Selasa, 19 Agustus 2025

Meaningful Learning: Konsep, Prinsip, dan Implikasi dalam Pendidikan

Meaningful Learning

Konsep, Prinsip, dan Implikasi dalam Pendidikan


Alihkan ke: Pendekatan Deep Learning.


Abstrak

Artikel ini membahas konsep Meaningful Learning atau pembelajaran bermakna sebagai salah satu pendekatan penting dalam dunia pendidikan modern. Dimulai dengan pendahuluan yang menyoroti urgensi pembelajaran bermakna dalam menghadapi tantangan global, artikel ini menjelaskan pengertian Meaningful Learning menurut teori David P. Ausubel, serta prinsip-prinsip utama yang melandasinya, seperti keterhubungan konsep baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, relevansi konteks, dan keterlibatan aktif siswa. Selanjutnya, dibahas jenis-jenis Meaningful Learning, meliputi pembelajaran konseptual, representasional, dan proposisional. Artikel ini juga menguraikan strategi implementasi yang melibatkan peta konsep, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran kooperatif. Selain itu, dipaparkan kelebihan dan kekurangan Meaningful Learning, yang menekankan pada pengembangan pemahaman mendalam, tetapi juga menuntut kesiapan guru dan siswa. Implikasi dalam pendidikan ditinjau dari perspektif perencanaan kurikulum, desain pembelajaran, serta evaluasi berbasis kompetensi. Penutup artikel menegaskan bahwa Meaningful Learning merupakan pendekatan yang relevan, aplikatif, dan transformatif dalam mengembangkan potensi siswa, baik dalam aspek kognitif maupun afektif, sehingga layak menjadi pijakan penting dalam praktik pendidikan kontemporer.

Kata Kunci: Meaningful Learning, pembelajaran bermakna, Ausubel, peta konsep, pembelajaran berbasis masalah, pendidikan


PEMBAHASAN

Meaningful Learning sebagai Pendekatan Pembelajaran Transformatif


1.           Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan, salah satu tantangan utama adalah bagaimana pengetahuan yang diperoleh peserta didik dapat dipahami secara mendalam dan bertahan lama, bukan sekadar dihafalkan secara mekanis. Model pembelajaran tradisional yang menekankan rote learning (hafalan) sering kali dianggap kurang efektif karena hanya menghasilkan pengetahuan jangka pendek yang mudah dilupakan dan sulit diaplikasikan dalam konteks kehidupan nyata.¹ Oleh karena itu, para ahli pendidikan berupaya mencari pendekatan yang lebih menekankan pemahaman konseptual dan relevansi pengetahuan.

Salah satu teori yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah konsep Meaningful Learning (pembelajaran bermakna) yang dikembangkan oleh psikolog pendidikan David P. Ausubel pada tahun 1960-an.² Ausubel menekankan bahwa pembelajaran yang efektif hanya dapat terjadi apabila informasi baru dihubungkan secara substantif dengan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik.³ Dengan demikian, pengetahuan baru tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi ke dalam kerangka pengetahuan sebelumnya sehingga lebih mudah dipahami, diingat, dan diterapkan.

Konsep ini juga memberikan kritik terhadap dominasi pembelajaran hafalan yang kerap terjadi di sekolah-sekolah. Ausubel menegaskan bahwa tugas utama guru bukan hanya menyampaikan informasi, melainkan membantu siswa mengaitkan pengetahuan baru dengan apa yang sudah mereka ketahui.⁴ Prinsip ini menjadikan Meaningful Learning sangat relevan dalam membangun pendidikan yang berorientasi pada pemahaman mendalam, pemecahan masalah, serta kemampuan berpikir kritis di tengah kompleksitas pengetahuan modern.


Footnotes

[1]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 246.

[2]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 127.

[3]                David P. Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 163.

[4]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 135.


