Kamis, 21 Agustus 2025

Saintifik TPACK: Technological Pedagogical Content Knowledge

Saintifik TPACK

Technological Pedagogical Content Knowledge


Alihkan ke: Pendekatan dalam Pembelajaran.


Abstrak

Artikel ini membahas integrasi antara pendekatan saintifik dan kerangka Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) dalam pembelajaran abad ke-21. Pendekatan saintifik, yang berlandaskan epistemologi sains, menekankan langkah-langkah ilmiah berupa mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan, sehingga peserta didik dilatih berpikir kritis, rasional, dan sistematis. Sementara itu, kerangka TPACK menggarisbawahi pentingnya penguasaan konten (Content Knowledge), pedagogi (Pedagogical Knowledge), dan teknologi (Technological Knowledge) secara terpadu dalam praktik pembelajaran. Integrasi keduanya menghasilkan model pendidikan yang tidak hanya membangun keterampilan berpikir ilmiah, tetapi juga memperkuat literasi digital dan kompetensi abad ke-21.

Implikasi dari integrasi ini bersifat multidimensional: bagi guru, mendorong peningkatan profesionalisme dalam merancang pembelajaran inovatif; bagi siswa, memperkaya pengalaman belajar yang kontekstual dan interaktif; serta bagi sistem pendidikan, memperkuat relevansi kurikulum dengan tuntutan era digital. Dengan demikian, Saintifik–TPACK dapat dipandang sebagai paradigma pedagogis transformatif yang memadukan rasionalitas ilmiah dengan inovasi teknologi, guna menciptakan ekosistem pendidikan yang adaptif, berkelanjutan, dan berorientasi pada masa depan.

Kata Kunci: Saintifik; TPACK; Pembelajaran abad 21; Literasi digital; Kompetensi guru; HOTS; Kurikulum.


PEMBAHASAN

Pendekatan Saintifik – TPACK dalam Pembelajaran


1.           Pendahuluan

Perkembangan pendidikan pada era abad ke-21 ditandai dengan semakin kuatnya tuntutan untuk menghasilkan peserta didik yang tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga memiliki keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Kompetensi tersebut sejalan dengan kerangka 21st Century Skills yang ditekankan oleh berbagai lembaga internasional, termasuk Partnership for 21st Century Learning (P21).¹ Dalam konteks ini, pembelajaran tidak lagi dapat dilepaskan dari pendekatan ilmiah (saintifik) yang menekankan proses sistematis dalam memperoleh pengetahuan, serta integrasi teknologi yang terwadahi dalam kerangka TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge).

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran di Indonesia secara eksplisit diadopsi melalui Kurikulum 2013 yang menekankan langkah-langkah utama berupa mengamati, menanya, mengumpulkan data, menalar, dan mengomunikasikan.² Model ini dirancang agar siswa terbiasa berpikir dan bertindak seperti seorang ilmuwan, sehingga pembelajaran tidak hanya bersifat transfer informasi, tetapi juga pembentukan cara berpikir rasional dan metodologis.³ Melalui langkah-langkah saintifik, siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan analitis dan argumentatif, serta menghubungkan pengetahuan dengan fenomena nyata di lingkungannya.

Di sisi lain, kemajuan teknologi digital membawa implikasi besar terhadap dunia pendidikan. Guru dituntut untuk tidak hanya menguasai materi ajar (content knowledge), dan strategi pedagogis (pedagogical knowledge), tetapi juga keterampilan dalam memanfaatkan teknologi (technological knowledge). Keberhasilan pembelajaran abad 21 bergantung pada kemampuan mengintegrasikan ketiga aspek tersebut, yang dalam literatur pendidikan modern dikenal dengan istilah TPACK.⁴ Kerangka ini menekankan bahwa penggunaan teknologi dalam pendidikan bukan sekadar pelengkap, melainkan sarana strategis untuk memperkaya metode pengajaran dan memperdalam pemahaman materi.

