketiga studi
kasus di atas, terdapat beberapa faktor kunci yang menjadi fondasi keberhasilan
program ekstrakurikuler, antara lain:
1)
Kepemimpinan sekolah
yang transformatif, dengan dukungan kebijakan yang kuat
terhadap pengembangan karakter siswa.
2)
Keterlibatan aktif
peserta didik dalam setiap tahap kegiatan (perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi).
3)
Kontekstualisasi
kegiatan sesuai dengan potensi lokal, nilai-nilai budaya, dan
isu-isu aktual di masyarakat.
4)
Kolaborasi
antarpemangku kepentingan, termasuk guru, orang tua, komite
sekolah, dan lembaga eksternal.
5)
Pengintegrasian
nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila dalam setiap aktivitas
ekstrakurikuler.
Temuan ini sejalan
dengan panduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pengelolaan kegiatan
ekstrakurikuler, yang menekankan pentingnya desain program berbasis kebutuhan
siswa dan didukung oleh lingkungan belajar yang inklusif⁵.
Footnotes
[1]
Lestari, Endah. “Efektivitas Program ‘Satu Siswa Satu Ekskul’ dalam
Penguatan Karakter di SMAN 3 Yogyakarta.” Jurnal Pendidikan Karakter
10, no. 2 (2020): 175–189.
[2]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Laporan Praktik Baik Implementasi Kurikulum Merdeka: Sekolah
Penggerak Tahap 1 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 44–46.
[3]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Profil Madrasah Berprestasi
Tahun 2021 (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 33–35.
[4]
Gultom, Meida. “Peran Ekskul Jurnalistik dalam Membangun Literasi
Digital Siswa MAN.” Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam 5, no. 1
(2021): 49–58.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan
Pengelolaan Kegiatan Ekstrakurikuler di Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2018), 5–7.
8.
Penutup
Kegiatan
ekstrakurikuler dalam sistem pendidikan Indonesia memegang peran strategis
dalam mengembangkan karakter, potensi, dan kecakapan abad ke-21 siswa. Sebagai
bagian dari kurikulum nonformal yang bersifat fleksibel dan kontekstual,
ekstrakurikuler tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pembelajaran
intrakurikuler, tetapi juga menjadi wahana pembentukan pribadi utuh peserta
didik, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional⁽¹⁾.
Dalam kajian ini
telah dibuktikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler berkontribusi nyata dalam:
·
Menginternalisasi
nilai-nilai karakter seperti tanggung jawab, kepemimpinan, dan gotong
royong⁽²⁾;
·
Meningkatkan keterampilan sosial-emosional
dan komunikasi antarpribadi peserta didik⁽³⁾;
·
Menjadi medium aktualisasi
minat dan bakat siswa melalui pendekatan diferensiasi dan inklusi⁽⁴⁾;
·
Mempersiapkan siswa
menghadapi tantangan masa depan, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat maupun
dunia kerja berbasis keterampilan abad ke-21⁽⁵⁾.
Keberhasilan
implementasi ekstrakurikuler tidak lepas dari komitmen pemimpin sekolah,
pembina kegiatan yang profesional, serta sistem manajemen sekolah yang
responsif terhadap kebutuhan peserta didik. Studi-studi kasus yang telah
disajikan menunjukkan bahwa praktik baik kegiatan ekstrakurikuler dapat
memberikan dampak positif yang signifikan, baik secara individual maupun
institusional.
Namun demikian,
masih terdapat tantangan implementatif yang perlu diatasi, seperti keterbatasan
sumber daya, ketimpangan akses, dan kurangnya pelatihan bagi pembina. Untuk
itu, dibutuhkan upaya berkelanjutan dari pemangku kepentingan pendidikan untuk:
·
Memperkuat kebijakan
afirmatif dalam pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan;
·
Memberikan pelatihan dan
insentif kepada guru sebagai pembina kegiatan;
·
Melibatkan komunitas lokal
dan mitra eksternal dalam mendukung pengembangan program ekstrakurikuler;
·
Membangun sistem monitoring
dan evaluasi berbasis indikator karakter dan kompetensi siswa.
Dengan pendekatan
yang menyeluruh, terarah, dan kolaboratif, kegiatan ekstrakurikuler dapat
menjadi motor penggerak lahirnya generasi pelajar Pancasila: individu yang
beriman, bertakwa, mandiri, kreatif, bernalar kritis, dan mampu hidup dalam
keberagaman⁽⁶⁾. Dalam kerangka Kurikulum Merdeka dan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK), ekstrakurikuler menjadi bukti nyata bahwa pendidikan tidak
hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan manusia seutuhnya.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Jakarta: Kemendikbud, 2003), Pasal 3.
[2]
Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta:
Sekretariat Negara, 2017), Pasal 5.
[3]
Joseph A. Durlak et al., “The Impact of Enhancing Students’ Social and
Emotional Learning: A Meta‐Analysis of School‐Based Universal Interventions,” Child
Development 82, no. 1 (2011): 405–432.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 4.
[5]
Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 78–85.
[6]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 9–10.
Daftar Pustaka
Durlak, J. A., Weissberg,
R. P., Dymnicki, A. B., Taylor, R. D., & Schellinger, K. B. (2011). The
impact of enhancing students’ social and emotional learning: A meta‐analysis of
school‐based universal interventions. Child Development, 82(1),
405–432. https://doi.org/10.1111/j.1467-8624.2010.01564.x
Eccles, J. S., &
Gootman, J. A. (Eds.). (2002). Community programs to promote youth
development. National Academy Press.
Gardner, H. (2006). Multiple
intelligences: New horizons in theory and practice. Basic Books.
Gultom, M. (2021). Peran
ekskul jurnalistik dalam membangun literasi digital siswa MAN. Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam, 5(1), 49–58.
Harun, H., & Munandar,
H. (2020). Membangun literasi sekolah melalui jurnalistik. Grasindo.
Kementerian Agama Republik
Indonesia. (2018). Panduan penguatan Rohis di sekolah. Direktorat
Pendidikan Agama Islam, Dirjen Pendis.
Kementerian Agama Republik
Indonesia. (2021). Profil madrasah berprestasi tahun 2021. Direktorat
KSKK Madrasah.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43920/uu-no-20-tahun-2003
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan
Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/157995/permendikbud-no-62-tahun-2014
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2016). Buku panduan evaluasi
ekstrakurikuler. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Panduan teknis pelaksanaan
ekstrakurikuler di sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Panduan pengelolaan kegiatan
ekstrakurikuler di satuan pendidikan dasar dan menengah. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2021). Profil pelajar Pancasila. Pusat
Kurikulum dan Perbukuan.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Panduan
pembelajaran dan asesmen Kurikulum Merdeka. https://kurikulum.kemdikbud.go.id
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Laporan
praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka: Sekolah Penggerak tahap 1.
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen.
Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka. (2018). Sistem among dan metode kepramukaan. Kwarnas.
Lestari, E. (2020).
Efektivitas program “Satu Siswa Satu Ekskul” dalam penguatan karakter di SMAN 3
Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, 10(2), 175–189. https://doi.org/10.21831/jpk.v10i2.XXXX
Mahoney, J. L., Smylie, A.
L., & Vest, R. D. (2012). Participation in structured extracurricular
activities and academic outcomes in middle childhood: A longitudinal study. Developmental
Psychology, 48(4), 1143–1157. https://doi.org/10.1037/a0028184
Mulyasa, E. (2013). Menjadi
kepala sekolah profesional. Remaja Rosdakarya.
Mulyani, S. (2017). Manajemen
kurikulum dan pembelajaran. Remaja Rosdakarya.
Palang Merah Indonesia.
(2015). Panduan pembinaan PMR di sekolah. PMI Pusat.
Presiden Republik
Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun
2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/74714/perpres-no-87-tahun-2017
Retnowati, E. (2019). Pembinaan
KIR di sekolah. Unnes Press.
Sudjana, N. (2010). Penilaian
hasil proses belajar mengajar. Remaja Rosdakarya.
Suyadi. (2015). Kepemimpinan
pendidikan: Teori dan praktik. Pustaka Pelajar.
Suyanto, & Jihad, A.
(2019). Manajemen pendidikan: Konsep dan praktik. Kencana.
Trilling, B., & Fadel,
C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times.
Jossey-Bass.
UNESCO. (2017). A guide
for ensuring inclusion and equity in education. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000248254
Tidak ada komentar:
Posting Komentar