2.           Pengertian Meaningful Learning

Meaningful Learning atau pembelajaran bermakna merupakan suatu konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh David P. Ausubel pada tahun 1960-an sebagai bagian dari psikologi pendidikan kognitif.¹ Menurut Ausubel, pembelajaran bermakna terjadi apabila informasi atau pengetahuan baru dihubungkan secara substantif dan non-arbitrer dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif individu.² Dengan kata lain, materi baru tidak hanya dihafalkan, tetapi diintegrasikan ke dalam pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga dapat dipahami, diingat dalam jangka panjang, dan diaplikasikan dalam berbagai situasi.³

Ausubel membedakan pembelajaran bermakna dari pembelajaran hafalan (rote learning). Dalam pembelajaran hafalan, siswa hanya mengingat informasi tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga pengetahuan tersebut cenderung cepat hilang dan sulit ditransfer.⁴ Sebaliknya, dalam pembelajaran bermakna, siswa mengaitkan informasi baru dengan kerangka konseptual yang sudah ada, sehingga terbentuk jejaring pengetahuan yang lebih kuat dan fleksibel.⁵

Selain itu, Ausubel menekankan bahwa kebermaknaan pembelajaran tidak hanya bergantung pada materi yang diajarkan, tetapi juga pada niat peserta didik untuk belajar secara bermakna.⁶ Oleh karena itu, Meaningful Learning mengandaikan adanya kesiapan kognitif (pengetahuan awal) serta motivasi intrinsik dari peserta didik. Konsep ini kemudian diperluas oleh Joseph D. Novak melalui pengembangan concept mapping sebagai strategi untuk memvisualisasikan hubungan antar-konsep dalam struktur kognitif.⁷

Dengan demikian, Meaningful Learning dapat dipahami sebagai suatu proses pembelajaran yang menekankan integrasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada, dengan tujuan menghasilkan pemahaman yang mendalam, daya ingat jangka panjang, serta kemampuan aplikasi pengetahuan dalam konteks nyata.


Footnotes

[1]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 127.

[2]                David P. Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 163.

[3]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 135.

[4]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 246.

[5]                Ausubel, Novak, and Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 165.

[6]                Ormrod, Human Learning, 136.

[7]                Joseph D. Novak and D. Bob Gowin, Learning How to Learn (Cambridge: Cambridge University Press, 1984), 15.


3.           Prinsip-Prinsip Utama Meaningful Learning

Menurut David P. Ausubel, terdapat sejumlah prinsip dasar yang menentukan terjadinya pembelajaran bermakna. Prinsip-prinsip ini menekankan pentingnya keterhubungan antara pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki peserta didik, serta kesiapan internal siswa dalam memproses informasi.¹

3.1.       Keterkaitan Pengetahuan Baru dengan Pengetahuan Lama

Prinsip utama pembelajaran bermakna adalah bahwa informasi baru harus dihubungkan secara substantif dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.² Tanpa adanya pengetahuan awal (prior knowledge), pengetahuan baru akan berdiri sendiri dan cenderung hanya dihafalkan, bukan dipahami.³

3.2.       Kebermaknaan Potensial Materi

Materi pembelajaran harus memiliki kebermaknaan logis, yaitu isi materi bersifat teratur, konsisten, dan relevan dengan konsep lain.⁴ Jika materi bersifat arbitrer atau tidak terhubung dengan struktur kognitif, maka ia akan sulit dipahami secara bermakna.⁵

3.3.       Kesiapan Kognitif Peserta Didik

Agar pembelajaran bermakna dapat terjadi, peserta didik perlu memiliki pengetahuan awal yang memadai untuk dijadikan sebagai “jangkar” dalam mengaitkan informasi baru.⁶ Hal ini sejalan dengan pandangan konstruktivis bahwa pemahaman berkembang melalui interaksi antara pengetahuan lama dan pengalaman belajar baru.⁷

3.4.       Niat dan Motivasi untuk Belajar Secara Bermakna

Selain kesiapan kognitif, siswa juga harus memiliki niat dan motivasi untuk belajar dengan tujuan memahami, bukan sekadar menghafal.⁸ Ausubel menekankan bahwa meskipun materi dan kondisi pembelajaran telah disusun agar bermakna, jika siswa memilih untuk menghafal tanpa usaha mengaitkan dengan pengetahuan yang ada, maka pembelajaran bermakna tidak akan tercapai.⁹

Dengan keempat prinsip ini, Meaningful Learning menjadi suatu proses pembelajaran yang menekankan keterkaitan, relevansi, dan motivasi, sehingga mampu menghasilkan pemahaman yang mendalam serta daya ingat jangka panjang.


Footnotes

[1]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 127.

[2]                David P. Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 163.

[3]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 135.

[4]                Ausubel, Novak, and Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 165.

[5]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 246.

[6]                Ormrod, Human Learning, 136.

[7]                Lev Vygotsky, Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes, ed. Michael Cole et al. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1978), 84.

[8]                Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, 9th ed. (New York: Pearson, 2020), 187.

[9]                Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View, 130.