Integrasi saintifik dengan TPACK menawarkan paradigma baru dalam pendidikan. Pendekatan saintifik memberikan landasan metodologis dalam membangun keterampilan berpikir ilmiah siswa, sedangkan TPACK menyediakan kerangka konseptual bagi guru dalam mengintegrasikan konten, pedagogi, dan teknologi secara sinergis. Keduanya saling melengkapi dalam menciptakan pembelajaran yang tidak hanya relevan secara akademik, tetapi juga kontekstual dan sesuai dengan tuntutan era digital.⁵ Oleh karena itu, kajian tentang Saintifik–TPACK menjadi penting, baik secara teoretis untuk memperkaya wacana pendidikan, maupun secara praktis sebagai acuan implementasi pembelajaran di kelas.


Catatan Kaki

[1]                Charles Fadel, Maya Bialik, dan Bernie Trilling, Four-Dimensional Education: The Competencies Learners Need to Succeed (Boston: Center for Curriculum Redesign, 2015), 22–25.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 9.

[3]                Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global (Jakarta: Erlangga, 2013), 112.

[4]                Punya Mishra dan Matthew J. Koehler, “Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge,” Teachers College Record 108, no. 6 (2006): 1017–1054.

[5]                Judi Harris, Mark Hofer, dan Punya Mishra, TPACK in Action: A Descriptive Study of TPACK-Based Instructional Design Practices of Teacher Educators (San Francisco: AERA, 2010), 3–5.


2.           Hakikat Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Pendekatan saintifik dalam pendidikan merupakan upaya sistematis untuk menanamkan cara berpikir ilmiah dalam proses pembelajaran. Secara filosofis, pendekatan ini berpijak pada epistemologi sains yang menekankan rasionalitas, empirisme, dan objektivitas.¹ Dalam praktiknya, pembelajaran berbasis saintifik dimaksudkan agar siswa tidak hanya menguasai produk pengetahuan, tetapi juga memahami proses bagaimana pengetahuan itu diperoleh, diuji, dan diverifikasi.² Dengan demikian, pendekatan ini selaras dengan paradigma pendidikan modern yang menekankan learning how to learn, bukan sekadar learning what to know.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendekatan saintifik diintegrasikan secara eksplisit melalui Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan lima langkah utama yang menjadi karakteristiknya, yaitu: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mengumpulkan informasi/eksperimen, (4) menalar, dan (5) mengomunikasikan.³ Kelima langkah tersebut membentuk kerangka proses berpikir induktif-deduktif yang menuntun siswa untuk aktif mengeksplorasi fenomena, merumuskan hipotesis, serta menyampaikan hasil temuannya secara argumentatif.

Hakikat saintifik tidak hanya terletak pada prosedur formal, tetapi juga pada pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude) seperti kejujuran, keterbukaan, rasa ingin tahu, dan sikap kritis.⁴ Melalui penerapan pendekatan ini, peserta didik dilatih untuk menguji asumsi, menilai bukti, dan menghindari berpikir dogmatis. Hal ini sejalan dengan pandangan John Dewey, yang menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi sebagai wahana untuk melatih reflective thinking, yaitu kemampuan untuk menimbang dan mengevaluasi pengalaman secara rasional.⁵

Selain itu, pendekatan saintifik juga memiliki dimensi praktis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah, siswa tidak hanya memahami konsep abstrak, tetapi juga dapat mengaitkannya dengan fenomena nyata di lingkungan sekitarnya. Misalnya, dalam pembelajaran biologi, siswa tidak cukup hanya menghafal struktur tumbuhan, tetapi juga melakukan observasi langsung dan mencatat data empiris. Hal ini menciptakan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) sebagaimana dikemukakan Ausubel.⁶

Dengan demikian, hakikat pendekatan saintifik adalah memberikan landasan metodologis bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, analitis, serta sikap ilmiah yang relevan dengan kebutuhan abad 21. Dalam kerangka Saintifik–TPACK, pendekatan ini menjadi fondasi pedagogis yang dapat diperkaya dengan integrasi teknologi sehingga proses pembelajaran lebih efektif, kontekstual, dan sesuai dengan perkembangan zaman.


Catatan Kaki

[1]                Carl G. Hempel, Philosophy of Natural Science (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1966), 15–18.

[2]                Richard Duschl dan Richard Grandy, “Teaching Scientific Inquiry: Recommendations for Research and Implementation,” Science Education 92, no. 5 (2008): 896–897.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 9.

[4]                Norman G. Lederman et al., “View of Nature of Science and Science Teaching: Always the Same Problem, Yet Always Different,” Science Education 86, no. 3 (2002): 422–423.

[5]                John Dewey, How We Think (Boston: D.C. Heath, 1933), 13–15.

[6]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart & Winston, 1968), 127–129.


3.           Konsep TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge)

Kerangka Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) diperkenalkan oleh Punya Mishra dan Matthew J. Koehler sebagai pengembangan dari konsep Pedagogical Content Knowledge (PCK) yang sebelumnya digagas oleh Lee Shulman.¹ Jika PCK menekankan pentingnya integrasi pengetahuan pedagogi dan konten, maka TPACK memperluasnya dengan memasukkan dimensi teknologi sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari praktik pendidikan abad ke-21.²

Secara konseptual, TPACK terdiri dari tiga domain utama:

1)                  Content Knowledge (CK): penguasaan guru terhadap isi materi yang diajarkan. Misalnya, guru matematika harus memahami konsep aljabar, geometri, atau kalkulus secara mendalam.

2)                  Pedagogical Knowledge (PK): pemahaman guru tentang prinsip, strategi, dan metode pembelajaran, termasuk bagaimana siswa belajar, bagaimana merancang asesmen, serta bagaimana mengelola kelas.

3)                  Technological Knowledge (TK): keterampilan guru dalam menggunakan teknologi, baik perangkat keras maupun perangkat lunak, untuk mendukung proses belajar mengajar.³

Ketiga domain ini saling beririsan dan menghasilkan enam bentuk integrasi: PCK, TCK, TPK, serta puncaknya TPACK sebagai sintesis ideal.⁴ Misalnya, seorang guru fisika dapat menggunakan simulasi laboratorium virtual (TK) untuk menjelaskan hukum Newton (CK) melalui model pembelajaran berbasis inkuiri (PK). Dengan demikian, teknologi tidak hanya menjadi alat bantu, melainkan bagian integral dari desain pembelajaran yang bermakna.

Hakikat TPACK bukan sekadar penggunaan teknologi dalam kelas, tetapi bagaimana guru mampu memilih, menyesuaikan, dan mengintegrasikan teknologi sesuai dengan kebutuhan pedagogis dan konten yang diajarkan.⁵ Dengan kata lain, TPACK menuntut guru untuk memiliki kompetensi desain instruksional yang fleksibel dan reflektif. Hal ini relevan dengan pandangan Koehler dan Mishra bahwa TPACK merupakan bentuk “knowledge in action,” yakni pengetahuan yang muncul dalam praktik nyata saat guru menghadapi kompleksitas pembelajaran.⁶

Dalam konteks implementasi di Indonesia, TPACK sangat penting karena transformasi digital dalam pendidikan semakin dipercepat, terlebih pasca-pandemi COVID-19 yang memaksa guru dan siswa beradaptasi dengan pembelajaran berbasis daring.⁷ Oleh karena itu, pemahaman TPACK menjadi fondasi yang krusial dalam mengintegrasikan pendekatan saintifik dengan teknologi digital, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung efektif, kontekstual, dan sesuai dengan kebutuhan zaman.


Catatan Kaki

[1]                Lee S. Shulman, “Those Who Understand: Knowledge Growth in Teaching,” Educational Researcher 15, no. 2 (1986): 4–14.

[2]                Punya Mishra dan Matthew J. Koehler, “Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge,” Teachers College Record 108, no. 6 (2006): 1017–1054.

[3]                Margaret L. Niess, Investigating TPACK: Knowledge Growth in Teaching with Technology (Boston: Springer, 2018), 21–22.

[4]                Judi Harris, Mark Hofer, dan Punya Mishra, TPACK in Action: A Descriptive Study of TPACK-Based Instructional Design Practices of Teacher Educators (San Francisco: AERA, 2010), 5.

[5]                Charoula Angeli dan Nicos Valanides, “Epistemological and Methodological Issues for the Conceptualization, Development, and Assessment of ICT–TPCK: Advances in Technological Pedagogical Content Knowledge (TPCK),” Computers & Education 52, no. 1 (2009): 154–168.

[6]                Matthew J. Koehler, Punya Mishra, dan William Cain, “What Is Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)?,” Journal of Education 193, no. 3 (2013): 13–19.

[7]                Siti Fatimah et al., “The Role of Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) in Improving Teachers’ Digital Literacy in Indonesia,” Journal of Physics: Conference Series 1779, no. 1 (2021): 1–7.


4.           Integrasi Saintifik dengan TPACK

Integrasi pendekatan saintifik dengan kerangka Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) merupakan langkah strategis dalam menjawab kebutuhan pembelajaran abad ke-21. Pendekatan saintifik menyediakan landasan metodologis berupa langkah-langkah ilmiah (mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan), sementara TPACK menyediakan kerangka konseptual untuk mengintegrasikan teknologi, pedagogi, dan konten secara sinergis.¹ Dengan demikian, keduanya saling melengkapi dalam membentuk proses pembelajaran yang berorientasi pada higher-order thinking skills (HOTS) sekaligus adaptif terhadap perkembangan teknologi digital.

4.1.       Sinkronisasi Epistemologis

Pendekatan saintifik menekankan pada proses berpikir induktif-deduktif dalam menemukan kebenaran, sedangkan TPACK menuntut guru untuk mengelola pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi secara relevan.² Ketika keduanya dipadukan, terjadi sinkronisasi epistemologis: siswa belajar melalui metode ilmiah yang terstruktur, dan guru mendesain pembelajaran dengan dukungan teknologi agar proses saintifik lebih efektif. Misalnya, kegiatan mengamati dapat diperkaya melalui video eksperimen atau simulasi digital, sementara menalar dapat diperkuat dengan perangkat lunak analisis data.³

4.2.       Penerapan Praktis di Kelas

Integrasi saintifik–TPACK dapat diterapkan dalam setiap tahap pembelajaran:

·                     Mengamati (CK+TK): siswa mengamati fenomena melalui laboratorium virtual atau media digital.

·                     Menanya (PK): guru memfasilitasi perumusan pertanyaan kritis dengan bantuan forum daring atau aplikasi kolaboratif.

·                     Mencoba (TK+CK): siswa melakukan eksperimen dengan alat digital atau perangkat lunak simulasi.

·                     Menalar (CK+PK): analisis data dibantu dengan aplikasi pengolah data, sekaligus melatih logika ilmiah.

·                     Mengomunikasikan (TK): hasil penelitian dipresentasikan melalui media interaktif seperti PowerPoint, Canva, atau video.⁴

Dengan model ini, pembelajaran menjadi lebih kontekstual, partisipatif, dan selaras dengan kebutuhan keterampilan abad ke-21.

4.3.       Manfaat Integrasi Saintifik–TPACK

Penerapan integrasi ini memiliki beberapa implikasi penting:

1)                  Bagi Guru: meningkatkan kapasitas profesional dalam mendesain pembelajaran inovatif.

2)                  Bagi Siswa: mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah sekaligus literasi digital.

3)                  Bagi Sistem Pendidikan: memperkuat relevansi kurikulum dengan tantangan global, termasuk transformasi digital pasca-pandemi.⁵

4.4.       Tantangan dan Solusi

Meski integrasi ini menjanjikan, implementasinya tidak lepas dari tantangan, seperti keterbatasan fasilitas, rendahnya literasi digital guru, dan resistensi terhadap perubahan. Oleh karena itu, diperlukan program pengembangan profesional guru secara berkelanjutan, pelatihan literasi digital, serta dukungan kebijakan yang memadai.⁶

Dengan demikian, integrasi saintifik–TPACK bukan hanya sebuah model pembelajaran, tetapi juga paradigma baru yang menuntut guru berperan sebagai desainer, fasilitator, sekaligus inovator pendidikan.


Catatan Kaki

[1]                Punya Mishra dan Matthew J. Koehler, “Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge,” Teachers College Record 108, no. 6 (2006): 1017–1054.

[2]                John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research (Boston: Pearson, 2012), 17.

[3]                Charles C. Ragin, Constructing Social Research: The Unity and Diversity of Method (Thousand Oaks: Pine Forge Press, 1994), 42–43.

[4]                Margaret L. Niess, Investigating TPACK: Knowledge Growth in Teaching with Technology (Boston: Springer, 2018), 65–67.

[5]                Siti Fatimah et al., “The Role of Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) in Improving Teachers’ Digital Literacy in Indonesia,” Journal of Physics: Conference Series 1779, no. 1 (2021): 1–7.

[6]                Charoula Angeli dan Nicos Valanides, “Epistemological and Methodological Issues for the Conceptualization, Development, and Assessment of ICT–TPCK: Advances in Technological Pedagogical Content Knowledge (TPCK),” Computers & Education 52, no. 1 (2009): 154–168.


5.           Implikasi Saintifik–TPACK dalam Pembelajaran

Integrasi pendekatan saintifik dengan kerangka TPACK memiliki implikasi yang signifikan terhadap praktik pendidikan, baik pada level guru, siswa, maupun sistem pendidikan secara keseluruhan. Implikasi ini mencakup dimensi profesionalisme guru, pengembangan kompetensi peserta didik, serta pembaruan kurikulum agar lebih adaptif terhadap tuntutan global.

5.1.       Implikasi bagi Guru

Bagi guru, integrasi saintifik–TPACK menuntut penguasaan kompetensi yang lebih kompleks. Guru tidak lagi cukup memahami materi (content knowledge), melainkan juga harus mampu memilih strategi pedagogis yang sesuai serta mengintegrasikan teknologi secara efektif.¹ Hal ini mendorong guru berperan sebagai desainer pembelajaran (instructional designer) yang merancang pengalaman belajar berdasarkan prinsip saintifik sekaligus memanfaatkan teknologi digital.²

Implikasinya, guru perlu senantiasa meningkatkan kompetensi melalui pelatihan berkelanjutan, pengembangan profesional, dan praktik reflektif agar dapat menghadapi dinamika pendidikan abad ke-21.³

5.2.       Implikasi bagi Siswa

Bagi siswa, integrasi saintifik–TPACK memberikan peluang untuk mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah dan literasi digital secara bersamaan. Melalui pendekatan saintifik, siswa dilatih untuk mengamati fenomena, mengajukan pertanyaan kritis, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan mengkomunikasikan hasil.⁴ Dengan dukungan TPACK, aktivitas tersebut dapat diperkuat oleh teknologi, misalnya melalui penggunaan laboratorium virtual, aplikasi simulasi, atau media presentasi interaktif.⁵

Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan abad ke-21 yang menekankan 4Cs (critical thinking, creativity, communication, collaboration) dan literasi digital sebagai kompetensi dasar yang wajib dimiliki siswa.⁶

5.3.       Implikasi bagi Kurikulum dan Sistem Pendidikan

Pada tataran kurikulum, integrasi saintifik–TPACK memperkuat relevansi implementasi Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka. Prinsip pembelajaran berbasis saintifik tetap menjadi fondasi, sementara TPACK berfungsi sebagai penguat dalam menghadirkan pembelajaran kontekstual dan berbasis teknologi.⁷ Implikasi lebih lanjut adalah perlunya dukungan sistem pendidikan berupa penyediaan sarana teknologi, infrastruktur digital, serta kebijakan yang mendorong inovasi pedagogis.

Hal ini penting agar transformasi pendidikan tidak hanya terjadi di ruang kelas tertentu, melainkan menjadi gerakan sistemik yang merata di seluruh satuan pendidikan.⁸

5.4.       Implikasi Jangka Panjang

Secara jangka panjang, penerapan saintifik–TPACK berimplikasi pada terbentuknya ekosistem pembelajaran yang integratif, adaptif, dan transformatif. Guru akan semakin profesional, siswa semakin mandiri dan inovatif, sementara sistem pendidikan mampu melahirkan lulusan yang siap menghadapi tantangan global.⁹ Integrasi ini sekaligus menjadi jawaban terhadap kebutuhan pendidikan berbasis teknologi yang tetap menjunjung nilai-nilai keilmuan, metodologis, dan etis.


Catatan Kaki

[1]                Lee S. Shulman, “Those Who Understand: Knowledge Growth in Teaching,” Educational Researcher 15, no. 2 (1986): 4–14.

[2]                Matthew J. Koehler dan Punya Mishra, “What Is Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)?,” Journal of Education 193, no. 3 (2013): 13–19.

[3]                Thomas R. Guskey, Evaluating Professional Development (Thousand Oaks: Corwin Press, 2000), 23–24.

[4]                John Dewey, How We Think (Boston: D.C. Heath, 1933), 13–15.

[5]                Margaret L. Niess, Investigating TPACK: Knowledge Growth in Teaching with Technology (Boston: Springer, 2018), 65–67.

[6]                Charles Fadel, Maya Bialik, dan Bernie Trilling, Four-Dimensional Education: The Competencies Learners Need to Succeed (Boston: Center for Curriculum Redesign, 2015), 25–27.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 9.

[8]                Siti Fatimah et al., “The Role of Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) in Improving Teachers’ Digital Literacy in Indonesia,” Journal of Physics: Conference Series 1779, no. 1 (2021): 1–7.

[9]                Andreas Schleicher, World Class: How to Build a 21st-Century School System (Paris: OECD Publishing, 2018), 41–44.


6.           Kesimpulan

Integrasi pendekatan saintifik dengan kerangka Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) merupakan jawaban atas tantangan pendidikan abad ke-21 yang menuntut pembelajaran berlandaskan metodologi ilmiah sekaligus adaptif terhadap perkembangan teknologi digital. Pendekatan saintifik memberikan struktur epistemologis berupa langkah-langkah sistematis—mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan—yang melatih siswa berpikir kritis, rasional, dan berbasis bukti.¹ Sementara itu, TPACK memperluas cakupan kompetensi guru dengan menekankan keseimbangan antara penguasaan konten, strategi pedagogi, dan pemanfaatan teknologi.²

Keselarasan antara saintifik dan TPACK menghadirkan paradigma pembelajaran yang integratif dan transformatif. Guru tidak hanya berperan sebagai penyampai materi, melainkan sebagai perancang pengalaman belajar (learning designer) yang mampu menghubungkan pengetahuan, keterampilan ilmiah, dan teknologi.³ Peserta didik, pada gilirannya, memperoleh kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skills), literasi digital, dan sikap ilmiah yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat global.⁴

Implikasi dari integrasi ini tidak hanya menyentuh ranah individu, melainkan juga sistem pendidikan. Kurikulum perlu dirancang secara fleksibel dan kontekstual, infrastruktur teknologi harus disediakan secara merata, dan program pengembangan profesional guru mesti diprioritaskan agar mereka mampu menerapkan saintifik–TPACK secara efektif.⁵ Tanpa dukungan sistemik, implementasi integrasi ini berisiko terbatas pada wacana konseptual semata.

Dengan demikian, Saintifik–TPACK bukan sekadar pendekatan teknis, tetapi sebuah visi pedagogis yang menggabungkan rasionalitas ilmiah dengan inovasi teknologi. Ia memberikan arah baru bagi pendidikan agar tetap berakar pada prinsip keilmuan, namun juga relevan dengan dinamika dunia modern. Sebagaimana ditegaskan oleh OECD, pendidikan masa depan menuntut keterpaduan antara knowledge, skills, dan attitudes dalam konteks yang semakin digital dan global.⁶ Integrasi saintifik–TPACK dengan demikian dapat dipandang sebagai jalan strategis untuk membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan, inovatif, dan berorientasi pada masa depan.


Catatan Kaki

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 9.

[2]                Punya Mishra dan Matthew J. Koehler, “Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge,” Teachers College Record 108, no. 6 (2006): 1017–1054.

[3]                Charoula Angeli dan Nicos Valanides, “Epistemological and Methodological Issues for the Conceptualization, Development, and Assessment of ICT–TPCK: Advances in Technological Pedagogical Content Knowledge (TPCK),” Computers & Education 52, no. 1 (2009): 154–168.

[4]                Charles Fadel, Maya Bialik, dan Bernie Trilling, Four-Dimensional Education: The Competencies Learners Need to Succeed (Boston: Center for Curriculum Redesign, 2015), 25–27.

[5]                Siti Fatimah et al., “The Role of Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) in Improving Teachers’ Digital Literacy in Indonesia,” Journal of Physics: Conference Series 1779, no. 1 (2021): 1–7.

[6]                Andreas Schleicher, World Class: How to Build a 21st-Century School System (Paris: OECD Publishing, 2018), 41–44.


Daftar Pustaka

Angeli, C., & Valanides, N. (2009). Epistemological and methodological issues for the conceptualization, development, and assessment of ICT–TPCK: Advances in technological pedagogical content knowledge (TPCK). Computers & Education, 52(1), 154–168. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2008.07.006

Ausubel, D. P. (1968). Educational psychology: A cognitive view. New York, NY: Holt, Rinehart & Winston.

Creswell, J. W. (2012). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research (4th ed.). Boston, MA: Pearson.

Dewey, J. (1933). How we think. Boston, MA: D.C. Heath.

Duschl, R. A., & Grandy, R. (2008). Teaching scientific inquiry: Recommendations for research and implementation. Science Education, 92(5), 896–900. https://doi.org/10.1002/sce.20279

Fadel, C., Bialik, M., & Trilling, B. (2015). Four-dimensional education: The competencies learners need to succeed. Boston, MA: Center for Curriculum Redesign.

Fatimah, S., et al. (2021). The role of Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) in improving teachers’ digital literacy in Indonesia. Journal of Physics: Conference Series, 1779(1), 1–7. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1779/1/012067

Guskey, T. R. (2000). Evaluating professional development. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Harris, J., Hofer, M., & Mishra, P. (2010, April). TPACK in action: A descriptive study of TPACK-based instructional design practices of teacher educators. Paper presented at the Annual Meeting of the American Educational Research Association (AERA), San Francisco, CA.

Hempel, C. G. (1966). Philosophy of natural science. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2013). Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Kemendikbud.

Koehler, M. J., Mishra, P., & Cain, W. (2013). What is technological pedagogical content knowledge (TPACK)? Journal of Education, 193(3), 13–19. https://doi.org/10.1177/002205741319300303

Lederman, N. G., Abd-El-Khalick, F., Bell, R. L., & Schwartz, R. S. (2002). Views of nature of science and science teaching: Always the same problem, yet always different. Science Education, 86(3), 422–443. https://doi.org/10.1002/sce.10007

Mishra, P., & Koehler, M. J. (2006). Technological pedagogical content knowledge: A framework for teacher knowledge. Teachers College Record, 108(6), 1017–1054. https://doi.org/10.1111/j.1467-9620.2006.00684.x

Niess, M. L. (2018). Investigating TPACK: Knowledge growth in teaching with technology. Boston, MA: Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-319-94273-0

Ragin, C. C. (1994). Constructing social research: The unity and diversity of method. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press.

Schleicher, A. (2018). World class: How to build a 21st-century school system. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/4789264300002-en

Shulman, L. S. (1986). Those who understand: Knowledge growth in teaching. Educational Researcher, 15(2), 4–14. https://doi.org/10.3102/0013189X015002004

Suyanto, & Jihad, A. (2013). Menjadi guru profesional: Strategi meningkatkan kualifikasi dan kualitas guru di era global. Jakarta: Erlangga.


Resume Saintifik – TPACK

1.            Pendahuluan

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran adalah model pembelajaran yang menekankan proses ilmiah, meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan. Pendekatan ini sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 maupun paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang menekankan learning by doing.

Di sisi lain, TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) adalah kerangka pengetahuan yang menekankan integrasi tiga domain penting dalam pembelajaran:

·                     Content Knowledge (CK): penguasaan materi ajar,

·                     Pedagogical Knowledge (PK): pengetahuan tentang strategi/ metode mengajar,

·                     Technological Knowledge (TK): kemampuan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.

Integrasi pendekatan saintifik dengan TPACK menjadi penting agar proses pembelajaran tidak hanya ilmiah secara metodologis, tetapi juga relevan dengan tuntutan era digital.

2.            Hakikat Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Pendekatan saintifik didasarkan pada epistemologi sains, yang bertujuan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, logis, dan sistematis. Prosesnya mencakup:

1)                  Mengamati: mengenali fenomena melalui indera atau media.

2)                  Menanya: merumuskan pertanyaan eksploratif.

3)                  Mencoba/Mengeksperimen: melakukan pengumpulan data atau percobaan.

4)                  Menalar: menganalisis, menghubungkan fakta, dan menarik kesimpulan.

5)                  Mengomunikasikan: menyajikan hasil dalam bentuk lisan, tulisan, atau multimedia.

Pendekatan ini mengembangkan keterampilan abad 21, seperti critical thinking, creativity, communication, dan collaboration.

3.            Konsep TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge)

Kerangka TPACK menjelaskan bahwa guru abad 21 dituntut untuk:

·                     Menguasai materi (CK): misalnya, guru Fisika paham hukum Newton secara konseptual.

·                     Menguasai pedagogi (PK): mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai (inkuiri, problem-based learning, dsb.).

·                     Menguasai teknologi (TK): mampu memanfaatkan aplikasi, media digital, laboratorium virtual, atau Learning Management System (LMS).

Ketiganya tidak berdiri sendiri, melainkan harus berintegrasi. Misalnya: menggunakan simulasi PhET (TK) untuk menjelaskan hukum Newton (CK) dengan model pembelajaran inkuiri (PK).

4.            Integrasi Saintifik dengan TPACK

Integrasi dapat dilakukan dengan menjadikan langkah-langkah saintifik sebagai pedagogical framework dalam TPACK. Contoh:

·                     Mengamati (CK+TK): siswa mengamati fenomena fisika melalui video eksperimen atau simulasi digital.

·                     Menanya (PK): guru membimbing siswa menyusun pertanyaan berbasis masalah nyata.

·                     Mencoba (TK+CK): siswa menggunakan perangkat laboratorium virtual atau aplikasi statistik untuk menguji hipotesis.

·                     Menalar (CK+PK): siswa menganalisis data dengan bimbingan guru menggunakan perangkat lunak analisis.

·                     Mengomunikasikan (TK): siswa mempresentasikan hasil melalui media digital, seperti PowerPoint, Canva, atau video.

5.            Implikasi Saintifik–TPACK dalam Pembelajaran

1)                  Bagi Guru:

þ Mendorong profesionalisme dengan menguasai tiga kompetensi (CK, PK, TK).

þ Meningkatkan kreativitas dalam mendesain pembelajaran yang ilmiah sekaligus modern.

2)                  Bagi Siswa:

þ Melatih berpikir ilmiah dan kritis,

þ Meningkatkan literasi digital,

þ Menghubungkan teori dengan praktik nyata.

3)                  Bagi Kurikulum:

þ Mendukung implementasi Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka.

þ Menjawab kebutuhan era digital yang menuntut integrasi teknologi.


Kesimpulan

Pendekatan saintifik–TPACK adalah model integratif yang memadukan epistemologi sains dengan kerangka pengetahuan teknologi, pedagogi, dan konten. Melalui integrasi ini, pembelajaran menjadi lebih bermakna, kontekstual, dan relevan dengan tuntutan zaman. Guru bukan hanya fasilitator, tetapi juga desainer pembelajaran yang mampu menghubungkan konten, metode, dan teknologi untuk membentuk peserta didik yang kritis, kreatif, dan berkarakter.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar