Moderasi Beragama
Pilar Pendidikan Karakter dalam Merawat Kebhinekaan dan
Perdamaian Sosial
Alihkan ke: Madrasah.
Abstrak
Artikel ini membahas peran strategis program
moderasi beragama di madrasah sebagai instrumen pendidikan karakter dalam
merespons tantangan kebhinekaan dan polarisasi sosial di Indonesia. Dengan
mengacu pada kebijakan Kementerian Agama, moderasi beragama diposisikan sebagai
pendekatan yang menekankan nilai-nilai toleransi, cinta tanah air,
anti-kekerasan, dan penghormatan terhadap keberagaman budaya dan agama.
Pembahasan meliputi landasan konseptual, implementasi dalam kurikulum dan
kegiatan kesiswaan, kontribusinya terhadap pendidikan karakter dan wawasan
kebangsaan, serta tantangan dan solusi yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Melalui
integrasi nilai-nilai moderasi ke dalam praktik pembelajaran, budaya madrasah,
dan kehidupan sosial siswa, diharapkan madrasah mampu melahirkan generasi yang
religius, inklusif, dan nasionalis. Artikel ini merekomendasikan perlunya
penguatan kelembagaan, pelatihan guru, inovasi pedagogis, dan sinergi lintas
sektor untuk memperkuat internalisasi nilai-nilai moderasi secara
berkelanjutan.
Kata Kunci: Moderasi beragama, madrasah, pendidikan karakter,
toleransi, kebhinekaan, Kementerian Agama, wawasan kebangsaan, radikalisme.
PEMBAHASAN
Program Moderasi Beragama di Madrasah
1.
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara
dengan tingkat keberagaman yang tinggi, baik dalam aspek agama, suku, budaya,
maupun bahasa, memiliki tantangan besar dalam menjaga harmoni sosial dan
integrasi nasional. Dalam konteks ini, pendidikan memainkan peran sentral,
khususnya pendidikan berbasis agama seperti madrasah yang tidak hanya bertugas
mencetak peserta didik yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak
mulia dan memiliki sikap toleran terhadap perbedaan. Salah satu strategi utama
yang diusung oleh pemerintah dalam menghadapi tantangan intoleransi,
radikalisme, dan kekerasan atas nama agama adalah melalui program Moderasi
Beragama.
Moderasi beragama merupakan pendekatan
yang menekankan pentingnya bersikap adil, seimbang, dan tidak ekstrem dalam
memahami serta mengamalkan ajaran agama. Kementerian Agama Republik Indonesia
mendefinisikan moderasi beragama sebagai cara pandang, sikap, dan praktik
beragama yang mengejawantahkan esensi ajaran agama—yaitu kasih sayang,
kemaslahatan, dan kedamaian—dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat yang
majemuk.¹ Sikap moderat ini menjadi penting dalam konteks bangsa Indonesia yang
plural, di mana perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
Kementerian Agama secara
resmi menjadikan moderasi beragama sebagai bagian dari agenda nasional sejak
tahun 2019 melalui Grand Design Moderasi Beragama
yang bertujuan untuk meneguhkan komitmen kebangsaan, menumbuhkan toleransi, menolak
kekerasan, serta menerima keragaman budaya lokal.² Program ini diarusutamakan
dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan madrasah, baik melalui integrasi
nilai dalam kurikulum maupun kegiatan kesiswaan. Madrasah dipandang strategis
karena menjadi lembaga pendidikan keagamaan yang membentuk karakter generasi
muda Muslim sejak dini.
Nilai-nilai moderasi seperti
toleransi, cinta tanah air, anti-kekerasan, dan penghormatan terhadap perbedaan
kini mulai dijadikan bagian dari proses pembelajaran dan pembinaan siswa di
madrasah.³ Hal ini sejalan dengan penguatan karakter dalam Kurikulum 2013 dan
profil pelajar Pancasila yang dicanangkan dalam Kurikulum Merdeka. Pendidikan
karakter yang dikembangkan melalui pendekatan moderasi beragama juga bertujuan
menumbuhkan sikap terbuka, inklusif, dan bertanggung jawab sebagai warga negara
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam situasi dunia yang
diwarnai oleh menguatnya populisme agama, intoleransi digital, dan polarisasi
sosial, pendidikan madrasah dengan semangat moderasi beragama dapat menjadi
solusi strategis dalam membangun perdamaian sosial (social peacebuilding).⁴
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam bagaimana kebijakan
moderasi beragama diimplementasikan di lingkungan madrasah, tantangan yang
dihadapi, serta kontribusinya dalam memperkuat pilar-pilar kebhinekaan dan
kohesi sosial di Indonesia.
Footnotes
[1]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama, edisi revisi (Jakarta: Balitbang dan Diklat Kemenag
RI, 2020), 10.
[2]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019),
5–6.
[3]
Nuruzzaman, "Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan
Islam," Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 110.
[4]
Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Tantangan dan Prospek,”
Millah: Jurnal Studi Agama 20, no. 1 (2021): 10–11.
2.
Konsep Dasar Moderasi Beragama
Moderasi beragama merupakan
konsep yang berakar dari kebutuhan untuk menyeimbangkan antara keberagamaan
yang kuat dengan keterbukaan terhadap realitas sosial yang majemuk. Dalam
konteks Indonesia, konsep ini menekankan pentingnya bersikap tawassuth
(moderat), tawazun (seimbang), i’tidal
(adil), dan tasamuh (toleran) dalam
memahami dan menjalankan ajaran agama.¹ Nilai-nilai tersebut menjadi fondasi
bagi kehidupan beragama yang inklusif dan harmonis, sekaligus menjadi landasan
etis dalam menjaga kebersamaan di tengah keragaman.
Menurut Kementerian Agama,
moderasi beragama tidak berarti memoderasi agama atau mencampuradukkan
ajaran-ajaran agama, melainkan memoderasi cara beragama agar tidak ekstrem atau
eksklusif.² Dalam praktiknya, seseorang yang moderat tetap meyakini dan
menjalankan agamanya secara utuh, namun dengan cara yang tidak merugikan orang
lain, tidak memaksakan kebenaran tunggal, dan tetap menghormati perbedaan. Ini
menjadi sangat penting dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, yang
memiliki lebih dari 1.300 suku dan enam agama resmi.
Empat indikator utama dari
moderasi beragama telah dirumuskan oleh Kementerian Agama sebagai berikut:
1)
Komitmen Kebangsaan
– yakni kesetiaan terhadap ideologi Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.³
2)
Toleransi
– yakni penghormatan terhadap perbedaan keyakinan dan pandangan, termasuk dalam
pergaulan sosial dan keagamaan.
3)
Anti-Kekerasan
– yakni penolakan terhadap segala bentuk kekerasan, baik verbal maupun fisik,
dalam mengekspresikan keagamaan.
4)
Penerimaan terhadap
Tradisi Lokal – yakni penghargaan terhadap kearifan lokal yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran agama.⁴
Moderasi beragama juga
memiliki landasan teologis, filosofis,
dan sosiologis yang kuat. Secara teologis, Islam
sendiri menyebut umatnya sebagai ummatan wasathan (umat yang
moderat) sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 143.⁵ Ini menunjukkan
bahwa Islam menganjurkan keseimbangan dan keadilan dalam bersikap. Secara
filosofis, moderasi beragama selaras dengan prinsip keadaban publik dan
rasionalitas yang memungkinkan hidup berdampingan secara damai. Sementara itu,
secara sosiologis, moderasi beragama merupakan respon terhadap ancaman
disintegrasi akibat polarisasi ideologi dan politik identitas berbasis agama.
Dalam konteks global,
moderasi beragama juga mendapat perhatian dari organisasi internasional.
Laporan UNESCO tahun 2021 menyatakan bahwa pendidikan agama
yang moderat dan inklusif menjadi salah satu strategi penting dalam mencegah
ekstremisme berbasis kekerasan di kalangan generasi muda.⁶ Oleh karena itu,
penguatan moderasi beragama tidak hanya menjadi agenda domestik, tetapi juga
bagian dari komitmen global terhadap perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.
Dengan demikian, pemahaman
yang komprehensif tentang konsep dasar moderasi beragama merupakan prasyarat
penting bagi keberhasilan implementasi nilai-nilainya dalam pendidikan,
termasuk di lingkungan madrasah. Tanpa pemahaman yang tepat, ada risiko
terjadinya salah kaprah atau penolakan atas dasar kecurigaan ideologis yang
keliru. Maka dari itu, internalisasi konsep ini perlu dilakukan secara
bertahap, kontekstual, dan dialogis.
Footnotes
[1]
Muchlis M. Hanafi, “Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam Al-Qur’an,” Jurnal Penelitian LIPI
20, no. 2 (2020): 157–158.
[2]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama, edisi revisi (Jakarta: Balitbang dan Diklat Kemenag
RI, 2020), 8–9.
[3]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 10.
[4]
Nuruzzaman, "Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan
Islam," Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 112.
[5]
Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah (2): 143.
[6]
UNESCO, Preventing Violent
Extremism through Education: A Guide for Policy-Makers, 2nd ed. (Paris: UNESCO, 2021), 14.
3.
Kebijakan Moderasi Beragama di Lingkungan
Madrasah
Dalam rangka memperkuat
ketahanan ideologis dan membangun karakter bangsa yang toleran dan inklusif,
Kementerian Agama Republik Indonesia telah menetapkan moderasi
beragama sebagai arus utama kebijakan pendidikan keagamaan,
termasuk di lingkungan madrasah. Penetapan ini bukanlah respons spontan,
melainkan bagian dari strategi nasional yang sistematis untuk menjawab
tantangan radikalisme, intoleransi, dan segregasi sosial yang mulai merasuki
dunia pendidikan.¹
Kebijakan moderasi beragama di
madrasah secara formal dimulai dengan diterbitkannya dokumen Grand
Design Moderasi Beragama pada tahun 2019, yang menetapkan arah
kebijakan dan strategi implementasi nilai-nilai moderasi di semua lini lembaga
binaan Kementerian Agama.² Madrasah, sebagai institusi pendidikan Islam formal
di bawah Kemenag, menjadi salah satu fokus utama implementasi kebijakan
tersebut karena peran strategisnya dalam membentuk generasi Muslim yang
moderat, cinta damai, dan cinta tanah air.
Implementasi kebijakan ini
diwujudkan melalui berbagai pendekatan kebijakan, antara lain:
3.1.
Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum
Kementerian Agama telah
mengembangkan materi penguatan moderasi beragama yang terintegrasi dalam
kurikulum madrasah, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI),
Akidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam.³ Nilai-nilai seperti toleransi,
keadilan, dan persaudaraan antarumat diperkenalkan dalam kompetensi inti dan
kompetensi dasar. Dalam kurikulum ini juga diperkenalkan tokoh-tokoh Islam
moderat, baik dari sejarah klasik maupun kontemporer, untuk memberi inspirasi
kepada peserta didik.
Kemenag juga menyusun modul
khusus Moderasi Beragama untuk Guru dan Siswa Madrasah, yang
menjadi rujukan dalam pembelajaran dan pelatihan.⁴ Modul ini menekankan prinsip-prinsip
moderasi dengan pendekatan kontekstual sesuai dengan realitas sosial Indonesia.
3.2.
Pelatihan Guru dan Tenaga Kependidikan
Salah satu langkah strategis
Kemenag adalah menyelenggarakan Bimtek dan Pelatihan
Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru dan Kepala Madrasah.
Program ini dilaksanakan melalui Balai Diklat Keagamaan dan Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan (LPMP), dengan tujuan meningkatkan kapasitas guru dalam
menyampaikan nilai-nilai moderasi secara pedagogis dan metodologis.⁵ Guru
diharapkan tidak hanya menyampaikan materi secara kognitif, tetapi juga menjadi
model dalam bersikap moderat, terbuka, dan toleran.
3.3.
Penguatan Ekosistem Madrasah yang Inklusif dan
Toleran
Selain aspek kurikulum dan
pengajaran, kebijakan moderasi beragama juga diarahkan pada pembentukan budaya
sekolah (school culture) yang inklusif. Kemenag mendorong
setiap madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang terbuka terhadap
perbedaan, anti-diskriminasi, serta menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan
kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).⁶ Hal ini
diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan kesiswaan yang berorientasi pada
kolaborasi, dialog lintas kultural, dan kerja sosial lintas komunitas.
3.4.
Regulasi dan Instrumen Pendukung
Untuk menjamin efektivitas
pelaksanaan kebijakan, Kemenag telah menerbitkan regulasi teknis seperti Surat
Edaran Dirjen Pendis tentang Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah, serta
menyertakan indikator moderasi dalam evaluasi akreditasi madrasah dan kinerja
kepala madrasah.⁷ Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam
menjadikan moderasi beragama sebagai bagian integral dari sistem pendidikan
Islam nasional.
3.5.
Kolaborasi dan Kemitraan
Implementasi kebijakan juga
diperkuat melalui kemitraan antara madrasah dengan berbagai pihak seperti
lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, dan lembaga internasional.
Misalnya, program “Madrasah Ramah dan Inklusif” yang bekerja sama dengan UNICEF
dan mitra lokal untuk memperkuat pendekatan berbasis HAM dan keberagaman.⁸
Kolaborasi ini memperluas cakupan pengaruh kebijakan dan memperkaya
praktik-praktik baik di lapangan.
Kebijakan moderasi beragama
di lingkungan madrasah mencerminkan semangat reformasi pendidikan Islam yang
adaptif terhadap konteks kebangsaan dan tantangan zaman. Kebijakan ini tidak
hanya berfungsi sebagai respons terhadap potensi ancaman ideologis, tetapi juga
sebagai strategi pembangunan karakter generasi
muda yang memiliki orientasi perdamaian, kewargaan global, dan
tanggung jawab sosial.
Footnotes
[1]
Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama: Konsep dan Implementasinya di
Indonesia,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 383–385.
[2]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 4.
[3]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 7–10.
[4]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama untuk Guru Madrasah (Jakarta: Balitbang dan Diklat Kemenag RI, 2020), 12.
[5]
Direktorat GTK Madrasah, “Laporan Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama
untuk Guru dan Tenaga Kependidikan,” Kemenag RI, 2022.
[6]
Nur Kholis Setiawan, “Mewujudkan Madrasah Inklusif Melalui Moderasi
Beragama,” Tadris: Jurnal
Pendidikan Islam 16, no. 1 (2021):
44–46.
[7]
Dirjen Pendis, Surat Edaran Nomor
B-2161/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/07/2021 tentang Implementasi Moderasi Beragama dalam
Layanan Pendidikan Madrasah.
[8]
UNICEF Indonesia, Creating Inclusive and
Child-Friendly Madrasahs (Jakarta:
UNICEF, 2021), 5–7.
4.
Implementasi Moderasi Beragama dalam Kegiatan
Kesiswaan
Implementasi moderasi
beragama di madrasah tidak hanya terbatas pada ranah kurikulum dan pembelajaran
formal di kelas, tetapi juga secara signifikan dijalankan melalui kegiatan
kesiswaan (ekstrakurikuler, kokurikuler,
dan pengembangan diri). Kegiatan ini berfungsi sebagai
wahana efektif untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, kebersamaan,
antikekerasan, dan cinta tanah air secara praksis dalam kehidupan sehari-hari
siswa.¹ Karena itu, program moderasi beragama di madrasah diarahkan untuk
membentuk budaya sekolah yang inklusif dan harmonis melalui partisipasi aktif
siswa dalam lingkungan sosial yang beragam.
4.1.
Integrasi Nilai Moderasi dalam Organisasi Siswa
dan Ekstrakurikuler
Organisasi Siswa Intra
Madrasah (OSIM), Pramuka, Rohis (Rohani Islam), dan organisasi keagamaan
lainnya menjadi sarana utama pembinaan karakter moderat siswa. OSIM, misalnya,
diarahkan untuk menjadi wadah kepemimpinan siswa yang menjunjung nilai
demokrasi, toleransi, serta tanggung jawab sosial.² Melalui pelatihan
kepemimpinan, siswa didorong untuk menyusun program kerja yang tidak hanya
menonjolkan aspek keagamaan, tetapi juga menjawab isu-isu sosial seperti
perdamaian, keberagaman, dan keadilan sosial.
Kegiatan Pramuka
Madrasah juga diarahkan untuk memperkuat semangat kebangsaan
dan kerja sama lintas identitas. Kegiatan lintas madrasah bahkan lintas agama
yang melibatkan anggota Pramuka menjadi sarana strategis untuk membangun empati
dan solidaritas.³ Demikian pula dalam kegiatan Rohis,
moderasi beragama disisipkan melalui pelatihan dakwah damai, kajian Islam
rahmatan lil ‘alamin, serta penghindaran narasi-narasi kebencian dan
eksklusivisme agama.⁴
4.2.
Dialog dan Kampanye Moderasi oleh Siswa
Salah satu bentuk konkret
dari internalisasi nilai moderasi adalah melalui kegiatan
dialog antarumat beragama dan kampanye sosial yang digagas oleh siswa madrasah.
Di beberapa madrasah, kegiatan seperti Student Peace Camp,
Madrasah Toleran Festival, hingga Dialog
Lintas Iman telah dilaksanakan sebagai praktik baik. Kegiatan ini
tidak hanya memberikan pemahaman teoritik tentang pluralitas, tetapi juga
melatih siswa dalam keterampilan berdialog, berpikir kritis, dan menghormati
perbedaan.⁵
Kampanye digital juga mulai
digalakkan sebagai respons terhadap penyebaran narasi ekstrem di media sosial.
Program seperti Madrasah Ramah Digital
mengajak siswa memproduksi konten positif bertema moderasi beragama, seperti
video pendek, infografik, dan tulisan inspiratif yang disebarluaskan melalui
platform-platform populer.⁶ Dengan demikian, siswa tidak hanya menjadi penerima
nilai, tetapi juga agen perubahan (agents of change)
yang aktif dalam membangun narasi keislaman yang damai dan toleran.
4.3.
Penguatan Tradisi Lokal dan Kegiatan Kultural
Kegiatan kesiswaan yang
mengangkat budaya lokal juga menjadi strategi implementasi nilai moderasi.
Misalnya, dalam peringatan hari besar Islam atau Hari Santri, beberapa madrasah
mengintegrasikan kesenian lokal seperti marawis, qosidah,
pencak silat, atau wayang santri sebagai bentuk
ekspresi keberagamaan yang ramah budaya.⁷ Ini sejalan dengan indikator moderasi
beragama dalam menerima dan menghargai tradisi lokal yang tidak bertentangan
dengan nilai agama.
Melalui kegiatan seperti ini,
siswa diajak memahami bahwa Islam bukanlah agama yang kaku dan menolak budaya
lokal, tetapi justru mengajarkan nilai tasamuh
(toleransi) dan ta’ayush (hidup
berdampingan). Hal ini penting untuk membendung paham radikal yang kerap
mengharamkan budaya lokal atas nama purifikasi agama.
4.4.
Peran Guru dan Pembina dalam Membimbing
Moderasi dalam Kesiswaan
Implementasi program moderasi
beragama dalam kesiswaan tidak mungkin berhasil tanpa peran aktif guru
pembina, wali kelas, dan pembina OSIM. Mereka tidak hanya
bertugas sebagai fasilitator kegiatan, tetapi juga sebagai role model dalam
bersikap moderat. Kementerian Agama melalui Direktorat GTK Madrasah telah
mengarahkan setiap guru untuk menjadikan kegiatan kesiswaan sebagai ruang
pembinaan karakter dan nilai-nilai moderasi beragama.⁸
Dalam pelatihan-pelatihan
nasional, para guru diberi bekal keterampilan mengelola kegiatan
ekstrakurikuler dengan muatan moderasi yang terintegrasi secara alami dan tidak
indoktrinatif. Tujuannya agar siswa menyerap nilai secara kontekstual, sesuai
dengan tahap perkembangan psikologis dan sosial mereka.
Footnotes
[1]
Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan
Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 112–113.
[2]
Direktorat KSKK Madrasah, Panduan
Penguatan Moderasi Beragama di Madrasah
(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2021), 13.
[3]
Moch. Syamsudin, “Penguatan Karakter Moderat Melalui Kegiatan
Kepramukaan di Madrasah,” Jurnal Tarbiyatuna 12, no. 1 (2022): 77–79.
[4]
Kementerian Agama RI, Modul
Moderasi Beragama untuk Pembina Rohis
(Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2022), 6–7.
[5]
Wahyudi, “Praktik Baik Pendidikan Moderasi di Madrasah: Studi Kasus
pada MAN 2 Sleman,” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA 22, no. 1 (2021): 59–61.
[6]
UNICEF Indonesia, Digital Citizenship and
Tolerance for Madrasah Students
(Jakarta: UNICEF, 2021), 15–16.
[7]
Nur Kholis Setiawan, “Menghidupkan Budaya Lokal dalam Spirit Moderasi
Beragama,” Tadris: Jurnal
Pendidikan Islam 16, no. 1 (2021):
50.
[8]
Direktorat GTK Madrasah, Pedoman
Teknis Pembinaan Moderasi Beragama di Lingkungan Kesiswaan Madrasah (Jakarta: Kemenag RI, 2022), 9–10.
5.
Moderasi Beragama sebagai Pendidikan Karakter
dan Wawasan Kebangsaan
Moderasi beragama tidak hanya
menjadi agenda keagamaan, tetapi juga merupakan pendekatan strategis dalam
pembangunan pendidikan karakter dan wawasan
kebangsaan di lingkungan madrasah. Dalam konteks Indonesia
sebagai bangsa yang plural secara agama, etnis, dan budaya, pendidikan karakter
berbasis nilai-nilai moderasi beragama sangat penting untuk membentuk pribadi
siswa yang toleran, inklusif, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan serta Kementerian Agama telah lama menekankan pentingnya penguatan
pendidikan karakter (PPK) dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan karakter
diarahkan pada pembentukan profil pelajar yang memiliki akhlak
mulia, semangat kebangsaan, kemandirian, integritas, dan gotong royong.¹
Nilai-nilai tersebut sejatinya sejalan dengan prinsip-prinsip utama moderasi
beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi,
anti-kekerasan, dan penerimaan
terhadap keragaman budaya lokal.²
Madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam memiliki keunggulan tersendiri dalam mendukung pembentukan
karakter moderat karena mengintegrasikan aspek keilmuan agama, etika,
dan wawasan kebangsaan. Dengan demikian, moderasi beragama di
madrasah tidak hanya menjadi materi yang diajarkan, tetapi merupakan habit
of mind yang dibentuk melalui pembiasaan, keteladanan, dan
pengalaman sosial siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan.³
5.1.
Membentuk Pelajar Berjiwa Moderat dan Cinta
Tanah Air
Salah satu misi utama dari
moderasi beragama adalah membentuk peserta didik yang memahami
ajaran agamanya secara proporsional, tanpa ekstremisme dan
tanpa kehilangan semangat kebangsaan. Moderasi beragama mendorong siswa untuk
menghindari sikap eksklusif yang memisahkan agama dari konteks kebangsaan.⁴
Justru, dengan pendekatan ini, siswa diajarkan bahwa cinta
tanah air merupakan bagian dari keimanan, sebagaimana tertuang
dalam adagium klasik "hubbul wathan minal iman."
Melalui pembelajaran
kontekstual dan kegiatan kesiswaan yang menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan
toleransi, siswa madrasah dibentuk menjadi pelajar yang bangga menjadi warga
negara Indonesia sekaligus tetap teguh pada nilai-nilai keislamannya.⁵ Ini
menjawab tantangan masa kini, ketika sebagian kelompok mulai mempertentangkan
identitas keagamaan dan identitas kebangsaan secara ideologis.
5.2.
Menanamkan Toleransi dan Empati Sosial dalam
Kehidupan Sehari-hari
Moderasi beragama juga
memberikan kontribusi langsung terhadap penguatan nilai-nilai
toleransi dan empati sosial, dua komponen utama dari pendidikan
karakter. Dalam masyarakat yang majemuk, kemampuan untuk menghargai perbedaan
dan menolak kekerasan sangat penting. Madrasah melalui program moderasi
beragama memberikan ruang bagi siswa untuk berlatih empati, berdialog dengan
yang berbeda, serta membangun relasi sosial yang damai dan produktif.⁶
Penanaman nilai-nilai ini
tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga melalui berbagai kegiatan
sosial seperti kelas kebhinekaan, proyek
sosial, dan dialog antar iman yang
melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian, siswa tidak hanya memahami
pentingnya toleransi secara teoritis, tetapi juga mengalami dan
mempraktikkannya secara nyata.
5.3.
Membentuk Warga Negara Global yang Adaptif dan
Inklusif
Pendidikan karakter berbasis
moderasi beragama memiliki implikasi luas terhadap pembentukan warga negara
yang global-minded. Dalam era globalisasi yang
ditandai dengan meningkatnya migrasi, pertukaran budaya, dan interaksi lintas identitas,
sikap terbuka dan inklusif menjadi prasyarat utama bagi keberhasilan hidup
bersama.⁷
Madrasah yang mengembangkan
nilai-nilai moderasi beragama sejatinya sedang mempersiapkan siswa menjadi pelajar
Pancasila yang berwawasan kebhinekaan global. Mereka mampu
memegang teguh nilai keislaman sambil tetap mampu hidup berdampingan secara
damai dengan orang lain dari latar belakang yang berbeda.⁸ Inilah bentuk paling
nyata dari aktualisasi pendidikan karakter yang kontekstual dan relevan dengan
dinamika zaman.
Dengan demikian, moderasi
beragama di madrasah bukanlah program simbolik semata, melainkan pendekatan
pedagogis dan ideologis yang berfungsi sebagai fondasi
pembangunan karakter siswa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia
menjadi jembatan antara iman dan kemanusiaan, antara keyakinan dan kebangsaan.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 4–6.
[2]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 10.
[3]
Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan
Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 110.
[4]
Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Konsep, Konteks, dan
Implementasinya,” Millah: Jurnal Studi
Agama 20, no. 1 (2021): 13.
[5]
Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama sebagai Penguat Karakter
Keindonesiaan,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 386–388.
[6]
Direktorat KSKK Madrasah, Panduan
Penguatan Moderasi Beragama di Madrasah
(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2021), 14–15.
[7]
UNESCO, Global Citizenship
Education: Topics and Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2015), 7–10.
[8]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama (Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2020), 17.
6.
Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Moderasi
Beragama
Meskipun gagasan moderasi
beragama telah menjadi arus utama dalam kebijakan Kementerian
Agama dan diimplementasikan secara bertahap di lingkungan madrasah, namun
praktik di lapangan menunjukkan bahwa proses ini tidak lepas dari berbagai
tantangan. Tantangan-tantangan tersebut bersifat multidimensional, mulai dari
ideologis, struktural, hingga kultural. Oleh karena itu, memahami tantangan
sekaligus merumuskan solusi yang tepat menjadi langkah penting agar program ini
dapat berkelanjutan dan efektif dalam membentuk generasi moderat.
6.1.
Tantangan dalam Penerapan Moderasi Beragama
6.1.1.
Resistensi
Ideologis dari Sebagian Guru dan Siswa
Salah satu tantangan utama
adalah adanya resistensi ideologis dari
sebagian guru, siswa, atau bahkan orang tua yang masih memandang konsep
moderasi beragama secara keliru, seolah-olah sebagai bentuk "pelemahan
ajaran agama" atau "sinkretisme keagamaan."¹ Sikap eksklusivisme
dan klaim kebenaran tunggal sering kali masih ditemukan, terutama di wilayah
yang sebelumnya memiliki riwayat pengaruh paham keagamaan yang konservatif atau
radikal.²
6.1.2.
Kurangnya
Pemahaman Teoritis dan Praktis tentang Moderasi
Banyak guru dan tenaga
kependidikan yang belum mendapatkan pelatihan atau pemahaman yang memadai
tentang konsep, prinsip, dan praktik moderasi beragama. Hal ini menyebabkan
nilai-nilai moderasi belum dapat ditransmisikan secara optimal dalam proses
pembelajaran dan pembinaan siswa.³ Di sisi lain, materi pembelajaran yang ada
masih bersifat tekstual dan belum menyentuh ranah kontekstual atau aplikatif
yang relevan dengan dinamika sosial.
6.1.3.
Minimnya
Dukungan Sumber Daya dan Kebijakan Teknis
Beberapa madrasah menghadapi
keterbatasan sumber daya, baik dari sisi anggaran, materi ajar, maupun
fasilitator pelatihan.⁴ Belum semua madrasah memiliki akses pada modul, buku
ajar, dan media pembelajaran moderasi beragama yang dikembangkan oleh
Kementerian Agama. Selain itu, belum meratanya supervisi dan monitoring dari
pengawas madrasah membuat implementasi kebijakan ini tidak terkontrol secara
sistematis.
6.1.4.
Tantangan
Eksternal: Media Sosial dan Polarisasi Sosial
Madrasah juga menghadapi
tantangan dari luar institusi, terutama pengaruh media
sosial yang sering kali menjadi kanal penyebaran ideologi
radikal, ujaran kebencian, dan disinformasi keagamaan.⁵ Para siswa yang aktif
di dunia digital sangat rentan terpapar narasi-narasi ekstrem yang memanipulasi
ajaran agama untuk kepentingan politik identitas. Hal ini diperparah dengan
meningkatnya polarisasi sosial dan ketegangan antar kelompok masyarakat yang
membawa isu-isu sektarian ke ruang publik.
6.2.
Solusi Strategis dan Rekomendasi Implementatif
6.2.1.
Penguatan
Literasi Ideologis dan Teologis bagi Guru dan Siswa
Pemerintah perlu memperluas
jangkauan program penguatan kapasitas guru dan tenaga
kependidikan dalam memahami dan mengimplementasikan moderasi
beragama.⁶ Pelatihan harus bersifat dialogis, berbasis studi kasus, dan
melibatkan tokoh agama moderat dari berbagai latar belakang. Sementara itu, di
tingkat siswa, program literasi ideologi dan keagamaan perlu dikembangkan untuk
menangkal narasi keagamaan yang sempit dan eksklusif.
6.2.2.
Revitalisasi
Materi dan Metode Pembelajaran Moderasi
Materi ajar moderasi beragama
harus dikembangkan lebih kontekstual dan menyentuh isu-isu kekinian yang
relevan dengan kehidupan siswa, seperti toleransi digital, keberagaman gender,
isu HAM, dan lingkungan.⁷ Guru harus diberi ruang untuk mengembangkan metode
pembelajaran berbasis proyek, studi lapangan, atau kolaborasi lintas kelas
untuk menginternalisasi nilai-nilai moderasi secara aktif.
6.2.3.
Kolaborasi
dengan Tokoh Lokal dan Lembaga Masyarakat
Madrasah dapat membangun
kemitraan dengan tokoh agama, komunitas budaya, lembaga swadaya masyarakat, dan
organisasi keagamaan moderat untuk menguatkan praktik moderasi.⁸ Program
seperti dialog lintas iman, aksi sosial lintas komunitas, dan forum pemuda
lintas agama dapat menjadi ruang latihan toleransi yang nyata bagi siswa.
6.2.4.
Penguatan
Pengawasan, Evaluasi, dan Regulasi Teknis
Kementerian Agama perlu
memperkuat fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan moderasi
beragama melalui indikator kinerja yang jelas. Selain itu, diperlukan kebijakan
teknis berupa juknis atau SOP yang operasional untuk membantu madrasah dalam
menyusun dan melaksanakan program berbasis moderasi. Insentif bagi madrasah
yang berhasil menjadi model praktik moderasi juga
perlu dipertimbangkan.
6.2.5.
Edukasi
Media dan Penguatan Ketahanan Digital
Siswa perlu dibekali literasi
digital dan etika bermedia sosial agar tidak mudah terpengaruh
oleh konten radikal dan provokatif.⁹ Program seperti Madrasah
Anti Hoaks, Kampanye Digital Damai, atau
pelatihan cyber peace dapat
dikembangkan di level madrasah dengan melibatkan komunitas IT dan pegiat
digital yang berpihak pada nilai-nilai perdamaian dan kebhinekaan.
Dengan mengatasi
tantangan-tantangan tersebut secara terstruktur dan berkelanjutan, madrasah
dapat menjadi ruang aman (safe space) sekaligus ruang belajar (learning space)
untuk membentuk generasi muda yang religius sekaligus nasionalis, cerdas
sekaligus toleran, serta berintegritas dalam menyongsong kehidupan masyarakat
yang plural dan damai.
Footnotes
[1]
Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Konsep, Konteks, dan
Implementasinya,” Millah: Jurnal Studi
Agama 20, no. 1 (2021): 9–11.
[2]
Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama sebagai Penguat Karakter
Keindonesiaan,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 387.
[3]
Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan
Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 113.
[4]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2022), 8.
[5]
Wahyudi, “Pengaruh Media Sosial Terhadap Pola Pikir Keagamaan Siswa,” Jurnal Sosioteknologi
20, no. 1 (2021): 102–103.
[6]
Direktorat GTK Madrasah, Pedoman
Pelatihan Guru Moderasi Beragama
(Jakarta: Kemenag RI, 2022), 6.
[7]
Kementerian Agama RI, Modul
Moderasi Beragama untuk Guru
(Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2020), 18–19.
[8]
UNICEF Indonesia, Creating Inclusive and
Peaceful School Environments
(Jakarta: UNICEF, 2021), 7.
[9]
UNESCO, Media and Information
Literacy Curriculum for Teachers
(Paris: UNESCO, 2021), 11–14.
7.
Rekomendasi Strategis
Agar program moderasi
beragama di madrasah dapat berjalan efektif, berkelanjutan, dan memberikan
dampak transformatif terhadap peserta didik dan lingkungan sosialnya,
diperlukan berbagai strategi penguatan berbasis kebijakan, kelembagaan,
pedagogi, serta partisipasi masyarakat. Rekomendasi ini berangkat dari realitas
lapangan yang menunjukkan adanya tantangan konseptual, operasional, hingga
resistensi kultural dalam penerapannya.
Berikut adalah beberapa
rekomendasi strategis yang dapat dijalankan oleh pemangku kepentingan,
khususnya Kementerian Agama, madrasah, guru, dan masyarakat sipil:
7.1.
Institusionalisasi Moderasi Beragama sebagai
Budaya Sekolah
Moderasi beragama perlu
ditransformasikan dari sekadar kebijakan program
menjadi budaya sekolah yang
mengakar dan hidup dalam keseharian warga madrasah.¹ Ini dapat dicapai melalui
integrasi nilai-nilai moderasi dalam tata tertib madrasah, SOP kegiatan,
kegiatan harian (seperti kultum, literasi pagi, dan doa bersama), serta sistem
penghargaan bagi sikap toleran dan inklusif siswa. Kepala madrasah sebagai top
leader harus menjadi penggerak utama dalam membangun ekosistem
madrasah yang aman, damai, dan terbuka terhadap keragaman.
7.2.
Peningkatan Kapasitas Guru sebagai Agen
Moderasi
Guru merupakan aktor kunci
dalam transmisi nilai-nilai moderasi kepada peserta didik. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penguatan kompetensi pedagogis,
ideologis, dan digital bagi guru dalam memahami dan
menyampaikan ajaran Islam yang moderat.² Program pelatihan yang bersifat in-service
training harus terus diperluas cakupannya, melibatkan narasumber
lintas disiplin (agama, budaya, HAM), dan menggunakan pendekatan partisipatif
berbasis studi kasus atau simulasi konflik sosial.
Kementerian Agama juga dapat
menerapkan skema sertifikasi guru moderasi beragama,
yang menjadi bagian dari indikator kinerja guru dalam rangka pengembangan
karier dan tunjangan profesi.³
7.3.
Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum dan
Evaluasi Pembelajaran
Untuk memastikan moderasi
beragama menjadi bagian integral dari pendidikan, perlu dilakukan peninjauan
dan penguatan kurikulum pada semua jenjang madrasah. Materi moderasi dapat
dimasukkan secara eksplisit dalam kompetensi dasar, indikator penilaian, dan
bahan ajar di berbagai mata pelajaran, khususnya PAI, Bahasa Indonesia, PKn,
dan Sejarah.⁴
Selain itu, penilaian
terhadap pemahaman siswa terhadap moderasi beragama harus dirancang tidak hanya
dalam bentuk ulangan kognitif, tetapi juga melalui asesmen
autentik seperti portofolio, proyek lintas mata pelajaran, dan
observasi sikap sosial siswa.⁵
7.4.
Pemberdayaan Kegiatan Kesiswaan Berbasis
Moderasi
Kegiatan kesiswaan harus
menjadi ruang pembelajaran sosial dan emosional
yang menanamkan nilai moderasi secara praktik. Organisasi siswa seperti OSIM,
Pramuka, Rohis, dan ekstrakurikuler lainnya perlu didorong untuk menjalankan
program-program seperti Festival Kebhinekaan, Peace
Camp, Dialog Lintas Iman, dan Aksi
Sosial Inklusif.⁶
Untuk mendukungnya, madrasah
perlu diberi fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran BOS agar dapat
dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan inovatif dalam rangka penguatan moderasi
beragama.⁷
7.5.
Penguatan Kolaborasi Antarlembaga dan Lintas
Sektoral
Madrasah perlu menjalin
kemitraan aktif dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, lembaga swadaya
masyarakat, serta organisasi pemuda lintas iman dan budaya.⁸ Kolaborasi ini
penting untuk menciptakan interaksi yang konstruktif dan membuka ruang dialog
antar kelompok sosial, serta memperkaya perspektif siswa terhadap realitas
kebhinekaan.
Kementerian Agama juga dapat
membangun kerja sama dengan Kementerian/Lembaga lain seperti Kemendikbudristek,
Komnas HAM, dan BNN untuk menyinergikan moderasi beragama dengan program
pencegahan radikalisme, intoleransi, narkoba, dan kekerasan di kalangan remaja.
7.6.
Literasi Digital dan Media sebagai Instrumen
Pencegahan Ekstremisme
Mengingat pengaruh media
sosial dalam membentuk pandangan siswa, perlu ada intervensi
berbasis literasi digital untuk membekali siswa dalam memilah
informasi, mengenali hoaks, dan menanggapi konten provokatif secara kritis dan
bijak.⁹
Madrasah dapat
menyelenggarakan program seperti Kelas Anti-Hoaks, Pelatihan
Influencer Moderat, serta Workshop Kreasi Konten
Damai. Siswa dan guru perlu dilatih menjadi produsen narasi Islam
moderat di ruang digital sebagai bentuk perlawanan terhadap gelombang
ekstremisme daring.
7.7.
Monitoring, Evaluasi, dan Insentif Berbasis
Kinerja Moderasi
Implementasi moderasi
beragama perlu dievaluasi secara periodik melalui instrumen yang terukur.
Direktorat KSKK Madrasah dan pengawas pendidikan dapat menyusun indikator
moderasi yang meliputi dimensi kurikulum, kesiswaan, budaya
madrasah, serta keterlibatan masyarakat.¹⁰
Madrasah yang dinilai
berhasil menjalankan program moderasi dapat diberikan penghargaan sebagai Madrasah
Moderat Inspiratif, termasuk bantuan pengembangan program
lanjutan. Sistem insentif ini akan menjadi motivasi bagi satuan pendidikan
untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pelaksanaan nilai-nilai moderasi.
Dengan menjalankan
rekomendasi-rekomendasi ini secara holistik dan konsisten, moderasi beragama
tidak hanya akan menjadi slogan kebijakan, tetapi menjadi gerakan pendidikan
yang hidup dan berdampak nyata dalam membentuk karakter siswa madrasah yang
cerdas, religius, dan berjiwa kebangsaan.
Footnotes
[1]
Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan
Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 114.
[2]
Direktorat GTK Madrasah, Pedoman
Pelatihan Guru Moderasi Beragama
(Jakarta: Kemenag RI, 2022), 9.
[3]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama untuk Guru (Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2020), 18.
[4]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 12–13.
[5]
Direktorat Kurikulum Madrasah, “Integrasi Nilai Moderasi Beragama dalam
Asesmen Madrasah,” Kemenag RI, 2022.
[6]
Wahyudi, “Praktik Baik Pendidikan Moderasi di Madrasah,” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA
22, no. 1 (2021): 59–61.
[7]
Kementerian Agama RI, Petunjuk
Teknis BOS Madrasah 2023, Direktorat
KSKK Madrasah.
[8]
UNICEF Indonesia, Creating Inclusive and
Peaceful School Environments
(Jakarta: UNICEF, 2021), 9.
[9]
UNESCO, Media and Information
Literacy Curriculum for Teachers,
2nd ed. (Paris: UNESCO, 2021), 14–15.
[10]
Direktorat KSKK Madrasah, Instrumen
Evaluasi Moderasi Beragama di Madrasah
(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 5–6.
8.
Penutup
Program moderasi beragama
yang diarusutamakan oleh Kementerian Agama telah menjadi langkah strategis
dalam menjawab tantangan kontemporer yang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya
dalam konteks pendidikan Islam di madrasah. Melalui integrasi nilai-nilai toleransi,
cinta tanah air, anti-kekerasan, dan penghargaan
terhadap perbedaan ke dalam kurikulum, kegiatan kesiswaan,
serta budaya kelembagaan, madrasah tampil sebagai institusi pendidikan yang
berperan sentral dalam merawat kebhinekaan dan memperkuat perdamaian sosial.¹
Madrasah tidak lagi dipandang
semata-mata sebagai tempat belajar agama, tetapi juga sebagai agen
transformasi sosial yang membentuk peserta didik menjadi
pribadi yang religius, moderat, dan berkarakter kebangsaan.² Konsep moderasi
beragama sendiri telah terbukti kompatibel dengan nilai-nilai Pancasila dan
prinsip demokrasi Indonesia. Ia bukan hanya strategi kontra-radikalisasi,
tetapi lebih jauh merupakan pendekatan edukatif yang mendalam, bertujuan
membangun masyarakat beragama yang santun, terbuka, dan konstruktif dalam
kehidupan berbangsa.³
Berbagai program yang telah
dijalankan—baik dalam bentuk penguatan kurikulum, pelatihan
guru, pembinaan siswa, maupun pengembangan
budaya madrasah yang inklusif—telah menunjukkan hasil yang
menggembirakan di berbagai daerah. Namun, tantangan struktural, kultural, dan
ideologis tetap menjadi hambatan yang tidak boleh diabaikan. Di sinilah
pentingnya penguatan kolaborasi multipihak,
pembinaan berkelanjutan, dan evaluasi berkala agar implementasi moderasi
beragama tidak bersifat sporadis, melainkan sistemik dan berakar kuat di setiap
unit pendidikan.⁴
Ke depan, moderasi beragama
harus terus diposisikan sebagai pilar utama pendidikan
karakter di madrasah. Ia harus hadir tidak hanya dalam dokumen
kurikulum, tetapi juga dalam praktik pembelajaran yang kontekstual, budaya
organisasi yang sehat, serta relasi sosial antar warga madrasah yang saling
menghargai dan bekerja sama. Dalam dunia yang kian kompleks dan sarat konflik
identitas, moderasi bukan pilihan, melainkan kebutuhan esensial
bagi kelangsungan masyarakat plural yang damai dan adil.⁵
Dengan menempatkan moderasi
beragama sebagai fondasi pendidikan madrasah, Indonesia memiliki peluang besar
untuk melahirkan generasi yang tidak hanya unggul secara intelektual dan
spiritual, tetapi juga menjadi pelopor perdamaian di tengah masyarakat majemuk.
Sebagaimana ditegaskan dalam Grand Design Moderasi Beragama, tujuan akhirnya
adalah “terwujudnya kehidupan keagamaan yang rukun dan harmonis dalam bingkai
NKRI.”⁶ Maka, moderasi beragama bukan hanya milik Kementerian Agama, tetapi
menjadi tanggung jawab moral seluruh elemen
bangsa, khususnya para pendidik dan peserta didik di madrasah.
Footnotes
[1]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 3.
[2]
Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama sebagai Penguat Karakter
Keindonesiaan,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 386.
[3]
Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Konsep, Konteks, dan
Implementasinya,” Millah: Jurnal Studi
Agama 20, no. 1 (2021): 15–16.
[4]
Direktorat GTK Madrasah, Pedoman
Teknis Pembinaan Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Kemenag RI, 2022), 11.
[5]
Nur Kholis Setiawan, “Moderasi Beragama sebagai Pilar Pendidikan
Karakter di Madrasah,” Tadris: Jurnal
Pendidikan Islam 16, no. 1 (2021):
52.
[6]
Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 6.
Daftar Pustaka
Abdullah, A. (2021).
Moderasi beragama di Indonesia: Konsep, konteks, dan implementasinya. Millah:
Jurnal Studi Agama, 20(1), 1–18. https://doi.org/10.20885/millah.vol20.iss1.art1
Direktorat GTK Madrasah.
(2022). Pedoman teknis pembinaan moderasi beragama di madrasah.
Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktorat GTK Madrasah.
(2022). Pedoman pelatihan guru moderasi beragama. Jakarta:
Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktorat KSKK Madrasah.
(2021). Panduan penguatan moderasi beragama di madrasah.
Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktorat KSKK Madrasah.
(2022). Laporan evaluasi implementasi moderasi beragama di madrasah.
Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktorat KSKK Madrasah.
(2023). Instrumen evaluasi moderasi beragama di madrasah.
Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktorat Kurikulum
Madrasah. (2022). Integrasi nilai moderasi beragama dalam
asesmen madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kementerian Agama Republik
Indonesia. (2019). Grand design moderasi beragama.
Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI.
Kementerian Agama Republik
Indonesia. (2020). Modul penguatan moderasi beragama untuk
guru. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
Kementerian Agama Republik
Indonesia. (2020). Modul moderasi beragama untuk pembina Rohis.
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
Kementerian Agama Republik
Indonesia. (2023). Petunjuk teknis BOS madrasah 2023.
Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Panduan penguatan
pendidikan karakter. Jakarta: Kemendikbud RI.
Nur Kholis Setiawan.
(2021). Moderasi beragama sebagai pilar pendidikan karakter di madrasah. Tadris:
Jurnal Pendidikan Islam, 16(1),
45–55. https://doi.org/10.19105/tjpi.v16i1.4695
Nuruzzaman. (2021).
Implementasi moderasi beragama dalam dunia pendidikan Islam. Jurnal
Pendidikan Islam, 7(2), 109–115. https://doi.org/10.14421/jpi.2021.72.109-115
Sila, M. A. (2020).
Moderasi beragama sebagai penguat karakter keindonesiaan. Jurnal
Bimas Islam, 13(2), 379–398. https://doi.org/10.37302/jbi.v13i2.207
Syamsudin, M. (2022).
Penguatan karakter moderat melalui kegiatan kepramukaan di madrasah. Jurnal
Tarbiyatuna, 12(1), 75–82.
UNESCO. (2015). Global
citizenship education: Topics and learning objectives. Paris:
UNESCO.
UNESCO. (2021). Media
and information literacy curriculum for teachers (2nd ed.). Paris:
UNESCO.
UNICEF Indonesia. (2021). Creating
inclusive and peaceful school environments. Jakarta: UNICEF
Indonesia.
UNICEF Indonesia. (2021). Digital
citizenship and tolerance for madrasah students. Jakarta: UNICEF
Indonesia.
Wahyudi. (2021). Praktik
baik pendidikan moderasi di madrasah: Studi kasus pada MAN 2 Sleman. Jurnal
Ilmiah Didaktika, 22(1), 55–63. https://doi.org/10.22373/jid.v22i1.11726
Wahyudi. (2021). Pengaruh
media sosial terhadap pola pikir keagamaan siswa. Jurnal Sosioteknologi,
20(1), 101–110. https://doi.org/10.5614/sostek.v20i1.1356
Tidak ada komentar:
Posting Komentar