4.           Jenis Meaningful Learning

David P. Ausubel membedakan Meaningful Learning (pembelajaran bermakna) ke dalam beberapa jenis berdasarkan cara informasi baru dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitif.¹ Klasifikasi ini penting karena menunjukkan bagaimana proses internal siswa dalam mengintegrasikan pengetahuan baru berlangsung. Secara umum, terdapat tiga jenis utama pembelajaran bermakna.

4.1.       Representational Learning (Pembelajaran Representasional)

Pembelajaran representasional terjadi ketika individu menghubungkan simbol atau kata dengan objek atau konsep yang diwakilinya.² Misalnya, anak belajar bahwa kata “kucing” mewakili hewan berbulu yang biasa dipelihara. Pada tahap ini, siswa tidak hanya menghafal kata, tetapi memahami keterkaitannya dengan objek nyata.³

4.2.       Conceptual Learning (Pembelajaran Konseptual)

Pembelajaran konseptual terjadi ketika siswa membentuk atau memahami konsep baru berdasarkan konsep yang sudah dimiliki.⁴ Misalnya, setelah memahami konsep “hewan berkaki empat” dan “hewan menyusui,” siswa kemudian dapat mengaitkannya untuk memahami konsep “mamalia.”⁵ Jenis ini sangat penting karena memungkinkan terbentuknya kerangka pengetahuan yang lebih kompleks.

4.3.       Propositional Learning (Pembelajaran Proposisional)

Pembelajaran proposisional terjadi ketika siswa memahami makna dari kalimat atau pernyataan yang lebih kompleks, bukan sekadar kata atau konsep.⁶ Misalnya, kalimat “air mendidih pada suhu 100°C di permukaan laut” tidak hanya dipahami kata per kata, tetapi juga makna hubungan antar-konsep di dalamnya.⁷ Dengan proposisional, siswa dapat menarik hubungan logis dan mengembangkan pemahaman mendalam terhadap fenomena.

Ketiga jenis Meaningful Learning ini menunjukkan bahwa proses belajar tidak bersifat tunggal, tetapi bertingkat dari representasi sederhana hingga pemahaman proposisional yang lebih kompleks. Ausubel menegaskan bahwa pembelajaran bermakna pada level apapun tetap menuntut keterkaitan substantif dengan struktur kognitif yang sudah ada.⁸


Footnotes

[1]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 129.

[2]                David P. Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 163.

[3]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 138.

[4]                Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View, 130.

[5]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 247.

[6]                Ausubel, Novak, and Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 165.

[7]                Ormrod, Human Learning, 139.

[8]                Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View, 131.


5.           Strategi Implementasi Meaningful Learning

Agar Meaningful Learning dapat tercapai secara optimal, diperlukan strategi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki.¹ Ausubel menekankan bahwa keberhasilan pembelajaran bermakna sangat dipengaruhi oleh cara guru menyajikan materi serta kondisi internal siswa.² Berikut beberapa strategi implementasi yang sering digunakan dalam praktik pendidikan.

5.1.       Advance Organizer

Konsep advance organizer diperkenalkan oleh Ausubel sebagai kerangka konseptual yang disajikan sebelum mempelajari materi baru.³ Fungsinya adalah menjembatani antara pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.⁴ Misalnya, guru dapat memberikan peta konsep atau ringkasan umum sebelum masuk ke detail materi.

5.2.       Concept Mapping (Pemetaan Konsep)

Joseph D. Novak mengembangkan concept mapping sebagai alat untuk memvisualisasikan hubungan antar-konsep.⁵ Peta konsep membantu siswa melihat keterkaitan pengetahuan lama dan baru secara hierarkis, sehingga memperkuat keterpaduan struktur kognitif.⁶

5.3.       Pengalaman Belajar Kontekstual

Pembelajaran bermakna akan lebih efektif apabila materi dikaitkan dengan situasi nyata yang relevan dengan kehidupan siswa.⁷ Strategi ini dikenal dengan contextual learning, yang memungkinkan siswa memahami bagaimana teori dapat diterapkan dalam praktik.

5.4.       Diskusi Reflektif dan Tanya Jawab

Melalui diskusi reflektif, guru dapat mengaktifkan pengetahuan awal siswa serta memberikan kesempatan untuk membandingkan, mengklarifikasi, dan mengaitkan konsep baru dengan pengalaman mereka.⁸ Hal ini memperkuat proses internalisasi pengetahuan.

5.5.       Penggunaan Analogi dan Contoh Konkret

Guru juga dapat menggunakan analogi atau contoh konkret untuk memudahkan siswa memahami konsep abstrak.⁹ Analogi berfungsi sebagai jembatan kognitif yang mempermudah keterhubungan antara pengetahuan baru dan yang sudah dimiliki.

Dengan strategi-strategi ini, guru berperan bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam membangun keterhubungan pengetahuan secara bermakna.


Footnotes

[1]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 140.

[2]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 127.

[3]                Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 170.

[4]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 248.

[5]                Joseph D. Novak and D. Bob Gowin, Learning How to Learn (Cambridge: Cambridge University Press, 1984), 17.

[6]                Ormrod, Human Learning, 141.

[7]                Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay (Thousand Oaks, CA: Corwin Press, 2002), 25.

[8]                Santrock, Educational Psychology, 249.

[9]                Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, 9th ed. (New York: Pearson, 2020), 189.


6.           Kelebihan dan Kekurangan Meaningful Learning

6.1.       Kelebihan

Teori Meaningful Learning memiliki sejumlah keunggulan yang menjadikannya relevan dalam praktik pendidikan modern. Pertama, pembelajaran bermakna memungkinkan pengetahuan yang diperoleh siswa bertahan lebih lama dalam ingatan jangka panjang dibandingkan dengan hafalan mekanis.¹ Hal ini terjadi karena pengetahuan baru diintegrasikan ke dalam struktur kognitif yang sudah ada.

Kedua, Meaningful Learning meningkatkan kemampuan transfer pengetahuan.² Siswa yang belajar secara bermakna lebih mudah menggunakan pengetahuan dalam konteks baru, baik untuk pemecahan masalah maupun pengambilan keputusan.³

Ketiga, pendekatan ini mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis karena siswa dilatih untuk menghubungkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, bukan sekadar mengingatnya.⁴ Dengan demikian, Meaningful Learning lebih sesuai dengan tuntutan pendidikan abad ke-21 yang menekankan critical thinking, problem solving, dan lifelong learning.

6.2.       Kekurangan

Meskipun memiliki banyak keunggulan, Meaningful Learning juga menghadapi beberapa keterbatasan. Pertama, prosesnya membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan pembelajaran hafalan, karena guru harus merancang strategi agar siswa dapat mengaitkan pengetahuan lama dengan yang baru.⁵

Kedua, pendekatan ini menuntut kesiapan kognitif siswa. Jika siswa tidak memiliki pengetahuan awal yang memadai, maka pembelajaran bermakna sulit terwujud.⁶

Ketiga, implementasinya memerlukan keterampilan pedagogis yang tinggi dari guru. Tidak semua pendidik terbiasa menggunakan strategi seperti advance organizer atau concept mapping, sehingga efektivitasnya bisa berkurang.⁷

Dengan demikian, meskipun Meaningful Learning menawarkan pendekatan yang unggul untuk membangun pemahaman mendalam, penerapannya harus mempertimbangkan kondisi peserta didik, kesiapan guru, serta alokasi waktu pembelajaran.


Footnotes

[1]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 131.

[2]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 142.

[3]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 249.

[4]                Joseph D. Novak and D. Bob Gowin, Learning How to Learn (Cambridge: Cambridge University Press, 1984), 21.

[5]                Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, 9th ed. (New York: Pearson, 2020), 190.

[6]                Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 165.

[7]                Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay (Thousand Oaks, CA: Corwin Press, 2002), 28.


7.           Implikasi dalam Pendidikan

Konsep Meaningful Learning yang dikembangkan Ausubel memiliki implikasi yang luas dalam dunia pendidikan, baik dalam aspek kurikulum, pedagogi, maupun evaluasi pembelajaran.

7.1.       Implikasi terhadap Kurikulum

Kurikulum perlu disusun secara sistematis dengan memperhatikan keterkaitan antar-konsep, bukan hanya menyajikan informasi secara terpisah.¹ Hal ini berarti materi pelajaran harus disusun secara hierarkis, dari konsep yang bersifat umum menuju yang lebih spesifik, sehingga memudahkan siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dengan kerangka konseptual yang telah mereka miliki.²

7.2.       Implikasi terhadap Peran Guru

Dalam pembelajaran bermakna, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal.³ Guru tidak sekadar menyampaikan informasi, melainkan perlu menggunakan strategi seperti advance organizer, concept mapping, diskusi reflektif, dan contoh kontekstual agar pengetahuan lebih mudah dipahami.⁴ Dengan demikian, guru dituntut memiliki keterampilan pedagogis dan kreativitas dalam merancang pengalaman belajar.

7.3.       Implikasi terhadap Peran Siswa

Peserta didik tidak lagi diposisikan sebagai penerima pasif informasi, melainkan sebagai subjek aktif yang membangun pengetahuan melalui keterhubungan antar-konsep.⁵ Hal ini menuntut adanya motivasi intrinsik, kesiapan kognitif, serta keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.⁶

7.4.       Implikasi terhadap Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi dalam Meaningful Learning tidak boleh hanya berfokus pada aspek hafalan, tetapi harus menilai pemahaman konseptual dan kemampuan transfer pengetahuan.⁷ Model asesmen autentik, seperti performance assessment, project-based learning, atau studi kasus, lebih sesuai untuk mengukur sejauh mana siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan.⁸

Secara keseluruhan, penerapan Meaningful Learning menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan: dari pengajaran yang berpusat pada guru dan hafalan menuju pembelajaran yang berpusat pada pemahaman, keterhubungan pengetahuan, serta pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.


Footnotes

[1]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 131.

[2]                Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 170.

[3]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 140.

[4]                Joseph D. Novak and D. Bob Gowin, Learning How to Learn (Cambridge: Cambridge University Press, 1984), 17.

[5]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 249.

[6]                Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, 9th ed. (New York: Pearson, 2020), 189.

[7]                Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay (Thousand Oaks, CA: Corwin Press, 2002), 35.

[8]                Grant Wiggins and Jay McTighe, Understanding by Design, Expanded 2nd ed. (Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development, 2005), 152.


8.           Penutup

Meaningful Learning yang dikembangkan oleh David P. Ausubel memberikan kontribusi penting dalam memahami bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan tahan lama.¹ Inti dari teori ini adalah bahwa pengetahuan baru harus dihubungkan secara substantif dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa, sehingga pengetahuan tidak hanya dihafalkan tetapi dipahami dan dapat diaplikasikan.²

Pendekatan ini menekankan bahwa pembelajaran sejati tidak hanya terletak pada transfer informasi dari guru ke siswa, melainkan pada proses internalisasi pengetahuan melalui keterhubungan konseptual.³ Oleh karena itu, Meaningful Learning menjadi dasar penting dalam pendidikan modern yang berorientasi pada pemahaman mendalam, berpikir kritis, serta kemampuan pemecahan masalah.

Namun demikian, penerapan Meaningful Learning juga menuntut komitmen tinggi dari guru dalam merancang pembelajaran yang relevan, serta kesiapan kognitif dan motivasi dari siswa untuk belajar secara aktif.⁴ Dalam konteks ini, guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan siswa mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru melalui strategi seperti advance organizer, concept mapping, dan pembelajaran kontekstual.⁵

Dengan segala kelebihan dan tantangannya, Meaningful Learning tetap relevan sebagai landasan filosofis dan praktis dalam membangun sistem pendidikan yang menekankan pemahaman, kebermaknaan, serta penguasaan pengetahuan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.⁶


Footnotes

[1]                David P. Ausubel, Educational Psychology: A Cognitive View (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), 127.

[2]                David P. Ausubel, Joseph D. Novak, and Helen Hanesian, Educational Psychology: A Cognitive View, 2nd ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1978), 163.

[3]                Jeanne Ellis Ormrod, Human Learning, 7th ed. (New York: Pearson, 2020), 140.

[4]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill, 2011), 248.

[5]                Joseph D. Novak and D. Bob Gowin, Learning How to Learn (Cambridge: Cambridge University Press, 1984), 17.

[6]                Grant Wiggins and Jay McTighe, Understanding by Design, Expanded 2nd ed. (Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development, 2005), 152.


Daftar Pustaka

Ausubel, D. P. (1968). Educational psychology: A cognitive view. New York, NY: Holt, Rinehart and Winston.

Ausubel, D. P., Novak, J. D., & Hanesian, H. (1978). Educational psychology: A cognitive view (2nd ed.). New York, NY: Holt, Rinehart and Winston.

Mayer, R. E. (2002). Rote versus meaningful learning. Theory into Practice, 41(4), 226–232. https://doi.org/10.1207/s15430421tip4104_4

Novak, J. D., & Gowin, D. B. (1984). Learning how to learn. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Ormrod, J. E. (2020). Human learning (7th ed.). New York, NY: Pearson.

Santrock, J. W. (2011). Educational psychology (6th ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

Wiggins, G., & McTighe, J. (2005). Understanding by design (Expanded 2nd ed.). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar