Kamis, 10 Juli 2025

Moderasi Beragama: Pilar Pendidikan Karakter dalam Merawat Kebhinekaan dan Perdamaian Sosial

Moderasi Beragama

Pilar Pendidikan Karakter dalam Merawat Kebhinekaan dan Perdamaian Sosial


Alihkan ke: Madrasah.


Abstrak

Artikel ini membahas peran strategis program moderasi beragama di madrasah sebagai instrumen pendidikan karakter dalam merespons tantangan kebhinekaan dan polarisasi sosial di Indonesia. Dengan mengacu pada kebijakan Kementerian Agama, moderasi beragama diposisikan sebagai pendekatan yang menekankan nilai-nilai toleransi, cinta tanah air, anti-kekerasan, dan penghormatan terhadap keberagaman budaya dan agama. Pembahasan meliputi landasan konseptual, implementasi dalam kurikulum dan kegiatan kesiswaan, kontribusinya terhadap pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan, serta tantangan dan solusi yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Melalui integrasi nilai-nilai moderasi ke dalam praktik pembelajaran, budaya madrasah, dan kehidupan sosial siswa, diharapkan madrasah mampu melahirkan generasi yang religius, inklusif, dan nasionalis. Artikel ini merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan, pelatihan guru, inovasi pedagogis, dan sinergi lintas sektor untuk memperkuat internalisasi nilai-nilai moderasi secara berkelanjutan.

Kata Kunci: Moderasi beragama, madrasah, pendidikan karakter, toleransi, kebhinekaan, Kementerian Agama, wawasan kebangsaan, radikalisme.


PEMBAHASAN

Program Moderasi Beragama di Madrasah


1.           Pendahuluan

Indonesia sebagai negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi, baik dalam aspek agama, suku, budaya, maupun bahasa, memiliki tantangan besar dalam menjaga harmoni sosial dan integrasi nasional. Dalam konteks ini, pendidikan memainkan peran sentral, khususnya pendidikan berbasis agama seperti madrasah yang tidak hanya bertugas mencetak peserta didik yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia dan memiliki sikap toleran terhadap perbedaan. Salah satu strategi utama yang diusung oleh pemerintah dalam menghadapi tantangan intoleransi, radikalisme, dan kekerasan atas nama agama adalah melalui program Moderasi Beragama.

Moderasi beragama merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya bersikap adil, seimbang, dan tidak ekstrem dalam memahami serta mengamalkan ajaran agama. Kementerian Agama Republik Indonesia mendefinisikan moderasi beragama sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang mengejawantahkan esensi ajaran agama—yaitu kasih sayang, kemaslahatan, dan kedamaian—dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat yang majemuk.¹ Sikap moderat ini menjadi penting dalam konteks bangsa Indonesia yang plural, di mana perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Kementerian Agama secara resmi menjadikan moderasi beragama sebagai bagian dari agenda nasional sejak tahun 2019 melalui Grand Design Moderasi Beragama yang bertujuan untuk meneguhkan komitmen kebangsaan, menumbuhkan toleransi, menolak kekerasan, serta menerima keragaman budaya lokal.² Program ini diarusutamakan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan madrasah, baik melalui integrasi nilai dalam kurikulum maupun kegiatan kesiswaan. Madrasah dipandang strategis karena menjadi lembaga pendidikan keagamaan yang membentuk karakter generasi muda Muslim sejak dini.

Nilai-nilai moderasi seperti toleransi, cinta tanah air, anti-kekerasan, dan penghormatan terhadap perbedaan kini mulai dijadikan bagian dari proses pembelajaran dan pembinaan siswa di madrasah.³ Hal ini sejalan dengan penguatan karakter dalam Kurikulum 2013 dan profil pelajar Pancasila yang dicanangkan dalam Kurikulum Merdeka. Pendidikan karakter yang dikembangkan melalui pendekatan moderasi beragama juga bertujuan menumbuhkan sikap terbuka, inklusif, dan bertanggung jawab sebagai warga negara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam situasi dunia yang diwarnai oleh menguatnya populisme agama, intoleransi digital, dan polarisasi sosial, pendidikan madrasah dengan semangat moderasi beragama dapat menjadi solusi strategis dalam membangun perdamaian sosial (social peacebuilding).⁴ Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam bagaimana kebijakan moderasi beragama diimplementasikan di lingkungan madrasah, tantangan yang dihadapi, serta kontribusinya dalam memperkuat pilar-pilar kebhinekaan dan kohesi sosial di Indonesia.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama, edisi revisi (Jakarta: Balitbang dan Diklat Kemenag RI, 2020), 10.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 5–6.

[3]                Nuruzzaman, "Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Islam," Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 110.

[4]                Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Tantangan dan Prospek,” Millah: Jurnal Studi Agama 20, no. 1 (2021): 10–11.


2.           Konsep Dasar Moderasi Beragama

Moderasi beragama merupakan konsep yang berakar dari kebutuhan untuk menyeimbangkan antara keberagamaan yang kuat dengan keterbukaan terhadap realitas sosial yang majemuk. Dalam konteks Indonesia, konsep ini menekankan pentingnya bersikap tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (adil), dan tasamuh (toleran) dalam memahami dan menjalankan ajaran agama.¹ Nilai-nilai tersebut menjadi fondasi bagi kehidupan beragama yang inklusif dan harmonis, sekaligus menjadi landasan etis dalam menjaga kebersamaan di tengah keragaman.

Menurut Kementerian Agama, moderasi beragama tidak berarti memoderasi agama atau mencampuradukkan ajaran-ajaran agama, melainkan memoderasi cara beragama agar tidak ekstrem atau eksklusif.² Dalam praktiknya, seseorang yang moderat tetap meyakini dan menjalankan agamanya secara utuh, namun dengan cara yang tidak merugikan orang lain, tidak memaksakan kebenaran tunggal, dan tetap menghormati perbedaan. Ini menjadi sangat penting dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, yang memiliki lebih dari 1.300 suku dan enam agama resmi.

Empat indikator utama dari moderasi beragama telah dirumuskan oleh Kementerian Agama sebagai berikut:

1)                  Komitmen Kebangsaan – yakni kesetiaan terhadap ideologi Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.³

2)                  Toleransi – yakni penghormatan terhadap perbedaan keyakinan dan pandangan, termasuk dalam pergaulan sosial dan keagamaan.

3)                  Anti-Kekerasan – yakni penolakan terhadap segala bentuk kekerasan, baik verbal maupun fisik, dalam mengekspresikan keagamaan.

4)                  Penerimaan terhadap Tradisi Lokal – yakni penghargaan terhadap kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran agama.⁴

Moderasi beragama juga memiliki landasan teologis, filosofis, dan sosiologis yang kuat. Secara teologis, Islam sendiri menyebut umatnya sebagai ummatan wasathan (umat yang moderat) sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 143.⁵ Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan keseimbangan dan keadilan dalam bersikap. Secara filosofis, moderasi beragama selaras dengan prinsip keadaban publik dan rasionalitas yang memungkinkan hidup berdampingan secara damai. Sementara itu, secara sosiologis, moderasi beragama merupakan respon terhadap ancaman disintegrasi akibat polarisasi ideologi dan politik identitas berbasis agama.

Dalam konteks global, moderasi beragama juga mendapat perhatian dari organisasi internasional. Laporan UNESCO tahun 2021 menyatakan bahwa pendidikan agama yang moderat dan inklusif menjadi salah satu strategi penting dalam mencegah ekstremisme berbasis kekerasan di kalangan generasi muda.⁶ Oleh karena itu, penguatan moderasi beragama tidak hanya menjadi agenda domestik, tetapi juga bagian dari komitmen global terhadap perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.

Dengan demikian, pemahaman yang komprehensif tentang konsep dasar moderasi beragama merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan implementasi nilai-nilainya dalam pendidikan, termasuk di lingkungan madrasah. Tanpa pemahaman yang tepat, ada risiko terjadinya salah kaprah atau penolakan atas dasar kecurigaan ideologis yang keliru. Maka dari itu, internalisasi konsep ini perlu dilakukan secara bertahap, kontekstual, dan dialogis.


Footnotes

[1]                Muchlis M. Hanafi, “Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam Al-Qur’an,” Jurnal Penelitian LIPI 20, no. 2 (2020): 157–158.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama, edisi revisi (Jakarta: Balitbang dan Diklat Kemenag RI, 2020), 8–9.

[3]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 10.

[4]                Nuruzzaman, "Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Islam," Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 112.

[5]                Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah (2): 143.

[6]                UNESCO, Preventing Violent Extremism through Education: A Guide for Policy-Makers, 2nd ed. (Paris: UNESCO, 2021), 14.


3.           Kebijakan Moderasi Beragama di Lingkungan Madrasah

Dalam rangka memperkuat ketahanan ideologis dan membangun karakter bangsa yang toleran dan inklusif, Kementerian Agama Republik Indonesia telah menetapkan moderasi beragama sebagai arus utama kebijakan pendidikan keagamaan, termasuk di lingkungan madrasah. Penetapan ini bukanlah respons spontan, melainkan bagian dari strategi nasional yang sistematis untuk menjawab tantangan radikalisme, intoleransi, dan segregasi sosial yang mulai merasuki dunia pendidikan.¹

Kebijakan moderasi beragama di madrasah secara formal dimulai dengan diterbitkannya dokumen Grand Design Moderasi Beragama pada tahun 2019, yang menetapkan arah kebijakan dan strategi implementasi nilai-nilai moderasi di semua lini lembaga binaan Kementerian Agama.² Madrasah, sebagai institusi pendidikan Islam formal di bawah Kemenag, menjadi salah satu fokus utama implementasi kebijakan tersebut karena peran strategisnya dalam membentuk generasi Muslim yang moderat, cinta damai, dan cinta tanah air.

Implementasi kebijakan ini diwujudkan melalui berbagai pendekatan kebijakan, antara lain:

3.1.       Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum

Kementerian Agama telah mengembangkan materi penguatan moderasi beragama yang terintegrasi dalam kurikulum madrasah, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Akidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam.³ Nilai-nilai seperti toleransi, keadilan, dan persaudaraan antarumat diperkenalkan dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar. Dalam kurikulum ini juga diperkenalkan tokoh-tokoh Islam moderat, baik dari sejarah klasik maupun kontemporer, untuk memberi inspirasi kepada peserta didik.

Kemenag juga menyusun modul khusus Moderasi Beragama untuk Guru dan Siswa Madrasah, yang menjadi rujukan dalam pembelajaran dan pelatihan.⁴ Modul ini menekankan prinsip-prinsip moderasi dengan pendekatan kontekstual sesuai dengan realitas sosial Indonesia.

3.2.       Pelatihan Guru dan Tenaga Kependidikan

Salah satu langkah strategis Kemenag adalah menyelenggarakan Bimtek dan Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru dan Kepala Madrasah. Program ini dilaksanakan melalui Balai Diklat Keagamaan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), dengan tujuan meningkatkan kapasitas guru dalam menyampaikan nilai-nilai moderasi secara pedagogis dan metodologis.⁵ Guru diharapkan tidak hanya menyampaikan materi secara kognitif, tetapi juga menjadi model dalam bersikap moderat, terbuka, dan toleran.

3.3.       Penguatan Ekosistem Madrasah yang Inklusif dan Toleran

Selain aspek kurikulum dan pengajaran, kebijakan moderasi beragama juga diarahkan pada pembentukan budaya sekolah (school culture) yang inklusif. Kemenag mendorong setiap madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang terbuka terhadap perbedaan, anti-diskriminasi, serta menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).⁶ Hal ini diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan kesiswaan yang berorientasi pada kolaborasi, dialog lintas kultural, dan kerja sosial lintas komunitas.

3.4.       Regulasi dan Instrumen Pendukung

Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan kebijakan, Kemenag telah menerbitkan regulasi teknis seperti Surat Edaran Dirjen Pendis tentang Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah, serta menyertakan indikator moderasi dalam evaluasi akreditasi madrasah dan kinerja kepala madrasah.⁷ Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjadikan moderasi beragama sebagai bagian integral dari sistem pendidikan Islam nasional.

3.5.       Kolaborasi dan Kemitraan

Implementasi kebijakan juga diperkuat melalui kemitraan antara madrasah dengan berbagai pihak seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, dan lembaga internasional. Misalnya, program “Madrasah Ramah dan Inklusif” yang bekerja sama dengan UNICEF dan mitra lokal untuk memperkuat pendekatan berbasis HAM dan keberagaman.⁸ Kolaborasi ini memperluas cakupan pengaruh kebijakan dan memperkaya praktik-praktik baik di lapangan.

Kebijakan moderasi beragama di lingkungan madrasah mencerminkan semangat reformasi pendidikan Islam yang adaptif terhadap konteks kebangsaan dan tantangan zaman. Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai respons terhadap potensi ancaman ideologis, tetapi juga sebagai strategi pembangunan karakter generasi muda yang memiliki orientasi perdamaian, kewargaan global, dan tanggung jawab sosial.


Footnotes

[1]                Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama: Konsep dan Implementasinya di Indonesia,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 383–385.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 4.

[3]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 7–10.

[4]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama untuk Guru Madrasah (Jakarta: Balitbang dan Diklat Kemenag RI, 2020), 12.

[5]                Direktorat GTK Madrasah, “Laporan Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama untuk Guru dan Tenaga Kependidikan,” Kemenag RI, 2022.

[6]                Nur Kholis Setiawan, “Mewujudkan Madrasah Inklusif Melalui Moderasi Beragama,” Tadris: Jurnal Pendidikan Islam 16, no. 1 (2021): 44–46.

[7]                Dirjen Pendis, Surat Edaran Nomor B-2161/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/07/2021 tentang Implementasi Moderasi Beragama dalam Layanan Pendidikan Madrasah.

[8]                UNICEF Indonesia, Creating Inclusive and Child-Friendly Madrasahs (Jakarta: UNICEF, 2021), 5–7.


4.           Implementasi Moderasi Beragama dalam Kegiatan Kesiswaan

Implementasi moderasi beragama di madrasah tidak hanya terbatas pada ranah kurikulum dan pembelajaran formal di kelas, tetapi juga secara signifikan dijalankan melalui kegiatan kesiswaan (ekstrakurikuler, kokurikuler, dan pengembangan diri). Kegiatan ini berfungsi sebagai wahana efektif untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, kebersamaan, antikekerasan, dan cinta tanah air secara praksis dalam kehidupan sehari-hari siswa.¹ Karena itu, program moderasi beragama di madrasah diarahkan untuk membentuk budaya sekolah yang inklusif dan harmonis melalui partisipasi aktif siswa dalam lingkungan sosial yang beragam.

4.1.       Integrasi Nilai Moderasi dalam Organisasi Siswa dan Ekstrakurikuler

Organisasi Siswa Intra Madrasah (OSIM), Pramuka, Rohis (Rohani Islam), dan organisasi keagamaan lainnya menjadi sarana utama pembinaan karakter moderat siswa. OSIM, misalnya, diarahkan untuk menjadi wadah kepemimpinan siswa yang menjunjung nilai demokrasi, toleransi, serta tanggung jawab sosial.² Melalui pelatihan kepemimpinan, siswa didorong untuk menyusun program kerja yang tidak hanya menonjolkan aspek keagamaan, tetapi juga menjawab isu-isu sosial seperti perdamaian, keberagaman, dan keadilan sosial.

Kegiatan Pramuka Madrasah juga diarahkan untuk memperkuat semangat kebangsaan dan kerja sama lintas identitas. Kegiatan lintas madrasah bahkan lintas agama yang melibatkan anggota Pramuka menjadi sarana strategis untuk membangun empati dan solidaritas.³ Demikian pula dalam kegiatan Rohis, moderasi beragama disisipkan melalui pelatihan dakwah damai, kajian Islam rahmatan lil ‘alamin, serta penghindaran narasi-narasi kebencian dan eksklusivisme agama.⁴

4.2.       Dialog dan Kampanye Moderasi oleh Siswa

Salah satu bentuk konkret dari internalisasi nilai moderasi adalah melalui kegiatan dialog antarumat beragama dan kampanye sosial yang digagas oleh siswa madrasah. Di beberapa madrasah, kegiatan seperti Student Peace Camp, Madrasah Toleran Festival, hingga Dialog Lintas Iman telah dilaksanakan sebagai praktik baik. Kegiatan ini tidak hanya memberikan pemahaman teoritik tentang pluralitas, tetapi juga melatih siswa dalam keterampilan berdialog, berpikir kritis, dan menghormati perbedaan.⁵

Kampanye digital juga mulai digalakkan sebagai respons terhadap penyebaran narasi ekstrem di media sosial. Program seperti Madrasah Ramah Digital mengajak siswa memproduksi konten positif bertema moderasi beragama, seperti video pendek, infografik, dan tulisan inspiratif yang disebarluaskan melalui platform-platform populer.⁶ Dengan demikian, siswa tidak hanya menjadi penerima nilai, tetapi juga agen perubahan (agents of change) yang aktif dalam membangun narasi keislaman yang damai dan toleran.

4.3.       Penguatan Tradisi Lokal dan Kegiatan Kultural

Kegiatan kesiswaan yang mengangkat budaya lokal juga menjadi strategi implementasi nilai moderasi. Misalnya, dalam peringatan hari besar Islam atau Hari Santri, beberapa madrasah mengintegrasikan kesenian lokal seperti marawis, qosidah, pencak silat, atau wayang santri sebagai bentuk ekspresi keberagamaan yang ramah budaya.⁷ Ini sejalan dengan indikator moderasi beragama dalam menerima dan menghargai tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan nilai agama.

Melalui kegiatan seperti ini, siswa diajak memahami bahwa Islam bukanlah agama yang kaku dan menolak budaya lokal, tetapi justru mengajarkan nilai tasamuh (toleransi) dan ta’ayush (hidup berdampingan). Hal ini penting untuk membendung paham radikal yang kerap mengharamkan budaya lokal atas nama purifikasi agama.

4.4.       Peran Guru dan Pembina dalam Membimbing Moderasi dalam Kesiswaan

Implementasi program moderasi beragama dalam kesiswaan tidak mungkin berhasil tanpa peran aktif guru pembina, wali kelas, dan pembina OSIM. Mereka tidak hanya bertugas sebagai fasilitator kegiatan, tetapi juga sebagai role model dalam bersikap moderat. Kementerian Agama melalui Direktorat GTK Madrasah telah mengarahkan setiap guru untuk menjadikan kegiatan kesiswaan sebagai ruang pembinaan karakter dan nilai-nilai moderasi beragama.⁸

Dalam pelatihan-pelatihan nasional, para guru diberi bekal keterampilan mengelola kegiatan ekstrakurikuler dengan muatan moderasi yang terintegrasi secara alami dan tidak indoktrinatif. Tujuannya agar siswa menyerap nilai secara kontekstual, sesuai dengan tahap perkembangan psikologis dan sosial mereka.


Footnotes

[1]                Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 112–113.

[2]                Direktorat KSKK Madrasah, Panduan Penguatan Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2021), 13.

[3]                Moch. Syamsudin, “Penguatan Karakter Moderat Melalui Kegiatan Kepramukaan di Madrasah,” Jurnal Tarbiyatuna 12, no. 1 (2022): 77–79.

[4]                Kementerian Agama RI, Modul Moderasi Beragama untuk Pembina Rohis (Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2022), 6–7.

[5]                Wahyudi, “Praktik Baik Pendidikan Moderasi di Madrasah: Studi Kasus pada MAN 2 Sleman,” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA 22, no. 1 (2021): 59–61.

[6]                UNICEF Indonesia, Digital Citizenship and Tolerance for Madrasah Students (Jakarta: UNICEF, 2021), 15–16.

[7]                Nur Kholis Setiawan, “Menghidupkan Budaya Lokal dalam Spirit Moderasi Beragama,” Tadris: Jurnal Pendidikan Islam 16, no. 1 (2021): 50.

[8]                Direktorat GTK Madrasah, Pedoman Teknis Pembinaan Moderasi Beragama di Lingkungan Kesiswaan Madrasah (Jakarta: Kemenag RI, 2022), 9–10.


5.           Moderasi Beragama sebagai Pendidikan Karakter dan Wawasan Kebangsaan

Moderasi beragama tidak hanya menjadi agenda keagamaan, tetapi juga merupakan pendekatan strategis dalam pembangunan pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan di lingkungan madrasah. Dalam konteks Indonesia sebagai bangsa yang plural secara agama, etnis, dan budaya, pendidikan karakter berbasis nilai-nilai moderasi beragama sangat penting untuk membentuk pribadi siswa yang toleran, inklusif, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama telah lama menekankan pentingnya penguatan pendidikan karakter (PPK) dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan karakter diarahkan pada pembentukan profil pelajar yang memiliki akhlak mulia, semangat kebangsaan, kemandirian, integritas, dan gotong royong.¹ Nilai-nilai tersebut sejatinya sejalan dengan prinsip-prinsip utama moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap keragaman budaya lokal

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki keunggulan tersendiri dalam mendukung pembentukan karakter moderat karena mengintegrasikan aspek keilmuan agama, etika, dan wawasan kebangsaan. Dengan demikian, moderasi beragama di madrasah tidak hanya menjadi materi yang diajarkan, tetapi merupakan habit of mind yang dibentuk melalui pembiasaan, keteladanan, dan pengalaman sosial siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan.³

5.1.       Membentuk Pelajar Berjiwa Moderat dan Cinta Tanah Air

Salah satu misi utama dari moderasi beragama adalah membentuk peserta didik yang memahami ajaran agamanya secara proporsional, tanpa ekstremisme dan tanpa kehilangan semangat kebangsaan. Moderasi beragama mendorong siswa untuk menghindari sikap eksklusif yang memisahkan agama dari konteks kebangsaan.⁴ Justru, dengan pendekatan ini, siswa diajarkan bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari keimanan, sebagaimana tertuang dalam adagium klasik "hubbul wathan minal iman."

Melalui pembelajaran kontekstual dan kegiatan kesiswaan yang menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan toleransi, siswa madrasah dibentuk menjadi pelajar yang bangga menjadi warga negara Indonesia sekaligus tetap teguh pada nilai-nilai keislamannya.⁵ Ini menjawab tantangan masa kini, ketika sebagian kelompok mulai mempertentangkan identitas keagamaan dan identitas kebangsaan secara ideologis.

5.2.       Menanamkan Toleransi dan Empati Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari

Moderasi beragama juga memberikan kontribusi langsung terhadap penguatan nilai-nilai toleransi dan empati sosial, dua komponen utama dari pendidikan karakter. Dalam masyarakat yang majemuk, kemampuan untuk menghargai perbedaan dan menolak kekerasan sangat penting. Madrasah melalui program moderasi beragama memberikan ruang bagi siswa untuk berlatih empati, berdialog dengan yang berbeda, serta membangun relasi sosial yang damai dan produktif.⁶

Penanaman nilai-nilai ini tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga melalui berbagai kegiatan sosial seperti kelas kebhinekaan, proyek sosial, dan dialog antar iman yang melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian, siswa tidak hanya memahami pentingnya toleransi secara teoritis, tetapi juga mengalami dan mempraktikkannya secara nyata.

5.3.       Membentuk Warga Negara Global yang Adaptif dan Inklusif

Pendidikan karakter berbasis moderasi beragama memiliki implikasi luas terhadap pembentukan warga negara yang global-minded. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan meningkatnya migrasi, pertukaran budaya, dan interaksi lintas identitas, sikap terbuka dan inklusif menjadi prasyarat utama bagi keberhasilan hidup bersama.⁷

Madrasah yang mengembangkan nilai-nilai moderasi beragama sejatinya sedang mempersiapkan siswa menjadi pelajar Pancasila yang berwawasan kebhinekaan global. Mereka mampu memegang teguh nilai keislaman sambil tetap mampu hidup berdampingan secara damai dengan orang lain dari latar belakang yang berbeda.⁸ Inilah bentuk paling nyata dari aktualisasi pendidikan karakter yang kontekstual dan relevan dengan dinamika zaman.

Dengan demikian, moderasi beragama di madrasah bukanlah program simbolik semata, melainkan pendekatan pedagogis dan ideologis yang berfungsi sebagai fondasi pembangunan karakter siswa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia menjadi jembatan antara iman dan kemanusiaan, antara keyakinan dan kebangsaan.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 4–6.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 10.

[3]                Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 110.

[4]                Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Konsep, Konteks, dan Implementasinya,” Millah: Jurnal Studi Agama 20, no. 1 (2021): 13.

[5]                Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama sebagai Penguat Karakter Keindonesiaan,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 386–388.

[6]                Direktorat KSKK Madrasah, Panduan Penguatan Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2021), 14–15.

[7]                UNESCO, Global Citizenship Education: Topics and Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2015), 7–10.

[8]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama (Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2020), 17.


6.           Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Moderasi Beragama

Meskipun gagasan moderasi beragama telah menjadi arus utama dalam kebijakan Kementerian Agama dan diimplementasikan secara bertahap di lingkungan madrasah, namun praktik di lapangan menunjukkan bahwa proses ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Tantangan-tantangan tersebut bersifat multidimensional, mulai dari ideologis, struktural, hingga kultural. Oleh karena itu, memahami tantangan sekaligus merumuskan solusi yang tepat menjadi langkah penting agar program ini dapat berkelanjutan dan efektif dalam membentuk generasi moderat.

6.1.       Tantangan dalam Penerapan Moderasi Beragama

6.1.1.      Resistensi Ideologis dari Sebagian Guru dan Siswa

Salah satu tantangan utama adalah adanya resistensi ideologis dari sebagian guru, siswa, atau bahkan orang tua yang masih memandang konsep moderasi beragama secara keliru, seolah-olah sebagai bentuk "pelemahan ajaran agama" atau "sinkretisme keagamaan."¹ Sikap eksklusivisme dan klaim kebenaran tunggal sering kali masih ditemukan, terutama di wilayah yang sebelumnya memiliki riwayat pengaruh paham keagamaan yang konservatif atau radikal.²

6.1.2.      Kurangnya Pemahaman Teoritis dan Praktis tentang Moderasi

Banyak guru dan tenaga kependidikan yang belum mendapatkan pelatihan atau pemahaman yang memadai tentang konsep, prinsip, dan praktik moderasi beragama. Hal ini menyebabkan nilai-nilai moderasi belum dapat ditransmisikan secara optimal dalam proses pembelajaran dan pembinaan siswa.³ Di sisi lain, materi pembelajaran yang ada masih bersifat tekstual dan belum menyentuh ranah kontekstual atau aplikatif yang relevan dengan dinamika sosial.

6.1.3.      Minimnya Dukungan Sumber Daya dan Kebijakan Teknis

Beberapa madrasah menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dari sisi anggaran, materi ajar, maupun fasilitator pelatihan.⁴ Belum semua madrasah memiliki akses pada modul, buku ajar, dan media pembelajaran moderasi beragama yang dikembangkan oleh Kementerian Agama. Selain itu, belum meratanya supervisi dan monitoring dari pengawas madrasah membuat implementasi kebijakan ini tidak terkontrol secara sistematis.

6.1.4.      Tantangan Eksternal: Media Sosial dan Polarisasi Sosial

Madrasah juga menghadapi tantangan dari luar institusi, terutama pengaruh media sosial yang sering kali menjadi kanal penyebaran ideologi radikal, ujaran kebencian, dan disinformasi keagamaan.⁵ Para siswa yang aktif di dunia digital sangat rentan terpapar narasi-narasi ekstrem yang memanipulasi ajaran agama untuk kepentingan politik identitas. Hal ini diperparah dengan meningkatnya polarisasi sosial dan ketegangan antar kelompok masyarakat yang membawa isu-isu sektarian ke ruang publik.

6.2.       Solusi Strategis dan Rekomendasi Implementatif

6.2.1.      Penguatan Literasi Ideologis dan Teologis bagi Guru dan Siswa

Pemerintah perlu memperluas jangkauan program penguatan kapasitas guru dan tenaga kependidikan dalam memahami dan mengimplementasikan moderasi beragama.⁶ Pelatihan harus bersifat dialogis, berbasis studi kasus, dan melibatkan tokoh agama moderat dari berbagai latar belakang. Sementara itu, di tingkat siswa, program literasi ideologi dan keagamaan perlu dikembangkan untuk menangkal narasi keagamaan yang sempit dan eksklusif.

6.2.2.      Revitalisasi Materi dan Metode Pembelajaran Moderasi

Materi ajar moderasi beragama harus dikembangkan lebih kontekstual dan menyentuh isu-isu kekinian yang relevan dengan kehidupan siswa, seperti toleransi digital, keberagaman gender, isu HAM, dan lingkungan.⁷ Guru harus diberi ruang untuk mengembangkan metode pembelajaran berbasis proyek, studi lapangan, atau kolaborasi lintas kelas untuk menginternalisasi nilai-nilai moderasi secara aktif.

6.2.3.      Kolaborasi dengan Tokoh Lokal dan Lembaga Masyarakat

Madrasah dapat membangun kemitraan dengan tokoh agama, komunitas budaya, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi keagamaan moderat untuk menguatkan praktik moderasi.⁸ Program seperti dialog lintas iman, aksi sosial lintas komunitas, dan forum pemuda lintas agama dapat menjadi ruang latihan toleransi yang nyata bagi siswa.

6.2.4.      Penguatan Pengawasan, Evaluasi, dan Regulasi Teknis

Kementerian Agama perlu memperkuat fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan moderasi beragama melalui indikator kinerja yang jelas. Selain itu, diperlukan kebijakan teknis berupa juknis atau SOP yang operasional untuk membantu madrasah dalam menyusun dan melaksanakan program berbasis moderasi. Insentif bagi madrasah yang berhasil menjadi model praktik moderasi juga perlu dipertimbangkan.

6.2.5.      Edukasi Media dan Penguatan Ketahanan Digital

Siswa perlu dibekali literasi digital dan etika bermedia sosial agar tidak mudah terpengaruh oleh konten radikal dan provokatif.⁹ Program seperti Madrasah Anti Hoaks, Kampanye Digital Damai, atau pelatihan cyber peace dapat dikembangkan di level madrasah dengan melibatkan komunitas IT dan pegiat digital yang berpihak pada nilai-nilai perdamaian dan kebhinekaan.


Dengan mengatasi tantangan-tantangan tersebut secara terstruktur dan berkelanjutan, madrasah dapat menjadi ruang aman (safe space) sekaligus ruang belajar (learning space) untuk membentuk generasi muda yang religius sekaligus nasionalis, cerdas sekaligus toleran, serta berintegritas dalam menyongsong kehidupan masyarakat yang plural dan damai.


Footnotes

[1]                Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Konsep, Konteks, dan Implementasinya,” Millah: Jurnal Studi Agama 20, no. 1 (2021): 9–11.

[2]                Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama sebagai Penguat Karakter Keindonesiaan,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 387.

[3]                Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 113.

[4]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2022), 8.

[5]                Wahyudi, “Pengaruh Media Sosial Terhadap Pola Pikir Keagamaan Siswa,” Jurnal Sosioteknologi 20, no. 1 (2021): 102–103.

[6]                Direktorat GTK Madrasah, Pedoman Pelatihan Guru Moderasi Beragama (Jakarta: Kemenag RI, 2022), 6.

[7]                Kementerian Agama RI, Modul Moderasi Beragama untuk Guru (Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2020), 18–19.

[8]                UNICEF Indonesia, Creating Inclusive and Peaceful School Environments (Jakarta: UNICEF, 2021), 7.

[9]                UNESCO, Media and Information Literacy Curriculum for Teachers (Paris: UNESCO, 2021), 11–14.


7.           Rekomendasi Strategis

Agar program moderasi beragama di madrasah dapat berjalan efektif, berkelanjutan, dan memberikan dampak transformatif terhadap peserta didik dan lingkungan sosialnya, diperlukan berbagai strategi penguatan berbasis kebijakan, kelembagaan, pedagogi, serta partisipasi masyarakat. Rekomendasi ini berangkat dari realitas lapangan yang menunjukkan adanya tantangan konseptual, operasional, hingga resistensi kultural dalam penerapannya.

Berikut adalah beberapa rekomendasi strategis yang dapat dijalankan oleh pemangku kepentingan, khususnya Kementerian Agama, madrasah, guru, dan masyarakat sipil:

7.1.       Institusionalisasi Moderasi Beragama sebagai Budaya Sekolah

Moderasi beragama perlu ditransformasikan dari sekadar kebijakan program menjadi budaya sekolah yang mengakar dan hidup dalam keseharian warga madrasah.¹ Ini dapat dicapai melalui integrasi nilai-nilai moderasi dalam tata tertib madrasah, SOP kegiatan, kegiatan harian (seperti kultum, literasi pagi, dan doa bersama), serta sistem penghargaan bagi sikap toleran dan inklusif siswa. Kepala madrasah sebagai top leader harus menjadi penggerak utama dalam membangun ekosistem madrasah yang aman, damai, dan terbuka terhadap keragaman.

7.2.       Peningkatan Kapasitas Guru sebagai Agen Moderasi

Guru merupakan aktor kunci dalam transmisi nilai-nilai moderasi kepada peserta didik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penguatan kompetensi pedagogis, ideologis, dan digital bagi guru dalam memahami dan menyampaikan ajaran Islam yang moderat.² Program pelatihan yang bersifat in-service training harus terus diperluas cakupannya, melibatkan narasumber lintas disiplin (agama, budaya, HAM), dan menggunakan pendekatan partisipatif berbasis studi kasus atau simulasi konflik sosial.

Kementerian Agama juga dapat menerapkan skema sertifikasi guru moderasi beragama, yang menjadi bagian dari indikator kinerja guru dalam rangka pengembangan karier dan tunjangan profesi.³

7.3.       Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum dan Evaluasi Pembelajaran

Untuk memastikan moderasi beragama menjadi bagian integral dari pendidikan, perlu dilakukan peninjauan dan penguatan kurikulum pada semua jenjang madrasah. Materi moderasi dapat dimasukkan secara eksplisit dalam kompetensi dasar, indikator penilaian, dan bahan ajar di berbagai mata pelajaran, khususnya PAI, Bahasa Indonesia, PKn, dan Sejarah.⁴

Selain itu, penilaian terhadap pemahaman siswa terhadap moderasi beragama harus dirancang tidak hanya dalam bentuk ulangan kognitif, tetapi juga melalui asesmen autentik seperti portofolio, proyek lintas mata pelajaran, dan observasi sikap sosial siswa.⁵

7.4.       Pemberdayaan Kegiatan Kesiswaan Berbasis Moderasi

Kegiatan kesiswaan harus menjadi ruang pembelajaran sosial dan emosional yang menanamkan nilai moderasi secara praktik. Organisasi siswa seperti OSIM, Pramuka, Rohis, dan ekstrakurikuler lainnya perlu didorong untuk menjalankan program-program seperti Festival Kebhinekaan, Peace Camp, Dialog Lintas Iman, dan Aksi Sosial Inklusif.⁶

Untuk mendukungnya, madrasah perlu diberi fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran BOS agar dapat dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan inovatif dalam rangka penguatan moderasi beragama.⁷

7.5.       Penguatan Kolaborasi Antarlembaga dan Lintas Sektoral

Madrasah perlu menjalin kemitraan aktif dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, lembaga swadaya masyarakat, serta organisasi pemuda lintas iman dan budaya.⁸ Kolaborasi ini penting untuk menciptakan interaksi yang konstruktif dan membuka ruang dialog antar kelompok sosial, serta memperkaya perspektif siswa terhadap realitas kebhinekaan.

Kementerian Agama juga dapat membangun kerja sama dengan Kementerian/Lembaga lain seperti Kemendikbudristek, Komnas HAM, dan BNN untuk menyinergikan moderasi beragama dengan program pencegahan radikalisme, intoleransi, narkoba, dan kekerasan di kalangan remaja.

7.6.       Literasi Digital dan Media sebagai Instrumen Pencegahan Ekstremisme

Mengingat pengaruh media sosial dalam membentuk pandangan siswa, perlu ada intervensi berbasis literasi digital untuk membekali siswa dalam memilah informasi, mengenali hoaks, dan menanggapi konten provokatif secara kritis dan bijak.⁹

Madrasah dapat menyelenggarakan program seperti Kelas Anti-Hoaks, Pelatihan Influencer Moderat, serta Workshop Kreasi Konten Damai. Siswa dan guru perlu dilatih menjadi produsen narasi Islam moderat di ruang digital sebagai bentuk perlawanan terhadap gelombang ekstremisme daring.

7.7.       Monitoring, Evaluasi, dan Insentif Berbasis Kinerja Moderasi

Implementasi moderasi beragama perlu dievaluasi secara periodik melalui instrumen yang terukur. Direktorat KSKK Madrasah dan pengawas pendidikan dapat menyusun indikator moderasi yang meliputi dimensi kurikulum, kesiswaan, budaya madrasah, serta keterlibatan masyarakat.¹⁰

Madrasah yang dinilai berhasil menjalankan program moderasi dapat diberikan penghargaan sebagai Madrasah Moderat Inspiratif, termasuk bantuan pengembangan program lanjutan. Sistem insentif ini akan menjadi motivasi bagi satuan pendidikan untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pelaksanaan nilai-nilai moderasi.


Dengan menjalankan rekomendasi-rekomendasi ini secara holistik dan konsisten, moderasi beragama tidak hanya akan menjadi slogan kebijakan, tetapi menjadi gerakan pendidikan yang hidup dan berdampak nyata dalam membentuk karakter siswa madrasah yang cerdas, religius, dan berjiwa kebangsaan.


Footnotes

[1]                Nuruzzaman, “Implementasi Moderasi Beragama dalam Dunia Pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2021): 114.

[2]                Direktorat GTK Madrasah, Pedoman Pelatihan Guru Moderasi Beragama (Jakarta: Kemenag RI, 2022), 9.

[3]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penguatan Moderasi Beragama untuk Guru (Jakarta: Balitbang dan Diklat, 2020), 18.

[4]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 12–13.

[5]                Direktorat Kurikulum Madrasah, “Integrasi Nilai Moderasi Beragama dalam Asesmen Madrasah,” Kemenag RI, 2022.

[6]                Wahyudi, “Praktik Baik Pendidikan Moderasi di Madrasah,” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA 22, no. 1 (2021): 59–61.

[7]                Kementerian Agama RI, Petunjuk Teknis BOS Madrasah 2023, Direktorat KSKK Madrasah.

[8]                UNICEF Indonesia, Creating Inclusive and Peaceful School Environments (Jakarta: UNICEF, 2021), 9.

[9]                UNESCO, Media and Information Literacy Curriculum for Teachers, 2nd ed. (Paris: UNESCO, 2021), 14–15.

[10]             Direktorat KSKK Madrasah, Instrumen Evaluasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 5–6.


8.           Penutup

Program moderasi beragama yang diarusutamakan oleh Kementerian Agama telah menjadi langkah strategis dalam menjawab tantangan kontemporer yang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya dalam konteks pendidikan Islam di madrasah. Melalui integrasi nilai-nilai toleransi, cinta tanah air, anti-kekerasan, dan penghargaan terhadap perbedaan ke dalam kurikulum, kegiatan kesiswaan, serta budaya kelembagaan, madrasah tampil sebagai institusi pendidikan yang berperan sentral dalam merawat kebhinekaan dan memperkuat perdamaian sosial.¹

Madrasah tidak lagi dipandang semata-mata sebagai tempat belajar agama, tetapi juga sebagai agen transformasi sosial yang membentuk peserta didik menjadi pribadi yang religius, moderat, dan berkarakter kebangsaan.² Konsep moderasi beragama sendiri telah terbukti kompatibel dengan nilai-nilai Pancasila dan prinsip demokrasi Indonesia. Ia bukan hanya strategi kontra-radikalisasi, tetapi lebih jauh merupakan pendekatan edukatif yang mendalam, bertujuan membangun masyarakat beragama yang santun, terbuka, dan konstruktif dalam kehidupan berbangsa.³

Berbagai program yang telah dijalankan—baik dalam bentuk penguatan kurikulum, pelatihan guru, pembinaan siswa, maupun pengembangan budaya madrasah yang inklusif—telah menunjukkan hasil yang menggembirakan di berbagai daerah. Namun, tantangan struktural, kultural, dan ideologis tetap menjadi hambatan yang tidak boleh diabaikan. Di sinilah pentingnya penguatan kolaborasi multipihak, pembinaan berkelanjutan, dan evaluasi berkala agar implementasi moderasi beragama tidak bersifat sporadis, melainkan sistemik dan berakar kuat di setiap unit pendidikan.⁴

Ke depan, moderasi beragama harus terus diposisikan sebagai pilar utama pendidikan karakter di madrasah. Ia harus hadir tidak hanya dalam dokumen kurikulum, tetapi juga dalam praktik pembelajaran yang kontekstual, budaya organisasi yang sehat, serta relasi sosial antar warga madrasah yang saling menghargai dan bekerja sama. Dalam dunia yang kian kompleks dan sarat konflik identitas, moderasi bukan pilihan, melainkan kebutuhan esensial bagi kelangsungan masyarakat plural yang damai dan adil.⁵

Dengan menempatkan moderasi beragama sebagai fondasi pendidikan madrasah, Indonesia memiliki peluang besar untuk melahirkan generasi yang tidak hanya unggul secara intelektual dan spiritual, tetapi juga menjadi pelopor perdamaian di tengah masyarakat majemuk. Sebagaimana ditegaskan dalam Grand Design Moderasi Beragama, tujuan akhirnya adalah “terwujudnya kehidupan keagamaan yang rukun dan harmonis dalam bingkai NKRI.”⁶ Maka, moderasi beragama bukan hanya milik Kementerian Agama, tetapi menjadi tanggung jawab moral seluruh elemen bangsa, khususnya para pendidik dan peserta didik di madrasah.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2021), 3.

[2]                Muhammad Adlin Sila, “Moderasi Beragama sebagai Penguat Karakter Keindonesiaan,” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 386.

[3]                Amin Abdullah, “Moderasi Beragama di Indonesia: Konsep, Konteks, dan Implementasinya,” Millah: Jurnal Studi Agama 20, no. 1 (2021): 15–16.

[4]                Direktorat GTK Madrasah, Pedoman Teknis Pembinaan Moderasi Beragama di Madrasah (Jakarta: Kemenag RI, 2022), 11.

[5]                Nur Kholis Setiawan, “Moderasi Beragama sebagai Pilar Pendidikan Karakter di Madrasah,” Tadris: Jurnal Pendidikan Islam 16, no. 1 (2021): 52.

[6]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Grand Design Moderasi Beragama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemenag RI, 2019), 6.


Daftar Pustaka

Abdullah, A. (2021). Moderasi beragama di Indonesia: Konsep, konteks, dan implementasinya. Millah: Jurnal Studi Agama, 20(1), 1–18. https://doi.org/10.20885/millah.vol20.iss1.art1

Direktorat GTK Madrasah. (2022). Pedoman teknis pembinaan moderasi beragama di madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat GTK Madrasah. (2022). Pedoman pelatihan guru moderasi beragama. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat KSKK Madrasah. (2021). Panduan penguatan moderasi beragama di madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat KSKK Madrasah. (2022). Laporan evaluasi implementasi moderasi beragama di madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat KSKK Madrasah. (2023). Instrumen evaluasi moderasi beragama di madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat Kurikulum Madrasah. (2022). Integrasi nilai moderasi beragama dalam asesmen madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2019). Grand design moderasi beragama. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2020). Modul penguatan moderasi beragama untuk guru. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2020). Modul moderasi beragama untuk pembina Rohis. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2023). Petunjuk teknis BOS madrasah 2023. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Panduan penguatan pendidikan karakter. Jakarta: Kemendikbud RI.

Nur Kholis Setiawan. (2021). Moderasi beragama sebagai pilar pendidikan karakter di madrasah. Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, 16(1), 45–55. https://doi.org/10.19105/tjpi.v16i1.4695

Nuruzzaman. (2021). Implementasi moderasi beragama dalam dunia pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 7(2), 109–115. https://doi.org/10.14421/jpi.2021.72.109-115

Sila, M. A. (2020). Moderasi beragama sebagai penguat karakter keindonesiaan. Jurnal Bimas Islam, 13(2), 379–398. https://doi.org/10.37302/jbi.v13i2.207

Syamsudin, M. (2022). Penguatan karakter moderat melalui kegiatan kepramukaan di madrasah. Jurnal Tarbiyatuna, 12(1), 75–82.

UNESCO. (2015). Global citizenship education: Topics and learning objectives. Paris: UNESCO.

UNESCO. (2021). Media and information literacy curriculum for teachers (2nd ed.). Paris: UNESCO.

UNICEF Indonesia. (2021). Creating inclusive and peaceful school environments. Jakarta: UNICEF Indonesia.

UNICEF Indonesia. (2021). Digital citizenship and tolerance for madrasah students. Jakarta: UNICEF Indonesia.

Wahyudi. (2021). Praktik baik pendidikan moderasi di madrasah: Studi kasus pada MAN 2 Sleman. Jurnal Ilmiah Didaktika, 22(1), 55–63. https://doi.org/10.22373/jid.v22i1.11726

Wahyudi. (2021). Pengaruh media sosial terhadap pola pikir keagamaan siswa. Jurnal Sosioteknologi, 20(1), 101–110. https://doi.org/10.5614/sostek.v20i1.1356


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar